Anda di halaman 1dari 193

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU

HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (VOLUNTARY


COUNSELING AND TESTING) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
CIPUTAT TAHUN KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN
TAHUN 2014

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana


Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

AYU WULAN SARI

NIM : 1110101000045

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1435 H/ 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2014

Ayu Wulansari
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

Skripsi, Juli 2014


Ayu Wulansari, NIM : 1110101000045

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU


HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary
Counseling and Testing) Di WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT,
KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

xvii + 155 halaman, 20 tabel, 3 bagan, 4 lampiran

ABSTRAK

Saat ini di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi HIV/AIDS pada ibu


rumah tangga, disusul dengan tingginya prevalensi HIV pada anak. HIV/AIDS
telah mengurangi harapan hidup selama lebih dari 20 tahun yang menyebabkan
terhambatnya perkembangan ekonomi dan memperburuk kemiskinan rumah
tangga. Selain itu, HIV/AIDS menyebabkan kehilangan produktivitas yang lebih
besar dibandingkan penyakit lainnya, dan mendorong 6 juta keluarga lagi ke
jurang kemiskinan . Oleh karena itu, dilakukannya upaya pencegahan penularan
HIV dari ibu ke anak melalui program Voluntary Counseling and Testing
khususnya pada kelompok ibu hamil.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang
berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan
desain studi crosssectional dengan sampel penelitiannya adalah 76 ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas Ciputat yang dipilih secara acak dengan metode cluster
random sampling. Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah umur, status
pekerjaan, tingkat pendidikan, pengetahuan tentang VCT, sikap, norma subyektif,
dan persepsi kontrol perilaku yang dihubungkan dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT. Variabel tersebut diukur dengan menggunakan
kuesioner yang diolah sampai bivariat dengan menggunakan uji chi-square.
Hasil penelitian menujukkan 50% ibu hamil memiliki niat untuk
memanfaatkan layanan VCT dan berdasarkan uji bivariat ditemukan bahwa
variabel pengetahuan, sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku
berhubungan secara signifikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT.
Dengan demikian disarankan kepada Puskesmas Ciputat untuk
mengoptimalkan sosialisasi kesehatan melalui kerjasama dengan instansi
kesehatan swasta, kader, dan kelurahan dengan melakukan penyuluhan mengenai
layanan VCT, untuk meningkatkan niat ibu hamil dalam memanfaatkan layanan
VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.

Kata kunci : Niat VCT, HIV/AIDS


Daftar Bacaan : 69 (1960 2014)
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

Undergraduate, July 2014


Ayu Wulan Sari, NIM: 1110101000045
FACTORS RELATED WITH MATERNAL INTENTION TO UTILIZE
THE SERVICES OF VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING IN
THE REGION OF CIPUTAT HEALTH CENTER, SOUTH TANGERANG
IN 2014

xvii + 155 pages, 20 tables, 4 figures, 4 attachments

ABSTRACT

Nowadays in Indonesia, there is an increase in the prevalence of


HIV/AIDS among housewife, followed by the high prevalence of HIV in children.
HIV/AIDS has reduced life expectancy for over than 20 years that cause
hampered the economic development and aggravate of households. Other than
that, the HIV/AIDS cause loss of productivity larger than any other disease, and 6
million families pushed back into poverty again. Therefore, made efforts
prevention of HIV transmission from mother to children through a program of
voluntary counseling and testing, especially on the group of pregnant woman.
This research aims to determine the factor of related to maternal intention
to utilize VCT service in the region of Ciputat Health Center in 2014. This
research used a cross-sectional study design with sample of this research was 76
pregnant women in the region of Ciputat Health Center randomly selected by the
method of cluster random sampling. Variables examined in this study were age,
employment status, education level, knowledge of VCT, attitude, subjective norm,
and perception of behavioral control were related with maternal intention to utilize
VCT services. These variables were measured using a questionnaire that
processed by bivariate test using chi-square test.
The results showed 50% of pregnant women have the intention to utilize
VCT services and based on bivariate tests found that variables of knowledge,
attitude, subjective norm, and perception of behavioral control were significantly
related with maternal intention to utilize VCT services.
Thereby it is suggested to Ciputat Health Center to optimize health
socialization through cooperation with private health instance, cadres, and village
chief to conduct information about VCT service, to increase maternal intention to
utilize VCT service in the region of Ciputat Health Center.

Keywords : VCT Intention, HIV/AIDS


Reading List Of : 69 (1960 2014)
PENYATAAN PERSETUJUAN

JUDUL SKRIPSI

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU


HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary
Counseling and Testing) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT
KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Ciputat, 11 Juli 2014

Mengetahui
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Ciputat, 11 Juli 2014

Anggota I
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ayu Wulan Sari

Tempat, tanggal : Palembang, 27 Juli 1991


lahir

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Sedap Malam No. 80 Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat

Kota Tangerang Selatan 15419

Agama : Islam

Status Pernikahan : Lajang

Nomor Handphone : +62 85269051331 atau +6289624632662

Email : ayu.wulansari80@yahoo.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

2010-Sekarang S1-Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2006-2009 Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang

2003-2006 SMP Negeri 52 Palembang

1996-2003 SD Negeri 357 Palembang


LEMBAR PERSEMBAHAN

Kebahagiaan yang selalu kalian berikan

Kasih sayang yang berlimpah setiap harinya

Doa terbaik yang selalu kalian panjatkan

Jika itu motivasi yang kalian berikan untukku

Dengan skripsi ini caraku membalas semuanya.

Tiada kata yang pernah bisa kusampaikan pada


kalian,

namun selalu kan ku kenang kasih sayang yang

tak pernah berujung itu.

I dedicate
this work to

My belove parents, My Family, and


My Honey

Whose untiring care and endles love have constantly


surrounded me and been a powerfull source of inspiration of
which this is a partial reflection.

Written by Ayuwulansari
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, puji serta syukur kehadirat Allah SWT. yang

telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga

akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang bejudul FaktorFaktor Yang

Berhubungan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT

(Voluntary Counseling And Testing Hiv) Di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2014.

Adapun skripsi ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan mendapatkan

gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari bahwa skripsi ini

tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA selaku penanggung jawab peminatan

promosi kesehatan serta dosen pembimbing skripsi yang telah banyak

membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.

3. Ibu Ratri Ciptaningtyas, S.sn. Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

banyak membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.

4. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D dan Ibu Julie

Rostina, SKM, MKM yang telah menguji dan memberikan masukan yang

sangat bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini.


5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan

ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan

penulis.

6. Dr. Derly, Bidan Popy, Bidan Rahma dan segenap staff, serta ibu kader

Puskesmas Ciputat terima kasih telah mau berbagi ilmu dan pengalaman

selama berinteraksi ketika penulis melakukan pengumpulan data.

7. Keluarga tercinta, khususnya buat mama dan papa serta kakak dan adik

tersayang yang selalu memberikan motivasi dan doa dari awal kuliah sampai

penyusunan skripsi ini.

8. Andy Agusta Triwardana terima kasih untuk motivasinya, bantuannya dan

doanya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

9. Sahabat seperjuangan Santri Jadi Dokter 2010 (Bayu, Zata, Harun, Rosi, Rusti,

Ana, Rendy), Sahabat-sahabatku di Prodi Kesehatan Masyarakat angkatan

2010 (Fitria, Fitri), Sahabat terbaikku Promkes 2010 terima kasih atas

kebersamaan yang telah kita lalui dua tahun ini semoga kebersamaan ini selalu

terjaga.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih kurang dari

sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan

di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Amin.

Ciputat, Juli 2014

Penulis
DAFTAR ISI

ABSTRAK.. i

ABSTRACT ii

LEMBAR PERSETUJUAN iii

LEMBAR PENGESAHAN. iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP v

KATA PENGANTAR................... vii

DAFTAR ISI.............. ix

DAFTAR TABEL................. xiv

DAFTAR BAGAN. xv

DAFTAR SINGKATAN.. xvi

DAFTAR LAMPIRAN.. xvii

BAB I PENDAHULUAN.. 1

1.1. Latar Belakang............. 1

1.2. Rumusan Masalah................ 7

1.3. Pertanyaan Penelitian... 8

1.4. Tujuan Penelitian................. 9

1.5. Manfaat Penelitian... 10

1.6. Ruang Lingkup Penelitian............... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 13

2.1. HIV/AIDS 13

2.1.1. Definisi HIV/AIDS 13

2.1.2. Patogenisis HIV/AIDS. 14

2.1.3. Manifestasi Klinis. 14


2.1.4. Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Laboraturium 15

2.2. HIV Pada Kehamilan 15

2.2.1. Definisi Kehamilan 15

2.2.2. Cara Penularan HIV Pada Kehamilan.. 15

2.2.3. Penatalaksanaan................ 16

2.2.4. Pencegahan HIV... 16

2.3. Voluntary Counseling And Testing (VCT)..... 17

2.3.1. Definisi Konseling Dalam VCT... 17

2.3.2. Tujuan Voluntary Counseling and Testing 19

2.3.3. Peran Voluntary Counseling and Testing..... 20

2.3.4. Prinsip Voluntary Counseling and Testing... 23

2.3.5. Struktur Organisasi Voluntary Counseling and Testing... 25

2.3.6. Model Pelayanan Voluntary Counseling and Testing.. 28

2.3.7. Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)... 29

2.3.8. Ketersediaan Sarana dan Prasarana VCT 30

2.3.8.1. Klinik Konseling Voluntary Counseling and Testing 30

2.3.8.2. Konselor Untuk Voluntary Counseling and Testing ..... 34

2.3.9. Tahapan Pelayanan Voluntary Counseling and Testing... 36

2.3.9.1. Konseling Pra Testing. 36

2.3.9.2. Informed Consent 38

2.3.9.3. Testing HIV dalam Voluntary Counseling and Testing 39

2.3.9.4. Konseling Pasca Testing. 41

2.4. Teori Perilaku Berencana (Theory Of Planned Behavior)... 42

2.4.1. Niat... 47
2.4.2. Sikap......................... 48

2.4.3. Norma Subyektif...................... 50

2.4.4. Persepsi Kontrol Diri 51

2.5. Pendidikan... 52

2.6. Umur.... 54

2.7. Status Pekerjaan... 55

2.8. Pengetahuan. 56

2.9. Kerangka Teori 58

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN. 60

3.1. Kerangka Konsep..... 62

3.2. Definisi Operasional..................... 63

3.3. Hipotesis Penelitian.. 66

BAB IV METODELOGI PENELITIAN 67

4.1. Desain Penelitian.. 67

4.2. Lokasi Penelitian..... 67

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 67

4.3.1. Populasi Penelitian 67

4.3.2. Sampel Penelitian..... 68

4.3.2.1. Jumlah Sampel..... 69

4.4. Metode Pengumpulan Data. 72

4.5. Pengumpulan Data.. 75

4.6. Instrumen Penelitian 75

4.5.1. Uji Validitas dan Reabilitas... 78

4.6. Pengolahan Data dan Analisis Data.. 80


4.6.1. Analisis Data.. 82

BAB V HASIL PENELITIAN 84

5.1. Univariat... 84

5.1.1. Umur Ibu Hami Untuk Memanfaatkan Layanan VCT.. 84

5.1.2. Pendidikan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT 85

5.1.3. Status Pekerjaan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT 86

5.1.4. Pengetahuan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT...... 86

5.1.5. Sikap Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT. 87

5.1.6. Norma Subyektif Ibu hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT... 88

5.1.7. Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT 89

5.1.8. Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT... 90

5.2. Bivariat..... 91

5.2.1. Hubungan Umur dengan Niat 92

5.2.2. Hubungan Pendidikan dengan Niat.. 93

5.2.3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Niat.. 94

5.2.4. Hubungan Pengetahuan dengan Niat. 95

5.2.5. Hubungan Sikap dengan Niat 96

5.2.6. Hubungan Norma Subyektif dengan Niat. 97

5.2.7. Hubungan Persepsi Kontrol Diri dengan Niat.. 99

BAB VI PEMBAHASAN...... 101

6.1. Keterbatasan Penelitian 101

6.2. Hasil Penelitian......... 101

6.2.1. Gambaran Umur Responden.. 102

6.2.2. Gambaran Pendidikan Responden 103


6.2.3. Gambaran Status Pekerjaan Responden 104

6.2.4. Gambaran Pengetahuan Responden.. 106

6.2.5. Gambaran Sikap Responden. 108

6.2.6. Gambaran Norma Subyektif Responden... 110

6.2.7. Gambaran Persepsi Kontrol Diri Responden 112

6.2.8. Gambaran Niat Responden 113

6.3. Hubungan Antara Faktor Penyebab Dengan Niat 115

6.3.1. Hubungan Umur dengan Niat VCT....... 115

6.3.2. Hubungan Pendidikan dengan Niat VCT.. 119

6.3.3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Niat VCT. 122

6.3.4. Hubungan Pengetahuan dengan Niat VCT 125

6.3.5. Hubungan Sikap dengan Niat VCT....... 129

6.3.6. Hubungan Norma Subyektif dengan Niat VCT. 134

6.3.7. Hubungan Persepsi Kontrol Diri dengan Niat VCT.. 138

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 141

7.1. Simpulan....................... 141

7.2. Saran. 142

DAFTAR PUSTAKA............. 145


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 3.2 Definisi Operasional 63

Tabel 4.1 Sampel Rw Terpilih 68

Tabel 4.2 Uji Validitas Dan Reabilitas 78

Tabel 5.1 Frekuensi Umur Ibu Hamil 84

Tabel 5.2 Frekuensi Pendidikan Ibu Hamil 85

Tabel 5.3 Frekuensi Status Pekerjaan Ibu Hamil 86

Tabel 5.4 Frekuensi Pengetahuan Ibu Hamil 87

Tabel 5.5 Frekuensi Sikap Ibu Hamil 88

Tabel 5.6 Frekuensi Norma Subyektif Ibu Hamil 89

Tabel 5.7 Frekuensi Persepsi Control Diri Ibu Hamil 90

Tabel 5.8 Frekuens Niat Ibu Hamil 91

Tabel 5.9 Hubungan Umur Dengan Niat Ibu Hamil 92

Tabel 5.10 Hubungan Pendidikan Dengan Niat Ibu Hamil 93

Tabel 5.11 Hubungan Status Pekerjaan Dengan Niat Ibu Hamil 94

Tabel 5.12 Hubungan Pengetahuan Dengan Niat Ibu Hamil 96

Tabel 5.13 Hubungan Sikap Dengan Niat Ibu Hamil 97

Tabel 5.14 Hubungan Norma Subyektif Dengan Niat Ibu Hamil 98

Tabel 5.15 Hubungan Persepsi Control Diri Dengan Niat Ibu Hamil 99
DAFTAR BAGAN

Nomor Judul Halaman

Bagan 2.1. Kerangka Teori 59

Bagan 3.1. Kerangka Konsep 62

Bagan 4.1. Alur Pengumpulan Data 75


DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Aqciured Immunodeficiency syndrome

ANC : Antenatal Care

ARV : Anti Retrovirus

ELISA : Enzyme Linked Imunosorbent Assay

HIV : Human Immunodeficiency Virus

IMS : Infeksi Menular Seksual

KIE : Komunikasi Informasi Edukasi

ODHA : Orang Dengan Hiv/Aids

PMTCT : Prevention Of Mother To Child Transmition

TB : Tuberculosis

TPB : Theory Planned Behavior

TRA : Theory Reaction Action

UNAIDS : United Nations

VCT : Voluntary Counseling and Testing

WHO : World Health Organization

WPS : Wanita Pekerja Seksual


DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuisioner Penelitian

2. Ouput Penelitian

3. Izin Penelitian

4. Surat Permohonan Permintaan Data


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit

infeksi penyebab kematian peringkat atas dengan angka kematian (mortalitas) dan

angka kejadian penyakit (morbiditas) yang tinggi serta membutuhkan diagnosis

dan terapi yang cukup lama (WHO, 2006). HIV merupakan virus yang menyerang

sel darah putih (limfosit) di dalam tubuh yang mengakibatkan turunnya kekebalan

tubuh manusia sehingga menyebabkan Aqciured Immunodeficiency Syndrome

(AIDS).

Sejak dilaporkan pertama kali pada tahun 1981 di Amerika Serikat,

penyebaran HIV/AIDS di seluruh dunia termasuk Indonesia berkembang sangat

pesat. Kasus ini telah mengakibatkan kematian 25 juta orang serta menginfeksi

lebih dari 40 juta orang lainnya. Berdasarkan laporan global, pada tahun 2012

jumlah penderita HIV mencapai 35,3 juta orang (Global Report UNAIDS, 2013).

Data dari Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah komulatif kasus

HIV yang telah dilaporkan hingga September 2013 sebanyak 118.787 kasus yang

tersebar di 33 provinsi dengan 348 kab/kota di Indonesia. Sejak tahun 1998

sampai dengan Maret 2013 tercatat sebanyak 1.844 warga Banten telah terdeteksi

terjangkit HIV. Provinsi Banten masuk ke dalam sepuluh besar provinsi dengan

jumlah komulatif kasus HIV/AIDS sebesar 851 orang (KPA, 2013). Menurut

laporan triwulan III Juli September 2013 dari Direktorat Jendral Pengendalian
Penyakit dan Lingkungan Kemenkes, di Tangerang Selatan jumlah kasus

HIV/AIDS terdata 99 kasus (Kemenkes, 2013).

Di Indonesia persentase kumulatif HIV paling banyak ditemukan kasus

pada kelompok umur 25-49 tahun (73,4%). Dan pada kasus AIDS yang paling

banyak terdeteksi yaitu pada kelompok umur 30-39 tahun (39,5%). Berdasarkan

data tersebut terlihat bahwa kelompok umur yang paling berisiko terhadap

penularan HIV dan kejadian AIDS adalah kelompok umur produktif yaitu rentan

umur 20-39 tahun (Kemenkes, 2013). Saat ini ibu rumah tangga merupakan salah

satu kelompok yang sangat rentan HIV/AIDS. Secara global, di dunia setiap

harinya sekitar 2000 anak usia 15 tahun ke bawah terinfeksi HIV akibat penularan

dari ibu ke bayinya. Sementara itu, sekitar 1.400 anak anak usia 15 tahun

meninggal akibat AIDS (WHO, 2011).

Prevalensi HIV pada ibu hamil diproyeksikan meningkat dari 0,38%

(2012) menjadi 0,49% (2016), dan jumlah ibu hamil HIV positif yang

memerlukan layanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) juga

akan meningkat dari 13.189 orang pada tahun 2012 menjadi 16.191 orang pada

tahun 2016. Demikian pula jumlah anak berusia di bawah 15 tahun yang tertular

HIV dari ibunya pada saat dilahirkan ataupun saat menyusui akan meningkat dari

4.361 (2012) menjadi 5.565 (2016), yang berarti terjadi peningkatan angka

kematian anak akibat AIDS. Hingga September 2013, prevalensi kasus HIV pada

Ibu rumah tangga sebanyak 43% atau 108 kasus. Peningkatan ini juga diikuti

dengan meningkatnya persentase kasus HIV pada anak dari 1,8% pada tahun 2010

menjadi 4,3% akhir tahun 2013 (Kemenkes, 2013).


Dari data tersebut terlihat bahwa Indonesia telah memasuki populasi

umum dimana masyarakat umum mulai terjangkit. Hal ini terlihat dari

peningkatan kasus HIV/AIDS di Indonesia tidak hanya terjadi pada kelompok

beresiko tinggi, namun kini kasus HIV/AIDS meningkat setiap tahunnya pada

kelompok populasi rendah seperti ibu rumah tangga (Dame, 2011). Tingginya

jumlah kasus HIV/AIDS berdampak terhadap populasi umum, seperti ibu hamil

sehingga meningkatkan resiko penularan HIV dari Ibu ke bayi.

Kementrian Kesehatan RI memperkirakan jika di Indonesia setiap

tahunnya terdapat 9.000 ibu hamil positif HIV yang melahirkan bayi, berarti akan

lahir sekitar 3.000 bayi dengan HIV positif tiap tahun (Kemenkes, 2013).

HIV/AIDS telah mengurangi harapan hidup selama lebih dari 20 tahun yang

menyebabkan terhambatnya perkembangan ekonomi dan memperburuk

kemiskinan rumah tangga. Selain itu, HIV/AIDS menyebabkan kehilangan

produktivitas yang lebih besar dibandingkan penyakit lainnya, dan mendorong 6

juta keluarga lagi ke jurang kemiskinan sampai tahun 2015 (Komisi AIDS di

Asia, 2008).

Resiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar 24 25%. Namun, resiko

ini dapat diturunkan menjadi 1-2% dengan tindakan intervensi bagi ibu hamil HIV

positif, yaitu melalui layanan konseling dan tes HIV sukarela, pemberian obat

antiretroviral, persalinan sectio caesaria, serta pemberian susu formula untuk bayi

(Depkes, 2008). Oleh karena itu, untuk meminimalisir resiko penularan HIV,

WHO mengembangkan program penanggulangan HIV/AIDS berupa Guideline on

HIV infection and AIDS in Prison Geneva dan juga HIV testing and Counseling in

Prison and other closed setting yang dilaksanakan sejak tahun 2007. Indonesia
telah mengembangkan upaya pencegahan HIV melalui pelayanan Voluntary

Counselling and testing atau yang dikenal dengan singkatan VCT (WHO, 2007).

Berdasarkan kebijakan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 Tentang

Penanggulangan HIV dan AIDS pasal 17 disebutkan bahwa semua ibu hamil yang

melakukan pemeriksaan kehamilannya diharuskan mengikuti pemeriksaan

diagnostis HIV dengan tes dan konseling (VCT) sebagai upaya pencegahan dan

penularah HIV dari ibu ke anak yang di kandungnya (Kemenkes, 2013).

Konseling dan tes sukarela atau Voluntary Counseling and Testing (VCT)

merupakan pintu masuk (entry point) untuk membantu masyarakat mendapatkan

akses ke semua pelayanan, baik informasi, edukasi, terapi dan dukungan

psikososial (Depkes, 2008). Dengan terbukanya akses, maka kebutuhan akan

informasi yang tepat dan akurat akan tercapai, sehingga proses berpikir dan

perilaku dapat diarahkan menjadi lebih sehat. Pelayanan VCT dapat digunakan

untuk mengubah perilaku berisiko, memberikan informasi yang benar tentang

pencegahan dan penularan HIV, seperti penggunaan kondom, tidak berbagi alat

suntik, pengetahuan tentang IMS (infeksi menular seksual) dan lain-lain

(Kemenkes, 2006).

Jumlah institusi pelayanan kesehatan di Indonesia yang melayani VCT

terus mengalami peningkatan. Hingga Desember 2011, Kementerian Kesehatan

melaporkan 500 tempat VCT aktif di 33 provinsi, meningkat dari 156 di 27

provinsi pada tahun 2009. Di Indonesia layanan HIV/AIDS yang aktif melaporkan

kasus sebanyak 503 layanan Konseling dan Tes HIV (Kemenkes, 2013).

Sementara itu, di Provinsi Banten, sebanyak 3,709 orang bersiko yang berkunjung
ke klinik VCT. Akan tetapi, hal ini tidak sebanding dengan estimasi populasi

berisiko HIV/AIDS tahun 2012 di Provinsi Banten yaitu, 20.000 orang

(Kemenkes, 2012).

Kota Tangerang Selatan, terdapat dua instansi pemerintah yang

menyediakan layanan VCT yaitu Puskesmas Jombang dan Puskesmas Ciputat.

Berdasarkan laporan tahunan Kementerian Kesehatan tahun 2013, dari 98 orang

yang memanfaatkan layanan VCT, dinyatakan 17 orang yang terdeteksi HIV

positif yang berasal dari populasi beresiko di Puskesmas Ciputat. Dari uraian data

tersebut terlihat bahwa Puskesmas Ciputat termasuk satu satunya Puskesmas di

Tangerang Selatan yang aktif menjaring infeksi HIV melalui layanan VCT.

Namun, hasil wawancara peneliti dengan bidan di Puskesmas Ciputat,

selama ini pemeriksaan VCT masih didominasi oleh kelompok populasi kunci,

terdiri dari wanita pekerja seks (WPS) yang sebelumnya telah melakukan terapi

metadon. Artinya, pelayanan tes VCT hanya dilakukan oleh sejumlah kecil

kelompok, belum secara umum dimanfaatkan oleh masyarakat luas sekitar

Ciputat. Layanan VCT di Puskesmas Ciputat sudah beroperasi dari tahun 2010,

namun terdapat hambatan dalam peningkatan layanan VCT. Hambatan tersebut

berupa rendahnya jumlah kunjungan masyarakat umum yang memanfaatkan

layanan VCT.

Di tahun 2013 Puskesmas Ciputat memperluas layanan VCT pada

kelompok ibu hamil yang melakukan layanan Antenatal care (ANC). Namun,

layanan ini belum aktif. Dari hasil wawancara dengan bidan di Puskesmas

Ciputat, hal ini dipengaruhi oleh faktor informasi mengenai layanan VCT yang
belum diterima oleh masyarakat setempat, khususnya ibu rumah tangga. Faktor

tersebut dilatarbelakangi oleh minimnya sosialisasi dari petugas kesehatan tentang

keberadaan layanan VCT dikarenakan keterbatasan SDM di Puskesmas Ciputat.

Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Ermarini (2013) terlihat

bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam pemanfaatan layanan

VCT yaitu keyakinan seseorang dengan pemanfaatan layanan VCT, motivasi atau

dukungan dari LSM dan petugas kesehatan serta akses ke layanan VCT.

Berdasarkan hasil analisis multivariat terdapat dua variabel yang paling

berhubungan dengan pemanfaatan layanan VCT yaitu usia dan pengetahuan

terkait VCT, yaitu tentang manfaat VCT dan tahapan dalam layanan VCT.

Menurut Kementerian Kesehatan, di tahun 2010 sebanyak 6 persen

penduduk usia di atas 15 tahun yang mengetahui tentang layanan VCT. Kelompok

dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi memiliki informasi yang lebih baik

tentang pelayanan VCT maupun penanggulangan HIV dibandingkan dengan

kelompok ekonomi rendah.

Hal di atas didukung oleh penelitian yang dilakukan Abebe (2006),

melaporkan bahwa responden yang memiliki persepsi kerentanan yang tinggi

menyatakan niatnya untuk melakukan VCT dari pada mereka yang memiliki

persepsi kerentanan yang rendah (48,9%). Terlihat dari jumlah responden dengan

persepsi yang tinggi terhadap keparahan HIV/AIDS menyatakan niatnya untuk

VCT sebanyak (52,6%) orang.

Menurut Mugisha (2010) dalam Wati (2013) adapun yang diperlukan

untuk mendukung seseorang memanfaatkan layanan VCT meliputi sensitifitas


terhadap pengujian, mobilisasi masyarakat, dan peningkatan kualitas dan kuantitas

VCT. Dari penelitian Nguyen (2007) dalam Wati (2013) beberapa faktor yang

mempengaruhi seseorang memanfaatkan layanan VCT yaitu informasi mengenai

keberadaan layanan VCT. Oleh karena itu, hasil penelitian ini menekankan

pentingnya peran pembangunan jaringan dengan rumah sakit, lembaga swadya

masyarakat, serta masyarakat perkotaan dan pedesaan dalam menyebarluaskan

informasi terkait VCT.

Dari hasil studi pendahuluan bahwa pemanfaatan layanan VCT oleh

kelompok ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat rendah < 26,7%. Hal ini

dipengaruhi oleh pengetahuan rendah ibu hamil terkait manfaat layanan VCT

sebanyak 66,7%. Dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berkaitan dengan faktor faktor yang berhubungan dengan niat

ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Puskesmas Ciputat Kota

Tangerang Selatan tahun 2014.

1.2. Rumusan masalah

Peningkatan kasus AIDS pada Ibu Rumah Tangga kemudian disusul

dengan terjadinya peningkatan prevalensi HIV pada anak menjadi perhatian

khusus bagi tenaga kesehatan dan pemerintah. Untuk menghindari terjadinya

peningkatan kasus HIV dari ibu ke anak, kelompok ibu hamil dianjurkan

melakukan konseling dan testing HIV secara periodik untuk mengetahui status

HIV dirinya.

Berdasarkan studi pendahuluan terlihat bahwa masih rendahnya

pemanfaatan layanan VCT oleh kelompok ibu hamil di Puskesmas Ciputat.


Kemudian disusul dengan rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh kelompok

ibu hamil. Hal ini didukung oleh faktor informasi mengenai layanan VCT yang

belum diterima oleh masyarakat umum khususnya ibu hamil di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat. Faktor tersebut dilatarbelakangi oleh minimnya sosialisasi

dari petugas kesehatan tentang keberadaan layanan VCT dan bagaimana cara

mengaksesnya.

Selain itu, praktik pelayanan kesehatan dan ketersediaan sumber daya

dalam pelayanan VCT juga mempengaruhi tindakan ibu hamil dalam melakukan

VCT. oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja

yang berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT

diwilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan tahun 2014.

