Anda di halaman 1dari 13

A.

PENDAHULUAN

Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran listrik
yang kuat dengan metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda yang
ditempatkan pada permukaan dada pasien. Tujuannya adalah untuk koordinasi aktivitas
listrik jantung dan mekanisme pemompaan, ditunjukkan dengan membaiknya cardiac
output, perfusi jaringan dan oksigenasi.1
American Heart Association (AHA) merekomendasikan agar defibrilasi
diberikan secepat mungkin saat pasien mengalami gambaran VT non-pulse atau VF,
yaitu 3 menit atau kurang untuk setting rumah sakit dan dalam waktu 5 menit atau
kurang dalam setting luar rumah sakit. Defibrilasi dapat dilakukan diluar rumah sakit
karena sekarang ini sudah ada defibrillator yang bisa dioperasikan oleh orang awam
yang disebut automatic external defibrillation (AED).2

B. INDIKASI DEFIBRILASI
Defibrilasi merupakan tindakan resusitasi prioritas utama yang ditujukan pada:
- Ventrikel fibrilasi (VF)
- Ventrikel takikardi tanpa nadi (VT non-pulse)

Gambar 1. Ventricular Fibrilation (dikutip dari kepustakaan no 3)

1
Gambar 2. Ventricular Tachycardia (dikutip dari kepustakaan no 4)

Meskipun defibrilasi merupakan terapi definitive untuk VF dan VT non-pulse,


penggunaan defibrilasi tidak berdiri sendiri tetapi disertai dengan resusitasi.
kardiopulmonari (RKP). Peran aktif dari penolong atau tenaga kesehatan pada saat
mendapati pasien dengan cardiac arrest, dimana sebagian besar menunjukkan VF dan
VT, untuk bertahan terbukti meningkat. 2

C. Prinsip Defibrilasi
Memberikan energi dalam jumlah banyak dalam waktu yang sangat singkat
(beberapa detik) melalui pedal positif dan negative yang ditekankan pas dinding dada
atau melalui adhesive pads yang ditempelkan pada sensing dada pasien. Arus listrik
yang mengalir sangat singkat ini bukan merupakan loncatan awal bagi jantung untuk
berdetak, tetapi mekanismenya adalah aliran listrik yang sangat singkat ini akan
mendepolarisasi semua miokard, menyebabkan berhentinya aktivitas listrik jantung
atau biasa disebut asistole. Beberapa saat setelah berhentinya aktivitas listrik ini, sel-sel
pace maker akan ber-repolarisasi secara spontan dan memungkinkan jantung untuk
pulih kembali. Siklus depolarisasi secara spontan dan repolarisasi sel-sel pacemaker
yang reguler ini memungkinkan jantung untuk mengkoordinasi miokard untuk
memulai aktivitas kontraksi kembali 1,5

