yang Tertunda
& Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada-RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta, ***)Departemen
Anestesiologi & Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD. Dr. Soetomo Surabaya
Abstrak
Cedera kepala traumatik merupakan masalah kesehatan serius karena merupakan pemicu kematian di seluruh
dunia. Sekitar 11,5 juta jiwa di Eropa dan Amerika Serikat mengalami cedera kepala tiap tahunnya. Perdarahan
subdural akut (PSDA) adalah salah satu kelainan yang menyertai cedera kepala berat. Insidennya mencapai 12
30% dari pasien yang masuk dengan cedera kepala berat. PSDA merupakan tantangan yang berat karena angka
morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi (5570%). Waktu antara trauma dan evakuasi perdarahan merupakan
faktor paling penting dalam menentukan luaran pasien dengan PSDA. Interval waktu evakuasi lebih dari empat
jam pascatrauma meningkatkan angka kematian sampai 85% dibandingkan bila dilakukan dibawah empat jam
(30%). Disamping itu, penundaan tindakan evakuasi bekuan darah menambah pelik permasalahan yang ada. Laki-
laki 29 tahun, 75 kg diagnosa cedera kepala berat, perdarahan subdural akut fronto-temporo-parietal kiri, dan
direncanakan evakuasi hematoma segera. Setelah stabilisasi didapatkan jalan napas potensial obstruksi, tekanan
darah 160170/90 mmHg, laju nadi 6570 x/menit irregular, GCS 112 , pupil anisokor 3mm/4mm, hemiparese
kanan. Pasien diintubasi, pernapasan di kontrol dan dirawat sementara di ICU karena penundaan evakuasi
hematoma. Operasi dilakukan setelah 7 jam pasca pasien tidak sadar. Interval waktu evakuasi lebih dari empat jam
pascatrauma menyebabkan peningkatan angka kematian sampai 85% dibandingkan bila dilakukan dibawah empat
jam (30%). Beberapa cara dapat dilakukan selama waktu penundaan evakuasi untuk mencegah herniasi sehingga
klinisi memiliki harapan dalam pengelolaan PSDA yang mengalami penundaan evakuasi. Tujuan dari laporan
kasus ini adalah membahas tindakan-tindakan tersebut dengan harapan mendapat masukan sehingga pengelolaan
pasien cedera kepala dengan PSDA menjadi lebih baik
Traumatic brain injury (TBI) is major health problem and leading cause of death worldwide. Approximately
1-1,5 milion people in Europe and United States suffered from TBI yearly. Acute subdural hematoma (ASDH) is
commonly seen in severe TBI. The incidence of ASDH is between 12 to 30% with high morbidity and mortality
rate (55-70%). Time to surgery is the most important factor that determined the outcome. Time to surgery more
than 4 hours is associated with higher mortality rate (85%) compare to when the surgery is done within 4 hours
(30%) from the onset of TBI. Furthermore, delayed in surgical clot removal may worsen the outcome. A 29
years old man, 75kgs, suffered from TBI with left fronto-temporo-parietal ASDH and was planned for emergency
evacuation of subdural. The airway tended to suffer from obstruction, blood pressure 160-170/90 mmHg, heart
rate was irregular around 65-70 bpm, GCS 1-1-2, pupil was anisokor 3mm/4mm, and right hemiparese was found.
Patient.was then intubated, the ventilation was controlled and he was managed in the ICU because the operation
was delayed. The operation was done after more than 7 hours since the neurological deterioration initiated. There
are several methods may be conducted during the delay surgery time to prevent herniation, so phycisiant may
regain better result on delayed ASDH surgery. This case report will discuss methods in managing patient with
delayed evacuation of ASDH for a better outcome.