1.3. Pertanyaan penelitian

1. Bagiamana gambaran karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan status

pekerjaan ) terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

2. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat ?

3. Bagaimana gambaran sikap ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat ?

4. Bagaimana gambaran norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

5. Bagaimana gambaran persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

6. Bagaimana gambaran niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?


7. Adakah hubungan antara karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan status

pekerjaan ) terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat ?

8. Adakah hubungan antara sikap ibu hamil terhadap niatnya untuk memanfaatkan

layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

9. Adakah hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap niatnya untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

10. Adakah hubungan antara persepsi ibu hamil terhadap niatnya untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan niat Ibu

hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Tahun 2014.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan,dan status

pekerjaan ) terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.

2. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil terhadap layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.

3. Diketahuinya gambaran sikap ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat.

4. Diketahuinya gambaran norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

5. Diketahuinya gambaran persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat


6. Diketahuinya gambaran niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

7. Diketahuinya hubungan antara karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan

status pekerjaan) dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

8. Diketahuinya hubungan antara sikap ibu hamil terhadap niatnya untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

9. Diketahuinya hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap niatnya

untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

10. Diketahuinya hubungan antara persepsi ibu hamil terhadap niatnya untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah :

1.5.1. Bagi Masyarakat Umum

Penelitian ini dapat memberikan informasi yang lebih luas kepada

masyarakat umum mengenai keberadaan klinik VCT dan layanannya serta

prosedur untuk mengaksesnya sehingga masyarakat dapat memanfaatkan

layanan klinik VCT.

1.5.2. Bagi Pusat Kesehatan Masyarakat

1.5.2.1. Manajemen

Sebagai masukan dalam mengembangkan manajemen yang baik

dalam efektivitas pelaksanaan program layanan VCT di Puskesmas

Ciputat khususnya pada kelompok ibu hamil.


1.5.2.2. Petugas Kesehatan

Sebagai salah satu sumber informasi dalam melakukan perencanaan

kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat, khususnya pencegahan dan penanggulangan penularan HIV

dari ibu ke anak yang saat ini mengalami peningkatan.

1.5.3. Bagi Dinas Kesehatan

Sebagai masukan dalam menindaklanjuti pengembangan sosialisasi

program pencegahan penularan HIV dan AIDS dari Ibu ke anak. Selain itu,

sebagai masukan dalam meningkatkan upaya kerjasama yang baik guna

meningkatkan efektifitas program layanan VCT di Kota Tangerang Selatan.

1.5.4. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Diperolehnya ilmu pengetahuan baru terkait aplikasi promosi

kesehatan di lingkungan masyarakat khusunya pada program pencegahan

penularan HIV dan AIDS dari ibu ke anak, serta terciptanya kerjasama

yang menguntungkan dan bermanfaat dengan institusi lain.

1.5.5. Bagi Peneliti

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang akan

melakukan penelitian terkait pemanfaatan layanan VCT.

b. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait perilaku kesehatan

yang telah didapatkan di perkuliahan.

c. Melatih pola pikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah

khusunya dalam bidang Kesehatan.

1.6. Ruang lingkup penelitian

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang

berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di wilayah
kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan Provinsi Banten tahun 2014. Penelitian

ini dilakukan oleh Mahasiswi Promosi kesehatan Program Studi Kesehatan

Masyarakat angkatan 2010 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada

bulan Januari sampai dengan Juni 2014. Populasi penelitian ini adalah semua ibu

hamil di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan

diwilayah kerja Puskesmas Ciputat dengan alasan Puskesmas Ciputat merupakan

Puskesmas yang memiliki layanan VCT di Kota Tangerang Selatan dan sosialisasi VCT

oleh petugas kesehatan belum berjalan optimal. Penelitian ini dilakukan dengan

metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan survei cross sectional. Data ini

didapat dari data primer dan sekunder yaitu melalui kuisioner dan data kunjungan

ibu hamil pada layanan Antenatal Care (ANC).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. HIV/AIDS

2.1.1. DEFINISI HIV DAN AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang

menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan

turunnya kekebalan tubuh manusia. Orang yang dalam darahnya terdapat

virus HIV dapat tampak sehat dan belum membutuhkan pengobatan.

Namun orang tersebut dapat menularkan virusnya kepada orang lain bila

melakukan hubungan seks beresiko dan berbagi alat suntik dengan orang

lain (KPAN, 2012).

AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) merupakan

sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker

tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV

(Human Immunodeficiency Virus) (Daili et al, 2009). HIV merupakan

virus sitopatik diklasifikasikan dalam Famili retrovirus, subfamili

lentivirinae, genus lentivirus. AIDS disebabkan oleh infeksi HIV

manifestasi dari menurun kekebalan tubuh akibat Virus HIV. Akibat

menurunnya kekebalan tubuh pada seseorang maka orang tersebut sangat

mudah terkena penyakit seperti TBC, kandidiasis, berbagai radang pada

kulit, paru, saluran pencernaan, otak dan kanker. Stadium AIDS

membutuhkan pengobatan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan


jumlah virus HIV di dalam tubuh sehingga bisa sehat kembali (KPAN,

2012).

2.1.2. PATOGENESIS HIV/AIDS

Mekanisme utama infeksi HIV dimulai setelah virus masuk ke

dalam tubuh pejamu. Setelah masuk ke dalam tubuh pejamu, HIV

menyerang sel darah putih (limfosit Th) yang merupakan sumber

kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan

memasuki limfosit Th, virus memaksa limfosit Th untuk memperbanyak

dirinya, sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit Th, kematian

limfosit Th itu membuat daya tahan tubuh berkurang, sehingga mudah

terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur, atau parasit)

sehingga hal itu menyebabkan kematian pada orang dengan HIV/AIDS.

Selain menyerang limfosit Th, virus HIV juga memasuki sel tubuh yang

lain, organ yang sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya.

Virus HIV diliputi oleh selubung protein pembungkus yang sifatnya toksik

(racun) terhadap sel, khususnya sel otak serta susunan saraf pusat dan tepi

lainnya, sehingga terjadilah kematian sel otak (Hidayat, 2008).

2.1.3. Manifestasi Klinis

Gejala gejala (symptom) secara klinis pada seseorang penderita

AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada

umumnya adalah bermula dari gejala gejala umum yang lazim didapati

seperti rasa lelah dan lesu, berat badan menurun secara drastis, demam

yang sering dan berkeringat diwaktu malam, kurang nafsu makan, bercak-
bercak putih di lidah dan di dalam mulut, pembengkakan leher, radang

paru paru, kanker kulit. Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS

pada umumnya ada 3 hal antara lain tumor, infeksi oportunistik, dan

manifestasi neurologi.

2.1.4. Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Laboraturium

Diagnosis adanya infeksi dengan HIV dapat ditegakkan

dilaboraturium dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus

tersebut. Pemeriksaan untuk menemukan adanya antibodi tersebut

menggunakan metode ELISA (Enzym Linked Imunosorbent Assay). Bila

hasil tes ELISA positif maka dilakukan pengulangan. Jika masih tetap

positif maka selanjutnya dikonfirmasi dengan test yang lebih spesifik yaitu

metode Western Blott.

2.2. HIV PADA KEHAMILAN

2.2.1. DEFINISI KEHAMILAN

Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam

tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan

kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan merupakan

suatu keadaan fisiologis, akan tetapi pentingnya diagnosis kehamilan tidak

dapat diabaikan (Cunningham, 2005)

2.2.2. Cara Penularan HIV pada kehamilan

Banyak penelitian membuktikan bahwa penularan HIV terjadi pada

masa intrauterine dan masa intrapartum (Setiawan, 2009). Distribusi


penularan dari ibu ke bayi diperkirakan sebagian terjadi beberapa hari

sebelum persalinan, dan pada saat plasenta mulai terpisah dari dinding

uterus pada waktu melahirkan. Penularan diperkirakan terjadi karena bayi

terpapar oleh darah dan sekresi saluran genital ibu. Suatu penelitian

memberikan proporsi kemungkinan penularan HIV dari ibu ke anaknya

saat dalam kandungan sebesar 23 30%, ketika proses persalinan 50

65% dan saat menyusui 12 20%. Di negara maju, transmisi HIV dari ibu

ke fetus sebesar 15 25% sementara di negara berkembang sebesar 25

35%. Tingginya angka transmisi ini berkaitan dengan tingginya kadar

virus dalam plasma ibu (Setiawan, 2009).

2.2.3. Penatalaksanaan HIV pada Kehamilan

Untuk mengurangi resiko penularan dari ibu ke bayi maka

penanganan pencegahan infeksi bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV

sebaiknya dimulai sejak saat bayi di dalam kandungan. Ibu yang sudah

diketahui terinfeksi HIV sebelum hamil, perlu dilakukan pemeriksaan

untuk mengetahui jumlah virus di dalam plasma, jumlah sel T CD4+, dan

genotype virus. Juga perlu diketahui, apakah ibu tersebut sudah mendapat

anti retrovirus (ARV) atau belum. Data tersebut kemudian dapat

digunakan sebagai bahan informasi kepada ibu tentang resiko penularan

terhadap pasangan seks, bayi, serta cara pencegahannya (Setiawan, 2009).

2.2.4. Pencegahan HIV

Upaya pencegahan HIV/AIDS hanya dapat efektif bila

dilaksanakan dengan komitmen seluruh lapisan masyarakat dan komitmen


politik yang tinggi untuk mencegah dan atau mengurangi perilaku risiko

tinggi terhadap penuluran HIV. Adapun upaya pencegahan meliputi :

1. Abstinence Tidak berhubungan seks (selibat)

2. Be Faithful Selalu setia pada pasangan

3.Condom Gunakan kondom disetiap hubungan seks berisiko

4. Drugs Jauhi narkoba

2.3. VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT)

2.3.1. Definisi Konseling dalam VCT

Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang

menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan

HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan

perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan

pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes, 2008).

Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai VCT

(Voluntary Conseling and Testing) adalah proses konseling pra testing,

konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat

rahasia dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV yang

penting untuk pencegahan dan perawatannya (Anastasya, 2010). Menurut

haruddin dkk (2007), VCT juga merupakan salah satu model untuk

memberikan informasi secara menyeluruh dan dukungan untuk mengubah

perilaku berisiko serta mencegah penularan HIV/AIDS. Kegiatan

konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan

pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan


perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan

memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS

(Depkes, 2006).

Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang

menyediakan dukungan psikologis contohnya meyakinkan bahwa terjamin

kerahasiaanya, informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS, mencegah

penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang

bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan

berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS.

1. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada

saat mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan

memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan

HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling,

dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik,

dan ART.

2. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk

memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan

bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko

infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV/AIDS, mempelajari status

dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku

beresiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna

mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.


3. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan,

segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi,

dan risiko.

Di dalam VCT ada dua kegiatan utama yakni konseling dan tes

HIV. Konseling dilakukan oleh seorang konselor khusus yang telah dilatih

untuk memberikan konseling VCT. Tidak semua konselor bisa dan oleh

memberikan konseling VCT. Oleh karena itu, seorang konselor VCT

adalah orang yang telah mendapat pelatihan khusus dengan standar

pelatihan nasional. Konseling dalam rangka VCT utamanya dilakukan

sebelum dan sesudah tes HIV.

Konseling setelah tes HIV dapat dibedakan menjadi dua yakni

konseling untuk hasil tes positif dan konseling untuk hasil tes negatif.

Namum demikian sebenarnya masih banyak jenis konseling lain yang

sebenarnya perlu diberikan kepada pasien berkaitan dengan hasil VCT

yang positif seperti konseling pencegahan, konseling kepatuhan berobat,

konseling keluarga, konseling berkelanjutan, konseling menghadapi

kematian, dan konseling untuk masalah psikiatris yang menyertai

klien/keluarga dengan HIV dan AIDS.

2.3.2. Tujuan Voluntary Counseling and Testing (VCT)

a. Mendorong orang sehat, tanpa keluhan / asimtomatik untuk

mengetahui tentang HIV, sehingga mereka dapat mengurangi

kemungkinan tertular HIV.


b. Merupakan sebuah strategi kesehatan masyarakat yang efektif,

karena mereka dapat mengetahui status HIV mereka, sehingga tidak

melalukan hal-hal yang dapat ikut menyebarkan virus HIV bila

mereka masih berisiko sebagai penyebar HIV.

c. Mendorong seseorang yang sudah ODHA ( Orang Dengan HIV/AIDS)

untuk mengubah pendirian yang sangat merugikan seperti: ODHA

merupakan penyakit keturunan atau penyakit kutukan, atau

HIV/AIDS merupakan vonis kematian.

d. Memberi informasi tentang HIV/AIDS, tes, pencegahan dan

pengobatan ODHA.

e. Mengenali perilaku atau kegiatan yang menjadi sarana yang

memudahkan penularan HIV.

f. Memberikan dukungan moril untuk mengubah prilaku ke arah yang

lebih sehat dan aman dari infeksi HIV.

Tujuan dari VCT ini merupakan suatu langkah awal yang penting

menuju program pelayanan HIV/AIDS lainnya yaitu pencegahan

penularan HIV dari ibu ke anak, pencegahan dan manajemen klinis

penyakit penyakit yang berhubungan dengan HIV, pengendalian

penyakit TBC (tuberculosis) serta dukungan psikologis dan hukum

(Anastasya, 2010).

2.3.3. Peran Voluntary Counselling and Testing (VCT)

a. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat

klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan

memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan


HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling,

dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik, dan

ART.

b. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk

memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan

bantuan konselor terlatih,menggali dan memahami diri akan risiko

infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status

dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku

berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna

mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.

c. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan,

segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi,

dan risiko.

Konseling dan tes HIV sukarela yang dikenal sebagai Voluntary

Counseling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan

masyarakat sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV dan

AIDS berkelanjutan. Program VCT dapat dilakukan berdasarkan

kebutuhan klien dengan memberikan layanan dini dan memadai baik

kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk

pencegahan primer melalui konseling dan KIE (komunikasi, informasi

dan edukasi) seperti pemahaman HIV, pencegahan penularan dari ibu ke

anak (Prevention of Mother To Child Transmission PMTCT) dan akses

terapi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis (TBC) dan infeksi menular

seksual.
VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk

memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan

bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi

HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya,

mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan

mencegah penularan infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan

meningkatkan perilaku sehat.

VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan

kerahasiaan, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di

laboratoruim. Test HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami

dan menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah

mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar. VCT merupakan hal

penting karena :

1. Merupakan pintu masuk ke seluruh layanan HIV dan AIDS

2. Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif

maupun negatif, dengan fokus pada pemberian dukungan atas

kebutuhan klien seperti perubahan perilaku, dukungan mental,

dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan terkini atas HIV dan

AIDS.

3. Mengurangi stigma masyarakat.

4. Merupakan pendekatan menyeluruh: kesehatan fisik dan mental.

5. Memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan klien

baik kesehatan maupun psikososial.


Meskipun VCT adalah sukarela namun utamanya diperuntukkan

bagi orang-orang yang sudah terinfeksi HIV atau AIDS, dan keluarganya,

atau semua orang yang mencari pertolongan karena merasa telah

melakukan, tindakan berisiko di masa lalu dan merencanakan perubahan di

masa depannya, dan mereka yang tidak mencari pertolongan namun

berisiko tinggi.

2.3.4. Prinsip Pelayanan VCT

Menurut pedoman VCT yang diterbitkan oleh Departemen

Kesehatan RI tahun 2008, prinsip pelayanan konseling VCT adalah :

1. Sukarela Dalam Melaksanakan Testing HIV

Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien,

tanpa paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukannya

testing terletak ditangan klien, kecuali testing HIV pada darah donor di

unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing

dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk

testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja

seksual,penasun, rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia, dan

asuransi kesehatan.

2. Saling Mempercayai Dan Terjamin Konfidensialitas

Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan

martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus

dijaga kerahasiaanya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak

diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua


informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat

dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus

klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari klien dapat

diketahui.

3. Mempertahankan Hubungan Relasi Konselor-Klien Yang Efektif

Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil

testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk

mengurangi perilaku beresiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan

perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan

hasil testing positif.

4. Testing Merupakan Salah Satu Komponen Dari VCT

WHO dan Departeman Kesehatan RI telah memberikan

pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV.

Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing

oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien

(Depkes, 2008).

Begitu pula yang diutarakan dalam artikel internet dari situs

perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, ada beberapa prinsip yang

harus dipatuhi dalam pelayanan VCT, yakni VCT harus dilakukan dengan

a. Sukarela, tanpa paksaan

b. Kerahasiaan terjamin : proses dan hasil tes rahasia dalam arti hanya

diketahui dokter/konselor dan klien

c. Harus dengan konseling


d. VCT tidak boleh dilakukan tanpa adanya konseling atau dilakukan

secara diam diam

e. Harus ada persetujuan dari pasien dalam bentuk penandatanganan

Lembar Persetujuan (informed consent)

Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT) bukan

hanya pasien penderita HIV/AIDS saja, tetapi semua masyarakat yang

membutuhkan pemahaman diri tentang HIV agar dapat mencegah dirinya

dari penularan infeksi penyakit yang lain dan penularan kepada orang lain.

Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT disebut dengan klien. Di

klinik VCT, klien dapat bersama dengan konselor mendiskusikan hal hal

yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS,

perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil

negatif atau positif.

2.3.5. Struktur Organisasi

Struktur organisasi pelayanan VCT menurut pedoman pelayanan

VCT Depkes RI tahun 2008 terdiri dari :

1. Kepala Klinik VCT

Kepala klinik VCT adalah seorang yang memiliki keahlian manajerial

dan program terkait dengan pengembangan layanan VCT dan

penanganan program perawatan, dukungan dan pengobatan

HIV/AIDS. Kepala klinik VCT bertanggung jawab terhadap Direktur

Utama atau Direktur Pelayanan. Kepala klinik VCT mengelola seluruh

pelaksanaan kegiatan didalam/diluar unit, serta bertanggung jawab


terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan dengan institusi

pelayanan lain yang berkaitan dengan HIV.

2. Sekretaris / Administrasi

Petugas administrasi atau sekretaris adalah seorang yang memiliki

keahlian di bidang administrasi dan berlatarbelakang minimal

setingkat SLTA.

3. Koordinasi Pelayanan Medis

Koordinator pelayanan medis adalah seorang dokter yang

bertanggung jawab secara teknis medis dalam penyelenggaraan

layanan VCT. Koordinator pelayanan medis bertanggungjawab

langsung kepada kepala klinik VCT.

4. Koordinator Pelayanan Non Medis

Koordinator pelayanan non medis adalah seorang yang mampu

mengembangkan program perawatan, dukungan dan pengobatan

HIV/AIDS terkait psikologis, sosial, dan hukum. Koordinator pelayan

non medis minimal sarjana kesehatan/non kesehatan yang

berlatarbelakang pendidikan sarjana psikologis atau sarjana ilmu

sosial yang sudah terlatih VCT. Secara administrasi bertanggung

jawab terhadap kepala unit VCT.

5. Konselor

Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non

kesehatan yang telah mengikuti pelatihan VCT. Tenaga konselor VCT

minimal dua orang dan tingkat pendidikan konselor VCT adalah

SLTA. Seorang konselor sebaiknya menangani untuk 5 8 orang


klien perhari terbagi antara klien konseling pra testing dan klien

konseling pasca testing.

Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang konselor :

a. Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperbolehkan

melakukan tindakan medik.

b. Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien.

c. Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV

d. Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan Pasca konseling

dapat dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan persetujuan

klien.

Kualifikasi dasar seorang konselor VCT adalah :

a. Berlatar belakang kesehatan atau non kesehatan yang mengerti

tentang HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan

dengan gangguan kesehatan fisik dan mental.

b. Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul

pelatihan konseling dan testing sukarela HIV yang diterbitkan

oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2000.

6. Petugas Penanganan Kasus

Petugas penanganan kasus yang berasal dari tenaga on kesehatan

yang telah mengikuti pelatihan managemen kasus. minimal

pendidikan tenaga petugas penanganan kasus adalah SLTA. Seorang

petugas penanganan kasus menangani 20 orang klien dalam satu

kali periode penanganan.

7. Petugas Laboraturium
Petugas laboraturium minimal seorang petugas pengambil darah

yang berlatarbelakang perawat. Petugas laboraturium atu teknisi

telah mengikuti pelatihan tentang teknik memproses testing HIV

dengan cara ELISA, testing cepat, dan mengikuti algoritma testing

yang diadopsi dari WHO.

2.3.6. Model Pelayanan VCT

Pelayanan VCT dapat dikembangkan diberbagai layanan terkait

yang dibutuhkan, misalnya klinik IMS, klinik TB, ART, dan sebagainya.

Lokasi layanan VCT hendaknya perl petunjuk atau tanda yang jelas hingga

mudah diakses dan mudah diketahui oleh klien VCT. Nama klinik cukup

mudah dan dimengerti sesuai dengan etika dan budaya setempat dimana

pemberian nama tidak mengundang stigma dan diskriminasi.

Layanan VCT dapat diimplementasikan dalam berbagai setting,

dan sangat bergantung pada kondisi dan situasi daerah setempat,

kebutuhan masyarakat dan profil klien, seperti individual atau pasangan,

perempuan atau laki laki, dewasa atau anak muda.

Model layanan VCT terdiri dari :

1. Mobile VCT (Penjangkaun Dan Keliling)

Layanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela model

penjangkaun dan keliling (mobile VCT) dapat dilaksanakan oleh LSM

atau layanan kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok

masyarakat yang memiliki perilaku berisiko atau berisiko tertular

HIV/AIDS di wilayah tertentu. Layanan ini diawali dengan survey atau


penelitian atas kelompok masyarakat di wilayah tersebut dan survey

tentang layanan kesehatan dan layanan dukungan lainnya di daerah

setempat.

2. Statis VCT (Klinik VCT Tetap)

Pusat konseling dan testing HIV/AIDS Sukarela teintegrasi dalam

sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, artinya bertempat dan

menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sarana

kesehatan dan sarana kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan

memenuhi kebutuhan masyarakat akan konseling dan testing HIV/AIDS,

layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan terkait

dengan HIV/AIDS.

2.3.7. Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)

Masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri akan status HIV

agar dapat mencegah dirinya dari penularan infeksi penyakit yang lain dan

penularan kepada orang lain. Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT

disebut dengan klien. Sebuatan klien dan bukan pasien merupakan salah

satu pemberdayaan dimana klien akan berperan aktif didalam proses

konseling. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah bersama

mendiskusikan hal hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap

tentang HIV/AIDS. Perilaku berisiko, testing HIV dan pertimbangan yang

terkait dengan hasil negatif atau positif (Depkes, 2006).

2.3.8. Ketersediaan Sarana Dan Prasarana

2.3.8.1. Klinik Konseling VCT


Keterbatasan sarana dan prasarana akan sangat berpengaruh

dalam proses konseling dan testing HIV secara sukarela. VCT adalah

pelayanan yang mengutamakan kenyamanan dan kerahasiaan orang

yang melakukan VCT oleh karena itu sarana yang tersedia harus betul

betul dapat menjamin kerahasiaan dan kenyamanan. Menurut

Kepmenkes RI Nomor:1507/Menkes/SK/X/2005 bahwa sarana dan

prasarana yang harus tersedia di layanan VCT adalah :

1. Papan nama / petunjuk

Papan petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga

memudahkan akses klien ke klinik VCT, demikian juga di depan

ruang klinik VCT dipasang papan bertuliskan pelayanan VCT.

2. Jam Kerja Layanan

Jam kerja layanan konseling dan testing terintegrasi

dalam jam kerja institusi pelayanan kesehatan setempat.

Dibutuhkan jumlah konselor yang cukup agar layanan dapat

dilakukan sehingga klien tidak harus menunggu terlalu lama.

Layanan konseling penjangkauan dilakukan atas kesanggupan

jam kerja para penjangkauan dan ketersediaan waktu klien.

Sebaiknya tersedia jam kerja pada pagi hari maupun sore hari

sehingga mempermudah akses klien yang bekerja maupun

bersekolah. Di fasilitas kesehatan dengan keterbatasan sumber

daya, maka konseling dan testing tidak dapat dilakukan setiap

hari kerja. Oleh karena itu, jam kerja VCT disesuaikan dengan
jam kerja pelayanan kesehatan lain yang terkait konseling dan

testing seperti KIA, TB, IMS, dan PENASUN.

3. Ruang Tunggu

Ruang tunggu layanan konseling seharusnya dilengkapi

dengan materi komunikasi, Infoemasi dan Edukasi (KIE) : Poster,

Leaflet, brosur yang berisi bahan pengetahuan tentang HIV dan

AIDS, Infeksi Menular Seksual (IMS), Keluarga Berencana, Ante-

natal Care (ANC), tuberculosa (TB), hepatitis, penyalahgunaan

napza, perilaku sehat, nutrisi, pencegahan penularan dan seks

aman; Informasi prosedur konseling dan testing; Kotak Saran;

Tempat sampah, tisu dan persedian air minum; Bila mungkin

sediakan TV, video dan mainan anak; Buku catatan resepsionis

untuk perjanjian klien kalau mungkin komputer untuk mencatat

data; Meja dan kursi yang nyaman dan kalender.

4. Ruang konseling dilengkapi dengan :

Tempat duduk bai klien dan konselor; Buku catatan

perjanjian klien dan catatan harian, formulir informed consent;

catatan medis klien; formulir pra dan pasca testing; buku

rujukan; formulir rujukan; kalender dan alat tulis; kondom dan

alat peraga penis; jika memungkinkan alat peraga reproduksi

perempuan; alat peraga lainnya misalnya gambar berbagai

infeksi oportunistik dan alat peraga menunyuntik yang aman;


Buku resep gizi seimbang; Tisu; Air minum; Kartu rujukan;

Lemari arsip atau lemari dokumen yang dapat dikunci.

5. Ruang pengambilan darah dilengkapi dengan :

Jarum dan speril steril; Tabung dan botol tempat

penyimpanan darah; Stiker kode; Kapas alkohol; Cairan

desinfektan; Sarung tangan karet; Apron plastik; Sabun dan

tempat cuci tangan dengan air mengalir; Tempat sampah

barang terinfeksi; barang tidak terinfeksi dan barang tajam;

petunjuk pajanan okupasional dan alur permintaan pertolongan

pasca pajanan okupasional.

6. Ruang petugas kesehatan dan petugas non kesehatan

dilengkapi dengan :

Meja dan kursi; tempat pemeriksaan fisik; stetoskop

dan tensi meter; kondom dan alat peraga penggunaanya;

KIE HIV dan AIDS serta infeksi oppurtunistik; blangko resep;

Alat timbangan berat badan.

7. Ruang Laboraturium dilengkapi dengan :

Reagen untuk testing dan peralatannya; sarung tangan

karet; Jas laboraturium; Lemari pendingin; Alat sentrifusi; Ruang

penyimpanan testing kit; Buku buku register; Cap tanda positif

atau negatif; Pedoman testing HIV; Pedoman pajanan okupasi;

Lemari untuk menyimpan arsip yang dapat dikunci.

Ruang konseling harus memenuhi persyaratan aman dan

nyaman oleh karena konseling merupakan waktu yang lama serta


harus menjaga kerahasiaan, ruangan tertutup dan suara tidak dapat

didengar dari ruangan lain, satu alur dengan pintu masuk dan

keluar yang berbeda, akses mudah dan cukup pencahayaan agar

proses konseling dan edukasi menggunakan alat peraga dapat

dengan jelas dilakukan.

Ruang konseling harus nyaman, terjaga kerahasiaanya, dan

terpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan darah. Terdapat

pintu masuk dan pintu keluar bagi klien yang berlainan yang

letaknya sedemikian rupa sehingga klien yang selesai konseling

dan klien berikutnya yang akan konseling tidak saling bertemu.

2.3.8.2. Konselor untuk VCT

Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non

kesehatan yang tealh mengikuti pelatihan VCT. Tenaga Konselor VCT

minimal dua orang dan tingkat pendidikan konselor VCT adalah

SLTA. Seorang konselor sebaiknya menangani untuk 5-8 orang klien

perhari terbagi antara klien konseling pra testing dan klien konseling

pasca testing. Tugas konselor VCT :

a. Mengisi kelengkapan pengisian formulir klien,

pendokumentasian dan pencatatan konseling klien dan

menimpannya agar terjaga kerahasiaannya.

b. Pembaruan data dan pengetahuan HIV/AIDS


c. Membuat jejaring eksternal dengan layanan pencegahan dan

dukungan di masyarakat dan jejaring internal dengan berbagai

bagian rumah sakit yang terkait.

d. Memberikan informasi HIV/AIDS yang relevan dan akurat,

sehingga klien merasa berdaya untuk membuat pilihan untuk

melaksanakan testing atau tidak. Bila klien setuju melakukan

testing, konselor perlu mendapat jaminan bahwa klien betul

menyetujui melalui penandatanganan informed consent tertulis.

e. Menjaga bahwa informasi yang disampaikan klien kepadanya

adalah bersifat pribadi dan rahasia. Selama konseling pasca

testing konselor harus memberikan informasi lebih lanjut

seperti, dukungan pskososial dan rujukan. Informasi ini

diberikan baik kepada klien dengan HIV positif maupun negatif.

f. Pelayanan khusus diberikan kepada kelompok perempuan dan

mereka yang dipinggirkan, sebab mereka sangat rawan

terhadap tindakan kekerasan dan diskriminasi.

Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang konselor :

a. Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperolehkan

melakukan tindakan medik.

b. Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien.

c. Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV.

d. Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan pasca konseling dapat

dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan persetujuan klien.

Kualifikasi dasar seorang konselor VCT adalah :


a. Berlatar belakang kesehatan non kesehatan yang mengerti tantang

HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan dengan

gangguan kesehatan fisik dan mental.

b. Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul pelatihan

konseling dan testing sukarela HIV yang diterbitkan oleh

Departemen Kesehatan RI tahun 2000.

2.3.9. Tahapan Pelayanan VCT

2.3.9.1. Konseling Pra Testing

Alur pelaksanaan VCT dan ketrampilan melakukan konseling

pra testing dan konseling pasca testing perlu memperhatikan tahapan

berkut ini :

a. Penerimaan klien

- Informasikan kepada klien tentang pelayanan tanpa

nama (anonimus) sehingga nama tidak dinyatakan.

- Pastikan klien datang tepat waktu dan usahakan tidak

menunggu

- Jelaskan tentang prosedur VCT

- Buat catatan rekam medik klien dan pastikan setiap

klien mempunyai nomor kodenya sendiri.

Kartu periksa konseling dan testing. Klien mempunyai

kartu dengan nomer kode. Data ditulis oleh konselor. Untuk


meminimalkan kesalahan, kode harus diperiksa ulang oleh

konselor dan perawat/pengambil darah. Tanggung jawab klien

dalam konseling adalah sebagai berikut :

- Bersama konselor mendiskusikan hal hal yang terkait

dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS,

perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang

terkait dengan hasil negatif atau positif

- Sesudah melakukan konseling lanjutan, diharapkan

dapat melindungi dirinya sendiri dan keluarganya dari

penyebaran infeksi, dengn cara mengunakan berbagai

informasi dan alat preverensi yang tersedia bagi

mereka.

- Untuk klien dengan HIV positif memberitahu pasangan

atau keluarganya akan status HIV dirinya dan

merencanakan kehidupan lebih lanjut.

b. Konseling pra testing HIV/AIDS

- Periksa ulang nomor kode klien dalam formulir.

- Perkenalan dan arahan.

- Membangun kepercayaan klien pada konselor yang

merupakan dasar utama bagi terjaganya kerahasiaan

sehingga terjalin hubungan baik dan terbina sikap saling

memahami.

- Alasan kunjungan dan klarifikasi tentang fakta dan mitos

tentang HIV/AIDS
- Penilaian risiko untuk membantu klien mengetahui

faktor risiko dan menyiapkan diri untuk pemeriksaaan

darah

- Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau

tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi tentang

cara menyesuaikan diri dengan status HIV.

- Di dalam konseling pra testing seorang konselor VCT

harus dapat membuat keseimbangan antara pemberian

informasi, penilaian risiko dan merespon kebutuhan

emosi klien.

- Konselor VCT melakukan penilaian sistem dukungan.

- Klien memberikan persetujuan tertulisnya (Informed

consent) sebelum dilakukan testing HIV/AIDS.

2.3.9.2. Informed Consent

a. Semua klien sebelum menjalani testing HIV harus memberikan

persetujuan tertulisnya. Aspek penting didalam persetujuan

tertulis itu adalah sebagai berikut :

- Klien telah diberi penjelasan cukup tentang risiko dan

dampak sebagai akibat dari tindakannya dan klien

menyetujuinya.

- Klien mempunyai kemampuan menangkap pengertian

dan mampu menyatakan persetujuannya (secara

intelektual dan psikiatris).

- Klien tidak dalam paksaan untuk memberikan

persetujuan bagi dirinya karena keterbatasan dalam


memahami informasi maka tugas konselor untuk

berlaku jujur dan obyektif dalam menyampaikan

informasi sehingga klien memahami dengan benar dan

dapat menyatakan persetujuannya.

b. Batasan Umur Untuk Dapat Menyatakan Persetujuan Testing

HIV.

Umur anak untuk dapat menyatakan persetujuan

pemeriksaan ketika anak telah dapat berkembang pikiran

abstarak dan logikanya, yakni pada umur 12 tahun. Secara

hukum seseorang dianggap dewasa ketika seorang laki

laki berumur 19 tahun dan perempuan berumur 16 tahun

atau pernah menikah. Antara umur 12 tahun sampai usia

dewasa secara hukum, persetujuan dapat dilakukan dengan

persetujuan orang tua.

Ketika anak berumur dibawah 12 tahun, orang tua

atau pengampunya yang menandatangani surat persetujuan

(informed consent), jika ia tidak punya orang tua atau

pengempu, maka kepala institusi, kepala puskesmas, kepala

rumah sakit, kepala klinik atau siapa yang bertanggung

jawab atas diri anak harus menandatangani informed

consent. Jika anak dibawah umur 12 tahun memerlukan

testing HIV, maka orangtua atau pengampunya harus

mendampingi secara penuh.


2.3.9.3. Testing HIV dalam VCT

Prinsip testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaanya.

Testing diimaksud untuk menegakkan diagnosis. Terdapat serangkaian

testing yang berbeda beda karena perbedaan prinsipp metoda yang

digunakan. Testing yang digunakan adalah testing serologis untuk

mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Spesimen adalah

darah klien yang diambil secara intervena, plasma atau serumnya. Pada

saat ini belum digunakan spesiemen lain seperti saliva, urin, dan spot

darah kering. Penggunaan metode testing cepat (rapid testing)

memungkinkan klien medapatkan hasil testing pada hari yang sama.

Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan

diagnosis, pengamanan darah donor (skrining), untuk surveilans, dan

untuk penelitian. Hasil testing yang disampaikan kepada klien adalah

benar milik klien. Petugas laboraturium harus menjaga mutu dan

konfidensialitas. Hindari terjadinya kesalahan, baik teknis (tehnical

error) dan admisintratif (administratif error). Petugas laboraturium

(perawat) (mengambil) darah setelah klien mnejalani konseling par

testing.

Bagi pengambil darah dan teknisi laboraturium harus

memperhatikan hal hal sebagai berikut :

a. Sebelum testing harus didahului dengan konseling dan

penandatanganan informed concent


b. Hasil testing HIV harus dierifikasi oleh dokter patologi klinis

atau dokter terlatih atau dokter penanggung jawab

laboraturium.

c. Hasil diberikan kepada konselor dalam amplop tertutup.

d. Dalam laporan pemeriksaan hanya ditulis nomor atau kode

pengenal.

e. Jangan memberi tanda berbeda yang mencolok terhadap

hasil yang psotif dan negatif.

f. Meskipun spesimen berasal dari sarana kesehatan lainnya

yang berbeda, tetap harus dipastikan bahwa klien telah

menerima konseling dan menandatangani informed

consent.

2.3.9.4. Konseling Pasca Testing

Konseling pasca testing membantu klien memahami dan

menyesuaikan diri dengan hasil testing. Konselor mempersiapkan klien

untuk menerima hasil testing, memberikan hasil testing. Konselor

mempersiapkan klien untuk menerima hasil testing, memberikan hasil

testing, dan menyediakan informasi selanjutnya. Konselor mengajak

klien mendiskusikan startegi untuk menurunkan penuluran HIV. Kunci

utama dalam menyampaikan hasil testing adalah sebagai berikut :

a. Periksa ulang seluruh hasil klien catatan medik. Lakukan hal ini

sebelum bertemu klien, untuk memastikan kebenarannya.

b. Sampaikan hasil hanya kepada klien secara tatap muka.

c. Berhati hatilah dalam memanggil klien dari ruang tunggu.


d. Seorang konselor tak diperkenankan memberikan hasil pada

klien atau lainnya secara verbal dan non verbal selagi berada di

ruang tunggu.

e. Hasil testing tertulis.

2.4. TEORI PERILAKU BERENCANA (Theory Of Planned Behavior)

Theory of Planned Behaviour (TPB) ini adalah pengembangan dari

Theory of Reasoned Action (1975) dan keduanya dikemukakan oleh Icek

Ajzen. Menurut Theory of Reasoned Action (TRA), seseorang akan

berperilaku tertentu yang didasari oleh niat melakukan perilaku tersebut.

Niat perilaku ini dipengaruhi oleh norma subyektif dan sikap terhadap

perilaku tersebut. Sikap individu terhadap suatu perilaku ini berasal dari

keyakinan individu terhadap perilaku tersebut, sedangkan norma subyektif

berasal dari keyakinan normatif.

Theory Of Planned Behaviour memiliki 3 variabel independen.

Pertama adalah sikap terhadap perilaku dimana seseorang melakukan

penilaian atas sesuatu yang menguntungkan dan tidak menguntungkan.

Kedua adalah faktor sosial disebut norma subyektif, hal tersebut

mengacu pada tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak

melakukan suatu tindakan. Ketiga anteseden niat adalah tingkat persepsi

pengendalian perilaku yang, seperti yang kita lihat sebelumnya, mengacu

pada persepsi kemudahan atau kesulitan melakukan perilaku, dan

diasumsikan untuk mencerminkan pengalaman masa lalu sebagai

antisipasi hambatan dan rintangan (Ajzen, 1991).


Sama dengan TRA, Theory Of Planned Behaviour ini berasal dari

asumsi bahwa manusia akan berperilaku berdasarkan akal sehat mereka,

manusia menyerap informasi dan baik secara implisit ataupun eksplisit,

manusia akan mempertimbangkan implikasi dari perbuatan mereka. Dalam

TPB, niat dan perilaku memiliki 3 determinan, yaitu faktor personal,

faktor pengaruh sosial dan faktor isu kontrol (Ajzen, 2005).

Faktor personal adalah sikap individu terhadap perilaku tertentu.

Sikap ini dipengaruhi oleh pandangan individu baik secara negatif maupun

positif terkait melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Faktor

pengaruh sosial yang mempengaruhi niat seseorang adalah pertimbangan

dan persepsi individu tersebut terhadap tekanan sosial untuk melakukan

perilaku tertentu. Hal ini disebutkan sebagai norma subyektif. Faktor

terakhir yang mempengaruhi niat seseorang adalah kemampuan individu

untuk melakukan perilaku tersebut. Oleh karena itu, faktor ini disebut

sebagai persepsi kemampuan mengontrol. Secara general, seseorang

berniat melakukan suatu perilaku apabila mereka memiliki pandangan

positif terkait perilaku tersebut, menerima tekanan sosial untuk melakukan

perilaku tersebut dan mempercayai mereka mempunyai kesempatan dan

bisa melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 1991).

Ketiga faktor yang telah disebutkan berasal dari beberapa faktor

faktor lain yang melatarbelakangi. Faktor latar belakang ini dibagi menjadi

3 katagori yaitu personal, sosial, dan informasi. Banyak variabel yang

berhubungan atau mempengaruhi seseorang yaitu dari usia, jenis kelamin,

etnik, status sosioekonomi, tingkat pendidikan, kewarganegaraan, agama,


afiliasi, kepribadian, suasana hati, emosi, sikap, keyakinan, tingkat

kecerdasan, pengalaman masa lalu, paparan terhadap informasi, dukungan

sosial, cara mengatasi masalah dan lain lain.

Pada dasarnya orang membesar di lingkungan sosial yang berbeda

akan memperoleh informasi yang berbeda mengenai berbagai isu,

informasi berbeda yang menjadi dasar keyakinan individu terhadap

dampak dari suatu perilaku, harapan normatif atau tekanan sosial yang

berbeda terhadap suatu perilaku dan hambatan yang berbeda untuk

melakukan perilaku tertentu. Sama halnya dengan pria yang memiliki

pengalaman berbeda dengan wanita, orang tua yang memperoleh

informasi dengan cara yang berbeda dengan anak muda, dan suasana hati

dan pikiran sementara yang bisa memengaruhi persepsi kita terhadap

sesuatu. Seluruh faktor faktor tersebut dapat memengaruhi perilaku,

normatif, dan keyakinan mengontrol diri sehingga memengaruhi niat dan

perbuatan kita.

Menurut Ajzen (1991) dalam Putri (2009) Model teoritik dari

Theory of Planned Behavior mengandung berbagai variabel yaitu :

1. Latar belakang (background factors), seperti usia jenis kelamin, suku, status

sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian, dan pengetahuan

mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Faktor

latar belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri

seseorang, yang dalam model Kurt Lewin dikatagorikan ke dalam aspek

organism. Di dalam katagori ini Ajzen memasukkan tiga faktor latar


belakang, yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap

umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits),

nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial

antara lain adalah usia dan jenis kelamin (gender).

2. Keyakinan perilaku atau behavioral belief yaitu hal hal yang diyakini oleh

individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif, sikap

terhadap perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif

terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku

tersebut.

3. Keyakinan Normatif yang berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan

yang secara tegas dikemukakan oleh Lewin dalam Field Theory. Pendapat

Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui PBT. Menurut Ajzen, faktor

lingkungan sosial khususnya orang orang yang berpengaruh bagi

kehidupan individu (significant others) dapat mempengaruhi keputusan

individu.

4. Normatif subjektif atau Subjective Norm adalah sejauh mana seseorang

memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang

akan dilakukannya (normative beliefs). Kalau individu merasa itu adalah hak

pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan

oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabikan pandangan orang

tentang perilaku yang akan dilakukannya. Fishben dan Ajzen (1975)

menggunakan istilah motivation to comply untuk menggambarkan

fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang

berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.


5. Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat dilaksanakan (control beliefs)

diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman melakukan

perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena

melihat orang lain (misalnya teman, keluarga dekat) melaksanakan perilaku

itu sehingga ia memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat

melaksanakannya. Selain pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman,

keyakinan individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan

ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan perilaku

tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan memiliki

kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat

pelaksanaan perilaku.

6. Persepsi kemampuan mengontrol (perceived behavioral control), yaitu

keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah

melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk

melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas

kemampuan untuk melaksanakan perilaku itu. Ajzen menanamkan kondisi

ini dengan persepsi kemampuan mengontrol (perceived behavioral

control).

7. Niat untuk melakukan perilaku (intention) adalah kecenderungan seseorang

untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini

ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku

tertentu, dan sejauh mana kalu dia memilih untuk melakukan perilaku

tertentu itu dia mendapat dukungan dari orang orang lain yang

berpengaruh dalam kehidupanya.

2.4.1. Niat
Niat dalam kamus Bahasa Indonesia diartikan maksud atau tujuan

perbuatan, atau kehendak (keinginan dalam hati) akan melakukan sesuatu.

Niat merupakan naluri yang timbul dalam diri, untuk melakukan suatu

tindakan (Putri, 2009). Niat juga bisa dikatakan sebagai kecenderungan

seseorang untuk memilih, melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku.

Menurut Fishbein dan Azjen (1991) niat berperilaku dapat memprediksi

tentang bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu. Niat

untuk melaksanakan sesuatu atau berperilaku tertentu akan muncul apabila

adanya sikap yang positif, dukungan norma subyektif dan kemampuan diri

untuk melakukan hal tersebut. Sebuah perilaku cenderung akan dilakukan

apabila individu mempunyai dasar pengetahuan dan secara emosional

berkomitmen untuk melakukan perilaku tersebut. Niat adalah prediktor

kuat untuk menunjukkan seberapa jauh seseorang akan mencoba membuat

keinginannya terwujud.

Menurut Azjen (1991), setiap individu memiliki pilihan untuk

mengambil keputusan untuk berperilaku tertentu atau tidak, tergantung

seberapa jauh individu akan menampilkan perilaku, yang mana perilaku

tersebut juga dipengaruhi kesempatan, waktu, uang, dan bantuan dari

pihak lain.

Faktor utama dari terbentuknya suatu perilaku yang ditampilkan

individu adalah pada niat seseorang untuk menampilkan perilaku tertentu

(Putri, 2009). Menurut Ajzen (1991), niat diasumsikan juga faktor

motivasional yang mempengaruhi perilaku dimana niat menjadi indikasi

kuat yang menentukan seberapa keras usaha individu untuk menampilkan


suatu perilaku tertentu. Semakin keras niat seseorang untuk berperilaku,

maka akan semakin besar pula kecenderungannya untuk benar benar

melakukan perilaku tersebut.

Niat seseorang untuk berperilaku merupakan kecenderungan

seseorang untuk memilih melakukan atau tidak suatu perilaku yang

ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku

tersebut, dan sejauh mana dia mendapatkan dukungan dari orang orang

lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.

Menurut Ajzen (1991), semakin menyenangkan suatu sikap dan

norma subyektif terhadap perilaku, serta semakin besar control terhadap

perilaku yang diterima, maka akan semakin besar pula niat individu untuk

menampilkan suatu perilaku tertentu / pentingnya sikap, norma subyektif

dan control pribadi dalam memprediksi niat seseorang tergantung pada

situasi yang dihadapi seseorang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Saptari (2013) yaitu dari hasil penelitian seseorang yang

memiliki dorongan norma subyektif yang kuat diikuti dengan kontrol

persepsi diri yang kuat akan memiliki sikap yang positif sehingga

menimbulkan niat untuk berperilaku tertentu.

2.4.2. Sikap (Attitude)

Sikap dalam bahasa inggris disebut attitude pertama kali

digunakan oleh Herber Spencer (1862), yang menggunakan kata ini untuk

menunjukkan suatu status mental seseorang (putri, 2009). Sikap menurut

Thustone (1946) (dalam putri, 2009) adalah tingkatan kecenderungan yang


bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek psikologi.

Obyek psikologi disini meliputi simbol, kata kata, slogan, orang,

lembaga, ide dan sebaginya.

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian

reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap

belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan reaksi tertutup,

bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap

merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu

sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003).

Sikap dapat menggambarkan suka atau tidak suka seseorang

terhadap objek. Biasanya sikap diperoleh dari pengalaman sendiri atau

orang lain yang paling dekat. Sikap juga membuat seseorang mendekati

atau menjauhi orang lain. Sikap tidak dapat langsung dilihat, namun belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas. Selain itu, sikap dikatakan

sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Jilia, 2013).

Sikap yang utuh dibentuk oleh ketiga komponen ini sehingga

pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi berperan penting dalam

penentuan sikap yang utuh. Sikap juga terbagi dalam tingkatan

tingkatan, yaitu : menerima, merespon, menghargai dan bertanggung

jawab. Pengukuran sikap dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsug

dan tidak langsung. Secara langsung dapat dilakukan dengan ditanyakan


pendapat atau pernyataan responden mengenai suatu objek. Sedangkan

untuk secara tidak langsung, responden ditanyakan dengan pertanyaan

pertanyaan hipotesis (Jilia, 2013).

2.4.3. Norma Subjektif (Subjective norm)

Norma subjektif juga diasumsikan sebagai suatu fungsi dari

beliefs yang secara spesifik seseorang setuju atau tidak setuju untuk

menampilkan suatu perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang termasuk

dalam norma-norma subjektif disebut juga kepercayaan normatif

(normative beliefs). Seorang individu akan berniat menampilkan suatu

perilaku tertentu jika ia mempersepsi bahwa orang-orang lain yang

penting berfikir bahwa ia seharusnya melakukan hal itu. Orang lain

yang penting tersebut bisa pasangan, sahabat, dokter, dsb. Hal ini

diketahui dengan cara menanyai responden untuk menilai apakah

orang-orang lain yang penting tadi cenderung akan setuju atau tidak

setuju jika ia menampilkan perilaku yang dimaksud (Saptari, 2013).

Norma subjektif (subjective norm) adalah persepsi atau

pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang

akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan

suatu perilaku (Ajzen, 1991). Norma subjektif merupakan fungsi dari

harapan yang dipersepsikan individu dimana satu atau lebih orang di

sekitarnya (misalnya, saudara, teman sejawat) menyetujui perilaku

tertentu dan memotivasi individu tersebut untuk mematuhi mereka

(Ajzen, 1991).
Dari penelitian yang dilakukan Saptari (2013), yang menyatakan

bahwa proporsi seseorang yang berada di lingkungan yang memiliki

dorongan kuat untuk mengambil keputusan. Selain itu, dalam menentukan

keputusan seseorang yang memiliki dorongan dari pandangan keluarga,

teman, tenaga kesehatan, dan paparan informasi dari media massa dapat

mempengaruhi mengambil keputusan. Semakin seseorang percaya bahwa

orang orang terdekatnya berpendapat ia harus melakukan perilaku

tersebut, namun sebaliknya jika orang orang terdekatnya berpendapat ia

tidak perlu berperilaku tertentu, maka individu cenderung tidak melakukan

perilaku tersebut (Ludin, 2010).

2.4.4. Persepsi Kontrol Diri

Theory of planned behavior (TPB) mengasumsikan bahwa

persepsi kontrol diri memiliki implikasi motivasional terhadap niat

(Achmat, 2010). Orang-orang yang percaya bahwa mereka tidak

memiliki sumber daya yang ada dan kesempatan untuk melakukan

perilaku tertentu mungkin tidak akan membentuk niat-niat perilaku yang

kuat untuk melakukannya meskipun mereka memiliki sikap yang positif

terhadap perilakunya dan percaya bahwa orang lain akan menyetujui

seandainya mereka melakukan perilaku tersebut. Kontrol perilaku

persepsian yang telah berubah akan memengaruhi perilaku yang

ditampilkan sehingga tidak sama lagi dengan yang diniatkan.

Persepsi kontrol diri (perceived behavioral control) didefinisikan

oleh Ajzen (1991) sebagai kemudahan atau kesulitan persepsi untuk


melakukan perilaku. Kontrol perilaku persepsi ini merefleksikan

pengalaman masa lalu dan mengantisipasi halangan-halangan yang ada

sehingga semakin menarik sikap dan norma subjektif terhadap

perilaku, semakin besar kontrol perilaku persepsi, semakin kuat pula niat

seseorang untuk melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan.

Kontrol perilaku persepsian yang telah berubah akan memengaruhi

perilaku yang ditampilkan sehingga tidak sama lagi dengan yang

diniatkan. Persepsi pengendalian perilaku memainkan peran penting dalam

teori direncanakan perilaku. Bahkan, teori perilaku terencana berbeda dari

teori tindakan beralasan selain atas persepsi pengendalian perilaku.

Menurut Saptari (2013) persepsi kontrol diri seseorang

dikatagorikan menjadi persepsi kontrol diri lemah dan kuat. Hasil dari

penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki

persepsi kontrol diri yang kuat akan lebih bersikap positif. Persepsi kontrol

diri berhubungan signifikan dengan niat seseorang dalam melakukan suatu

tindakan tertentu.

2.5. Pendidikan

Pendidikan adalah sebuah proses untuk mengubah sikap dan tata

laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan secara umum adalah

segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik

individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa

yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan formal yang


ditempuh seseorang pada dasarnya adalah merupakan suatu proses menuju

kematangan intelektual, untuk itu pendidikan tidak dapat terlepas dari

proses belajar. Dengan belajar pada hakikatnya merupakan upaya

penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan

psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia dengan luar dan hidup

masyarakat. Pendidikan merupakan upaya atau kegiatan untuk

menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif (Notoadmodjo, 2003).

Pendidikan erat kaitannya dengan pengetahuan seseorang (KBBI,

2005). Semakin tinggi pendidikan, maka pengetahuan seseorang akan

semakin tinggi. Pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku dalam

kehidupan sehari hari. Hal ini juga mempengaruhi perilaku beresiko atau

tidak beresikonya pada seseorang (Roza, 2013).

Pendidikan mempunyai peranan dalam menurunkan penularan

HIV, seperti yang dilaporkan oleeh beberapa penelitain berikut Walque,

Nakiying Miiro, Bosingye, dan Whitworth (2005) dalam Roza (2013)

yang melakukan studi kohort retrospektif antara tahun 1990 2000,

melaporkan bahwa pada tahun 1989 1990 risiko terinfeksi HIV lebih

besar pada mereka yang berpendidikan lebih tinggi, namun akhirnya

menurun pada tahun 1999 2000. Studi ini menunjukkan bahwa

penurunan itu terjadi karena mereka yang berpendidikan lebih banyak

terpapar dengan informasi terkait HIV (cara penularan dan pencegah),

termasuk bagaimana melakukan hubungan seks yang aman.


Tingkat pendidikan seseorang berhubungan dengan pemanfaatan

klinik VCT (Setiawan, 2011). Seseorang dengan tingkat pendidikan yang

semakin tinggi, maka tingkat pemanfaatan klinik VCT akan semakin baik,

begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang,

semakin rendah pula tingkat pemanfaatan layanan VCT-nya.

2.6. Umur

Menurut pendapat Andersen (1995) umur merupakan salah satu

faktor yang memengaruhi pemanfaatan layanan kesehatan. Menurut

Comenius (1961) dalam Santrock (2003) rentang umur 18-24 tahun adalah

tahapan perkembangan fungsi kemampuan untuk mandiri dan belajar

mengontrol diri, sedangkan kelompok umur di atas 24 tahun merupakan

tahapan ketika intelektual individu mengarahkan perkembangan seluruh

aspek kepribadian menuju kematangan diri. Sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Saptari (2013), bahwa seseorang yang berada pada

kelompok di atas 24 tahun lebih banyak memiliki sikap positif dan

pengetahuan tinggi terhadap pemanfaatan layanan kesehatan.

Umur yang muda menyebabkan mereka belum memikirkan efek

dari penyakit HIV yang menyebabkan daya tahan menurun, dikarenakan

masa terjadi transmisi dan penjalaran penularan virus pada kurun waktu 5

10 tahun. Sehingga mereka belum memikirikan kondisi lain setelah

mereka dinyatakan positif HIV. Sebagai asumsi dengan umur dewasa

maka semakin berfikir ulang untuk melakukan setiap pemeriksaan (Safitri,

2012).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ermarini (2013),

adanya hubungan bermakna antara umur dengan pemanfaatan layanan

VCT dengan umur 30 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Safitri

(2012) yang menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang maka

kecenderungan untuk melakukan pemeriksaan juga semakin besar.

Di Afrika, HIV menyerang 25 40% orang dewasa dan lebih dari

10% disebagian besar negara Afrika lainnya, kecuali Afrika Utara

(Mandal, 2008). Salah satu efek jangka panjang endemi HIV dan AIDS

yang telah meluas adalah dampak pada indikator demografi. Karena

tingginya proporsi kelompok umur yang lebih muda terkena penyakit yang

membahayakan ini, dapat diperkirakan nantinya akan menurunkan angka

harapan hidup. Hal ini disebabkan semakin banyak orang yang

diperkirakan hidup dalam jangka waktu yang lebih pendek, kontribusi

yang diharapkan dari mereka pada ekonomi nasional dan perkembangan

sosial menjadi semakin kecil dan kurang dapat diandalkan (Roza, 2013).

Berdasarkan WHO dan UNAIDS (2006), estimasi global kasus

HIV/AIDS sampai dengan tahun 2006, jumlah orang hidup dengan HIV

pada kelompok umur 15-49 tahun (dewasa) sebesar 37,2 juta.

2.7. Status Pekerjaan

Bekerja adalah salah satu upaya untuk mendapatkan pamasukan,

sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan.

Tingkat kesejahteraan yang baik dapat meningkatkan akses seseorang ke

layanan kesehatan untuk menjaga status kesehatannya agar tetap baik


(Indriyani, 2012). Menurut penelitian Khairrurahmi (2009), yang

menyebutkan bahwa status pekerjaan memiliki hubungan dengan pemanfaatan

klinik VCT. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Su-Rin Shin et

al (2005), mayoritas pengunjung klinik VCT berstatus sebagai pekerja, dan

sangat sedikit sekali yang berstatus sebagai pengangguran.

Pekerjaan membuat seseorang sering berpindah tempat. Selain itu,

dampak dari perpindahan penduduk ini dalam hal penyebaran penyakit

menular tampak sangat jelas. penyakit menular dapat menyebar melalui

hubungan antar manusia. oleh karena itu, jika manusia yang telah terjangkit

pindah, maka mereka kemungkinan besar akan menyebarkan penyakit

tersebut. Dalam perpindahan penduduk, tidak ada yang lebih penting dari

perilaku para pendatang. Hal ini merupakan kombinasi dari perpindahan

penduduk dengan perilaku yang beresiko tinggi yang merupakan persoalan

utama. Kelompok yang paling beresiko bukanlah hanya pendatang yang telah

teridentifikasi secara konvensional, tapi juga pendatang non permanen.