2
D. MONOFASIK VS BIFASIK
Selama beberapa dekade, defibrillator telah menggunakan bentuk gelombang
monofasic. Dengan bentuk gelombang monofasic, arus mengalir dalam satu arah, dari
satu elektroda ke yang lain, menghentikan jantung sehingga memiliki kesempatan
untuk memulai kembali sendiri. Dengan bentuk gelombang bifasik, arus mengalir
dalam satu arah pada tahap pertama shock dan kemudian membalikkan untuk tahap
kedua. Bentuk gelombang bifasik sekarang "standar emas" untuk alat defibrilator.
Penelitian menunjukkan bahwa bentuk gelombang bifasik lebih efektif dan
menimbulkan lebih sedikit risiko cedera pada jantung daripada bentuk gelombang
monofasik, bahkan ketika tingkat energi kejut adalah sama. Inilah sebabnya mengapa
produsen defibrillator eksternal sekarang menggunakan bentuk gelombang bifasik di
perangkat mereka. Bentuk gelombang Bifasik menjadi standar baru perawatan di
defibrillator eksternal. Di masa lalu hanya ada satu jenis defibrilasi transthoracic, yaitu
standar sinus gelombang kejut monofasic. Selama bertahun-tahun penelitian, teori
impedansi dan waktu guncangan sudah diperdebatkan untuk dijadikan suatu standar
baku. 6
Studi-studi telah menunjukkan bahwa awalnya ada perubahan segmen ST yang
signifikan terkait dengan energi tinggi defibrilasi, yang dapat berlangsung sampai
beberapa bulan (jika pasien bertahan).
Dengan sistem Bifasik ada yang lebih tinggi tingkat keberhasilan konversi
kejutan awal dari VT (ventrikel takikardi) atau VF (ventrikel fibrilasi) dibandingkan
monofasic (85,2% vs 97,6% monofasic bifasik ), energi dalam Joule secara signifikan
kurang (360j monofasic, 200j bifasik) yang akan mempengaruhi kebutuhan cadangan
energi, Bifasik lebih efektif dalam membalikkan VF berkelanjutan.6,7 Defibrilasi bifasik
menawarkan khasiat sama atau lebih baik pada energi rendah dari gelombang
Monofasic tradisional defibrillator-dengan risiko lebih kecil pasca-shock komplikasi
seperti disfungsi miokard dan luka bakar kulit. Tidak seperti perangkat monofasic,
defibrillator bifasik menggunakan teknologi gelombang yang berbeda: baik bifasik
terpotong eksponensial (BTE) gelombang atau gelombang Bifasik kotak.
Bentuk gelombang eksponensial bifasik dipotong pada awalnya dikembangkan
untuk aplikasi rendah impedansi internal yang defibrilasi jantung. Sudah diadaptasi
untuk defibrilasi eksternal oleh dua vendor. Heartstream (sekarang Agilent / Philips)
memelopori pendekatan rendah energi. The defibrilator BTE kedua, yang
dikembangkan oleh Medtronic Physio-Control, menggunakan energi-tinggi (lebih dari
200 joule) protokol. 7 Bentuk gelombang Bifasik kotak dikembangkan khusus untuk
defibrilasi eksternal dan dipertimbangkan tingkat impedansi tinggi dan beragam pasien
(pemblokiran aliran arus yang disebabkan oleh bulu dada, ukuran dada besar, dan
miskin elektroda-ke-dada kontak). Hanya defibrillator Zoll menggunakan gelombang
ini. Bentuk gelombang kotak mempertahankan bentuk stabil sebagai respon terhadap
impedansi, dan arus konstan pada tahap pertama mengurangi arus puncak yang
berpotensi membahayakan.
Bentuk gelombang BTE dikembangkan untuk penggunaan internal, di mana
impedansinya rendah. Bentuk gelombang bifasik terpotong eksponensial (BTE)
digunakan dalam alat pacu jantung internal untuk lebih dari 10 tahun. Jika digunakan
dalam perangkat transthoracic seperti defibrillator, impedansinya dapat mempengaruhi
bentuk gelombang. Bentuk gelombang kotak tetap stabil dalam bentuk bagaimanapun.
Hal ini mengurangi efek merugikan dari impedansi pasien pada defibrilasi sukses.
Ketika impedansi rendah (50 ohm), sebuah 360-joule BTE defibrilator memperlihatkan
hasil yang lebih baik. Pada impedansi pasien rata-rata 75 ohm, 360 joule-BTE dan 200-
joule defibrillator kotak sama-sama efektif. Dengan impedansi tinggi (lebih besar dari
100 ohm), shock 200-joule kotak memberikan arus rata-rata lebih tinggi dari shock
BTE 360-joule, sehingga membuat lebih efektif dengan tingkat energi yang lebih
rendah.7

