Anda di halaman 1dari 5

Ricahrd Robinson merupakan guru besar di Murdoroch University, telah merombak focus

kajian politik Asia Tenggara dan Khusunya Indonesia pada tahun 1980-an, dengan penerbitan
bukunya yang berjudul Indonesia: The Rice of Capital. Buku yang tebalnya 396 halaman ini
diterbitkan oleh Allen and Unwin pada tahun 1986. Selain mmenghasilkan khazanah
keilmuan, Karya Robinson ini telah merambah ke berbagai literature kajian pembangunan
politik dan ekonomi di Asia Tenggara Khusunya Indonesia di masa pasca Kolonial. Buku ini
mampu mendekonstruksi focus kajian Asia Tenggara dan Indonesia era 1980-an dari
pendekatan tingkah-laku, sistem dunia dan ketergantungan menuju pendekatan kajian
ekonomi-politik.

Buku ini membicarakan tentang bangkitnya kapitalisme gaya baru di Asia tenggara dengan
mengambil lokus kajian Indonesia. Vedi R Hadiz menyebut bahwa prestasi karya Robinson
adalah mampu menempatkan ekonomi-politik di jantung kajian politik dan masyarakat
Indonesia modern kontemporer. Hal ini dilakukan melalui analisis pembentukan borjuasi
Indonesia modern dan signifikansinya, terutama pelaksanaan kekausaan negara pada masa
puncakotoriterianisme Orde Baru Suharto. Bentuk borjausi modern ini tidak pernah
ditemukan diantara para ahli waris kaum borjuis kucil muslim Indonesia yang pernah
berpengaruh pada masa awal munculnya Nasionalisme Indonesia di abad ke-20-an yag
kemudian menuntut perlindungan Indonesia. Buku ini mampu mengubah hampir semua
pemahaman tentang bagaimana seharusnya mengkaji Indonesia modern paskakolonial, dan
buku inipun bayak digunakan oleh akademisi dan pemerhati ekonomi politik dari tahun ke
tahun.

Diantaranya Nazar Patria dan Agus Sudibyo, jurnalis dan aktvis asal Indonesia, telah
menuliskan tentang menculnya kapitalisme dan munculnya Industri perletelvisian di
Indonesia. Menurut kedua penulis ini, . Halaman 18. Betapa jauhnya, karya Robinson
masih teruji dan mampu menjawab tumbuhnya kapitalisme di Indonesia pun setelah masa
Suharto lengser dan bahkan hingga kini, dimana buku The Rice of Capital tidak
menyinggung kapitalisme Media.

Pengaruh karya ini melampaui bdang keilmuan di satu negara, melainkan mampu
mendekonstruksi teori pendekatan ilmu politik yang telah terbangun sebelumnya. Buku ini
memiliki tempat khusus dalam bidang keilmuan Asia Tenggara dan menumbuhkembangkan
minat lebih besar dalam transformasi structural doemstik yang dihasilkan oleh perkembangan
kapitalis dan peran negara. Buku ini berimbas pada perdebatan tentang politik Indonesia
selama masa orde baru, diman aRobinson telah mengeksplorasi hubungan mendalam antara
pembangunan ekonomi dan rezim politik Soeharto. Dalam proses penjelasan Robinson di
dalam karya ini kemudian melahirkan dasar-dasar interprestasi materialsipolitik Indonesia
yang sangat berbeda dengan sebagian besar literature yang masih didominasi oleh pendekatan
tingkah laku dn asumsi-asumsi budaya determinis. Sehingga The Rise of Capital dapat
diletakkan dalam kaitannya denganbidang keilmuan teoretis elbih luas mengenai politik
pembangunan kapitalis pada umumnya. Secara khusus karya Robinson ini mampu
meruntuhkan kecenderungan literature yang memasukkan kerangka demokrasi liberal sebagai
suatu kelaziman politik alami yang senantiasa menyertai perkembangan kapitalis.
Selain menerima banyak pujian atas sumbangan karyanya, buku inipun tidak lepas dari kritik
oleh beberapa pihak diantaranya kritik paling pedas yang datang dari kalangan Kiri, Richard
Tanter yang mengatakan bahwa The Rice of Capital terdapat kekuarangan karena kurang
memperhatikan kelas-kelas sosial yang tertindas dalam struktur kapitalisme Indonesia.
Pendapat lain, Jeffrey Winters mengatakan bahwa focus karya Robinson tentang munculnya
Borjuasi domestic Indonesia mengaburkan analisis posisi struktural ekonomi Indonesia dalam
perekonomian kapitalis internasional dan bagaimana syarat-syarat perekonomian
internasional akan terus menerus mempunyai pengaruh besar atas perubahan sosio-politik di
Indonesia. Sedangkan dalam mengkaji the Rice of Capital ini, Hilmar Farid mengkritik
bahwa buku ini kurang menaruh perhatian pada proses akumulasi primitive yang
bertanggungjawab atas munculnya kaum borjuis Indonesia. Buku ini seharusnya
memasukkan pula kekerasan dan pencerabutan yang dimulai sejakpembantaian massal kaum
komunis pada tahun 1960-an.