177
178 Jurnal Neuroanestesi Indonesia
direncanakan untuk ekstubasi. Hari ketiga pasien glutamat masif, penurunan level oksigen jaringan
telah diekstubasi, status generalis stabil, status otak memicu kematian sel otak yang akan terus
neurologis tetap. Hari keempat pasien pindah berkembang karena terdapat hubungan antara
ke ruang intermediate, hari kelima dipindah perubahan aliran darah fokal dan metabolisme
ke ruangan dan setelah dua minggu perawatan dengan penambahan daerah infark.7 Selain
pasien dipulangkan. kerusakan akibat proses iskemia yang terjadi di
daerah yang tertekan oleh perdarahan, PSDA juga
III. Pembahasan dapat menimbulkan terjadinya mikro koagulasi
pada pembuluh-pembuluh darah kortikal pada
Cedera kepala traumatik merupakan masalah atau sekitar daerah yang tertekan oleh hematoma
kesehatan yang serius di masyarakat karena subdural.7 Oklusi dari pembuluh darah kortikal
merupakan pemicu kecacatan dan kematian oleh klot sel darah merah dan trombosit
di seluruh dunia.1,2 Sekitar 11,5 juta jiwa di menimbulkan gangguan mikrosirkulasi yang
Eropa dan Amerika Serikat mengalami cedera memicu pelepasan glutamat lebih banyak lagi
kepala tiap tahunnya.2 Perdarahan subdural akut dan mengakibatkan nekrosis iskemik dan edema
merupakan salah satu kelainan yang menyertai otak progresif.7 Adanya mikrokoagulasi inilah
cedera kepala berat. Insiden PSDA mencapai yang diduga mengakibatkan pada beberapa kasus
1230% dari pasien yang masuk dengan cedera PSDA tidak terjadi perbaikan aliran darah otak
kepala berat dan terjadi terutama pada usia dan progresi daerah iskemik tetap berlangsung
dewasa muda dibawah 45 tahun dengan penyebab meskipun evakuasi hematoma telah dilakukan.7
tersering adalah kecelakaan lalu lintas.4 Sampai
saat ini PSDA masih merupakan cedera paling Terdapat beberapa faktor yang dapat
mematikan dari seluruh tipe cedera kepala.5 Angka mempengaruhi luaran pada pasien dengan PSDA
kematian yang tinggi mencapai 5570% pada antara lain umur, jenis kelamin, status neurologik
pasien dengan skor GCS kurang dari 8 meskipun saat masuk rumah sakit dan jarak waktu antara
dengan diagnosis dini, penatalaksanaan yang trauma dengan evakuasi perdarahan. Wilberger
agresif, pengawasan ketat selama periode kritis melaporkan bahwa waktu antara trauma dan
menjadikan PSDA merupakan komplikasi yang operasi adalah faktor yang paling penting diantara
menghasilkan keputusasaan bagi klinisi yang semua variabel tersebut diatas.5,8 Seelig dan para
merawat.6 Penelitian lain melaporkan dengan koleganya menunjukkan adanya penurunan
penatalaksanaan konvensional yang terdiri dari angka kesakitan dan kematian pada pasien yang
perawatan intensif, evakuasi bekuan darah dalam dilakukan operasi pada empat jam pertama
kisaran waktu 4 jam setelah terjadi PSDA angka trauma (angka kematian 30%) dibandingkan
kematian mencapai 30% dan perbaikan fungsi mereka yang menjalani operasi setelah waktu
dari pasien mencapai 65%.7 Sedangkan bila terapi diatas (angka kematian 85%).5 Meskipun terdapat
dimulai setelah 4 jam maka angka kematian penelitian yang tidak menemukan korelasi antara
mencapai 85%.7 pembedahan lebih awal dengan luaran yang
lebih baik namun pada umumnya pasien yang
Angka kematian yang demikian tinggi pada dilakukan pembedahan dalam waktu empat jam
pasien cedera kepala dengan PSDA menimbulkan setelah perburukan klinis memberikan luaran
pertanyaan apa yang menjadi penyebab dan faktor yang lebih baik daripada pasien yang terlambat
apa saja yang mempengaruhi luaran dari pasien dilakukan operasi.4
dengan PSDA. Salah satu penjelasan patofisiologi
yang berhubungan dengan hal tersebut adalah Pengambilan bekuan darah pada pasien PSDA
setelah terjadi cedera kepala traumatik dengan sering tidak dapat dilakukan dalam waktu yang
PSDA, lesi-lesi yang timbul akan terus singkat. Persetujuan dari keluarga pasien yang
berkembang meski terkadang tekanan perfusi terlambat baik karena adanya keraguan akan
otak (CPP) sudah relatif normal.7 Peningkatan keputusan dokter untuk melakukan pembedahan
kebutuhan energi untuk metabolisme, pelepasan maupun masalah kekurangan biaya merupakan
182 Jurnal Neuroanestesi Indonesia
hal yang menjadi permasalahan termasuk Tabel 1. Distribusi pasien dengan preoperatif
di negara kita. Para dokter bedah saraf dan manitol dosis tinggi (MDT) dan manitol dosis
anestesi sering dihadapkan pada kondisi dimana konvensional (MDK) dengan glasgow outcome scale
pasien dilakukan pembedahan pada waktu yang setelah 6 bulan, G-M (good-moderate disability), S
(severe disability), V-D (vegetative state-death).