4
Perbandingan klinis langsung antara dua jenis bifasik bentuk gelombang masih
harus dilakukan dalam uji coba, prospektif acak dengan kontrol yang sesuai. Studi
terbaru defibrilator energi tinggi BTE membutuhkan energi hampir 50% lebih untuk
memberikan rata-rata yang sama saat ini sebagai defibrilator rendah energi kotak. Lima
penelitian, dengan lebih dari 900 peserta manusia, telah membandingkan kemanjuran
bentuk gelombang bifasik dibandingkan monofasik. Secara acak menunjukkan bahwa
energi yang rendah-130-joule kejutan BTE secara klinis sama dengan shock 200-joule
monofasik. Studi lain menemukan bahwa kejutan BTE 130 joule secara klinis sama
dengan shock 200-joule monofasik tetapi rendah energi guncangan BTE tampaknya
kurang efektif bila impedansi transthoracic tinggi. Sebuah studi pasien terbaru meng-
evaluasi efikasi pemberian tiga guncangan dengan energi rendah (150 joule) BTE
defibrilator dan menemukan kombinasi ini 100% efektif untuk mengkonversi VF.
Pasien defibrillated dengan rendah energi guncangan bifasik juga memiliki hasil
neurologis yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang menggunakan
konvensional energi tinggi guncangan. 7,8

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KEBERHASILAN


DEFIBRILASI
Lamanya kesuksesan defibrilasi tergantung dari status metabolisme miokard
dan jumlah miokard yang rusak selama periode hipoksia karena arrest. Semakin lama
waktu yang digunakan untuk memulai defibrilasi maka semakin banyak persediaan
ATP yang digunakan miokard untuk bergetar sehingga menyebabkan jantung memakai
semua tenaga sampai habis dan keadan ini akan membuat jantung menjadi kelelahan.
Keadaan dan kondisi miokard Hipoksia, asidosis, gangguan elektrik, hipotermi
dan penyakit dasar jantung yang berat menjadi penyulit bagi pemulihan aktivitas
kontraksi jantung. Besarnya jantung, makin besar jantung, makin besar energi yang
dibutuhkan untuk defibrilasi.
Ukuran diameter pedal dewasa yang dianjurkan adalah 8,5-12 cm dan untuk
anak-anak berkisar 4,5-4,8 cm. ukuran pedal terlalu besar membuat tidak semua
permukaan pedal menempel pada dinding dada dan menyebabkan banyak arus yang
tidak sampai ke jantung. Untuk itu, penggunaan pedal pada anak-anak bisa disesuaikan
dengan ukuran tubuhnya.2 Letak pedal hal yang sangat penting tetapi sering kali
diabaikan adalah peletakan pedal pada dinding dada saat dilakukan defibrilasi. Pedal
atau pad harus diletakkan pada posisi yang tepat yang memungkinkan penyebaran arus
listrik kesemua arah jantung. Posisi sternal, pedal diletakkan dibagian kanan atas
sternum dibawah klavikula. Pedal apeks diletakkan disebelah kiri papilla mamae
digaris midaksilaris. Pada wanita, posisi pedal apeks ada di spasi interkosta 5-6 pada
posisi mid-axilaris. Pada pasien yang terpasang pacemaker permanent, harus dihindari
peletakan padel diatas generator pacemaker, geser pedal setidaknya 1 inchi dari tempat
itu. Defibrilasi langsung ke generator pacemaker dapat menyebabkan malfungsi pace
maker secara temporary atau permanent. Setelah dilakukan defibrilasi atau kardioversi
harus dicek ambang pacing dan sensibilitasnya serta dilihat apakah alat masih bekerja
sesuai dengan setting program. Hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan
defibrilasi adalah posisi pedal atau pads, keduanya tidak boleh saling menyentuh atau
harus benar-benar terpisah. 9
Energi Pada defibrilator monofasik energi yang diberikan 360 joule, sedangkan
pada defibrilator bifasik 200J. Untuk anak-anak, energi yang diperlukan adalah 1-2
joule/kg BB, maksimal 3 j/kg BB 2
Jelli/Gel Saat menggunakan pedal, jangan lupa memberikan jelli khusus untuk
defibrilasi atau kardioversi pada pedal. Jelli berfungai sebagai media konduksi untuk
penghantar arus listrik. Tujuan dari pemberian gel adalah untuk mengurangi resistensi
transtorakal dan mencegah luka bakar pasien. Yang harus diperhatikan juga adalah
jangan sampai gel tersebut teroles dikulit diantara sternum dan apeks, atau jelli dari
salah satu atau ekdua pedal mengalir menghubungkan keduanya pada saat ditekan ke
dada pasien. Jika ini terjadi akan mengakibatkan arus hanya mengalir dipermukaan

6
dinding dada, aliran arus ke jantung akan missing dan memancarkan bunga api yang
menyebabkan sengatan listrik pasien pada pasien dan alat-alat operator.