Mobilitas dapat membuat seseorang masuk ke dalam situasi yang beresiko

tinggi (Roza, 2013).

2.8. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan


penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Sedangkan menurut WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2005) bahwa

yang menyebabkan seseorang itu berperilaku karena adanya 4 alasan pokok

yaitu pemikiran dan perasaan, acuan dan referensi dari seseorang, sumber

daya, dan sosio budaya. Bentuk dari pemikiran dan perasaan salah satunya

adalah pengetahuan. Seseorang akan berperilaku didasarkan beberapa

pertimbangan yang diperoleh dari tingkat pengetahuannya.

Dalam penelitian Sumarlin (2013), yang menyatakan ada pengaruh

pengetahuan terhadap perubahan perilaku pada pasien HIV/AIDS.

Pengetahuan baik lebih besar kemungkinan untuk melakukan perubahan

perilaku dengan persentase (65,7%) dan berpengetahuan rendah (13,2%).

Didukung pula dengan penjelasan menurut Notoatmodjo (2007) bahwa

pengetahuan merupakan strategi perubahan perilaku yang penting untuk

menimbulkan kesadaran dan akhirnya berperilaku sesuai dengan pengetahuan

yang dimilikinya. Berdasarkan teori adaptasi, apabila seseorang memiliki

tingkat pengetahuan yang baik setidaknya dapat mendorong untuk mempunyai

sikap dan perilaku yang baik pula.

Menurut Maslow (1984) dalam Cicio (2006) juga menyatakan bahwa

individu lebih menyukai sesuatu yang dikenal atau diketahuinya terlebih

dahulu dari pada yang belum ia kenal atau diketahuinya. Hal ini juga sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Cicio (2006) hasil penelitian

menunjukkan bahwa sebagian besar informan yang ditelitinya tidak


memanfaatkan layanan VCT dikarenakan mereka tidak tahu apa itu VCT dan

untuk apa layanan VCT. Sehingga disimpulkan ketertarikan seseorang

terhadap layanan VCT dilatarbelakangi oleh pengetahuan seseorang tentang

layanan VCT.

2.9. KERANGKA TEORI

Berdasarkan teori yang dikatakan oleh Ajzen (2005) Theory of planned

behavior (TPB) dalam teori ini niat dan perilaku memiliki 3 determinan yaitu

sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku. Menurut Ajzen, sikap

individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap

konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang diistilahkan

dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Subjective Norms

merupakan faktor dari luar individu yang berisi persepsi seseorang tentang

apakah orang lain akan menyetujui atau tidak menyetujui suatu tingkah laku

yang ditampilkan. Norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan

normatif (normative belief). Percieved Behavior Control merupakan persepsi

individu mengenai kontrol yang dimiliki individu tersebut sehubungan dengan

tingkah laku tertentu, perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh

dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kemampuan dalam mengontrol

(control beliefs).

Ketiga determinan yang telah disebutkan berasal dari beberapa faktor

faktor lain yang melatarbelakangi, yakni personal, sosial, dan informasi.

Untuk penjelasan yang lebih jelas, dapat dilihat kerangka teori di bawah ini :
Faktor latar belakang:

Pribadi Keyakinan Sikap


pada terhadap
- Sikap general perilaku perilaku
- Kepribadian
- Nilai
- Emosi
- kecerdasan
Keyakinan Norma Niat Perilaku
Sosial Demografi
normatif subjektif
- umur, ras, etnik
dan gender
- pendidikan
- pendapatan
- agama
Kemampuan Persepsi
Informasi mengontrol kontrol
- pengalaman perilaku
- pengetahuan
- eksposur media

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Theory of Planned Behaviour (Ajzen, 2005)


BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep penelitian ini berasal dari kerangka Theory of

Planned Behavior (TPB) (Ajzen1991). Menurut teori ini, niat seseorang

untuk berperilaku akan terbentuk dari tiga domain yaitu sikap seseorang

tersebut terhadap perilaku tertentu, norma subyektif, dan kontrol perilaku.

Ketiga domain tersebut dilatarbelakangi oleh faktor sosial demografi

meliputi, umur, pendidikan, status pekerjaan, jenis kelamin, dan status

pernikahan. Selain itu, dipengaruhi juga oleh faktor informasi berupa

pengetahuan.

Kerangka konsep ini terdiri dari variabel terikat (dependen) yaitu

niat ibu hamil untuk memanfatkan layanan VCT dan variabel bebas

(independen) yang terdiri dari variabel sikap, norma subyektif, dan

persepsi pengendalian perilaku, umur, pendidikan, pengetahuan dan status

pekerjaan.

Berdasarkan kerangka teori pada tinjauan pustaka, tidak semua

masuk dalam kerangka konsep, hal ini disebabkan bahwa faktor-faktor

yang masuk dalam kerangka konsep merupakan faktor-faktor terpenting

yang harus diketahui dan diamati lebih dahulu sebagai faktor yang

mempengaruhi niat ibu hamil dalam memanfaatkan layanan VCT. Adapun

variabel yang tidak diteliti yaitu :


- variabel perilaku

Perilaku tidak diteliti karena belum ada ibu hamil yang

melakukan VCT di Puskesmas tersebut.

- Jenis kelamin

Jenis kelamin tidak diteliti karena ditempat penelitian

homogen atau seluruh responden berjenis kelamin perempuan.

- Status pernikahan

Status pernikahan tidak diteliti karena homogen yaitu

mayoritas seluruh ibu berstatus menikah.

- Sikap general, kepribadian, nilai, emosi, kecerdasan

Cara ukur variabel diatas bisa di ukur dengan pengukuran

psikologi.

- Pendapatan

Pendapatan tidak teliti karena variable status pekerjaan

sudah diteliti.

- Pengalaman dan eksposur media

Pengalaman dan eksposur media tidak di teliti karena

pertanyaan variable tersebut telah masuk ke dalam variable

pengetahuan.
Berdasarkan kerangka teori maka kerangka konsep yang akan digunakan

dapat digambarkan dalam bagan dibawah ini :

Sikap ibu hamil terhadap layanan


VCT

Norma Subyektif terhadap layanan


VCT
Niat ibu hamil untuk
memanfaatkan
Persepsi kontrol diri terhadap
layanan VCT
layanan VCT

Pengetahuan tentang layanan VCT

Usia
Pendidikan
Status pekerjaan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


3.2. DEFINISI OPERASIONAL

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Sikap Ibu hamil mengenai Pendapat atau penilaian ibu terhadap Wawancara Kuisioner yang 0 = Negatif ( <median) Ordinal
VCT layanan VCT yang ditanyakan dengan dibagikan dan diisi 1 = Positif ( median)
jawaban kuisioner oleh responden

Norma Subyektif Pandangan orang orang terdekat Wawancara Kuisioner yang 0 = Dorongan lemah Ordinal
responden (keluarga, orang tua, dibagikan dan diisi jika jumlah skor < nilai
suami, dan teman) terhadap layanan oleh responden median
VCT dan seberapa berpengaruh 1 = Dorongan Kuat,
pandangan orang orang terhadap jika jumlah skor nilai
keputusan responden untuk median
memanfaatkan layanan VCT
Persepsi kontrol diri Penilaian dan pertimbangan Wawancara Kuisioner yang 0 = Persepsi Lemah, Ordinal
responden pada kemampuan dirinya dibagikan dan diisi jika jumlah skor < nilai
untuk memanfaatkan layanan VCT oleh responden median
yang ditanyakan dengan jawaban 1= Persepsi Kuat jika
kuisioner jumlah skor nilai
median

Usia Lamanya responden hidup yang Wawancara Kuisioner yang 0= Dewasa muda 24 Ordinal
dihitung dalam tahun sejak lahir dibagikan dan diisi 1 = Dewasa > 24
sampai pada saat penelitian dilakukan oleh responden (Comenius, 2005)
dalam hitungan genap yang
ditanyakan dengan jawaban kuisioner
Pendidikan Jenjang belajar formal terakhir yang Wawancara Kuisioner yang Katagori : Ordinal
pernah diselesaikan responden yang dibagikan dan diisi 0 = Rendah
ditanyakan dengan jawaban kuisioner oleh responden SMP/Sederajat
1 = Tinggi SMA
Status Pekerjaan Kegiatan responden formal/informal Wawancara Kuisioner yang 0 = tidak bekerja (ibu Nominal
yang bisa menghasilkan pendapatan dibagikan dan diisi rumah tangga,
yang bersifat tetap atau non tetap oleh responden pengangguran)
yang ditanyakan dengan jawaban 1 = bekerja
kuisioner (PNS,TNI,POLRI, Swasta
dll)

Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui Wawancara Kuisioner yang 0 = Kurang , jika skor < 60 Ordinal
responden mengenai layanan VCT dibagikan dan diisi 1 = Baik, jika skor 60
yang ditanyakan dengan jawaban oleh responden (Saptari, 2013)
kuisioner

Niat ibu hamil untuk Keinginan atau kecenderungan Wawancara Kuisioner yang 0 = Tidak Berniat (skor < Ordinal
memanfaatkan layanan responden untuk memanfaatkan atau dibagikan dan diisi 2)
VCT tidak memanfaatkan layanan VCT yang oleh responden 1 = Berniat (skor 2)
ditanyakan dengan jawaban kuisioner
3.3. HIPOTESIS

3.3.1. Ada hubungan antara status pekerjaan dengan niat ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun

2014

3.3.2. Ada hubungan antara usia dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan

layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014

3.3.3. Ada hubungan antara pendidikan dengan niat ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun

2014

3.3.4. Ada hubungan antara pengetahuan dengan niat ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun

2014

3.3.5. Ada hubungan antara sikap ibu hamil terhadap layanan VCT dengan niat

ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat tahun 2014

3.3.6. Ada hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT

dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014

3.3.7. Ada hubungan antara persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan

VCT dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan

desain penelitian cross sectional, dimana pengumpulan data dan pengukuran

variabel independen dan variabel dependen dilakukan pada waktu yang

bersamaan. Pemilihan desain ini didasarkan pada tujuan penelitian, yaitu

untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan niat ibu hamil

untuk memanfaatkan layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing) di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan tahun 2014.

4.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Juni 2014 di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan.

4.3. Populasi Dan Sampel

4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan dari unit di dalam pengamatan

yang akan kita lakukan (Sabri dan Hastono, 2009). Populasi dalam

penelitian ini adalah semua ibu hamil yang ada di di wilayah kerja

Puskesmas Ciputat. Populasi ibu hamil dalam penelitian ini berjumlah

1.408 di tahun 2013.

4.3.2. Sampel Penelitian


Sampel pada penelitian ini adalah ibu hamil yang bertempat

tinggal di wilayah kerja Puskesmas Ciputat. Teknik sampling atau

teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah secara acak kelompok (Cluster random sampling) karena pada

teknik ini sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit

penelitian dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk

dipilih sebagai sampel (Budiarto, 2002).

Adapun sampel yang diambil pada penelitian ini adalah

beberapa ibu hamil yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas

Ciputat. Pengambilan sampel dilakukan dengan melihat propotional

jumlah RW yang ada di Kelurahan Ciputat dan Cipayung. Kelurahan

Ciputat memiliki 15 RW dan Kelurahan Cipayung memiliki 12 RW,

perbandingan dari kedua kelurahan tersebut adalah 5: 4, sehingga

jumlah yang diambil dari Kelurahan Ciputat sebanyak 3 RW dan dari

Kelurahan Cipayung sebanyak 2 RW. Berikut ini adalah sampel yang

terpilih dari 5 RW di Kelurahan Ciputat dan Kelurahan Cipayung dari

metode cluster random sampling :

Tabel 4.1
Sampel RW Terpilih dari Metode Cluster Random Sampling

No Kelurahan RW terpilih
1 Ciputat RW 03
RW 09
RW 14
2 Cipayung RW 01
RW 04
4.3.2.1. Jumlah Sampel

Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan berdasarkan

perhitungan rumus uji hipotesis beda dua proporsi mengingat bahwa

tujuan penelitian adalah untuk menguji hipotesis, dengan asumsi

penelitian sebelumnya yaitu bahwa proporsi motivasi keluarga tinggi

dengan pemanfaatan layanan VCT yang baik 75,7% dan proporsi

motivasi keluarga rendah dengan pemanfaatan layanan VCT yang baik

18,2% (Titi, 2012). Pada penelitian ini, peneliti menginginkan tingkat

kepercayaan sebesar 95% dengan kekuatan uji 90% sebagai berikut :

[ ( ) ( ) ( )]
n=
( )

Keterangan :

n : Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian

Z2 1-/2 : Derajat kepercayaan (Confident Interval / CI) = 95%

Z 1- : Kekuatan uji 90%

P1 : Proporsi Motivasi keluarga tinggi dengan pemanfaatan

layanan VCT yang baik 75,7% (Titi, 2012).

P2 : Proporsi Motivasi keluarga rendah dengan pemanfaatan

layanan VCT yang baik 18,2% (Titi, 2012).

P : (P1+P2)/2 = 0,4695

Tabel 4.2
Perhitungan Populasi Sampel Penelitian Terdahulu
Variabel Indikator P1 P2 Hasil

Motivasi keluarga dengan Baik 75,7% 18,2% 14

pemanfaatan layanan VCT Buruk

(Titi, 2012)

Pengetahuan tentang VCT Baik 18,5% 78,5% 13

dengan pemanfaatan Buruk

layanan VCT

(Indriyani, 2012)

Pendidikan dengan Tinggi 14,8% 85,2% 9

pemanfaatan layanan VCT Rendah

(Indriyani, 2012)

Umur dengan pemanfaatan Kurang baik 60,7% 72,7% 323

layanan VCT Baik

(Ermarini, 2013)

Keyakinan dengan Kurang baik 52,6% 70,8% 243

pemanfaatan layanan VCT Baik

(Ermarini, 2013)

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut,

diperoleh sampel minimal 14 orang, kemudian sampel minimal dibagi

dengan proporsi penelitian terdahulu terkait pemanfaatan layanan VCT

yang baik 51,1% (Titi, 2012) diperoleh total sampel yaitu 28 orang.

kemudian dikalikan dengan deff 2 karena penelitian ini termasuk


penelitian survei. Untuk meminimalisir adanya bias, maka 28 x 2 = 56

orang. Untuk menghindari drop out atau missing jawaban dari responden

sehingga jumlah sampel keseluruhan sebesar 76 orang.

Penelitian ini menggunakan cluster random sampling dengan

melihat propotional jumlah RW terbanyak di dua kelurahan yang ada di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat, setelah itu RW yang terpilih di random

berdasarkan jumlah propotional RW. Selanjutnya peneliti membuat

kerangka sampel dari semua ibu hamil. Kemudian dari kerangka sampel

inilah peneliti memilih sampel secara acak sederhana. Adapun proporsi

sampel di dapat dari perhitungan (jumlah total ibu hamil per RW pertotal

populasi ibu hamil) dikali jumlah sampel minimum. Hasil dari perhitungan

sampel secara cluster random sampling yaitu terlihat pada tabel di bawah

ini :

Tabel 4.3
Jumlah Sampel Pada Masing Masing Rukun Warga Terpilih

No Rukun warga Jumlah Jumlah ibu Sampel

RT hamil per RW

1. RW 03 Kelurahan 4 10 8
Ciputat
2 RW 09 Kelurahan 3 6 4
Ciputat
3 RW 08 Kelurahan 3 6 4
Ciputat
4 RW 06 Kelurahan 4 4 3
Ciputat
5 RW 13 Kelurahan 5 12 10
Ciputat
6 RW 04 Kelurahan 2 2 1
Ciputat
7 RW 01 Kelurahan 4 8 6
Ciputat
8 RW 02 Kelurahan 4 3 2
Ciputat
9 RW 10 Kelurahan 4 2 1
Ciputat
10 RW 14 2 9 7
KelurahanCiputat
11 RW 01 Kelurahan 8 5 4
Cipayung
12 RW 03 Kelurahan 4 4 3
Cipayung
13 RW 02 Kelurahan 6 5 4
Cipayung
14 RW 05 Kelurahan 5 8 6
Cipayung
15 RW 07 Kelurahan 6 4 3
Cipayung
16 RW 09 Kelurahan 5 3 2
Cipayung
17 RW 04 Kelurahan 5 10 8
Cipayung
Total 101 76

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder :

4.4.1. Data Primer, Adapun data yang dikumpulkan yaitu :

1. Data karakteristik ibu hamil (Usia, pendidikaan, pekerjaan) yang

bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini di

ambil melalui kuisioner oleh responden. Kuisioner diambil dari

penelitian Ermarini et.al (2013).

2. Data pengetahuan ibu hamil mengenai layanan VCT yang bertempat

tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini diambil melalui


pengisian kuisioner oleh responden. Kuisioner di ambil dari

penelitian Ermarini (2013) yang sudah dimodifikasi.

3. Data sikap ibu hamil mengenai layanan VCT yang bertempat tinggal

di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini diambil melalui

pengisian kuisioner oleh responden. Kusioner diambil dari penelitian

Saptari (2013) yang sudah dimodifikasi.

4. Data norma subjektif ibu hamil mengenai layanan VCT yang

bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini

diambil dengan pengisian kuisioner oleh responden. Kuisioner

dimodifikasi dari penelitian Saptari dan Ermarini (2013).

5. Data persepsi kontrol perilaku ibu hamil mengenai layanan VCT yang

bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data

diperoleh dengan pengisian kuisioner oleh responden. Kuisioner

diadaptasi dari penelitian Saptari (2013).

6. Data niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT yang

bertempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Data ini

diperoleh melalui pengisian kuisioner oleh responden. Kuisioner

dimodifikasi dari penelitian Ermarini dan Saptari (2013).

Data primer dikumpulkan dengan cara mendatangi

responden langsung yang sedang yang bertempat tinggal di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat. Ketika mengisi kuisioner,

responden didampingi oleh peneliti untuk mengantisipasi jika ada

pertanyaan dalam kuisioner yang kurang dimengerti. Instrumen


yang dipakai adalah kuisioner yang harus diisi sendiri oleh

responden.

Dalam pengumpulan data, peneliti dibantu oleh kader di

masing masing RW yang terpilih. Proses pengumpulan data

dilaksanakan dari mulai tanggal 19 Mei sampai 2 Juni 2014 di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yang terbagi menjadi dua

kelurahan dengan jumlah sampel 76 responden. Hasil pengisian

kuesioner langsung diperiksa kelengkapannya, dan apabila ada

yang belum terisi, diminta untuk melengkapi jawabannya.

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran

dokumen, catatan, dan laporan dari puskesmas mengenai data

kunjungan ibu hamil pada layanan ANC di Puskesmas Ciputat.

Seperti populasi ibu hamil trisemester 1 dan jumlah orang yang

melakukan VCT di wilayah puskesmas Ciputat.

4.5. Pengumpulan Data

Adapun tahapan tahapan yang dilakukan dalam pengumpulan data

dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

Bagan 4.1.
Alur Pengumpulan Data

Pengambilan data jumlah RW


di Dua Kelurahan

Pengambilan data jumlah RT di


masing masing RW per
Kelurahan

Pengambilan data jumlah ibu


hamil di masing masing
Posyandu

Pengambilan data penelitian di


masing masing RW terpilih
secara door to door

4.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk pengumpulan

data (Notoatmodjo, 2002). Pada penelitian ini pengukuran variabel dilakukan

dengan menggunakan instrumen kuesioner yang terdiri dari beberapa

pertanyaan yang berkaitan dengan variabel independen dan dependen.

Instrumen penelitian ini adalah kuisioner yang diisi sendiri oleh responden.

Kuisioner yang digunakan merupakan gabungan dari penelitian terdahulu di

Depok dan Propinsi Banten Kota Tangerang Selatan. Kuisioner dibagi

menjadi 5 bagian, yaitu data personal, pengetahuan, sikap, norma subyektif,

persepsi pengendalian perilaku dan niat.


Penentuan variabel niat untuk memanfaatkan atau tidak memanfaatkan

layanan VCT ditentukan dari jawaban responden pada kuisioner. Kategori

untuk variabel ini adalah :

1. Berniat untuk memanfaatkan layanan VCT skor 2

2. Tidak berniat untuk memanfaatkan layanan VCT skor < 2

Penentuan variabel sikap positif terhadap layanan VCT atau sikap

negatif terhadap layanan VCT ditentukan dari jawaban responden pada

kuisioner. Kuisioner ini menggunakan skala 4 Likert dimana apabila

responden memilih sangat tidak setuju bernilai poin 1 hingga sangat setuju

bernilai 4 poin. Katagori untuk variabel ini adalah :

1. Sikap positif jika nilai total median

2. Sikap negatif jika nilai total < median

Penentuan variabel norma subyektif dengan dorongan kuat atau norma

subyektif dengan dorongan lemah terhadap layanan VCT ditentukan dari

jawaban responden pada kuisioner. Kuisioner ini menggunakan skala 5 Likert

dimana apabila responden memilih sangat tidak setuju bernilai poin 1 hingga

sangat setuju bernilai 5 poin. Katagori untuk variabel ini adalah :

1. Dorongan norma subyektif kuat jika nilai total median

2. Dorongan norma subyektif lemah jika nilai total < median

Penentuan variabel persepsi kontrol perilaku kuat atau persepsi kontrol

perilaku lemah terhadap layanan VCT ditentukan dari jawaban responden

pada kuisioner. Katagori untuk variabel ini adalah :


1. Persepsi kontrol diri kuat jika nilai total median

2. Persepsi kontrol diri lemah jika nilai total < median

Penentuan variabel pengetahuan baik atau pengetahuan kurang baik

terhadap layanan VCT ditentukan dari jawaban responden pada kuisioner.

Katagori untuk variabel ini adalah :

1. Pengetahuan baik jika skor 60%

2. Pengetahuan buruk jika skor < 60%

Penentuan variabel karakteristik responden (umur, pendidikan dan

status pekerjaan) ditentukan dari jawaban responden pada kuisioner. Katagori

untuk variabel umur adalah :

1. Umur responden dewasa muda jika umur responden 24 tahun

2. Dewasa jika umur responden > 24 tahun

Untuk katagori pendidikan yaitu :

1. Responden yang berpendidikan tinggi SMA

2. Responden yang berpendidikan rendah SMP/ Sederajat

Untuk katagori status pekerjaan yaitu :

1. Responden yang bekerja (PNS,TNI,POLRI, Swasta dll))

2. Responden yang tidak bekerja (ibu rumah tangga, pengangguran, dll)

4.6.1. Uji Coba Kuisioner

Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini di uji

cobakan kepada 15 responden. Hal ini dimaksudkan untuk


mengetahui apakah pertanyaan pertanyaan dalam kuisioner

tersebut sudah jelas dan dapat dimengerti serta untuk menguji

validitas dan reabilitas dari variabel variabel yang terdapat dalam

kuisioner tersebut. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh

mana ketepatan dan kecermatan kuisioner untuk mengukur data

yang dibutuhkan. Sedangkan, uji reabilitas dilakukan untuk

mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten jika

dilakukan pengukuran berulang dengan menggunakan kuisioner

yang sama.

Seluruh pertanyaan pada kuisioner ini telah reliabel dengan

nilai Cronbachs Alfa sebesar 0,916 > dari 0,6. Sedangkan uji

validitas menghasilkan pertanyaan yang valid jika nilai Corrected

Item-Total Correlation lebih besar dari nilai r-tabel pada df = n 2

, df = 13 yaitu 0,5140.

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Kuisioner Penelitian

Variabel Corrected Valid atau Keterangan


item-total tidak valid
correlation
Pengetahuan VCT
B1 0,000 Tidak valid Pertanyaan
diperbaiki
B2 0,000 Tidak valid Pertanyaan
diperbaiki
B3 0,000 Tidak valid Pertanyaan
diperbaiki
B4 0,000 Tidak valid Pertanyaan
diperbaiki
B5 0,000 Tidak valid Pertanyaan
diperbaiki
B6 0,000 Tidak valid Pertanyaan
diperbaiki
B7 0,127 Tidak valid Pertanyaan
diperbaiki
B8 0,000 Tidak valid Pertanyaan
diperbaiki
B9 1,000 Valid -
B10 0,632 Valid -
B11 1,000 Valid -
B12 1,000 Valid -
Persepsi Kontrol Diri
C1 0,874 Valid -
C2 0,782 Valid -
C3 0,508 Tidak valid Pertanyaan
diperbaiki
C4 0,191 Tidak valid Pertanyaan
diperbaiki
C5 0,279 Tidak Valid Pertanyaan
diperbaiki
C6 0,622 Valid -
C7 0,670 Valid -
C8 0,390 Tidak Valid Pertanyaan
diperbaiki
C9 0,263 Tidak Valid Pertanyaan
diperbaiki
C10 0,439 Tidak Valid Pertanyaan
diperbaiki
Sikap terhadap VCT
E1 0,012 Tidak valid Pertanyaan
diperbaiki
E2 0,615 Valid -
E3 0,638 Valid -
E4 0,498 Tidak Valid Pertanyaan
diperbaiki
E5 0,669 Valid -
Norma subyektif terhadap VCT
F1 0,815 Valid -
F2 0,859 Valid -
F3 0,859 Valid -
F4 0,787 Valid -
F5 0,748 Valid -
F6 0,861 Valid -
F7 0,489 Tidak Valid Pertanyaan
diperbaiki

Kuisioner yang digunakan merujuk kepada kerangka teori

dan kerangka konsep, dan kuisioner peneliti peneliti sebelumnya

yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penelitian ini.

4.7. Pengolahan Data Dan Analisis Data

Pengolahan atau manajemen data terdiri dari serangkaian tahapan yang

harus dilakukan agar data siap untuk diuji statistik dan dilakukan analisi atau

interpretasi (Amran, 2012). Pengolahan data dapat dikelompokan menjadi :

1. Data Coding (mengkode data)

Data coding yaitu merupakan kegiatan mengklasifikasikan data

dan memberi kode untuk masing masing kelas sesuai dengan tujuan

dikumpulkannya data. Pada kuisioner penelitian ini, dilakukan

pemberian kode data. Kode data dilakukan dengan memberi kode pada

tiap jawaban responden. Untuk pertanyaan tertutup kode 1 untuk

jawaban iya dan kode 2 untuk jawaban tidak. Sebaliknya untuk kuisioner

dengan pertanyaan skala likert, kode 1 untuk jawaban sangat tidak

setuju, kode 2 untuk jawaban tidak setuju, kode 3 untuk jawaban setuju,

dan kode 4 untuk jawaban sangat setuju. Setelah semua kuisioner

dikodekan, kemudian dijumlahkan berdasarkan niat untuk

memanfaatkan layanan VCT. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat

dikelompokkan menjadi :

Tidak berniat : <2

Berniat :2
2. Data Editing (menyunting data)

Data editing adalah penyuntingan data dilakukan sebelum

proses pemasukan data. Pengolahan data selanjutnya masuk kedalam

tahap dimana peneliti memeriksa kelengkapan data yang telah

terkumpul. Pemeriksaan meliputi pengisian kuisioner, konsistensi,

validitas, dan jumlah pertanyaan yang di jawab.

3. Data Structure

Data structure dikembangkan sesuai dengan analisis yang akan

dilakukan dan jenis perangkat lunak yang dipergunakan. Pada saat

melakukan data structure, bagi masing masing variabel perlu

ditetapkan ; nama, skala ukur variabel, jumlah digit.

4. Data Entry (memasukkan data)

Data entry merupakan proses memasukkan data ke dalam

program atau fasilitas analisis data. Dalam penelitian ini entry data

dilakukan dengan program SPSS (Statistical Program for social Siences).

Pada penelitian ini memasukkan data ke dalam program komputer

dengan menggunakan SPSS setelah semua isian kuesioner terisi penuh

dan benar, dan juga sudah melewati pengkodian.

5. Data Cleaning (membersihkan data)

Data cleaning merupakan proses pembersihan data setelah data

di entri. Cara yang dilakukan yaitu dengan melihat distribusi frekuensi

dari variabel variabel dan menilai kelogisannya. Sehingga dengan

demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.


Setelah data di cleaning di komputer maka data siap untuk di analisis

dengan menggunakan komputer sebagai alat bantu dan menggunakan program

analisis data yaitu SPSS.

4.7.1. Analisa Data

Analisa data Univariat dilakukan pada setiap variabel hasil penelitian,

dan analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel independen dan variabel

dependen yang saling berhubungan (Notoadmodjo, 2005).

1. Analisa Univariat digunakan untuk mengetahui gambaran variabel

independen dan variabel dependen. Dalam penelitian ini, analisis

univariat dapat memberikan gambaran karakteristik responden (umur,

pendidikan, status pekerjaan), pengetahuan, sikap, norma subyektif,

persepsi kontrol diri dan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan

VCT.

