Anda di halaman 1dari 3

PERSEPSI IBU TENTRANG KEKERASAN PADA BALITA

Sekretaris jenderal Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa di

kota Semarang Pada tahun 2013 ada sebanyak 1.035 kasus ,pada tahun 2014, ada sekitar

1286 kasus dimana telah meningkat dua kali lipat lebih dari 100 % kasus kekerasan yang

dialami anak. Hal ini menunjukkan bahwa bisa jadi orang tua tidak menyadari bahwa

sesuatu yang mereka anggap mendisiplinkan anak ternyata terlalu keras dan berdampak

munculnya kekerasan pada anak.,sementara di tahun 2015 hingga bulan september,tercatat

sudah ada 1.046 kasus kekerasan berdasarkan data kekerasan terhadap anak & perempuan

(BP3AKB Provinsi Jawa Tengah 2015)( 23 September 2016 09:46)

Kekerasan pada anak merupakan perlakuan salah terhadap fisik dan emosi anak,

menelantarkan pendidikan dan kesehatannya dan juga penyalahgunaan seksual yang

mempengaruhi perkembangan anak Kekerasan yang selama ini banyak dialami oleh anak

balita terdiri dari physical abuse, sexual abuse, emotional abuse, dan neglect. Diantara

bentuk-bentuk kekerasan tersebut yang paling sering dialami oleh anak adalah physical

abuse. (Soetjiningsih, 2012:Hal.8).

Berdasarkan laporan BP3AKB Profinsi Jawa Tengah tahun (sampai bulan september)

2015 tercatat ada 1.046 kasus kekerasan maka dilakukan study pendahuluan di Puskesmas

Kedungmundu dengan mewawancarai ibu yang memiliki balita, pada tanggal 18 agustus

2016 diperoleh data dengan hasil 5 ibu yang memiliki balita terdapat 3 ibu sering

memberikan hukuman seperti menarik telinga anaknya karena anaknya yang rewel atau

nakal dan perlakuan seperti itu adalah hal yang biasa dilakukan, hal ini dimaksudkan agar

anak menjadi jera dan tidak bertambah nakal. Sedangkan 2 ibu mengatakan tidak pernah

menarik telinga anaknya,mereka hanya menggertak jika anaknya rewel atau nakal. Namun

demikian ibu-ibu ini tidak melakukan hukuman dengan sepenuh hati, tapi lebih sebagai
bentuk pendisiplinan dan tetap menyayangi anaknya. Berdasrakan fenomena diatas maka

menarik untuk diteliti sehingga dalam tulisan ini memuat hasil penelitian yang dilakukan oleh

penulis di Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semaran dengan cara tanya

jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden sebanyak 4 orang

partisipan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman

wawancara dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif

lama, yang ditandai dengan penggalian yang mendalam dan menggunakan pertanyaan yang

terbuka tentang Persepsi Ibu tentang kekerasan pada balita wilayah kerja Puskesmas

Kedungmundu Kota Semarang sehingga diperoleh keterangan untuk menjawab tujuan

penelitian. Kegiatan ini lebih dikenal dengan istilah Wawancara mendalam (In-depth

Interview).

Berdasarkan penelitian ini didapatkan beberapa hal yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Persepsi ibu tentang kekerasan pada balita, menurut keempat partisipan mengatakan

bahwa kekerasan adalah perlakuan yang tidak baik yang terdiri dari kekerasan fisik dan

kekerasan non fisik, dimana kekerasan fisik berarti memukul, mencubit, menyulut ujung

rokok sedangkan yang nonfisik berarti memarahi anak dengan kasar, membentak anak dan

mengabaikan anak. Sedangkan dalam perilaku ibu dalam menangani anak yang sedang

rewel yaitu dengan cara mencubit, membentak dan mengabaikan anak. Dalam menangani

anak ibu memiliki cara masing-masing, dimana keempat partisipan sependapat bahwa

pengabaian terhadap anak dapat membuat anak merasa kesepian.


2. Persepsi ibu tentang jenis-jenis kekerasan pada balita, menurut keempat partisipan

mengatakan bahwa jenis-jenis kekerasan seperti Kekerasan fisik dan Non fisik, dimana

kekerasan fisik terdiri dari memukul, mencubit, menyulut api rokok di badan anak,

sedangkan kekerasan nonfisik yaitu membentak, memarahi dan mengabaikan anak.

Keempat partisipan mengatakan bahwa efek yang terlihat jika mencubit dan memukul

adalah anak langsung menurut dan diam.


3. Persepsi ibu tentang dampak kekerasan pada balita, menurut penyataan dari keempat

partisipan bahwa dampak yang akan terjadi pada anak yaitu adanya rasa takut pada orang

lain dan adanya trauma tersendiri bagi anak, sedangkan bahaya dari kekerasan adalah anak

akan merasa takut dan trauma.


4. Persepsi ibu dalam upaya menghindari kekerasan pada balita, Menurut partisipan bahwa

upaya yang dapat dilakukan agar anak terhindar dari kekerasan yaitu dengan cara

menanyakan keinginan anak dan berusaha mengabulkan keinginan anak, sedangkan pada

partisipan lainnya mengatakan bahwa upaya yang dilakukan yaitu mengurung anak

didalam rumah.

Anda mungkin juga menyukai