F. PERSIAPAN SEBELUM PROSEDUR DEFIBRILASI


9
Persiapan Peralatan
- Defibrillator dengan monitor EKG dan pedalnya
- Jelly
- Obat-obat Emergency (Epinephrine, Lidocain, SA, Procainamid, dll)
- Oksigen
- Face mask
- Papan resusitasi
- Peralatan intubasi dan suction

Persiapan Pasien 9
a. Pastikan pasien dan atau keluarga mengerti prosedur yang akan dilakukan
b. Letakkan pasien diatas papan resusitasi pada posisi supine
c. Jauhkan barang-barang yang tersebut dari bahan metal dan air disekitar pasien
d. Lepaskan gigi palsu atau protesa lain yang dikenakan pasien untuk mencegah
obstruksi jalan nafas
e. Lakukan RKP secepatnya jika alat-alat defibrillator belum siap untuk
mempertahankan cardiac output yang akan mencegah kerusakan organ dan
jaringan yang irreversible.
f. Berikan oksigen dengan face masker untuk mempertahankan oksigenasi tetap
adekuat yang akan mengurangi komplikasi pada jantung dan otak
g. Pastikan mode defibrillator pada posisi asyncrone
h. Matikan pace maker (TPM) jika terpasang.
G. PROSEDUR DEFIBRILASI
1. Oleskan Jelly pada pedal secara merata
2. Pastikan posisi kabel defibrillator pada posisi yang bisa menjangkau sampai ke
pasien
3. Nyalakan perekaman EKG agar mencetak gambar EKG selama pelaksanaan
defibrilasi
4. Letakkan pedal pada posisi apeks dan sternum
5. Charge pedal sesuai energi yang diinginkan
6. Pastikan semua clear atau tidak ada yang kontak dengan pasien, bed dan peralatan
pada hitungan ketiga (untuk memastika jangan lupa lihat posisi semua personal
penolong)
7. Pastikan kembali gambaran EKG adalah VT atau VF non-pulse
8. Tekan tombol pada kedua pedal sambil menekannya di dinding dada pasien, jangan
langsung diangkat, tunggu sampai semua energi listrik dilepaskan.
9. Nilai gambaran EKG dan kaji denyut nadi karotis
10. Jika kejutan kedua tidak berhasil, lakukan tahapan ACLS berikutnya
11. Bersihkan jelly pada pedal dan pasien

8
H. AlGORITMA DEFIBRILASI

Gambar 3. Algoritma Bantuan Hidup Dasar (dikutip dari kepustakaan no 9)


I. PASCA DEFIBRILASI
Monitoring Pasien Setelah Defibrilasi10
a. Evaluasi status neurology. Orientasikan klien terhadap orang, ruang, dan waktu
b. Monitor status pulmonary (RR, saturasi O2)
c. Monitor status kardiovaskuler (TD, HR, Ritme) setiap 15 menit
d. Monitor EKG
e. Mulai berikan obat anti disritmia intravena yang sesuai
f. Kaji apakah ada kulit yang terbakar
g. Monitor elektrolit (Na. K, Cl)

Dokumentasi dan laporan setelah tindakan


1. Print out EKG sebelum, selama dan sesudah defibrilasi
2. Status neurology, respirasi dan kardioversi sebelum dan sesudah defibrilasi
3. Energi yang digunakan untuk defibrilasi
4. Semua hasil yang tidak diinginkan dan intervensi yang telah diberikan

J. KOMPLIKASI DEFIBRILASI
1.
Henti jantung-nafas dan kematian 11
2.
Anoxia cerebral sampai dengan kematian otak
3.
Gagal nafas
4.
Asistole
5.
Luka bakar
6.
Hipotensi
7.
Disfungsi pace-maker

10
KESIMPULAN

Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran listrik yang kuat
dengan metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda yang ditempatkan pada
permukaan dada pasien. Tujuannya adalah untuk koordinasi aktivitas listrik jantung dan
mekanisme pemompaan, ditunjukkan dengan membaiknya cardiac output, perfusi jaringan
dan oksigenasi.