2. Analisa Bivariat yaitu analisa yang dilakukan untuk mengetahui

hubungan variabel independen dan variabel dependen. Dalam

penelitian ini, analisis bivariat digunakan untuk melihat adanya

hubungan antara umur, pendidikan, status pekerjaan, pengetahuan,

sikap, norma subyektif, persepsi kontrol diri dengan niat untuk

memanfaatkan layanan VCT pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat, Kota

Tangerang Selatan. Data penelitian ini merupakan data katagorik

sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-square. Hasil dari uji

chi-square berupa nilai probabilitas (p value). Penelitian ini

menggunakan tingkat kemagnaan () sebesar 0,05 (derajat kepercayaan

95%), sehingga apabila hasil uji chi- square didapatkan nilai p 0,05

maka terdapat hubungan yang signifikan diantara kedua variabel


tersebut. Namun jika nilai p > 0,05 maka dapat dikatakan tidak ada

hubungan signifikan antara kedua variabel tersebut.


BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Analisis Univariat

Analisis Univariat pada penelitian ini dilakukan untuk memberikan

gambaran distribusi frekuensi dari tiap variabel yang diteliti baik dependen

maupun independen.

5.1.1. Gambaran Umur Ibu Hamil

Variabel umur ibu hamil dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi

dua, yaitu dewasa muda dan dewasa. Seorang ibu hamil dimasukkan ke

dalam kategori dewasa muda apabila umur ibu hamil 24 tahun. Sedangkan

masuk dalam katagori dewasa apabila umur ibu hamil > 24 tahun. Distribusi

frekuensi variabel umur ibu hamil dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1.

Distribusi Frekuensi Umur Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas


Ciputat Tahun 2014

Umur N %
Dewasa muda 24 21 27.6
Dewasa > 24 55 72.4
Total 76 100

Berdasarkan umur responden bervariasi dari umur terendah 18

tahun dan tertinggi 44 tahun. Jika dilihat dari tabel 5.1. diketahui dari 76

sampel yang diteliti terlihat 72,4% ibu hamil yang berusia dewasa. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat berusia di atas 24 tahun.

5.1.2. Gambaran Pendidikan Ibu Hamil

Terlihat pendidikan tertinggi ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat adalah tingkat SMA dan pendidikan terendah yaitu SD.Variabel

pendidikan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua, yaitu pendidikan

rendah dan tinggi. Seorang ibu hamil dimasukkan ke dalam kategori

pendidikan rendah apabila ibu hamil berpendidikan SMP/Sederajat.

Sedangkan ibu hamil masuk dalam katagori pendidikan tinggi apabila ibu

hamil berpendidikan SMA. Distribusi frekuensi pendidikan ibu hamil dapat

dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2.

Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Hamil di Wilayah Kerja

Puskesmas Ciputat Tahun 2014

Pendidikan N %

Rendah 25 32.9

Tinggi 51 67.1

Total 76 100

Berdasarkan tabel 5.2. dari 76 sampel yang diteliti terlihat 67,1% ibu

hamil berpendidikan tinggi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat berpendidikan tinggi yaitu

SMA.
5.1.3. Gambaran Status Pekerjaan Ibu Hamil

Berdasarkan status pekerjaan responden terlihat bahwa sebagian besar

ibu hamil berstatus sebagai Ibu Rumah Tangga. Variabel status pekerjaan

dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu tidak bekerja dan

bekerja. Distribusi frekuensi status pekerjaan ibu hamil dapat dilihat pada

tabel 5.3.

Tabel 5.3.

Distribusi Frekuensi Status Pekerjaan Ibu Hamil di Wilayah Kerja


Puskesmas Ciputat Tahun 2014

Status Pekerjaan N %
Tidak bekerja 59 77.6
Bekerja 17 22.4
Total 76 100

Berdasarkan tabel 5.3. terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil tidak

bekerja. Dari 76 sampel yang diteliti terdapat 77,6% ibu hamil yang tidak

bekerja. Artinya sebagian besar ibu hamil berstatus sebagai ibu rumah tangga.

5.1.4. Gambaran Pengetahuan VCT Ibu Hamil

Variabel pengetahuan VCT ibu hamil dalam penelitian ini

dikategorikan dalam pengetahuan kurang dan pengetahuan baik yang dinilai

berdasarkan soal yang diberikan pada responden. Terdapat 10 soal yang tiap

soalnya bernilai 10 poin. Cut of point untuk pengetahuan VCT terdiri dari dua

kelompok, yaitu pengetahuan tentang VCT kurang dan pengetahuan tentang

VCT baik. Responden yang dapat menjawab dengan benar soal lebih dari lima,
atau mendapatkan nilai 60 maka masuk ke dalam kategori memiliki

pengetahuan yang baik, dan responden yang hanya dapat menjawab kurang

dari lima soal dengan benar, atau mendapatkan nilai < 60 maka akan masuk ke

dalam kategori memiliki pengetahuan kurang. Distribusi frekuensi pengetahuan

VCT ibu hamil dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4.

Distribusi Frekuensi Pengetahuan VCT Ibu Hamil di Wilayah Kerja


Puskesmas Ciputat Tahun 2014

Pengetahuan VCT N %
Kurang 70 92.1
Baik 6 7.9
Total 76 100

Berdasarkan tabel 5.4. diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil

memiliki pengetahuan kurang tentang VCT. Dari 76 sampel yang diteliti

terlihat 7,9% ibu hamil yang berpengetahuan baik tentang VCT. artinya

Sebagian besar responden berpengetahuan rendah tentang VCT dalam hal

manfaat VCT, layanan apa saja yang diberikan dari layanan VCT, tahapan

tahapan yang seharusnya dilakukan pasien dalam mengikuti layanan VCT, dan

materi apa yang diberikan dilayanan konseling VCT.

5.1.5. Gambaran Sikap Ibu Hamil

Variabel sikap ibu hamil terhadap VCT dalam penelitian ini

dikategorikan menjadi dua yaitu sikap negatif dan sikap positif. Ibu hamil

dimasukkan kedalam kategori sikap negatif apabila skor sikap < median
sedangkan ibu hamil yang memiliki sikap positif terhadap VCT apabila skor

sikap median. Distribusi frekuensi sikap ibu hamil terhadap VCT dapat

dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5.

Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Hamil Terhadap VCT

di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014

Sikap N %
Negatif 25 32.9
Positif 51 67.1
Total 76 100

Berdasarkan tabel 5.5. terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil

memiliki sikap positif terhadap layanan VCT. Dari 76 sampel yang diteliti

terlihat 67,1% ibu hamil memiliki sikap positif terhadap VCT. Artinya

sebagian besar responden sudah memiliki sikap positif bahwa layanan VCT

bermanfaat untuk mengetahui status HIV pada dirinya untuk mencegah

penularan kepada anak yang dikandungnya.

5.1.6. Gambaran Norma Subyektif Ibu Hamil

Variabel norma subyektif dalam penelitian ini dikategorikan menjadi

dua, yaitu dorongan lemah dan dorongan kuat. Ibu hamil dimasukkan ke

dalam kategori dorongan lemah apabila skor norma subyektif dengan

dorongan lemah < median sedangkan apabila skor median termasuk dalam

kategori norma subyektif memiliki dorongan kuat. Distribusi frekuensi norma

subyektif ibu hamil dapat dilihat pada tabel 5.6.


Tabel 5.6.

Distribusi Frekuensi Norma Subyektif Ibu Hamil

di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014

Norma subyektif N %
Dorongan lemah 36 47.4

Dorongan kuat 40 52.6

Total 76 100

Berdasarkan tabel 5.6. terlihat bahwa ibu hamil yang memiliki

dorongan lemah dan dorongan kuat masih terlihat berimbang. Dari 76 sampel

yang diteliti terlihat 52,6% ibu hamil yang memiliki norma subyektif dengan

dorongan kuat. Artinya responden memiliki norma subyektif berimbang

terhadap pandangan pandangan orang terdekat mengenai VCT memberi

pengaruh pada keputusannya untuk memanfaatkan layanan VCT.

5.1.7. Gambaran Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil

Variabel persepsi kontrol diri dalam penelitian ini dikategorikan ke

dalam dua kategori, yaitu kategori persepsi lemah dan persepsi kuat. Ibu

hamil yang memiliki persepsi lemah apabila skor nilai < median sedangkan

ibu hamil yang dimasukkan ke dalam kategori persepsi kuat apabila skor nilai

median. Distribusi frekuensi persepsi kontrol diri dapat dilihat pada tabel

5.7.
Tabel 5.7.

Distribusi Frekuensi Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil di Wilayah


Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014

Persepsi Kontrol Diri N %


Lemah 32 42.1
Kuat 44 57.9
Total 76 100

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa dari 76 sampel ibu hamil

terlihat bahwa 57,9% ibu hamil memiliki persepsi kontrol diri kuat. Artinya

sebagian responden merasa dirinya mampu untuk memanfaatkan layanan VCT

dan sebaliknya sebagian responden merasa dirinya memiliki hambatan untuk

memanfaatkan layanan VCT. Dalam hal ini hambatan itu bisa berupa takut

akan stigma masyarakat tentang HIV dan ODHA.

5.1.8. Gambaran Niat Ibu Hamil Ibu Hamil

Variabel niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dalam

penelitian ini dikategorikan ke dalam dua kategori yaitu, ibu hamil yang tidak

punya niat dan ibu hamil yang punya niat. Cut of poin untuk niat ibu hamil

memiliki dua kelompok, yaitu ibu hamil yang tidak berniat dan ibu hamil yang

berniat. Seorang ibu hamil yang dimasukkan ke dalam kategori tidak punya

niat apabila skor < 2 sedangkan ibu hamil dengan skor 2 dimasukkan ke

dalam kategori berniat. Distribusi frekuensi niat ibu hamil untuk memanfaatkan

layanan VCT dapat dilihat pada tabel 5.8.


Tabel 5.8.

Distribusi Frekuensi Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan


VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014

Niat Ibu Hamil Untuk


Memanfaatkan Layanan VCT N %

Tidak Berniat 38 50.0


Berniat 38 50.0
Total 76 100

Berdasarkan tabel 5.8. terlihat bahwa ibu hamil yang mempunyai niat

untuk memanfaatkan layanan VCT berimbang antara ibu hamil yang tidak

berniat dengan ibu hamil yang berniat. Dari 76 sampel yang diteliti terlihat

50,0% ibu hamil mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Semakin

kuatnya dorongan dari orang orang terdekat responden maka semakin kuat

persepsi kontrol diri responden sehingga mereka merasa mampu untuk

melakukan layanan VCT. Artinya untuk mencapai hal tersebut didukung

dengan pengetahuan baik responden terhadap layanan VCT maka semakin

besar niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT.

5.2. Analisis Bivariat

Tahap analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen. Analisis bivariat pada

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji chi-square, dimana variabel-

variabel yang diteliti baik variabel independen maupun dependennya

berbentuk data kategorik, sehingga dapat dilihat ada-tidaknya asosiasi antara


dua variabel tersebut. Dikatakan bermakna jika nilai p 0,05 dan tidak

bemakna jika mempunyai nilai p > 0,05.

5.2.1. Hubungan Umur dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan

VCT

Hubungan antara umur dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan

layanan VCT disajikan pada tabel 5.9. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa

dari 21 ibu hamil yang berusia dewasa muda terdapat 57,1% ibu hamil

mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan dari 55 ibu

hamil yang berusia dewasa terdapat 47,3% ibu hamil yang mempunyai niat

untuk memanfaatkan layanan VCT.

Tabel 5.9.

Hubungan Umur dengan Niat Ibu Hamil

Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas


Ciputat Tahun 2014

Umur Niat Total p- OR


Tidak niat Berniat value 95%CI
N % N % N % 0.672
Dewasa 9 42.9 12 57.1 21 100 0.608 (0.244-
muda 1.853)
Dewasa 29 52.7 26 47.3 55 100
Total 38 50.0 38 50.0 76 100

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p-value 0,608 artinya P-

value > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara umur dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan
VCT. Artinya umur tidak mempengaruhi ibu hamil untuk memanfaatkan

layanan VCT.

5.2.2. Hubungan Pendidikan dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan

Layanan VCT

Hubungan antara pendidikan dengan niat ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.10. Dari tabel tersebut

dapat dilihat bahwa responden berpendidikan tinggi mempunyai niat untuk

memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan responden yang

berpendidikan rendah. Dari 25 responden yang berpendidikan rendah terdapat

48,0% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan

dari 51 responden yang memiliki pendidikan tinggi terdapat 51,0% responden

yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT.

Tabel 5.10.

Hubungan Pendidikan dengan Niat Ibu Hamil

Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat Tahun 2014

Pendidikan Niat Total P-value OR


Tidak niat Berniat 95%CI
N % N % N % 1.127
Rendah 13 52.0 12 48.0 25 100 1.000 (0.432-
Tinggi 25 49.0 26 51.0 51 100 2.935)
Total 38 50.0 38 50.0 76 100

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 1 artinya P-value >

0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Artinya

pendidikan responden tidak mempengaruhi terhadap niat untuk memanfaatkan

layanan VCT. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh jenjang pendidikan tertinggi dari

responden yaitu SMA.

5.2.3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan

Layanan VCT

Hubungan antara status pekerjaan dengan niat ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.11. Dari tabel tersebut dapat

dilihat bahwa antara responden yang tidak bekerja dengan bekerja berimbang

mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT. Dari 59 responden yang tidak

bekerja terdapat 50,8% responden mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan

VCT sedangkan dari 17 responden yang bekerja terdapat 47,1% responden

mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT.

Tabel 5.11.

Hubungan Status Pekerjaan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk


Memanfaatkan Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Tahun 2014

Status Niat Total P-value OR


Pekerjaan Tidak niat Berniat 95%CI
N % N % N % 0.859
Tidak 29 49.2 30 50.8 59 100 1.000 (0.292-
bekerja 2.532)
Bekerja 9 52.9 8 47.1 17 100
Total 38 50.0 38 50.0 76 100
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 1 artinya P-

value > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara status pekerjaan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan

layanan VCT. Dalam hal ini status pekerjaan tidak mempengaruhi niat ibu

hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Artinya status pekerjaan bisa juga

dilihat dari jenis pekerjaanya, jenis pekerjaan responden dalam penelitian ini

yaitu pegawai toko.

5.2.4. Hubungan Pengetahuan dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan

Layanan VCT

Hubungan antara pengetahuan dengan niat ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.12. Dari tabel tersebut

dapat dilihat bahwa ibu hamil dengan pengetahuan baik mempunyai niat

untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil dengan

pengetahuan kurang. Dari 70 ibu hamil dengan pengetahuan kurang terdapat

45,7% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan

dari 6 ibu hamil dengan pengetahuan baik terdapat 100% yang mempunyai

niat untuk memanfaatkan layanan VCT.

Tabel 5.12.
Hubungan Pengetahuan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk
Memanfaatkan Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Tahun 2014

Pengetahuan Niat Total P-value OR


95%CI
Tidak niat Berniat 0.467
N % N % N % (0.354-
Kurang 38 54.3 32 45.7 70 100 0.025 0.590)
Baik 0 0.0 6 100.0 6 100
Total 38 50.0 38 50.0 76 100

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 0,025 artinya P-

value > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara pengetahuan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT.

Ibu hamil yang berpengetahuan baik sebesar 0.467 kali untuk berniat untuk

memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang

berpengetahuan buruk.

5.2.5. Hubungan Sikap dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan

VCT

Hubungan antara sikap dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan

layanan VCT disajikan pada tabel 5.13. Dari tabel tersebut dapat dilihat

bahwa ibu hamil yang bersikap positif terhadap layanan VCT mempunyai

niat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang

bersikap negatif terhadap layanan VCT. Dari 25 responden yang memiliki

sikap negatif terhadap layanan VCT terdapat 28,0% yang mempunyai niat

untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan dari 51 responden yang


memiliki sikap positif terhadap layanan VCT terdapat 60,8% yang

mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT.

Tabel 5.13.

Hubungan Sikap Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan

Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014

Sikap Niat Total P-value OR


95%CI
Tidak niat Berniat 3.986
N % N % N % (1.411-
Negatif 18 72.0 7 28.0 25 100 0.015 11.258)
Positif 20 39.2 31 60.8 51 100
Total 38 50.0 38 50.0 76 100

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 0,015 artinya P-

value > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara sikap dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Ibu

hamil yang bersikap positif mempunyai peluang sebesar 3.986 kali untuk

memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang bersikap

negatif.

5.2.6. Hubungan norma subyektif dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan

Layanan VCT

Hubungan antara norma subyektif dengan niat ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.14. Dari tabel tersebut

dapat dilihat bahwa ibu hamil yang memiliki norma subyektif dengan dorongan

kuat terhadap layanan VCT mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan


VCT dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki norma subyektif dengan

dorongan lemah terhadap layanan VCT. Dari 36 responden yang memiliki

norma subyektif dengan dorongan lemah terhadap layanan VCT terdapat

36,1% yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT sedangkan

dari 40 responden yang memiliki norma subyektif dengan dorongan kuat

terhadap layanan VCT terdapat 62,5% yang mempunyai niat untuk

memanfaatkan layanan VCT.

Tabel 5.14.

Hubungan Norma Subyektif Dengan Niat Ibu Hamil Untuk


Memanfaatkan Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Tahun 2014

Norma Niat Total P-value OR


Subyektif 95%CI
Tidak niat Berniat 2.949
N % N % N % (1.159-
Dorongan 23 63.9 13 36.1 36 100 0.039 7.503)
Lemah
Dorongan 15 37.5 25 62.5 40 100
Kuat
Total 38 50.0 38 50.0 76 100

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 0,039 artinya P-

value > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara norma subyektif dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan

VCT. Ibu hamil yang memiliki dorongan norma subyektif kuat mempunyai

peluang sebesar 2.949 kali untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan

dengan ibu hamil yang memiliki dorongan norma subyektif lemah.


5.2.7. Hubungan persepsi kontrol diri dengan Niat Ibu Hamil Untuk

Memanfaatkan Layanan VCT

Hubungan antara persepsi kontrol diri dengan niat ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT disajikan pada tabel 5.15. Dari tabel tersebut

dapat dilihat bahwa ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri kuat

terhadap layanan VCT mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT

dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri lemah

terhadap layanan VCT. Dari 32 responden yang memiliki persepsi kontrol

diri lemah terhadap layanan VCT terdapat 25,0% yang mempunyai niat untuk

memanfaatkan layanan VCT sedangkan dari 44 responden yang memiliki

persepsi kontrol diri kuat terhadap layanan VCT terdapat 68,2% yang

mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT.

Tabel 5.15.

Hubungan Persepsi Kontrol Diri Dengan Niat Ibu Hamil Untuk


Memanfaatkan Layanan VCT Di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Tahun 2014

Persepsi Niat Total P- OR


Kontrol Tidak niat Berniat value 95%CI
Diri N % N % N % 6.429
Lemah 24 75.0 8 25.0 32 100 0.000 (2.316-
Kuat 14 31.8 30 68.2 44 100 17.848)
Total 38 50.0 38 50.0 76 100

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai P-value 0,000 artinya P-

value > 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara persepsi kontrol diri dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT. Ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri kuat mempunyai

peluang 6.429 kali berniat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan

dengan ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri lemah.


BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

Pada setiap penelitian pasti terdapat keterbatasan, begitu juga pada

penelitian ini. Pada penelitian ini, peneliti sadar masih banyak sekali

terdapat kekurangan karena adanya keterbatasan yang dimiliki oleh

peneliti sehingga hal tersebut akan mempengaruhi hasil penelitian. Di

antara keterbatasan tersebut adalah :

1. Keterbatasan dalam mencari literatur sehingga peneliti

menggunakan literatur penelitian dari luar sebagai referensi namun

penelitian dari luar memiliki keterbatasan dalam hal karakteristik

demografi dan budaya yang berkembang. Hal ini memungkinkan

dalam penelitian ini terdapat perbedaan dalam hasil statistik.

2. Pada variabel yang ditanyakan dengan pertanyaan tertutup sehingga

bersifat subjektif dan relative membuat responden memilih jawaban

sesuai keinginannya.

6.2. Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu hasil penelitian dalam

bentuk gambaran deskriptif dan hasil penelitian dari analisis hubungan variabel

independen dengan variabel dependen.

6.2.1. Umur Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT


Menurut Comenius (2005) rentang umur 18-24 tahun adalah

tahapan perkembangan fungsi kemampuan untuk mandiri dan belajar

mengontrol diri, sedangkan kelompok umur di atas 24 tahun merupakan

tahapan ketika intelektual individu mengarahkan perkembangan seluruh

aspek kepribadian menuju kematangan diri.

Menurut Sedioetama (2006) dalam Fauji (2010), umur merupakan

salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi seseorang dalam

menentukan keinginannya untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Umur

berpengaruh terhadap terbentuknya kemampuan, karena kemampuan yang

dimiliki dapat diperoleh melalui pengalaman sehari hari yang didukung

dengan pengetahuan yang dimilikinya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 76 sampel yang diteliti

terdapat 72,4% ibu hamil yang berusia dewasa. Artinya frekuensi ibu

hamil dalam penelitian ini didominasi oleh kelompok umur di atas 25

tahun. Jika dilihat dari umur responden, usia terendah responden hamil

yaitu umur 18 tahun dan usia yang paling tua yaitu 44 tahun. Hal ini

mengindikasikan bahwa ibu hamil lebih didominasi oleh kelompok usia

produktif, yaitu rentang 25 45 tahun (Widoyono, 2008). Dalam

kaitannya dengan usia reproduktif, seseorang yang memiliki usia

reproduktif sangat perlu memperhatikan sistem, fungsi dan proses

produksi yang mereka miliki, karena orang dengan usia reproduktif sangat

membutuhkan layanan kesehatan. Salah satu layanan kesehatan yang

seharusnya didapat ibu hamil yaitu kesehatan reproduksi. Oleh karena itu,
ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat membutuhkan layanan

VCT sebagai upaya pencegahan penularan HIV dari Ibu ke anak.

6.2.2. Pendidikan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT

Pendidikan adalah sebuah proses untuk mengubah sikap dan tata

laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan secara umum adalah

segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik

individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa

yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Saptari, 2013). Pendidikan

formal yang ditempuh seseorang pada dasarnya adalah merupakan suatu

proses menuju kematangan intelektual, untuk itu pendidikan tidak dapat

terlepas dari proses belajar.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu

hamil berpendidikan SMA. Dari 76 sampel yang diteliti terdapat 67,1%

ibu hamil berpendidikan tinggi. Artinya ibu hamil di Wilayah kerja

Puskesmas Ciputat dengan tingkat pendidikan tinggi. Jika dilihat dari hasil

wawancara pendidikan tertinggi ibu hamil didominasi tingkat menengah

atas (SMA). Hal ini terlihat bahwa tingkat pendidikan ibu hamil sebanding

dengan usia yang dimilikina didominasi oleh kelompok usia dewasa.

Pendidikan mempunyai peranan dalam menurunkan penularan

HIV, seperti yang dilaporkan oleeh beberapa penelitain berikut Walque,

Nakiying Miiro, Bosingye, dan Whitworth (2005) dalam Roza (2013)

yang melakukan studi kohort retrospektif antara tahun 1990 2000,


melaporkan bahwa pada tahun 1989 1990 risiko terinfeksi HIV lebih

besar pada mereka yang berpendidikan lebih tinggi, namun akhirnya

menurun pada tahun 1999 2000. Studi ini menunjukkan bahwa

penurunan itu terjadi karena mereka yang berpendidikan lebih banyak

terpapar dengan informasi terkait HIV (cara penularan dan pencegah),

termasuk bagaimana melakukan hubungan seks yang aman.

Artinya tingkat pendidikan seseorang mendukung niat seseorang

untuk melakukan upaya penularan dan pencegahan terhadap HIV/AIDS.

Hal ini sejalan dengan Setiawan (2011), seseorang dengan tingkat

pendidikan yang semakin tinggi, maka tingkat pemanfaatan klinik VCT

akan semakin baik, begitupun sebaliknya, semakin rendah tingkat

pendidikan seseorang, semakin rendah pula tingkat pemanfaatan layanan

VCT-nya. Sehingga disimpulkan bahwa tingkat pendidikan secara tidak

langsung mempengaruhi pengetahuan seseorang. Oleh karena itu,

pendidikan yang semakin tinggi maka tingkat pemanfaatan layanan VCT

akan semakin tinggi.

6.2.3. Status Pekerjaan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT

Bekerja adalah salah satu upaya untuk mendapatkan pamasukan,

sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan.

Tingkat kesejahteraan yang baik dapat meningkatkan akses seseorang ke

layanan kesehatan untuk menjaga status kesehatannya agar tetap baik

(Indriyani, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa sebagian besar ibu

hamil tidak bekerja atau ibu rumah tangga. Dari 76 sampel yang diteliti

terdapat 77,6% ibu hamil berstatus sebagai ibu rumah tangga atau tidak

bekerja dan 22,4% ibu hamil yang bekerja. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa mayoritas ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat dengan

tingkat ekonomi rendah. Sehingga sebagian besar responden menyatakan

bahwa mereka tidak tahu apakah perilakunya dapat berisiko untuk

terinfeksi HIV/AIDS. Hal ini sejalan dengan Maulana (2009), menyatakan

bahwa variabel struktural yang salah satu di antaranya merupakan

pengalaman yang dimiliki individu, termasuk pengalaman pekerjaan

(riwayat pekerjaan) dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap

kesehatannya. Dengan demikian, kerentanan terhadap HIV/AIDS yang

dirasakan orang risiko tinggi yang memanfaatkan VCT dapat dipengaruhi

oleh riwayat pekerjaan yang dimiliki.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (2011),

menyatakan bahwa individu yang memiliki riwayat pekerjaan yang jelas

berisiko terinfeksi HIV/AIDS mungkin akan lebih mudah memotivasi

dirinya untuk memanfaatkan VCT karena ia menyadari bahaya yang akan

dialami sedangkan individu yang beranggapan bahwa dirinya tidak

berisiko, kemungkinan tidak akan melakukan VCT. Hal ini secara tidak

langsung dapat memperluas penularan HIV/AIDS karena individu yang

menganggap bahwa dirinya tidak memiliki pekerjaan yang berisiko

cenderung untuk tidak melakukan VCT. Adanya anggapan tersebut dapat


menyebabkan individu tidak menyadari bahwa dirinya telah tertular

HIV/AIDS.

6.2.4. Pengetahuan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya). Pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Ermarini (2013), pengetahuan VCT yang sangat umum untuk

diketahui diantaranya berupa pengetahuan tentang pengertian VCT, tujuan

dan manfaat VCT, serta dimana layanan VCT dapat di akses. Seseorang

yang memiliki pengetahuan VCT rendah cenderung tidak mempunyai niat

untuk memanfaatkan layanan VCT.

Dalam penelitian ini, pengetahuan VCT yang ditanyakan kepada

responden adalah pertanyaan pertanyaan terkait tujuan dan manfaat VCT

yang diambil dari penelitian terdahulu yang telah dimodifikasi serta diuji

kevalidan datanya. Pertanyaan terdiri dari 11 soal dan bagi responden yang

mampu menjawab menimal enam soal akan dimasukkan ke dalam kategori

berpengetahuan baik. Berdasarkan tabel 5.4. diketahui bahwa sebagian

besar ibu hamil memiliki pengetahuan kurang tentang layanan VCT. Dari

76 sampel yang diteliti terdapat 92,1% ibu hamil yang berpengetahuan

rendah tentang VCT. artinya ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat berpengetahuan rendah tentang layanan VCT.


Berdasarkan hasil tabulasi silang, didapatkan bahwa responden

yang mempunyai pengetahuan baik 100% mempunyai niat untuk

memanfaatkan layanan VCT dibandingkan dengan responden yang

mempunyai pengetahuan kurang 45,7% mempunyai niat untuk

memanfaatkan layanan VCT. Hal ini sejalan dengan penelitian Sumarlin

(2013), yang menyatakan ada pengaruh pengetahuan terhadap perubahan

perilaku pada pasien HIV/AIDS. Pengetahuan baik lebih besar

kemungkinan untuk melakukan perubahan perilaku dengan persentase

(65,7%) dan berpengetahuan rendah (13,2%). Didukung pula dengan

penjelasan menurut Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan merupakan

strategi perubahan perilaku yang penting untuk menimbulkan kesadaran

dan akhirnya berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

Berdasarkan teori adaptasi, apabila seseorang memiliki tingkat

pengetahuan yang baik setidaknya dapat mendorong untuk mempunyai

sikap dan perilaku yang baik pula.

Sedangkan menurut WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2005)

bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku karena adanya 4

alasan pokok yaitu pemikiran dan perasaan, acuan dan referensi dari

seseorang, sumber daya, dan sosio budaya. Bentuk dari pemikiran dan

perasaan salah satunya adalah pengetahuan. Seseorang akan berperilaku

didasarkan beberapa pertimbangan yang diperoleh dari tingkat

pengetahuannya.