Negara dan kelas dalam study dan formasi kelas di Asia Tenggara

Tahun 1970-an adalah dekade perubahan sosial yang sangat dahsyat yang terjadi negara Asia
Tenggara. Perubahan tersebut disebabkan oleh terjadinya perang dingin negara Barat
melawan Timur, dimana negara Indochina, terasuk Indonesia merupakan tanah jajahan Barat
yang secara otomatis terkena dampak perang dingin di tubuh negara masing-masing. perang
dingin di negara Indochina ini sebagai dampak dari otoritarianisme negara terhadap
masyarakat luas, melalui industrualisasi kapitalis, urbanisasi dan transformasi wilayah.

Kondisi demikian menjadikan masyarakat terkoyak dan terkelaskan berdasar kerja dan
kedudukan sosial. Kelompok tani dan buruh sebagai roda ekonomi yang hanya seabagai sapi
perah, dan juga melahirkan kelompok kiri yang berusaha menentang praktek otoriterianis
kelompok borjuis kapital. Disatu sisi, kemajuan ekonomi dan penyebaran pendidikan di
tengah masyarakat, melahirkan kelompok kelas kapitalis domestic yang merupakan simbiosis
dengan negara otoriter jajahan. Perubahan struktur sosial tersebut berimplikasi pada arah
perubahan politik di berbagai Negara Asia Tenggara, sehingga masa depan negara-negara
tersebut dipertanyakan oleh kalangan pemerhati.

Adalah Gabriel Almond dan Sydney Verba menulis pentingnya budaya warga (civic) dan
pluralisme yang muncul sebagai modal sosial dalam menanggapi arus perubahan sosia-politik
yang terjadi. Dalam konteks negara Asia Tenggara yang lekat dnagn warisan budaya feudal,
maka bentukan budaya civic terderivasi dalam bentuk yang lain. Budaya civic yang
dikonsepsikan oleh Gabriel Almond bercampur dnegan budaya feodal jawa melahirkan corak
prilaku yang berbeda dengan konsepsi civic di Barat. Hal ini membuat sejumlah negara
beroperasi dnegancara-cara irrasional atau sama sekali tidak sejalan dengan tipe ideal
demokrasi liberal dai barat. Rumusan terkenal Fred Riggs mengenai masyarakat prismatic
dan pemerintahan birokrasi di Thailand, msalnya, terbukti memiliki pengaruh menentukan.
Menurut Riggs, sebuah masyarakat prismatic tidassk sepenuhnya tradisional ataupun modern
tetapi didekte oleh tradisi dan norma-norma budaya lama. Sebagai contoh di Thailand yang
terlihat mengalami modernisasi tetapi dalam praktik pengambilan kebijakan penting hanya
melibatkan segelintir birokrat berpengaruh yang terasing dari tuntutan-tuntutan eksternal.
Demikian halnya di Indonesia, sebagaimana dikemukakan oleh Karl Jackson bahwa watak
dasar Orde Baru dikendalikan oleh bebrapa ratus orang birokrasi dan militer yang terputus
dari lapisan masyarakat.

Menjelaskan tentang the rice..

pramodern dan patrimonial semisal di Thailand.