Defibrilasi merupakan tindakan resusitasi prioritas utama yang ditujukan pada ventrikel
fibrilasi (VF) dan ventrikel takikardi tanpa nadi (VT non-pulse).

Gelombang Bifasik lebih efektif dan menimbulkan lebih sedikit risiko cedera pada jantung
daripada bentuk gelombang Monofasic, bahkan ketika tingkat energi kejut adalah sama.
Inilah sebabnya mengapa produsen defibrillator eksternal sekarang menggunakan bentuk
gelombang bifasik di perangkat mereka.

Defibrillator bifasik menggunakan teknologi gelombang yang berbeda: baik bifasik


terpotong eksponensial (BTE) gelombang atau gelombang Bifasik kotak.

Energi Pada defibrilator monofasik energi yang diberikan 360 joule, sedangkan pada
defibrilator bifasik 200J. Untuk anak-anak, energi yang diperlukan adalah 1-2 joule/kg BB,
maksimal 3 j/kg BB.

Komplikasi pasca defibrilasi adalah henti jantung-nafas dan kematian, anoxia cerebral
sampai dengan kematian otak, gagal nafas, asistole, luka bakar, hipotensi, disfungsi pace-
maker

DAFTAR PUSTAKA
1. Ashok K Kondur. Defibrilation and cardioversion .[internet] 2012 Desember

Available from : http://emedicine.medscape.com/article/80564-overview, Cited on

28 July 2013

2. Karo Karo S, Rahajoe Anna U, Sulistyo Sigit, Kosasih A. Bantuan hidup Jantung

Lanjut Edisi 2011. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular

Indonesia, 2011 : 24 31.

3. Scheidt S . Basic Electrocardiography: Abnormalities of Electrocardiographic

Patterns.Ciba : Ciba Pharmaceutical Company, 1994 ; Vol. 6/36 Page 32 .

4. Goldman MJ . Principles of Clinical Electrocardiography, 12th ed. Los Altos, Cal :

Lange Medical Publications, 1998, 460

5. Rudolph W. Koster. A Randomized Trial Com0paring Monophasic and Biophasic

Waveform Shocks for external Cardioversion of Atrial Fibrillation .[internet] 2004

Available from : http://www.medscape.com/viewarticle/477538_4, Cited on 28 July

2013

6. Schneider T, Martens PR, Paschen H, Kuisma M, Wolcke B, Gliner BE, et


al. Multicenter, acak, percobaan dikontrol dari 150-J guncangan biphasic
dibandingkan dengan 200 - untuk 360-J guncangan monophasic dalam resusitasi
out-of-rumah sakit korban serangan jantung. Dioptimalkan Respon untuk Penyidik
Penangkapan Jantung (ORCA). Sirkulasi 2000; 102: 1780-7.
7. Mittal S, S Ayati, Stein KM, Schwartzman D, Cavlovich D, Tchou PJ,
dkk. Transthoracic kardioversi fibrilasi atrium: perbandingan kotak guncangan

12
sinus biphasic dibandingkan teredam gelombang Monophasic. Sirkulasi 2000; 101:
1282-7.
8. Walker RG, Melnick SB, Chapman FW, Walcott GP, PW Schmitt, Ideker
RE. Perbandingan enam defibrillator eksternal klinis digunakan pada
babi. Resusitasi 2003; 57: 73-83.
9. Karo Karo S, Rahajoe Anna U, Sulistyo Sigit, Kosasih A. Bantuan hidup Jantung

Dasar Edisi 2011. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular

Indonesia, 2011 : 10 - 23

10. Niemann JT, Walker RG, Rosborough JP. Ischemically Induced Ventricular Fibrilasi
(VF): Sebuah Perbandingan defibrilasi Energi Tetap dan Meningkat. Acad Pgl Med
2003; 10: 454.
11. Sean C Beinart, MD, FACC, FHRS. Synchronized electical cardioversion.[internet]

2013 Juni Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1834044-

overview#a15, Cited on 28 July 2013

Anda mungkin juga menyukai