Menurut Maslow (1984) dalam Cicio (2006) juga menyatakan

bahwa individu lebih menyukai sesuatu yang dikenal atau diketahuinya


terlebih dahulu dari pada yang belum ia kenal atau diketahuinya. Hal ini

juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cicio (2006) hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar informan yang ditelitinya

tidak memanfaatkan layanan VCT dikarenakan mereka tidak tahu apa itu

VCT dan untuk apa layanan VCT. Sehingga disimpulkan ketertarikan

seseorang terhadap layanan VCT dilatarbelakangi oleh pengetahuan

seseorang tentang layanan VCT.

6.2.5. Sikap Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT

Sikap merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka

atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap

objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap dapat menggambarkan suka atau tidak

suka seseorang terhadap objek. Biasanya sikap diperoleh dari pengalaman

sendiri atau orang lain yang paling dekat.

Dalam penelitian ini, sikap ditanyakan dalam kuisioner dengan

skala 4 likert yang diambil dari penelitian terdahulu dan dimodifikasi serta

telah diuji kevalidan datanya. Pertanyaan sikap terdiri dari 5 soal apabila

responden menjawab sangat tidak setuju diberi dengan skor 1 sampai

dengan sangat setuju diberi skor 4, responden yang mampu menjawab

dengan nilai skor median akan dimasukkan ke dalam kategori sikap

positif terhadap VCT. Jika dilihat dari tabel 5.5. terlihat bahwa sebagian

besar ibu hamil memiliki sikap positif terhadap layanan VCT. Dari 76
sampel yang diteliti terdapat 32,9% ibu hamil memiliki sikap negatif

terhadap VCT dan 67,1% ibu hamil memiliki sikap positif terhadap VCT.

Berdasarkan hasil tabulasi silang, didapatkan bahwa responden

dengan sikap positif mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT

60,8% sebaliknya 28,0% responden dengan sikap negatif mempunyai niat

untuk melakukan VCT. Menurut hasil penelitian untuk dua pertanyaan

status HIV dapat diketahui dengan cara mengunjunginya dan manfaat

VCT dapat diketahui dengan cara mengunjunginya responden cenderung

menjawab setuju. Hal ini menunjukkan bahwa responden bersikap positif

terhadap layanan VCT. Namun, maih ada responden yang bersikap negatig

terhadap layanan VCT. Hal ini terlihat dari pertanyaan saya perlu

layanan VCT meskipun saya tidak merasakan sakit responden cenderung

menjawab tidak setuju. Pernyataan ini didukung juga dengan hasil

univariat terlihat bahwa 32,9% ibu hamil bersikap negatif terhadap

layanan VCT.

Artinya sikap negatif ibu hamil terhadap layanan VCT secara tidak

langsung dipengaruhi oleh pengetahuan ibu hamil tentang layanan VCT.

Menurut Ajzen (1991), faktor latar belakang (background factors), seperti

usia jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat

kepribadian, dan pengetahuan mempengaruhi sikap dan perilaku individu

terhadap sesuatu hal. Hal ini sejalan dengan karakteristik responden

mayoritas responden berstatus sebagai ibu rumah tangga dengan

pengetahuan buruk tentang layanan VCT, secara tidak langsung kedua


faktor tersebut mempengaruhi responden untuk bersikap negatif terhadap

VCT.

6.2.6. Norma Subyektif Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT

Norma subjektif (subjective norm) adalah persepsi atau

pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang

akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan

suatu perilaku (Ajzen, 1991). Norma subjektif merupakan fungsi dari

harapan yang dipersepsikan individu dimana satu atau lebih orang di

sekitarnya (misalnya, saudara, teman sejawat) menyetujui perilaku

tertentu dan memotivasi individu tersebut untuk mematuhi mereka

(Ajzen, 1991).

Dalam penelitian ini, norma subyektif ditanyakan dalam bentuk

kuisioner dengan skala 4 likert yang diambil dari penelitian terdahulu yang

telah dimodifikasi dan diuji kevalidan datanya. Pertanyaan dalam

kuisioner ini terdiri dari 7 soal apabila responden menjawab sangat tidak

setuju diberi skor 1 sampai dengan sangat setuju diberi skor 4, responden

yang mampu menjawab median akan dimasukkan ke dalam kategori

dorongan kuat.

Menurut hasil penelitian terlihat bahwa ibu hamil yang memiliki

dorongan lemah dan dorongan kuat seimbang. Dari 76 sampel yang diteliti

terdapat 47,4% ibu hamil yang memiliki norma subyektif dengan

dorongan lemah dan 52,6% ibu hamil yang memiliki norma subyektif

dengan dorongan kuat. Dari beberapa pertanyaan yang menanyakan


seberapa pentingkah pandangan dari orang terdekat akan memberi

pengaruh pada keputusan responden untuk memanfaatkan layanan VCT

responden cenderung menjawab penting mengenai keputusan keluarga dan

tenaga kesehatan. Dan sebaliknya untuk pertanyaan mengenai keputusan

teman responden cenderung menjawab kurang penting. Artinya keputusan

responden untuk berniat memanfaatkan layanan VCT akan dapat

berpengaruh jika keluarga dan petugas kesehatan bersikap positif terhadap

layanan VCT. Hasil yang sama dilakukan oleh Swanson et al (2006)

dalam Saptari (2013), pengaruh sosial sangat berpengaruh kepada

keputusan individu untuk mendukung atau melakukan suatu perilaku

tertentu. Penelitian ini sejalan dengan Nurlina (2009), faktor dukungan

orang terdekat mempengaruhi individu untuk memanfaatkan layanan

VCT. Menurut Rogers (1971), seseorang melewati tahap pengetahun,

persepsi, pengambilam keputusan, dan tahap akhir yaitu konfirmasi,

ditahap inilah individu akan mulai mencari dukungan atau tanggapan

positif dari orang terdekat yang kemungkinan besar akan merubah

perilakunya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin responden percaya

bahwa orang orang terdekatnya berpendapat ia tidak perlu

memanfaatkan layanan VCT, maka responden cenderung tidak

memanfaatkan layanan VCT. Norma subyektif responden kemungkinan

besar akan berpengaruh pada niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT

jika sebelumnya responden mempunyai pengalaman dari orang terdekat.


6.2.7. Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT

Menurut Saptari (2013) persepsi kontrol diri seseorang

dikatagorikan menjadi persepsi kontrol diri lemah dan kuat. Hasil dari

penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki

persepsi kontrol diri yang kuat akan lebih bersikap positif. Persepsi kontrol

diri berhubungan signifikan dengan niat seseorang dalam melakukan suatu

tindakan tertentu.

Dalam penelitian ini, persepsi kontrol diri (perilaku) ditanyakan

dalam kuisioner skala 4 likert yang diambil dari penelitian terdahulu yang

sudah dimodifikasi dan diuji kevalidan datanya. Pertanyan persepsi

kontrol perilaku terdiri dari 5 soal apabila responden menjawab sangat

tidak setuju diberi skor 1 sampai dengan sangat setuju diberi skor 4,

responden yang mampu menjawab median dimaukkan ke dalam kategori

persepsi kontrol kuat.

Hasil univariat terlihat bahwa dari 76 sampel ibu hamil yang

memiliki persepsi kontrol diri lemah sebanyak 42,1% sedangkan sebanyak

57,9% ibu hamil memiliki persepsi kontrol diri kuat. Artinya berimbang

antara responden dengan proporsi persepsi kontrol diri kuat dan

sebaliknya. Responden cenderung setuju jika keputusan untuk

memanfaatkan layanan VCT merupakan keinginan dari dirinya sendiri.

Selain itu, sebagian responden juga merasa yakin akan mengikuti semua

proses tahapan VCT jika hasil tes dinyatakan HIV. Artinya pada penelitian

ini 57,9% responden mempunyai keyakinan diri untuk memanfaatkan


layanan VCT dan yakin terhadap dirinya akan mampu mengikuti semua

proses tahapan VCT jika dinyatakan HIV.

6.2.8. Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT

Niat merupakan naluri yang timbul dalam diri, untuk melakukan

suatu tindakan (Putri, 2009). Niat juga bisa dikatakan sebagai

kecenderungan seseorang untuk memilih, melakukan atau tidak melakukan

suatu perilaku. Menurut Fishbein dan Azjen (1991) niat berperilaku dapat

memprediksi tentang bagaimana seseorang bertingkah laku dalam situasi

tertentu. Niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan kesehatan dibagi

menjadi dua yaitu berniat dan tidak berniat. Ibu hamil dikatakan

berniat apabila menjawab ya pada dua pertanyaan di akhir kusioner

bagian D.

Dalam penelitian ini, niat ditanyakan dalam bentuk kuisioner yang

diambil dari penelitian terdahulu yang sudah dimodifikasi dan diuji

kevalidan datanya. Pertanyaan niat terdiri dari 8 soal apabila responden

mampu menjawab soal 2 akan dimasukkan dalam kategori berniat untuk

melakukan VCT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berimbang antara

ibu hamil yang mempunyai niat untuk memanfaatkan layanan VCT dan

yang tidak berniat untuk memanfaatkan layanan VCT. Dari 76 sampel

yang diteliti terdapat 50,0% ibu hamil yang tidak mempunyai niat untuk

memanfaatkan layanan VCT dan 50,0% ibu hamil yang mempunyai niat

untuk memanfaatkan layanan VCT. Proporsi niat ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT dalam penelitian ini lebih rendah jika


dibandingkan dengan penelitian Finsa (2013), tetapi hasil yang sama jika

dibandingkan dengan penelitian Titi (2012). Dari hasil penelitian Finsa

mendapati proporsi niat untuk memanfaatkan layanan VCT pada

kelompok ibu hamil di RS Soewandhi adalah 62%. Pada penelitian Titi

menemukan proporsi ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT sebesar

51,1%.

Dalam theory of planned behavior (Ajzen, 2005), niat seseorang

dipengaruhi oleh 3 faktor dominan yaitu sikap, norma subyektif, dan

persepsi kontrol diri. Selain itu, pengetahuan juga secara tidak langsung

berperan penting karena dapat mempengaruhi ketiga faktor tersebut. Jika

dilihat dari hasil penelitian Finsa (2013), menjelaskan bahwa niat ibu

hamil untuk memanfaatkan layanan VCT sangat dipengaruhi oleh

pengetahuan ibu hamil tentang HIV/AIDS. Hasil yang sama juga

dilakukan oleh Titi (2012), niat ibu hamil dalam memanfaatkan layanan

VCT adalah faktor pengetahuan. Kemudian disusul dengan faktor persepsi

kerentanan, persepsi halangan, persepsi manfaat,isyarat bertindak, akses

informasi, dukungan suami, dukungan bidan dan dukungan kader.

Berdasarkan penelitian yang sedang dilakukan Ilmiyah (2014),

secara umum faktor yang mempengaruhi individu untuk memanfaatkan

layanan VCT adalah diskriminasi yang timbul dari masyarakat tentang

HIV. Sebagian besar individu yang sudah diberikan penyuluhan masih

membutuhkan waktu untuk meyakinkan dirinya bahwa VCT bermanfaat

bagi dirinya. Hal ini sejalan dengan Nurlina (2009), sebagian besar

responden yang tidak memanfaatkan layanan VCT dipengaruhi oleh takut


akan hasil yang diperoleh setelah tes, tidak mengetahui adanya layanan

VCT, dan dukungan dari orang terdekat yang kurang baik terhadap VCT.

Dalam penelitian ini 50% ibu hamil sudah mempunyai niat untuk

memanfaatkan layanan VCT. Hasil penelitian ini Ibu hamil memiliki

pengetahuan rendah tentang VCT, hal ini secara tidak langsung

mempengaruhi niat ibu untuk memanfaatkan layanan VCT. Artinya ada

hubungan antara rendahnya pengetahuan ibu hamil dengan minimnya

sosialisasi yang dilakukan petugas kesehatan di Puskesmas Ciputat.

6.3. Hubungan Antara Faktor Penyebab Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan

Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat dipengaruhi oleh faktor penyebab yang diteliti dalam penelitian ini

meliputi : karaktristik demografi responden, pengetahuan tentang VCT, sikap,

norma subyektif, dan persepsi kontrol diri. Masing masing variabel

dijelaskan dalam pembahasan dibawah ini.

6.3.1. Hubungan Umur Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Menurut Kwong et al (2003), yang menemukan bahwa umur

seseorang secara signifikan berpengaruh terhadap niat untuk menentukan

suatu keinginan. Hasil yang sama didapat oleh Hurlock (2008) dalam Fauji

(2010) menyatakan bahwa seseorang yang masuk dalam kategori usia

muda cenderung bertindak sesuai dengan keinginan diri sendiri dan

sebaliknya. Kemudian diperjelas oleh World Health Organization (WHO),


batasan umur remaja adalah rentang dari 12 24 tahun. Umur yang muda

menyebabkan mereka belum memikirkan efek dari suatu penyakit,

sehingga mereka belum berfikir kondisi lain setelah mereka dinyatakan

sakit.

Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu

hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori umur dewasa

muda adalah 57,1% dan proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan

layanan VCT dengan kategori umur dewasa adalah 47,3%. Sehingga

disimpulkan bahwa berimbang antara ibu hamil dengan usia muda dan

usia dewasa dengan niatnya untuk memanfaatkan layanan kesehatan.

Namun menurut Andersen (1995), umur merupakan salah satu faktor yang

bisa mempengaruhi seseorang untuk memanfaatkan layanan kesehatan.

Dari hasil univariat didapatkan bahwa penelitian ini, didominasi oleh

kelompok umur di atas 25 tahun yaitu umur dewasa. Padahal menurut

penelitian Ermarini (2013), semakin tua umur seseorang maka semakin

mempengaruhi pemikiran mereka terhadap tindakan apa yang harus

dilakukan untuk melindungi dirinya dari ancaman penyakit. Artinya, umur

mempengaruhi tindakan seseorang dalam menyelesaikan masalah. Hal ini

didukung oleh Hurlock (1980), sekitar awal atau pertengahan umur tiga

puluh tahun kebanyakan orang dewasa telah mampu memecahkan masalah

yang dihadapi secara emosional menjadi stabil dan tenang.

Hasil uji statistik disimpulkan bahwa pada alpha 5% tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara umur dengan niat ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun


2014. Jika dilihat dari hasil analisis bivariat terlihat bahwa umur seseorang

tidak mempengaruhi orang tersebut untuk bertindak atau berprilaku sesuai

dengan kategori usianya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Fauji (2010) yang menyatakan bahwa umur seseorang tidak ada

hubungannya dengan pemanfaatan layanan kesehatan. Faktor lain yang

mendukung seseorang untuk memanfaatkan layanan VCT seperti

lingkungan. Dimana orang tersebut tinggal maka budaya yang

berkembang dapat mempengaruhi pengetahuan yang dia miliki. Sebagai

asumsi bahwa umur seseorang belum tentu mempengaruhi tindakan

seseorang untuk memanfaatkan layanan kesehatan khususnya VCT. Hal

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwaningsih (2011)

dari hasil penelitian didapatkan bahwa umur tidak mempengaruhi

seseorang untuk memanfaatkan layanan VCT, ada faktor lain yang secara

tidak langsung mempengaruhi seseorang untuk memanfaatkan layanan

VCT seperti persepsi kerentanan tentang HIV/AIDS.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Suliatiadi (2000) yang menyatakan bahwa seseorang dengan usia lebih

muda frekuensi dalam pemanfaatan layanan kesehatan lebih banyak

dibandingkan dengan usia lebih tua. Hasil yang sama dari penelitian

Ermarini (2013), berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa ada

hubungan bermakna antara umur 30 tahun dengan pemanfaatan layanan

VCT. Umur yang muda menyebabkan mereka belum memikirkan efek

dari penyakit HIV yang menyebabkan daya tahan menurun, dikarenakan

masa terjadi transmisi dan penjalaran penularan virus pada kurun waktu 5
10 tahun. Penelitian Ermarini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Saptari (2012) yang menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang maka

kecenderungan untuk melakukan pemeriksaan juga semakin besar. Dari

kedua penelitian ini diasumsikan bahwa semakin dewasa umur seseorang

membuatnya lebih berfikir untuk memanfaatkan layanan kesehatan.

Jika dilihat dari uraian tersebut, maka disimpulkan bahwa umur

akan berpengaruh terhadap tindakan seseorang untuk memanfaatkan

layanan kesehatan yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh

lingkungan tempat tinggal. Selain itu, perbedaan hasil penelitian ini

dengan penelitian yang dilakukan Ermarini dan Saptari yaitu pada jenis

sampel dan karakteristik responden. Pada penelitian ini, umur terendah

yaitu 18 tahun dan tertinggi 44 tahun sedangkan pada penelitian

sebelumnya umur terendah 16 tahun dan tertinggi 51 tahun . Selain itu,

penelitian sebelumnya mengelompokkan umur responden menjadi dua

yaitu dibawah 30 tahun dan di atas 30 tahun. Sehingga mempengaruhi

hasil statistik yang dilakukan.

Menurut Simanjuntak (2010), umur yang paling beresiko terhadap

penyebaran HIV/AIDS adalah rentang umur 25 34 tahun, 15 24 tahun,

dan 35 44 tahun. Jika dilihat dari rentang umur yang paling beresiko

terhadap penularan HIV/AIDS adalah usia remaja dan usia produktif. Usia

remaja identik dengan semangat bergelora, terjadinya peningkatan libido.

Kemudian disusul dengan faktor lingkungan remaja yang mempengaruhi

perilaku remaja (Tanjung, 2004). Maka intervensi yang sebaiknya

dilakukan pada penelitian ini diberikannya pengetahuan yang baik tentang


manfaat VCT. Ibu hamil yang memiliki pengetahuan baik tentang VCT

dapat merubah pola pikir mereka untuk bertindak sesuai dengan

pengetahuaanya. Diasumsikan yaitu seseorang yang mengetahui

kerentanan penyakit HIV/AIDS pada kelompok usia produktif meskipun

tidak memiliki pengalaman beresiko HIV/AIDS, cenderung bersikap

positif untuk memanfaatkan layanan VCT.

6.3.2. Hubungan Pendidikan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan

VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan

untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat

sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.

Menurut Notoatmodjo (2003) berpendapat bahwa pendidikan merupakan

upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang

kondusif.

Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu

hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori pendidikan

rendah adalah 48,0% dan proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan

layanan VCT dengan kategori pendidikan tinggi adalah 51,0%. Semakin

tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan akan semakin baik. Hal ini

dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa ibu hamil dengan pendidikan

tinggi proporsi untuk melakukan VCT lebih banyak dibandingkan dengan

ibu hamil yang berpendidikan rendah. Pada penelitian lain oleh Ermarini
(2013), mendapatkan hasil yang serupa yaitu responden dengan

pendidikan tinggi 67,3% cenderung memanfaatkan pelayanan VCT.

Akan tetapi, dari hasil uji statistik tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara pendidikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan

layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014. Penelitian

ini didukung dengan Ermarini (2013), tingkat pendidikan seseorang tidak

berpengaruh terhadap pemanfaatan layanan VCT. Sejalan dengan

penelitian Jilia (2013), bahwa tingkat pendidikan seseorang tidak

berpengaruh terhadap upaya pencegahan tentang HIV/AIDS ada faktor

pendukung yang secara tidak langsung mempengaruhi yaitu jenjang

pendidikan dan status pekerjaan.

Namun, menurut Sumarlin (2013), pendidikan memiliki pengaruh

terhadap perilaku seseorang untuk memanfaatkan layanan kesehatan.

Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang

baik dalam merespon pelayanan kesehatan. Hal ini diperjelas, menurut

Notoatmodjo (2003), pendidikan merupakah salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Tingginya pendidikan seseorang

secara tidak langsung mempengaruhi pengetahuan yang dimilikinya.

Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan pengetahuan yang rendah

pula mengenai HIV/AIDS sehingga dimungkinkan lebih rentan menderita

HIV/AIDS akibat ketidaktahuan mengenai faktor resiko penularan HIV

(Sumarlin, 2013). Hal ini diperjelas oleh Aggleton (1999) dalam Anggia

(2013), pendidikan yang kurang menjadi penghambat seseorang dalam

merespon pentingnya pengetahuan HIV serta pemanfaatan pencegahannya.


Orang dengan pendidikan yang tinggi cenderung memiliki pengetahuan

yang lebih baik dalam mengenali penyakit tertentu sehingga

memungkinkan seseorang dengan pendidikan tinggi lebih cepat merespon

pelayanan VCT.

Berdasarkan penelitian Purwaningsih (2011), mendapatkan hasil

yang sama bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu variabel yang

tidak begitu mempengaruhi seseorang untuk memanfaatkan layanan VCT.

Kejadian ini secara tidak langsung disebabkan juga oleh masih kurangnya

pengetahuan VCT pada kelompok orang yang berpendidikan tinggi seperti

tujuan VCT, manfaat VCT, dan akses layanan VCT. Tingkat Pendidikan

seseorang relevansinya akan mempengaruhi dalam memahami suatu

informasi atau pengetahuan yang diperolehnya. Sebagai asumsi bahwa

berpendidikan tinggi belum tentu memiliki pengetahuan yang baik terkait

VCT, karena secara tidak langsung pengetahuan dapat didukung oleh

faktor lingkungan seperti dorongan dan motivasi dari orang terdekat.

Jika dilihat dari urain diatas, secara tidak langsung jenjang

pendidikan tertinggi akan berpengaruh pada keputusan seseorang untuk

memanfaatkan layanan kesehatan. Seseorang dengan jenjang pendidikan

yang semakin tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih baik. Selain

jenjang pendidikan, faktor pendukung dan motivasi dari orang terdekat

juga mempengaruhi niat seseorang dalam memanfaatkan layanan VCT.

Hal ini sejalan dengan Setiawan, (2011) tingkat pendidikan seseorang

memiliki hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan klinik VCT.

Seseorang dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka tingkat


pemanfaatan klinik VCT akan semakin baik, begitupun sebaliknya,

semakin rendah tingkat pendidikan seseorang, semakin rendah pula tingkat

pemanfaatan layanan VCT-nya. Perbedaan hasil penelitian ini dengan

penelitian yang dilakukan Sumarlin dan Aggleton yaitu pada jenjang

pendidikan yang ditempuh oleh responden, pada penelitian ini jenjang

pendidikan tidak bervariasi, pendidikan ibu hamil didominasi oleh tingkat

SMA. Sedangkan pada penelitian sebelumnya tingkat pendidikan

responden terlihat bervariasi dari SD sampai perguruan tinggi dan tidak

didominasi.

Oleh karena itu, hal ini menjadi permasalahan yang dimiliki oleh

instansi terkait bahwa untuk meningkatkan perilaku ibu hamil dalam

memanfaatkan layanan VCT didukung dengan upaya upaya penyebaran

informasi terhadap pencegahan HIV/AIDS. Biasanya semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang akan lebih mudah menangkap dan

memahami infromasi yang didapat. Sehingga sosialisasi yang dilakukan

sebaiknya mempertimbangkan media komunikasi yang dipakai, informasi

yang akan disampaikan disesuaikan dengan tingkat pendidikan masyarakat

di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.

6.3.3. Hubungan Status Pekerjaan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan

Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Bekerja adalah salah satu upaya untuk mendapatkan pamasukan,

sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan.

Tingkat kesejahteraan yang baik dapat meningkatkan akses seseorang ke


layanan kesehatan untuk menjaga status kesehatannya agar tetap baik

(Indriyani, 2012).

Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu

hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori ibu yang tidak

bekerja adalah 50,8% dan proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan

layanan VCT dengan kategori ibu yang bekerja adalah 47,1%. Sehingga

disimpulkan bahwa ibu hamil yang tidak bekerja dengan ibu hamil yang

bekerja berimbang dengan niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT. Hal

ini didukung oleh tingkat pendidikan ibu hamil dengan status pekerjaan

yang dimiliki. Sebagian besar ibu hamil yang tidak bekerja memiliki

pendidikan yang sama dengan ibu hamil yang bekerja. Selain itu, status

pekerjaan yang dimiliki oleh ibu hamil mayoritas adalah pegawai toko.

Dari hasil uji statistik status disimpulkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan niat ibu hamil

untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

tahun 2014. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fauji (2010), status

pekerjaan ibu dengan pemanfaatan layanan kesehatan tidak memiliki

hubungan yang bermakna. Hal ini dipengaruhi faktor lain, yaitu tingkat

pendidikan. Asumsinya bahwa status pekerjaan dapat berpengaruh dengan

tindakan seseorang dalam pemanfaatan layanan kesehatan apabila orang

yang bekerja memiliki pengetahuan yang lebih baik dari orang yang tidak

bekerja.
Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Khairrurahmi (2009), yang menyebutkan bahwa status

pekerjaan memiliki hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan klinik

VCT. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Su-Rin Shin et al

(2005), mayoritas pengunjung klinik VCT berstatus sebagai pekerja, dan

sangat sedikit sekali yang berstatus sebagai pengangguran. Sama halnya

dengan Jilia (2013), bahwa ada hubungan bermakna antara pekerjaan

dengan upaya pencegahan HIV/AIDS. Status pekerjaan memiliki

hubungan yang bermakna dengan perilaku seseorang dalam memanfaatkan

layanan kesehatan apabila dilihat dari jenis pekerjaannya.

Dalam penelitian ini terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil tidak

bekerja dan berstatus sebagai ibu rumah tangga. Namun sebagian besar ibu

hamil yang bekerja merupakan pegawai toko di daerah pasar Ciputat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Khairrurahmi dan Jilia yaitu pada sampel penelitian,

penelitian ini sampel pada semua ibu hamil sedangkan pada penelitian

sebelumnya pada kelompok wanita pekerja seksual. Artinya jenis

pekerjaan seseorang yang secara tidak langsung mempengaruhi bahwa

status pekerjaan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan niatnya

untuk memanfaatkan layanan VCT. Hal ini sejalan dengan penelitian

Gunawan (2011), bahwa orang dengan jenis pekerjaan yang tidak menetap

dirumah atau lokasi tempat kerja di luar kota cenderung mempunyai risiko

cukup tinggi untuk tertular dan menularkan HIV/AIDS mengingat

karakteristik dan sifat pekerjaan mereka. Sehingga disimpulkan bahwa


seseorang dengan jenis pekerjaan yang cenderung bersiko akan

mempengaruhi niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT.

6.3.4. Hubungan Pengetahuan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan

VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian

ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Sedangkan menurut WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2005) bahwa yang

menyebabkan seseorang itu berperilaku karena adanya 4 alasan pokok

yaitu pemikiran dan perasaan, acuan dan referensi dari seseorang, sumber

daya, dan sosio budaya. Bentuk dari pemikiran dan perasaan salah satunya

adalah pengetahuan. Seseorang akan berperilaku didasarkan beberapa

pertimbangan yang diperoleh dari tingkat pengetahuannya.

Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu

hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori pengetahuan

buruk adalah 45,7% dan proporsi niat ibu hamil untuk memanfaatkan

layanan VCT dengan kategori pengetahuan baik adalah 100%. Hasil

penelitian ini didukung oleh penelitian Sumarlin (2013) bahwa perubahan

perilaku didukung dengan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.

Didukung pula dengan penjelasan menurut Notoatmodjo (2007) bahwa

pengetahuan merupakan strategi perubahan perilaku yang penting untuk


menimbulkan kesadaran dan akhirnya berperilaku sesuai dengan

pengetahuan yang dimilikinya.

Hasil uji statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan

layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014. Hal ini

sejalan dengan Purwaningsih (2011), faktor pengetahuan mempengaruhi

keseriusan yang dirasakan orang risiko tinggi terhadap HIV/AIDS untuk

melakukan upaya pencegahannya dalam hal ini memanfaatkan layanan

VCT. Orang risiko tinggi yang memiliki pengetahuan tinggi tentang

HIV/AIDS akan merasakan keseriusan yang sangat kuat terhadap

HIV/AIDS sehingga dengan keseriusan yang dirasakannya, orang risiko

tinggi tersebut akan terdorong untuk melakukan VCT. Hal yang sama

dilakukan Pusponegoro et al (2013), terjadinya peningkatan minat

responden untuk memanfaatkan layanan kesehatan setelah dilakukannya

intervensi. Pengetahuan responden sangat rendah terkait VCT hanya 4%, setelah di

intervensi pengetahuan meningkat menjadi 52%. Dengan meningkatnya pengetahuan

responden terkait VCT memberi efek terhadap minat responden untuk memanfaatkan

layanan VCT.

Perubahan perilaku didukung oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki

seseorang. Seorang ODHA yang mempunyai pengetahuan yang baik

tentang HIV/AIDS, kemudian mengubah perilakunya untuk berperilaku

agar mencegah terjadi peningkatan kasus HIV/AIDS. Dengan pengetahuan

tersebut diharapkan pasien HIV/AIDS melakukan perubahan perilaku

dalam hal mencegah penularan HIV/AIDS. Hal ini sejalan dengan


Anggipita (2010) dalam Sumarlin (2013), ada hubungan yang signifikan

antara pengetahuan dengan kepatuhan ARV. Begitu juga dengan ibu hamil

yang memiliki pengetahuan baik tentang manfaat VCT untuk bayi yang

dikandungnya, akan berperilaku untuk mencegah penularan HIV/AIDS

dari dirinya kepada bayi yang dikandungnya. Hal ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan Wijayanti et al (2013) menyatakan pengetahuan

yang tinggi tentang VCT mempengaruhi minat seseorang untuk

memanfaatkan layanan VCT.