Kemajuan ekonomi dan penyebaran pendidikan, melahirkan kaum kiri, yakni kelompok
terpelajar dan pekerja yang sadar akan kondisi sosial-politik. kelompok kiri ini

Kapitalisme Indonesia semasa Orde Baru

Keilmuan Indonesia sebelum lahirnya the Rice of Capital didominasioleh pendekatan


bihavioral dan structural-fungsional hingga karya Robinson ini merubah orientasi keimluan di
Indonesia. Bahwa the rice of capital mampu mendekonstruksi kultur tradisional Indonesia
dan mendifinisikan gaya kapitalis modern dengan dinahkodai semasa Orde Baru. kelompok
menengah terdidik dan birokrat didikan barat berhasil melanggengkan tatanan kapitalis barat
dan juga kelompok militer bersenjata adalah kelompok teknokrat Suharto yang menjadi ujung
tombak pemerintahan Orde Baru dibawah kendali Sueharto. Kemudian Samuel P Huntington
dalam konsepsi alternatifnya menawarkan konsep institusionalisasi kekuasaan negara dan
kemampuan menjaga tertib politik. gesekan peradaban yang dicetuskan oleh Samuel
Huntington ini melahirkan kesadaran atas dampak perang dingin yang dilakukan oleh negara-
negara Barat. Dalam konteks Indonesia, Emmerson dan Liddle mempertimbangkan denagn
hati-hati atas bagaimana alternative otoritarianisme orde baru pada tahun 1970-an dan 1980-
an dapat menurunkan ketdiaksetabilan. Menurut Liddle, otorinisme Suharto ditujukan untuk
keperluan pembangunan ekonomi, karena menurutnya otoritarianisme hampir akan selalu
melahirkan program ekonomi yang sehat yang menjadi tujuan Suharto dalam mendukung
program ekonomimakro yang dianjurkan olehorganisasi-organisasi pembangunan
internasional.

Adalah Jenderal Ali Moertopo, dengan naungan Centre for Strategic and International
Studies (CSIS) memaparkan sebuah doktrin bahwa stabilitas politik harus dicapai denagn
segala pengorbanan demi pembangunan ekonomi. Pesan doktrin Moertopo ini sebetulnya
cukup penting dalam pengembangan partai politik pada awal tahun 1970-an yang pada
dasarnya telah melanggengkan eksistensi partai Golkar, serta dua partai yang sebagai fusi dan
pemangkasan partai-partai penentang rezim Orde Baru. disisi lain, lahirnya gerakan civil
Society pun tidak mampu menaklukkan kapitalisme gaya baru di masa Orde Baru, gerakan
civil society ini diarahkan pada massifikasi pembangunan ekonomi Orde brau, dimana agar
masyarakat focus menjadi pelaku ekonomi dan menyerahkan urusan politik kepada
pemerintah. kelompok komunis tdiak segan dihanguskan, sementara kelompok Islam berubah
menjadi kekuatan mandiri yang diusung oleh masyarakat akar rumput.

Pada perkembangan berikutnya, lahirlah teori dependensia yang dicetuskan oleh Farchan
Bulkin dalam disertasinya yang kemudian diterima di kalangan masyarakat. disertasinya
kemudian di rilis di jurnal prisma dan mampu mempengaruhi beberapa kalangan diantaranya
Arief Budiman seorang sosiolog yang terkenal lantang dalam memberikan banyak kontribusi
terhadap akademik dan juga media nasional. Teori dependensia tersebut mengulas tentang
konsep-konsep keterbeakangan negara-negara paska kolonial (overdeloped post-colonial
state) serta kapitalis pinggiran (peripheral capitalism) untuk menjelaskan persistensi
keterbelakangan ekonomi dan otoritarianisme politik. teori tersebut ditanggapi dengan karya
Adi Sasono-Direktur lembaga Study Pembangunan (LSP) bersama Sritua Arief menerbitkan
buku tentang teori pembangunan, yangmerupakan buku pertama kalinya dengan gambling
menyatakan bahwa Indonesia telah terperangkap dalam sebuah hubungan ketergantungan
abadi sejak masa kolonial, denagn corak mengingatkan pada argument yang diperkenalkan
oleh Andre Gunder Frank tentang Negara Amerika Latin.