Berdasarkan wawancara dengan petugas kesehatan di Puskesmas

Ciputat layanan VCT merupakan program baru yang dilaksanakan

terhitung awal bulan di tahun 2014. Sehingga dari hasil pengumpulan data

yang dilakukan kepada semua ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas

Ciputat didapatkan bahwa mayoritas ibu hamil belum paham dengan

istilah VCT, bahkan sebagian besar responden tidak mengetahui

ketersediaan fasilitas VCT yang sebenarnya dilaksanakan gratis. Sebagai

asumsi bahwa mempengaruhi minat ibu hamil untuk memanfaatkan

layanan VCT diperlukan upaya promosi yang seharusnya dilakukan oleh

pihak puskesmas terkait VCT misalnya melalui beberapa media. Dari hasil

observasi peneliti terlihat bahwa belum dilakukannya upaya promosi

layanan VCT melalui alat bantu berupa media. Rendahnya pengetahuan

yang dimiliki ibu hamil tentang layanan VCT didukung dengan minimnya

sosialisasi yang dilakukan Puskesmas Ciputat. Menurut penelitian yang

dilakukan Donkor ES dan Alemu et al di Etiopia, dalam penelitian Pusponegoro

(2013), 80 - 89% respondennya memiliki tingkat pengetahuan yang baik terhadap


VCT karena pemerintah Etiopia melakukan promosi terhadap penyakit AIDS

maupun VCT melalui media elektronik. Pengaruh promosi yang digalakkan

pemerintah ternyata juga memberikan efek edukatif terhadap masyarakat sehingga

dapat meningkatkan pengetahuan.

Sementara itu, dari penelitian yang di lakukan oleh Saputra (2008),

hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna

antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan terhadap HIV/AIDS.

Artinya responden dengan tingkat pengetahuan rendah berimbang dengan

responden yang berpengetahuan tinggi untuk melakukan upaya

pencegahan terhadap HIV/AIDS. Hal yang sama pada penelitian Dewi

(2011) dalam Aisyah (2012), bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara pengetahuan dengan perilaku seseorang terhadap upaya pencegahan

HIV.

Beberapa hasil penelitian di atas, diasumsikan bahwa seseorang

dengan tingkat pengetahuan tinggi maupun rendah tentang pencegahan

dan penularan HIV dapat saja berperilaku mendukung atau tidak

mendukung untuk melakukan upaya pencegahan. Sedangkan Menurut

Green (1990), faktor pengetahuan yang termasuk dalam faktor predisposisi

mempunyai pengaruh sebagai motivasi awal bagi seseorang dalam

berperilaku. Artinya dalam hal ini perilaku seseorang sejalan dengan

pengetahuan yang dimiliki. Jadi, seseorang yang memiliki pengetahuan

yang baik tentang manfaat VCT maka akan mendukung minatnya untuk

memanfaatkan layanan VCT. Aspek pengetahuan akan sejalan dengan

minatnya untuk berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.


Dari hasil univariat niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan

VCT sebanyak 50%. Hal ini sejalan dengan hasil tingkat pengetahuan

responden, sebagian besar ibu hamil berpengetahuan buruk tentang VCT

sebesar 92,1%. Pengetahuan ini meliputi manfaat VCT, tahapan tahapan

dalam layanan VCT, layanan apa saja yang diberikan dalam layanan VCT,

dan materi apa saja yang diberikan konselor dalam layanan VCT. Artinya

untuk menaikkan niat ibu hamil menjadi 70% harus diimbangi dengan

pengetahuan baik ibu hamil terhadap VCT. Sehingga upaya yang

dilakukan dalam mendukung minat ibu hamil untuk memanfaatkan

layanan VCT dengan memberikan intervensi melalui peningkatan

pengetahuan. Salah satu upaya peningkatan pengetahuan dengan

mengembangkan sosialisasi VCT. Sosialisasi dapat dikembangkan melalui

kerjasama dengan instansi kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat,

kader, dan kelurahan. Sosialisasi ini bisa dilaksanakan melalui berbagai

kegiatan yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.

6.3.5. Hubungan Sikap Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek

(Notoatmodjo, 2003). Sikap belum merupakan suatu perbuatan, tetapi dari

sikap dapat diramalkan perbuatannya (Fauji, 2010). Hal ini didukung

menurut Rosenstock (1974), suatu tindakan akan dipengaruhi oleh

keyakinan tentang efektivitas relatif dari alternatif yang tersedia yang

dikenal dapat mengurangi ancaman penyakit yang dirasakan individu.


Dijelaskan juga oleh Green (1991), bahwa mewujudkan sikap menjadi

perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang

memungkinkan. Faktor yang mendukung adalah : 1) faktor predisposisi

(pengetahuan, sikap, keyakinan persepsi), (2) faktor pendukung ( akses

pada pelayanan kesehatan, keterampilan dan adanya referensi), (3) faktor

pendorong terwujud dalam bentuk dukungan dari keluarga, tetangga dan

tokoh masyarakat.

Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu

hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori sikap negatif

adalah 28,0% dan kategori sikap positif adalah 60,8%. Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa yang tidak menggunakan layanan VCT lebih tinggi

pada kelompok yang bersikap negatif dibandingkan dengan yang bersikap

positif. Sejalan dengan pernyataan Jilia (2013), yang menyatakan bahwa

sikap mempengaruhi perilaku seseorang meskipun sikap tidak dapat dilihat

langsung. Selain itu, sikap dikatakan sebagai suatu penghayatan terhadap

objek sehingga sikap dapat menggambarkan suka atau tidak suka

seseorang terhadap objek.

Hasil uji statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara sikap dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan

VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2014. Penelitian ini

sejalan dengan Aswar (2012), yang menunjukkan adanya hubungan antara

sikap dengan pemanfaatan layanan VCT yakni semakin tinggi penerimaan

seseorang terhadap layanan VCT maka semakin tinggi minat seseorang

untuk memanfaatkan layanan VCT. Hal yang sama diperjelas oleh


Pranadji (1988) dalam Fauji (2010), bahwa sikap akan sangat berpengaruh

bagi keputusan seseorang, sebab sikap akan mengarahkan perilaku

seseorang secara langsung. Artinya sikap seseorang dapat mempengaruhi

keputusan orang tersebut untuk melakukan atau tidak melakukan dalam

hal ini yaitu memanfaatkan layanan VCT.

Beberapa hasil penelitian diatas, dapat diartikan bahwa untuk

merubah sikap negatif ibu hamil terhadap layanan VCT diberikan

pengetahuan lebih mengenai layanan VCT sebagai upaya pencegahan

penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Penelitian ini sejalan menurut

Getachew, (2005) yang menunjukkan bahwa sikap positif ibu hamil

didukung dengan pengetahuan yang baik tentang layanan VCT, yakni ibu

hamil akan memanfaatkan layanan VCT secara sukarela dengan alasan

untuk mengurangi risiko transmisi HIV ke anaknya. Hal tersebut diperjelas

dalam penelitian Zubairu et.al (2006), menyatakan bahwa adanya

pengetahuan yang baik tentang pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu

ke anak melalui VCT yang menimbulkan sikap positif ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT. Oleh karena itu, pengetahuan merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi sikap ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT. Jika dilihat dari theory of planned behavior

pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

terbentuknya sikap.

Namun, menurut Pusponegoro (2013), sikap negatif seseorang

terhadap layanan VCT dipengaruhi oleh stigma negatif yang berkembang

di lingkungan masyarakat. Penyakit HIV dipandang sebagai penyakit


menular dimana penderitanya dianggap menakutkan. Oleh karena itu,

mereka menganggap bila melakukan pemeriksaan, akan dicap oleh orang

sekitarnya memiliki riwayat promiskuitas atau positif menderita AIDS.

Padahal menurut Depkes (2008), kegiatan konseling yang bertujuan untuk

mengurangi stigma masyarakat tentang HIV/AIDS dengan menyediakan

dukungan psikologis, informasi, pengetahuan HIV/AIDS, mencegah

penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung

jawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah

terkait dengan HIV/AIDS.

Sementara itu, menurut Solehah (2008) dalam Aisyah (2012),

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap

seseorang dengan perilaku pencegahan HIV/AIDS. Artinya antara

responden yang bersikap positif dengan responden yang bersikap negatif

terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS tidak mempengaruhi keputusannya

untuk berperilaku. Diasumsikan bahwa seseorang mempunyai sikapnya

masing masing terhadap suatu objek, dan perbedaan sikap mereka itu

merupakan hal yang sewajarnya. Hal ini secara tidak langsung bisa

dipengaruhi oleh karateristik yang berbeda beda dari setiap individu.

Selain itu, setiap individu mempunyai perbedaan dalam pengalaman

belajar, tingkat pendidikan, status sosial, bahkan budaya yang berbeda

dalam lingkungannya.

Sikap seseorang terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan

kesehatan secara tidak langsung dipengaruhi oleh budaya yang

berkembang dilingkungannya. Perbedaan hasil penelitian ini dengan


penelitian yang dilakukan Solehah yaitu pada karakteristik demografi.

Pada penelitian ini dilakukan pada kelompok ibu hamil yang belum

melakukan layanan VCT, sedangkan penelitian sebelumnya pada

kelompok ibu hamil yang sudah melakukan layanan VCT. Menurut

Sarwono (2012), sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat cara :

adopsi yaitu melalui budaya yang berkembang dilingkungannya,

diferensiasi yaitu pengalaman individu yang dialaminya didukung dengan

bertambahnya usia, integrasi yaitu melalui pengalaman yang didukung

dengan pengetahuan yang berhubungan dengan suatu objek, trauma yaitu

pengalaman yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang

bersangkutan. Sehingga untuk melakukan perubahan terhadap sikap

seseorang bisa didukung dengan motivasi.

Artinya untuk merubah sikap ibu hamil terhadap layanan VCT

dapat dilakukan dengan suatu proses pendekatan internal melalui

sosialisasi secara terus menerus antara individu dengan individu lain di

lingkungannya. Misalnya melalui kader di tempat tinggalnya yang lebih

memiliki dipercaya memiliki pengaruh terhadap kondisi lingkungannya.

Perubahan sikap tidak dapat dilakukan hanya dari faktor internal

melainkan dari faktor eksternal. Oleh karena itu, sosialisasi yang

dilakukan kader dapat dibantu dengan media komunikasi seperti leaflet

atau lainnya. Dan didukung juga dengan pendekatan melalui orang orang

terdekat ibu hamil yang bisa mendukung dalam pembentukan sikap positif

terhadap layanan VCT.


6.3.6. Hubungan Norma Subyektif Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan

Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat

Normatif subjektif atau subjective norm adalah sejauh mana

seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap

perilaku yang akan dilakukannya (normative beliefs). Kalau individu

merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia

lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan

mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya

(Ajzen, 2005).

Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa nilai proporsi niat ibu

hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan kategori norma subyektif

dorongan lemah adalah 36,1% dan kategori norma subyektif dengan

dorongan kuat adalah 62,5%. Hal ini membuktikan bahwa ibu hamil

dengan norma subyektif dorongan kuat proporsinya untuk melakukan

VCT lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki norma

subyektif dorongan lemah. Pernyataan ini sejalan dengan Achmat (2010),

seseorang akan berniat menampilkan suatu perilaku tertentu jika ia

mempersepsikan bahwa orang lain berfikir bahwa seharusnya ia

melakukan hal tersebut. Sehingga orang tersebut termotivasi untuk

memenuhi harapan orang lain yang relevan. Harapan orang orang yang

bisa mempengaruhi keputusan ibu hamil dalam penelitian ini yaitu orang

tua, suami, keluarga, anak, teman, petugas kesehatan dan media massa.

Oleh karena itu, yang disebut dengan norma subjektif dorongan kuat ,

apabila orang lain melihat perilaku yang akan ditampilkan sebagai sesuatu
yang positif dan seseorang tersebut ingin memenuhi harapan orang lain

tersebut dan sebaliknya itu yang disebut dengan norma subjektif lemah.

Dari hasil uji statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara norma subyektif dengan niat ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun

2014. Hal ini didukung dengan penelitian Fathimah (2014), norma

subyektif yang memiliki dorongan kuat dari orang terdekat memberi

pengaruh yang besar dalam menentukan suatu perilaku. Menurut Ajzen

(2005), secara umum semakin seseorang mempersepsikan bahwa rujukan

sosial merekomendasikan untuk melakukan suatu perilaku maka orang

tersebut akan cenderung merasakan tekanan sosial untuk berniat

melakukan perilaku tersebut dan sebaliknya. Teori tersebut sejalan dengan

Saptari (2013), seseorang yang berada di lingkungan dorongan kuat untuk

mengambil keputusan maka proporsi niat orang tersebut akan berperilaku

positif.

Sementara itu, menurut Durkheim (1960), perubahan seseorang

terjadi dengan cepat dipengaruhi oleh semakin meningkatnya dorongan

dari lingkungan sekitar yang menghasilkan suatu kebingungan tentang

norma, sehingga akhirnya mengakibatkan simpang siurnya norma norma

sosial yang mengatur perilaku. Oleh karena itu, norma dan nilai menjadi

relatif, khususnya dalam era modern sekarang ini (Bauman, 1993) dalam

Meilisa et al (2010). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Meilisa et al (2010), bahwa norma subyektif tidak memiliki hubungan

yang signifikan dengan niat seseorang untuk sadar akan kesehatan. Ada
faktor lain yang secara tidak langsung mempengaruhi norma subyektif

yaitu lingkungan tempat tinggal seseorang yang mempengaruhi unsur

budaya.

Sehingga intervensi yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan

adalah dengan memberikan dukungan serta motivasi kepada ibu hamil

melalui orang orang terdekat responden terkait manfaat layanan VCT.

Hal ini sejalan dengan Purwaningsih (2011), faktor lingkungan mungkin

dapat menjadi salah satu faktor pendorong yang membuat responden

merasakan keseriusan yang kuat terhadap HIV/AIDS sehingga dapat

memotivasi dirinya untuk memanfaatkan layanan VCT. Menurut Kwan et

al (2012), mayoritas pasien merasa kecewa terhadap antrian yang sering

terjadi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Diasumsikan bahwa

kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh

petugas kesehatan secara tidak langsung mendorong individu untuk

memanfaatkan layanan kesehatan. Artinya jika petugas kesehatan bisa

memberikan kepuasan terhadap pelayanan yang pasien dapatkan, maka

secara tidak langsung petugas kesehatan telah berhasil memberikan

motivasi kepada pasiennya.

Jika dilihat dari penelitian Sumarlin (2013), faktor dukungan serta

motivasi keluarga berpengaruh terhadap perubahan perilaku penderita

yang beresiko HIV untuk memanfaatkan layanan VCT. Selama ini,

dukungan dari keluarga dapat meningkatkan kelompok beresiko tinggi

HIV/AIDS untuk memanfaatkan layanan VCT, misalnya dapat

diwujudkan dengan memberikan perhatian, informasi, memberikan


semangat kepada penderita HIV/AIDS. Manfaat dari dukungan keluarga

ini yaitu dapat menekan munculnya stress karena informasi dan perhatian

yang diberikan keluarga dapat memberikan semangat pada diri penderita

HIV/AIDS.

Menurut Ajzen (2005), motivasi orang terdekat yang mereka

anggap penting juga mempengaruhi norma subyektif seseorang dalam

mengambil keputusan untuk berperilaku. Sehingga dukungan orang

terdekat ibu hamil yang menganggap bahwa layanan VCT penting

memberi pengaruh pada keputusan ibu hamil untuk memanfaatkan layanan

VCT. Dengan adanya saran dari orang terdekat, dapat memberikan

informasi serta pengetahuan baru terhadap responden yang bisa

memotivasi responden agar dapat memanfaatkan layanan VCT. Dalam

penelitian ini terlihat bahwa sebagian responden yang memiliki informasi

dari motivasi orang orang terdekat memberi pengaruh pada keputusan

ibu hamil untuk berniat memanfaatkan layanan VCT. Oleh karena itu,

perlunya kerjasama antara Puskesmas Ciputat dengan instansi kesehatan

swasta, kader, dan kelurahan dalam memberikan penyuluhan, membangun

kepercayaan pasien dengan pelayanan kesehatan yang didapatkan dan

informasi positif yang memberikan dukungan kepada ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT.

6.3.7. Hubungan Persepsi Kontrol Diri Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan

Layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat


Persepsi kontrol diri (perceived behavioral control) didefinisikan

oleh Ajzen (1991) sebagai kemudahan atau kesulitan persepsi untuk

melakukan perilaku. Kontrol perilaku persepsi ini merefleksikan

pengalaman masa lalu dan mengantisipasi halangan-halangan yang ada

sehingga semakin menarik sikap dan norma subjektif terhadap

perilaku, semakin besar kontrol perilaku persepsi, semakin kuat pula niat

seseorang untuk melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan.

Berdasarkan hasil univariat diketahui bahwa proporsi niat ibu

hamil untuk memanfaatkan layanan VCT dengan persepsi kontrol diri kuat

adalah 68,2%. Ibu hamil dengan persepsi kontrol diri yang kuat lebih

cenderung berniat untuk memanfaatkan layanan VCT dibandingkan

dengan ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri yang lemah. Hasil

penelitian ini sejalan dengan Saptari (2013), seseorang dengan persepsi

kontrol diri yang kuat akan lebih bersikap positif sehingga menimbulkan

perubahan perilaku yang positif. Untuk memanfaatkan layanan kesehatan

yang dianggap seseorang penting maka ia akan berpersepsi sesuai dengan

kemampuannya untuk mengontrol.

Hasil uji statistik disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara persepsi kontrol diri dengan niat ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun

2014. Hal ini sejalan dengan Meilisa et al (2010), dari ketiga faktor

domain yang mendukung intensi, persepsi kontrol perilaku yang

memegang peranan penting mempengaruhi seseorang dalam menentukan

minatnya untuk memanfaatkan layanan kesehatan. Menurut Achmat


(2010), persepsi atas kontrol perilaku menunjuk suatu derajat dimana

individu merasa bahwa tampil tidaknya suatu perilaku yang diinginkannya

dibawah kontrol kendali dirinya sendiri. Orang cenderung tidak akan

membentuk suatu intensi yang kuat untuk menampilkan suatu perilaku

tertentu apabila seseorang percaya bahwa dirinya tidak memiliki

kemampuan atau kesempatan untuk berperilaku meskipun sudah didukung

dengan sikap yang positif.

Berdasarkan penelitian Fathimah (2014), persepsi kontrol perilaku

secara tidak langsung dipengaruhi oleh kekuatan faktor dalam

memfasilitasi atau menghambat perilaku seseorang. Kekuatan yang dapat

memfasilitas atau menghambat perilaku seseorang dalam berperilaku yaitu

kemampuan bagaimana dirinya mempersepsikan tingkat kesulitan atau

kemudahan untuk menampilkan suatu perilaku. Sebagai asumsi bahwa

untuk membuat seseorang berpersepsi bahwa dirinya mampu menghadapi

hambatan yang dialaminya untuk melakukan atau tidak melakukan VCT.

Sehingga upaya intervensi yang bisa dilakukan dengan memberikan

pengetahuan tentang VCT. Menurut Achmat (2012) dalam Fathimah

(2014), salah satu faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi

motivasi dalam diri seseorang adalah pengetahuan.

Sehingga untuk mendukung ibu hamil memiliki kontrol persepsi

perilaku kuat yang mempersepsikan bahwa layanan VCT bermanfaat bagi

dirinya dengan memberikan motivasi dengan memberi informasi terkait

tahapan tahapan yang dilakukan dalam layanan VCT. Jika dilihat dari

hasil univariat ibu hamil yang memiliki persepsi kontrol diri lemah
berimbang dengan ibu hamil yang memiliki kontrol persepsi kuat. Artinya

untuk meningkatkan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT,

didukung dengan meningkatkan persepsi kontrol diri responden.

Berdasarkan peneltian Nuri (2012) dalam Fathimah (2014), seseorang

dapat dimotivasi untuk melakukan perubahan suatu perilaku dengan

memberikan pengetahuan. Pengetahuan yang baik tentang layanan VCT

membuat mereka merasa yakin mampu menghadapi hambatan hambatan

yang ada dalam dirinya untuk mendorongnya melakukan VCT. Adapun

hambatan yang mereka hadapi yaitu takut akan stigma negatif dari

masyarakat tentang HIV dan ODHA. Oleh karena itu, intervensi yang

sebaiknya dilakukan dengan meningkatan pengetahuan melalui media

komunikasi, bisa berupa poster, leaflet dan lembar balik terkait tahapan

tahapan dalam layanan VCT.


BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 76 ibu hamil di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 diperoleh simpulan sebagai berikut

1. Gambaran umur ibu hamil dalam penelitian ini bervariasi, umur terendah

dimulai dari 18 tahun dan tertinggi 44 tahun. Namun, sebagian besar ibu hamil

dalam penelitian ini berusia dewasa yaitu >24 tahun sebanyak 72,4%. Artinya

ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat berusia diatas 24 tahun sampai

dengan 44 tahun.

2. Gambaran status pekerjaan ibu hamil dalam penelitian ini didominasi oleh

kelompok ibu rumah tangga sebanyak 77,6%, artinya sebagian besar ibu hamil di

Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tidak bekerja.

3. Gambaran tingkat pendidikan ibu hamil dalam penelitian ini bervariasi,

pendidikan terendah responden adalah SD dan tertinggi adalah Perguruan

Tinggi. Namun, sebagain besar ibu hamil berpendidikan tinggi sebanyak 67,1%,

yang didominasi oleh tingkat SMA.

4. Ibu hamil memiliki pengetahuan buruk tentang VCT 92,1%, dari hasil analisis

terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil tidak mengetahui manfaat VCT, layanan

apa saja yang diberikan di layanan VCT, tahapan tahapan dalam layanan VCT

dan materi apa saja yang diberikan oleh konselor dalam layanan VCT.
5. Ibu hamil memiliki sikap positif terhadap layanan VCT 67,1%. Artinya ibu hamil

di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat menyadari bahwa layanan VCT akan dapat

diketahui dengan cara mengunjunginya.

6. Gambaran ibu hamil yang tidak berniat untuk memanfaatkan layanan VCT

berimbang dengan ibu hamil yang berniat untuk memanfaatkan layanan VCT.

Hasil yang sama juga diperoleh dari variabel norma subyektif dan persepsi

kontrol diri yang dimiliki oleh responden. Artinya untuk meningkatkan minat ibu

terhadap layanan VCT, diperlukannya dorongan norma subyketif dan persepsi

kontrol diri yang kuat dari responden.

7. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 7 variabel yang diteliti, empat

variabel yang berhubungan secara signifikan dengan niat ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yaitu

pengetahuan, sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku.

8. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 7 variabel yang diteliti, tiga variabel

yang tidak berhubungan secara signifikan dengan niat ibu hamil untuk

memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat yaitu umur,

pendidikan dan status pekerjaan.

7.2. SARAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka adapun saran yang dianjurkan

yaitu :

7.2.1. Kepada Puskesmas Ciputat

1. Mengembangkan sosialisasi Voluntary Counseling and Testing (VCT)

bekerjasama dengan instansi kesehatan swasta, kader, dan kelurahan dalam

memberikan informasi mengenai layanan VCT. melalui penyuluhan terkait

manfaat VCT, tahapan tahapan dalam layanan VCT, materi upaya


pencegahan HIV/AIDS. Penyuluhan dapat dilakukan melalui berbagai

kegiatan di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat, dalam bentuk lokmin,

pengajian ibu ibu, posyandu dll. Untuk menunjang efektifitas sosialisasi

VCT bisa dibantu dengan menggunakan media komunikasi seperti leaflet,

poster dll.

2. Efektifitas Puskesmas Ciputat dalam mensosialisasikan layanan VCT,

sehingga ibu hamil mengetahui keberadaan layanan VCT dan cara

mengaksesnya. Selain itu, petugas kesehatan harus membangun

kepercayaan kepada ibu hamil yang melakukan pelayanan VCT. Hal ini dapat

dilakukan dengan terbinanya hubungan komunikasi yang efektif antara

konselor VCT dengan pasien, seperti lakukan kontak mata, berperilaku

positif dan tunjukkan perhatian dengan isyarat. Sehingga mereka merasa

tenang dan aman dalam melakukan layanan. Pasien akan patuh

menjalankan tahapan dalam layanan VCT karena yakin bahwa semua yang

dilakukan adalah untuk kepentingan dirinya. Keterbukaan, rasa aman, dan

jaminan kerahasiaan informasi hanya mungkin dilaksanakan pada suasana

yang bersifat pribadi. Contohnya dengan ruangan yang tertutup dan

komunikasi dilakukan oleh dua orang yaitu konselor dan pasien.

3. Media yang diberikan sesuai dengan sasaran. Misalnya dalam melakukan

komunikasi antara konselor dan pasien menggunakan media lembar balik

yang disertakan gambar dan penjelasan tentang HIV/AIDS. Sebaiknya media

menggunakan bahasa yang mudah dimengerti jangan menggunakan bahasa

istilah kedokteran. Sehingga materi yang diberikan membuat penerima

pesan mengerti dan memahami.

7.2.2. Kepada Peneliti Lain


Peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat melakukan analisis

lebih lanjut sampai ke uji multivariate dengan popualasi yang lebih

banyak. Hal ini berguna untuk mengetahui seberapa besar faktor dominan

yang berkontribusi terhadap niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan

VCT.
DAFTAR PUSTAKA

Abebe. 2006. Perception Of High School Students Towards Vouluntary Hiv

Counseling And Testing, Using Helath Belief Model In Butajira, SNNPR.

Thesis, Master Of Public Health, Addis Ababa University.

Achmat, Zakarija. 2010. Theory Of Planned Behavior, Masihkah Relevan.

Malang: Universitas Muhammadiyah Malang

Ajzen, I. 2005. Attitudes, Personality And Behavior 2nd Edition. New York:Open

University Press, Mcgraw-Hill Education.

Amran, Yuli. 2012. Pengolahan Dan Analisis Data Statistik Di Bidang

Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Andersen, R. 1995. A Behavioral Model Of Families Use Of Health Services. 25.

Center For Health Administrasi Studies, Research Series. Diakses dari:

www. Ssa.uchicago.edu. 2014

Aisyah, Siti. 2012. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku

Terhadap HIV/AIDS Pada Siswa SMK Nusantara 01 Ciputat Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012. Jakarta: Sripsi. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Muhamadiyah Jakarta


Ariawan, I. 1998. Besar Dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan. Depok:

Jurusan Biostatistik Dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia.

Aswar, Shopian. 2012. Artikel. Determinan Penggunaan Pelayanan Voluntary

Counseling And Testing (Vct) Oleh Ibu Rumah Tangga Berisiko Tinggi

Hiv Positif Di Kabupaten Biak Numfor Papua. Keperawatan Poltekes

Kemenkes Jayapura Biak Numfor Papua

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Kementerian Kesehatan

R.I. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Kemenkes. Jakarta.

Cicio, Elvriza. 2006. Analisis Kualitatif Perilaku Pemanfaatan Layanan VCT

Oleh Pekerja Seks Komersial Di Kota Pontianak Tahun 2006. Pontianak :

Skripsi. Program Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia.

Cunningham CK, Chaix M-L, Rekacewicz C, Britto P, Rouzioux C, Gelber RD, et

al. 2005. Development of Resistant Mutations in Women Receiving

Standard Antiretroviral Therapy Who Received Intrapartum Nevirapine ti

Prevent Perinatal Human Immunodeficiency Virus Type-1 Transmission:

A Substudy of Pediatric AIDS Clinical Trials GroupProtocol 316. J Infect

Dis 2002;186:181-8.

Departemen kesehatan Republik Indonesia, 2008. Pedoman Pelayanan Konseling

Dan Testing HIV/AIDS Secara Sukarela (Voluntary Counselling And

Testing). Dirjen P2PL : Jakarta.


Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2013.

Laporan Kementrian Kesehatan Terkait HIV/AIDS, Triwulan III, Tahun

2013. Jakarta: Kemenkes RI.

Durkheim, Erwin. 1960. The Division Of Labor In Society. New York : The Free

Press.

Ermarini, Anggia. 2013. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan

Pemanfaatan Layanan VCT Pada Populasi Beresiko Tinggi Hiv/Aids Di

Provinsi Banten Tahun 2013. Depok: Tesis. Magister Fakultas Kesehatan

Masyarakat. Universitas Indonesia.

Fauji, Ahmad. 2010. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Ibu

Dalam Pemanfaatan Layanan Imunisasi Di Desa Beberan Kecamatan

Ciruas Banten. Skripsi. Kesehatan Masyarakat. Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Finsa, Riri. 2013. Hubungan Pengetahuan Dan Persepsi Ibu Hamil Mengenai

HIV/AIDS Dengan Niat Melakukan VCT Menggunakan Teori Pendekatan

Health Bealief Model Di RSUD Dr. M. Soewandhi Tahun 2013. Surabaya:

Skripsi. Pendidikan Bidan Fakultas Kedoktera Universitas Airlangga.

Fathimah, Fetty. 2014. Gambaran Orang Tua/ Pengasuh Dalam Memberikan

Makanan Bergizi Kepada Anak Terinfeksi Human Immunodeficiency Virus

Di Yayasan Tegak Tegar Wilayah Jakarta Timur Tahun 2013. Skripsi:

Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.
Green, W. Lawrence dan Marshall W. Kreuter. 1991. Health Promotion

Planning; An Education And Ecological Approach Third Edition. United

States Of America : Mayfield Publishing Company.

Green,L.,Kreuter, M. W., Deeds, S. G.,& Patridge, K. 1995. Health Promotion

Planning An Educational And Environmental Approach, Second Edition,

California: Mayfield Publishing Company;2000.

Getachew W. 2005. Factor Determining Acceptance Of Voluntary Hiv Testing

Among Pregnant Women Attending Antenatal Clinic At Armed Force

Hospitals In Addis Ababa.

Harziah, Fifit. 2008. Gambaran Kepuasan Pasien Hiv/Aids Terhadap Pelayanan

Yang Diberikan Di Klinik Vct Melalui Pengukuran Selisih Persepsi Dan

Harapan Pasien Hiv/Aids Di Rsud Arifin Ahmad Pekanbaru Tahun 2008.

Depok: Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Hastono, S. Priyo. 2007. Analisis Data Kesehatan. Depok : Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia

Hurlock, B. Elizabeth. 1980. Development Psychology Alife-Span Approach, Fifth

Edition. Pt Gelora Aksara Pratama, Erlangga. Jakarta

Indriyani, Ayu L. 2012. Gambaran Dan Faktor Yang Berhubungan Dengan

Partisipasi VCT (Voluntary Counselling Testing HIV) Pada Warga Binaan

Pemasyarakatan Di Rumah Tahanan Negara Klas IIA Pondok Rambu

Tahun 2012. Depok. Skripsi: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas

Indonesia.
Ilmiyah, Surotul. 2014. Gambaran Pemasaran Sosial Program Voluntary

Counseling and Testing HIV-AIDS di Puskesmas Ciputat Tahun 2014.

Ciputat: Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2011. Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku

Tahun 2011. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan : Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2012. Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia

Tahun 2012. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional :

Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV

Dari Ibu Ke Anak. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan : Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Rencana Aksi Nasional Pengendalian HIV DAN

AIDS Sektor Kesehatan 2014-2019. Direktorat Jenderal Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta.

Khairrurahmi. 2009. Pengaruh Faktor Predisposisi, Dukungan Keluarga Dan

Level Penyakit Orang Dengan HIV/AIDS Terhadap Pemanfaatan Layanan

VCT Di Kota Medan Tahun 2012. Medan:Tesis. Universitas Sumatera

Utara.

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2003. Strategi Nasional

Penanggulangan HIV/AIDS 2003 2007. Jakarta.


Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2009. Strategi Dan Rencana Aksi

Nasional Penanggulangan HIV Dan AIDS 2010-2014. Jakarta.

Kwan Chow, Maria Yui. Li, Mu. Quine, Susan. 2012. Client Satisfaction and

Unmet Needs Assessment : Evaluation of an HIV Ambulatory Health Care

Facility In Sydney, Australia. Asia Pasific Journal of Public Health.

Kwong, Kenneth K.., Oliver H.M. Yau, Jenny S,Y. Lee, Leo Y.M. Sin, & Alan

C.B. Tse. 2003. The Effect of Attitudinal and Demographic Factors on

Intention to Buy Pirated CDs : The Case of Chinese Consumers. Journal

of Business Ethic, 47 (3), pp 223 235.

Lembaga Kesehatan Nadhatul Ulama. 2013. Laporan Tahunan Capaian Program

Penanggulangan HIV dan AIDS tahun 2013. Jakarta.

Legiati, Titi. 2012. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Ibu

Hamil Untuk Tes HIV Di Kelurahan Bandarharjo Dan Tanjungmas Kota

Semarang Tahun 2012. Bandung : Skripsi : Jurusan Kebidanan Politeknik

Kesehatan Bandung.

Ludin, H.B. 2010. Pengaruh Sosial Budaya Masyarakat Terhadap Tindakan

Pemberian Asi Ekslusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai

Pesisir Kota Pekanbaru. Medan: Tesis. Sekolah Pascararjana Universitas

Sumatera Utara.

Mandal, dkk. 2008. Penyakit infeksi. Erlangga: Jakarta.

Maulana, 2009. Teori dan Aplikasi Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC, hlm.52-57.


Meilisa, M. Anwar Prabu. 2010. Peran Sikap, Norma Subyektif, Dan Persepsi

Kontrol Perilaku Dalam Memprediksi Intensi Wanita Melakukan

Pemeriksaan Payudara Sendiri Di Universitas Mercu Buana Tahun 2010.

Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta.

Nayar, K.R. and Razum, Oliver, Millenium Development Goals and Health:

Another Selective Development. (Download from http://isq.sagepub.comat

University Maastricht on March 22, 2009).

Nurliana. 2009. Pemanfaatan Layanan VCT (Voluntary Counselling and Testing)

Oleh Pekerja Seks Komersial Di Kabupaten Sintang Tahun 2009. Skripsi.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Notoadmodjo. 2007. Perilaku Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan Dan Perilaku Kesehatan.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Cetakan

Pertama PT. Rineka Cipta : Jakarta.

Putri, Rindiarni inten. 2009. Pengetahuan, Sikap, Dan Niat Ibu Hamil Untuk

Melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Di Kecamatan Sukaresmi

Kabupaten Garut Tahun 2009. Depok: Skripsi. Fakultas Kesehatan

Masyarakat. Universitas Indonesia.


Purwaningsih. 2011. Skripsi. Analisis Faktor Pemanfaatan Vct Pada Orang

Risiko Tinggi Hiv/Aids Di RSU Dr Soetomo Surabaya. Fakultas

Keperawatan Universitas Airlangga

Pusponegoro, et al. 2013. Hubungan Penyuluhan Dengan Pengetahuan, Sikap,

Dan Perilaku Ibu Hamil Tentang HIV Dan Program Voluntary Counseling

And Testing Di Puskesmas Pulo Gadung Tahun 2013. Departemen

Obstetri Dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Roza, Jilia. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Status HIV Klien VCT

(Voluntary Counselling And Testing HIV) Di RSUD Mandau Kabupaten

Bengkalis Tahun 2013. Depok: Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Universitas Indonesia.

Rosenstock, IM. 1974. The Health Belief Model and preventive health behavior.

Health Educ Monogr. Diakses dari :

http://www.med.uottawa.ca/courses/epi6181/images/Health_Belief_Model

_review.pdf. Tanggal 23 Juni 2014, Pukul 13.00 WIB.

Rogers, Shoemaker. 1971. Communication of innovation : A Cross Cultural

Approach. The Free Press. A division of macmillan publishing Co. Ine.

New York.

Safitri, Nurmalia. 2013. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Niat Untuk

Memilih Pelayanan Rawat Inap Di Rumah Sakit Bogor Medical Center

Tahun 2011. Depok: Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia.
Santrock, W. John. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja Edisi Keenam. PT

Gelora Aksara Pratama, Erlangga. Jakarta

Saptari, Adila Fahmida. 2013. Hubungan Sikap Dan Pengetahuan Dengan Niat

Mendukung Praktikan Pemberian Asi Ekslusif Pada Mahasiswa Magister

Pria Universitas Indonesia Tahun 2013. Depok: Skripsi. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Saputra, Ginto. 2008. Gambaran Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Terkait

HIV/AIDS Pada Siswa Kelas III SMA PGRI I Kota Bogor Tahun 2008.

Depok : Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Sarwono, W. Sarlito. 2012. Pengantar Psikologi Umum. PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Setiawan, Made. 2009. Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu

Terinfeksi HIV ke Bayi yang Dilahirkan Tahun 2009. Jakarta: Majalah

Kedokteran. Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof DR. Sulianti Saroso,

Jakarta.

Setiawan, Budi. 2011. Determinan Pemanfaatan Pelayanan Klinik Voluntary

Counselling And Testing (VCT) Keliling Bagi Wanita Pekerja Seks (WPS)

Di Kabupaten Pelalawan-Provinsi Riau Tahun 2011. Depok:Tesis.

Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Sumarlin, Hestri. 2013. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perubahan Perilaku

Pada Pasien Hiv/Aids Di Klinik Vct Bunga Harapan RSUD Banyumas


Tahun 2013. Purwokerto : Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu-Ilmu

Kesehatan Jurusan Keperawatan Universitas Jendral Soedirman.

Su-Rin Shin, Hee Sun Kang & Linda Moneyham. 2007. Characteristics Of

Individuals Seeking Voluntary Counselling And Testing For Hiv Infection

In South Korea. Journal of the association of nurse in aids care, vol 18.

Suliatiadi, Agus. 2000. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Perilau Ibu Dalam

Mengimunisasikan Campak Anaknya Di Kabupaten Belitung Tahun 2000.

Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Depok

Tanjung, 2004. Kenali Kejahatan Narkoba Hiv/Aids. Lembaga Terpadu

Permasyarakatan Anti Narkoba : Jakarta

UNAIDS. 2013. UNAIDS Report On The Global AIDS Epidemic 2013. Global

Report. UNAIDS.

World Health Organization, UNAIDS And UNODC (2004). Policy

brief:Reduction Of Hiv Transmission In Prions. Geneva:WHO.

Wati, Maya Trisis. 2013. Analisis Kebijakan VCT Dalam Upaya Utilisasi

Layanan VCT Di Rumah Tahanan Kelas II A Jakarta Timur Tahun 2013.

Depok: Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan

Pembrantasannya. PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta.

Widiyanto, Gunawan. 2008. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik

Wanita Pekerja Seks (WPS) Dalam VCT (Voluntary Counselling and


Testing) Ulang Di Lokalisasi Sunan Kuning, Semarang. Universitas

Diponogoro : Semarang.

Wijayanti, et al. 2013. Pengetahuan Wanita Pekerja Seks Tentang Hiv/Aids Dan

Minat Untuk Mengikuti VCT (Voluntary Counselling and Testing) Di

Kelurahan Semampir Kota Kediri Tahun 2013. Politeknik Kesehatan

Kementrian Kesehatan Malang.

Zubairu L, Isa S.A, Mohammed K & Muktar H.A. 2006. Knowledge Of HIV/AIDS

And Attitude Towards Counseling And Testing Among Adults.


KUISIONER PENELITIAN FAKTOR FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU HAMIL UNTUK
MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary Counseling and Testing)
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT KOTA TANGERANG
SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

Assalammualaikum Wr.Wb. Saya Ayu Wulansari dari Kesehatan


Masyarakat Departeman Promosi Kesehatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya
sedang melakukan penelitian untuk mengetahui faktor faktor yang
berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT
(Voluntary Counseling and Testing) atau tes dan konseling HIV secara
sukarela. Wawancara ini akan berlangsung 15 menit. Infomasi yang anda
berikan kepada saya akan saya rahasiakan sehingga tidak seorangpun akan
mengetahuinya.
Saya berharap anda dapat berpartisipasi karena pendapat anda sangat
penting untuk penelitian saya. Setelah penelitian selesai, kuesioner ini akan
dimusnahkan.
Apakah anda bersedia mengisi kuisioner ini ? Apakah saya dapat
memberikan kuisioner ini pada anda ?

Nama Responden :________________________________

Tanda Tangan :_________________________________


Identitas Responden

Isilah data berikut sesuai dengan identitas diri anda yang baik dan benar !

IDENTITAS RESPONDEN KODING


IRT1 No Responden
IRT2 No HP/Email
IDENTITAS PEWAWANCARA
IP1 Nama Pewawancara
IP2 Tanggal wawancara / /

Jawablah Pertanyaan Dibawah Ini Dengan Memberi Tanda ( X ) Pada Kolom Jawaban,
Sesuai Dengan Kriteria Diri Anda !

A. Demografi
A1 Berapa usia ibu saat ini ? ................................tahun [ ] A1

A2 Apa pendidikan terakhir ibu ? [ ] A2


1. Tidak sekolah / tidak tamat SD
2. Tamat SD
3. Tamat SMP
4. Tamat SMA
5. Tamat Perguruan tinggi
A3 Apa pekerjaan ibu saat ini ? [ ] A3
1. Tidak bekerja/ibu rumah tangga
2. PNS/GURU/DOSEN
3. TNI/ POLRI
4. Wiraswasta / swasta
5. Buruh
6. Lain lain, sebutkan ..................................................

Petunjuk Pengisian :

Berilah Tanda Silang ( X ) Terhadap Pilihan Anda, Sesuai Dengan Pilihan Yang Tepat
Pada Jawaban Yang Tersedia.

B. Pengetahuan tentang VCT


B1 Apakah ibu pernah mendengar tentang VCT (Voluntary Counseling Test) atau [ ]B1
tes dan konseling HIV secara sukarela?
1. Ya
2. Tidak Lanjut ke B3
B2 Dari mana ibu mendengar VCT ? * boleh menjawab lebih dari satu [ ]B2
1. TV/Radio
2. Majalah / surat kabar
3. Bidan di Puskesmas
4. Petugas Lapangan (LSM)
5. Kader
6. Teman
7. Lain lain, sebutkan..............................................................................
B3 Menurut ibu dengan mengikuti VCT, apakah seseorang dapat mengetahui [ ]B3
status HIVnya ?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu / tidak jawab
B4 Menurut ibu, untuk mendapatkan layanan VCT seseorang memerlukan [ ]B4
beberapa kali pertemuan ?
1. Satu kali 3. Tiga kali
2. Dua kali 4. Tidak tahu
B5 Apakah dalam mengikuti layanan VCT harus menandatangani informed [ ]B5
consent atau lembar persetujuan ?
1. Ya
2. Tidak
B6 Sebelum pengambilan sampel darah, apakah petugas memberikan konseling [ ]B6
pre test atau edukasi sebelum tes ?
1. Ya
2. Tidak Lanjut ke B8
B7 Materi apa saja yang diberikan oleh konselor VCT dalam memberikan [ ]B7
konseling pre test atau edukasi sebelum tes ? * boleh jawab lebih dari satu
1. Informasi perilaku pencegahan
2. Informasi prosedur VCT
3. Informasi persetujuan informed consent
4. Informasi kerahasiaan hasil tes HIV
B8 Pada saat pengambilan hasil, apakah petugas memberikan konseling post test [ ]B8
atau edukasi setelah tes ?
1. Ya
2. Tidak Lanjut ke B10
B9 Materi apa saja yang diberikan oleh konselor VCT dalam memberikan [ ]B9
konseling post test atau edukasi setelah tes ? * boleh jawab lebih dari satu
1. Informasi hasil test HIV
2. Informasi kepatuhan minum obat
3. Informasi strategi penularan HIV
B10 Menurut ibu, apakah dengan mengikuti layanan VCT, seseorang akan aman [ ]B10
tertular HIV ?
1. Ya
2. Tidak
B11 Bila hasil test negative apakah perlu dilakukan VCT lagi 3 bulan kemudian ? [ ]B11
1. Ya
2. Tidak

C. Persepsi Kontrol Diri Terhadap Layanan VCT

Petunjuk Pengisian :
Berilah tanda ceklist ( ) terhadap pilihan anda sesuai dengan pilihan yang tepat
pada kolom yang tersedia.
Keterangan pilihan Jawaban :
STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju
S : Setuju SS : Sangat Setuju
STS TS S SS
( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 )
C1 Keinginan dari saya sendiri untuk memanfaatkan
layanan VCT tidak ada paksaan atau dorongan dari
orang lain
C2 Memanfaatkan layanan VCT dan melakukan VCT
merupakan hal yang seharusnya saya lakukan,
meskipun saya tidak beresiko HIV
C3 Saya yakin akan mengikuti semua proses tahapan
VCT, jika hasil tes saya dinyatakan HIV positif
C4 Saya yakin untuk mengikuti hasil rekomendasi VCT,
jika hasil tes saya dinyatakan HIV positif
C5 Saya yakin akan mengikuti VCT lagi 3 bulan
kemudian, Jika hasil tes saya dinyatakan HIV negatif.

D. Pertanyaan Niat Untuk Memanfaatkan Layanan VCT


D1 Pernakah ibu melakukan VCT ?
1. Pernah [ ]D1
2. Tidak Pernah Loncat ke D6
D2 Berapa kali tahun ini ibu mengunjungi klinik VCT ? [ ]D2
.........................................................................................................................
D3 Alasan apa yang mendorong ibu untuk mau melakukan VCT di Puskesmas [ ]D3
Ciputat ?
1. Kewajiban dari Puskesmas Ciputat
2. Kesadaran diri sendiri
3. Rujukan dokter
4. Ajakan teman
5. Dorongan keluarga
D4 Pelayanan apa yang diberikan di klinik VCT ? [ ]D4
1. Konseling
2. Pengobatan
3. Lainnya,
sebutkan...........................................................................................
D5 Apakah ibu akan memanfaatkan layanan VCT untuk seterusnya ? [ ]D5
1. Ya
2. Tidak
D6 Mengapa ibu tidak pernah melakukan VCT ? *boleh jawab lebih dari satu [ ]D6
1. Tidak tahu
2. Takut akan stigma masyarakat tentang HIV dan Odha
3. Tidak ada sosialisasi dari pelayanan kesehatan
4. Lainnya, ....................................................................................
D7 Apakah ibu bersedia untuk melakukan VCT ? [ ]D7
1. Ya
2. Tidak Loncat ke E1
D8 Jika bersedia, apakah ibu akan mengikuti tahapan tahapan dalam layanan [ ]D8
VCT secara rutin ?
1. Ya
2. Tidak

E. Pertanyaan Sikap Untuk Memanfaatkan Layanan VCT


Petunjuk Pengisian : Berilah tanda ceklist ( ) terhadap pilihan anda sesuai dengan
pilihan yang tepat pada kolom yang tersedia.
Keterangan pilihan Jawaban :
STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju
S : Setuju SS : Sangat Setuju
STS TS S SS
(1) (2) (3) (4)
E1 VCT bermanfaat bagi orang yang berisiko
tertular HIV
E2 Saya perlu layanan VCT meskipun saya tidak
merasakan sakit
E3 Mengikuti pelayanan VCT membuat saya
jadi tenang
E4 Saya tidak pernah tahu status HIV saya jika
tidak mengikuti VCT
E5 Manfaat klinik VCT akan dapat diketahui
dengan cara mengunjunginya

F. Pertanyaan Norma Subyektif (Faktor Pendukung ) Untuk


Mengakses Layanan VCT
STS TS S SS
(1) (2) (3) (4)

F1 Orang orang terdekat saya mendukung saya


untuk memanfaatkan layanan VCT
F2 Anggota keluarga saya mendukung saya
untuk memanfaatkan layanan VCT
F3 Teman teman saya mendukung saya untuk
memanfaatkan layanan VCT

No Pertanyaan Tidak Kurang Penting Sangat


penting penting penting
(1) ( 2) (3) (4)
F4 Seberapa pentingkah pandangan dari
keluarga ibu akan memberi pengaruh
mengenai keputusan ibu untuk
memanfaatkan layanan VCT ?
F5 Seberapa pentingkah pandangan dari teman
ibu akan memberi pengaruh pada keputusan
ibu untuk memanfaatkan layanan VCT?
F6 Seberapa pentingkah pandangan tenaga
kesehatan akan memberi pengaruh pada
keputusan ibu untuk memanfaatkan layanan
VCT ?

No Pertanyaan

F7 Apakah media massa (TV/internet/Koran/majalah/radio dll) memberi


pengaruh pada keputusan ibu untuk memanfaatkan layanan VCT ?
1. Tidak berpengaruh
2. Kurang berpengaruh [ ] F7
3. Berpengaruh
4. Sangat berpengaruh
OUTPUT DISTRIBUSI FREKUENSI

1. UMUR IBU HAMIL

katagori_umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid dewasa
21 27.6 27.6 27.6
muda

Dewasa 55 72.4 72.4 100.0

Total 76 100.0 100.0

2. PENDIDIKAN IBU HAMIL

Kat_didikbaru

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid rendah 25 32.9 32.9 32.9

tinggi 51 67.1 67.1 100.0

Total 76 100.0 100.0

3. STATUS PEKERJAAN

kat_kerjabaru

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak bekerja 59 77.6 77.6 77.6

bekerja 17 22.4 22.4 100.0

Total 76 100.0 100.0


4. PENGETAHUAN

katagori_tahu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid kurang baik 70 92.1 92.1 92.1

baik 6 7.9 7.9 100.0

Total 76 100.0 100.0

5. SIKAP

katagori_sikap

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid negatif 25 32.9 32.9 32.9

positif 51 67.1 67.1 100.0

Total 76 100.0 100.0

6. NORMA SUBYEKTIF
katagori_norma

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid lemah 36 47.4 47.4 47.4

kuat 40 52.6 52.6 100.0

Total 76 100.0 100.0


7. PERSEPSI KONTROL DIRI
katagori_persepsi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid lemah 32 42.1 42.1 42.1

tinggi 44 57.9 57.9 100.0

Total 76 100.0 100.0

8. NIAT IBU HAMIL

katagori_niat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid tidak niat 38 50.0 50.0 50.0

niat 38 50.0 50.0 100.0

Total 76 100.0 100.0


OUPUT ANALISIS BIVARIAT

1. UMUR DENGAN NIAT IBU HAMIL

UMUR_BARU * katagori_niat Crosstabulation

katagori_niat

tidak niat niat Total

UMUR_ MUDA Count 9 12 21


BARU
% within UMUR_BARU 42.9% 57.1% 100.0%

DEWASA Count 29 26 55

% within UMUR_BARU 52.7% 47.3% 100.0%

Total Count 38 38 76

% within UMUR_BARU 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2-


Value df sided) sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .592a 1 .442

Continuity
.263 1 .608
Correctionb

Likelihood Ratio .594 1 .441

Fisher's Exact Test .609 .304

Linear-by-Linear
.584 1 .445
Association
b
N of Valid Cases 76

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,50.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


katagori_umur
.672 .244 1.853
(dewasa muda /
dewasa)

For cohort
katagori_niat = .813 .467 1.414
tidak niat

For cohort
katagori_niat = 1.209 .760 1.922
niat

N of Valid Cases 76

2. PENDIDIKAN DENGAN NIAT IBU HAMIL

Kat_didikbaru * katagori_niat Crosstabulation

katagori_niat

tidak niat niat Total

Kat_di rendah Count 13 12 25


dikbar
% within Kat_didikbaru 52.0% 48.0% 100.0%
u
tinggi Count 25 26 51

% within Kat_didikbaru 49.0% 51.0% 100.0%

Total Count 38 38 76

% within Kat_didikbaru 50.0% 50.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2-


Value df sided) sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi- a
.060 1 .807
Square

Continuity
.000 1 1.000
Correctionb

Likelihood Ratio .060 1 .807

Fisher's Exact
1.000 .500
Test

Linear-by-Linear
.059 1 .808
Association

N of Valid Casesb 76

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,50.

b. Computed only for a 2x2


table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


Kat_didikbaru 1.127 .432 2.935
(rendah / tinggi)

For cohort
katagori_niat = 1.061 .664 1.696
tidak niat

For cohort
katagori_niat = .942 .578 1.535
niat
Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


Kat_didikbaru 1.127 .432 2.935
(rendah / tinggi)

For cohort
katagori_niat = 1.061 .664 1.696
tidak niat

For cohort
katagori_niat = .942 .578 1.535
niat

N of Valid Cases 76

3. STATUS PEKERJAAN DENGAN NIAT IBU HAMIL

kat_kerjabaru * katagori_niat Crosstabulation

katagori_niat

tidak niat niat Total

kat_k tidak bekerja Count 29 30 59


erjab
% within kat_kerjabaru 49.2% 50.8% 100.0%
aru
bekerja Count 9 8 17

% within kat_kerjabaru 52.9% 47.1% 100.0%

Total Count 38 38 76

% within kat_kerjabaru 50.0% 50.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2-


Value df sided) sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi- a
.076 1 .783
Square

Continuity
.000 1 1.000
Correctionb

Likelihood Ratio .076 1 .783

Fisher's Exact
1.000 .500
Test

Linear-by-Linear
.075 1 .785
Association
b
N of Valid Cases 76

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,50.

b. Computed only for a 2x2


table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


kat_kerjabaru
.859 .292 2.532
(tidak bekerja /
bekerja)

For cohort
katagori_niat = .928 .553 1.558
tidak niat

For cohort
katagori_niat = 1.081 .615 1.898
niat

N of Valid Cases 76
4. PENGETAHUAN DENGAN NIAT IBU HAMIL

katagori_tahu * katagori_niat Crosstabulation

katagori_niat

tidak niat Niat Total

katag kurang baik Count 38 32 70


ori_ta
% within katagori_tahu 54.3% 45.7% 100.0%
hu
baik Count 0 6 6

% within katagori_tahu .0% 100.0% 100.0%

Total Count 38 38 76

% within katagori_tahu 50.0% 50.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2-


Value df sided) sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi- a
6.514 1 .011
Square

Continuity
b
4.524 1 .033
Correction

Likelihood Ratio 8.833 1 .003

Fisher's Exact
.025 .013
Test

Linear-by-Linear
6.429 1 .011
Association
b
N of Valid Cases 76

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00.

b. Computed only for a 2x2


table
katagori_sikap * katagori_niat Crosstabulation

katagori_niat

tidak niat niat Total

katagori negatif Count 18 7 25


_sikap
% within katagori_sikap 72.0% 28.0% 100.0%

positif Count 20 31 51

% within katagori_sikap 39.2% 60.8% 100.0%

Total Count 38 38 76

% within katagori_sikap 50.0% 50.0% 100.0%

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

For cohort
katagori_niat = .457 .354 .590
niat

N of Valid Cases 76

5. SIKAP DENGAN NIAT IBU HAMIL

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2-


Value df sided) sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 7.213a 1 .007

Continuity
5.961 1 .015
Correctionb

Likelihood Ratio 7.401 1 .007

Fisher's Exact Test .014 .007

Linear-by-Linear
7.118 1 .008
Association

N of Valid Casesb 76

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,50.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


katagori_sikap 3.986 1.411 11.258
(negatif / positif)

For cohort
katagori_niat = tidak 1.836 1.206 2.795
niat

For cohort
.461 .237 .897
katagori_niat = niat

N of Valid Cases 76

6. NORMA SUBYEKTIF DENGAN NIAT IBU HAMIL

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2-


Value df sided) sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-
5.278a 1 .022
Square

Continuity
4.275 1 .039
Correctionb

Likelihood Ratio 5.341 1 .021

Fisher's Exact
.038 .019
Test

Linear-by-Linear
5.208 1 .022
Association
b
N of Valid Cases 76

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,00.

b. Computed only for a 2x2


table
katagori_norma * katagori_niat Crosstabulation

katagori_niat

tidak niat niat Total

katagori lemah Count 23 13 36


_norma
% within katagori_norma 63.9% 36.1% 100.0%

kuat Count 15 25 40

% within katagori_norma 37.5% 62.5% 100.0%

Total Count 38 38 76

% within katagori_norma 50.0% 50.0% 100.0%

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


katagori_norma 2.949 1.159 7.503
(lemah / kuat)

For cohort
katagori_niat = 1.704 1.065 2.724
tidak niat

For cohort
katagori_niat = .578 .352 .949
niat

N of Valid Cases 76
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2-


Value df sided) sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 13.818a 1 .000

Continuity
12.145 1 .000
Correctionb

Likelihood Ratio 14.326 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear
13.636 1 .000
Association

N of Valid Casesb 76

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,00.

b. Computed only for a 2x2 table

7. PERSEPSI KONTROL DIRI DENGAN NIAT IBU HAMIL

katagori_persepsi * katagori_niat Crosstabulation

katagori_niat

tidak niat niat Total

katagori_persepsi lemah Count 24 8 32

% within katagori_persepsi 75.0% 25.0% 100.0%

tinggi Count 14 30 44

% within katagori_persepsi 31.8% 68.2% 100.0%

Total Count 38 38 76

% within katagori_persepsi 50.0% 50.0% 100.0%


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


katagori_persepsi 6.429 2.316 17.848
(lemah / tinggi)

For cohort
katagori_niat = tidak 2.357 1.464 3.796
niat

For cohort
.367 .195 .691
katagori_niat = niat

N of Valid Cases 76

Anda mungkin juga menyukai