Perhatian akademisi saat itu banyak tertuju apda teori ketergantungan, mengingat saat itu
Indonesia sedang terjadi perubahan sosial dan structural, sebagaimana perubahan yang etrjadi
dibeberapa negara Asia lainnya. selain itu,masa 1980-an merupakan masa kejayaan
kekuasaan Orde Baru yang ditenagrai dengan kedigdayaannnya dalam mensahkan
perundang-undangan kontroversial yang mengharuskan kesamaan ideologi bagi semua parpol
dan organisasi civil society, serta memberikan kekuasaan lebih besar kepada negara
untukmengendalikan seluruh aspek kehidupan politik dan sosial Indonesia. Di masa itu,
Indonesia sedang mendapatkan banyak pujian dari oragnisasi-organisasi pembangunan
nasional karena melanjutkan kebijakan-kebijakan deregulasi yang bertujuan meningkatkan
daya saing ekspor nonmigas Indonesia di pasar internasional. dari keadaan politik inilah,
sarjana dan aktivis Indonesia mulai tertarik dan membutuhkan sebuah study denagn
pendekatan yang bisa melampaui kerangka pemikiran tentang pemerintahan personalitis yang
diabsahkan oleh nilai-nilaipatrimonial dan beralih ke inti masalah bagaimana kekuasaan
eknomi dan politik diselenggarakan pada sebauh nagara. Dan maka, mereka menemukan
pencaran itu pada buku the rice of Capital.

Transformasi kapitalis, Demokrasi dan Perubahan Kelembagaan.

The rice of capital telah teruji kesahihannya dengan lengsernya Suharto. Lengsernya Suharto
sebagai kisah sukses transisi sistem kapital ke sistem demokrasi di negara Asia Tenggara.
Sebagaimana di tulis oleh Aspinall bahwa karya Robinson telah meramalkan kemustahilan
sistem demokrasi borjuis gaya Barat bertahta di Indonesia, terlebih adanya regularisasi
kapitalisme dan institusionalisasi pasar bebas di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa karya
Robiinson merupakan awal pernyataan kritis terhadap beberapa ramalan para teoretikus
transisi demokrasi. Dalam banyak hal, apa yang etrtulis dalam buku the Rce of Capital
merupakan sebuah pernyataan awal Robinson terhadap jenis pendekatan neo-
institusionalisme yang amsih digunakan organisasi-organisasi pembangunan internasional
dewasa ini, dan juga kalanga akademisi berdasarkan transposisi dari ortodoksi neoklasik
dalam ilmu ekonomi ke disiplin ilmu lain seperti sosiologi dan politik, yang kemudian
Robinson mengembangkan bukunya berupa analisis kritis mengenai Indonesia kontemporer
yang terkandung dalam the Rice of Capital. Robinson mengatakan bahwa analisis mengenai
Indonesia kontemporer yang terkandung dalam The Rice of capital bisa dilihat sebagai
intervensi terhadap kecenderungan ilmiah baru yang segera membuat terobosan signifikan ke
dalam penelitian tertang masyarakat Indonesia dan juga Asia.

Pada perkembangan berikutnya adalah ODonnell, Schmitter dan Whitehead yang


menyumbangkan literature mengenai pembedaan transisi demokrasi.menurut mereka transisi
demokrasi dibedakan oleh focus perhatian masing-masing dnegan mengidnetifikasi sejumlah
factor yang dieprlukan bagi keberhasilan transisi dari pemerintah otoriter ke dalam bentuk
pemerintah konsolidasi demokrasi.

Sejak munculnya the rice of Capital, Indonesia menjadi negara yang menarik untuk menjadi
objek kajian beberapa pemerhati dan akademisi, dengan fokus kajian capitalism dan
transisionalism suatu pemerintahan diAsiaTenggara. Menyusul lengsernya Sueharto tahun
1998 dan bubarnya lembaga-lembaga otoriter bentukan Orde Baru, Indonesia menjadi sebuah
laboratorium maya untuk penelitian transisi pemerintahan. beberapa konferensi
diselenggarakan yang dihadiri oleh para pakar transis seperti Juan Linz dan Alfred Stepan
yang berbicara tentang lintasan masa depan Indonesia. Kondisi ini mengudang badan bantuan
internasional mendukung berbagai program pengembangan partai politik, parlemen dan
organisasi civil society. Fenomena perubahan sosial-ppolitik yang terjadi di Indonesia tidak
lepas dari sejarah-kultur masyarakat sendiri yang menghendaki adanya perubahan, namun
titik tekan karya Robinson lebih kepada transformasi structural dan hasilproses sejarah yang
berkait-kelindan dengan konflik sosial dan politik.

Anda mungkin juga menyukai