melebihi batas optimal sehingga didapatkan
luaran yang tidak diharapkan. Terdapat beberapa
G-M S V-D Total
penelitian yang telah dilakukan untuk mencoba
meningkatkan luaran klinis pada pasien PSDA MDT 69,2% 13,2% 17,6% 100%
yang lambat untuk dilakukan pembedahan MDK 46% 24,1% 29,9% 100%
evakuasi. Tindakan-tindakan preoperatif ini selain
dapat mengulur waktu pembedahan, menunda tekanan intrakranial, sering diberikan terapi
terjadinya herniasi, juga diduga berhubungan dengan cairan hiperosmotik untuk menciptakan
dengan peningkatan luaran klinis dari pasien suatu perbedaan osmotik yang dapat menarik
PSDA. Tindakan tersebut meliputi pemberian air dari struktur serebral sehingga peningkatan
dosis tinggi manitol preoperatif, pengaturan TIK dapat dikendalikan sementara.9 Manitol
ventilasi, regulasi suhu tubuh preoperatif, adalah diuretika osmotik yang paling sering
menjaga stabilisasi hemodinamik preoperatif. digunakan di ruang perawatan intensif (ICU)
Namun sebelum hal-hal tersebut dilakukan, untuk menurunkan edema otak dan TIK.9
seperti pasien cedera kepala berat pada umumnya Efek primer yang mendasari penurunan TIK
pasien ini juga dilakukan tindakan seperti: adalah dengan meningkatkan osmotik gradien
sepanjang sawar darah otak (bila masih intak),
1. Pemasangan pipa endotrakeal memastikan dan mendorong proses osmosis dari parenkim
jalan napas tetap bebas dan mencegah otak dengan menurunkan cairan yang terkandung
aspirasi paru. dalam sel-sel otak.10 Manitol juga memiliki
2. Oksigenasi dan kontrol ventilasi untuk fungsi sekunder yang tidak kalah pentingnya
mencegah hipoksia dan hiperkapnea. yaitu terjadinya peningkatan volume plasma,
3. Menjaga status hemodinamik tetap stabil penururan hematokrit serta viskositas darah.10
dengan menghindari hipertensi yang berlebih
dan mencegah terjadinya hipotensi yang Hal ini akan meningkatkan curah jantung,
membahayakan. Cairan infus rumatan tekanan darah rerata, meningkatkan aliran
digunakan yang bersifat isoosmoler darah otak (ADO), memperbaiki aliran darah di
(ringerfundin). mikrovaskular otak sehingga oksigenasi jaringan
4. Posisi kepala netral dan head up untuk otak akan meningkat pada keadaan hipoperfusi
memastikan aliran darah balik serebral tidak global seperti cedera kepala.10,11 Selain rutin
mengalami gangguan (tetap mengawasi akibat digunakan untuk mengendalikan TIK pada terapi
posisi tersebut pada status hemodinamik konvensional cedera kepala, beberapa penelitian
pasien). memberikan manitol dengan dosis yang lebih
5. phenytoin sebagai anti kejang diberikan tinggi dari dosis yang direkomendasikan sebagai
intravena. pilihan proteksi otak terutama pada pasien PSDA
6. Propofol dan atracurium kontinyu serta yang lambat dilakukan evakuasi bekuan darah.11
dexketoprofen intravena diberikan sebagai Satu penelitian dengan membandingkan pasien
sedatif, analgesik serta memfasilitasi PSDA yang diberikan manitol dosis konvensional
penggunaan ventilasi mekanik pada pasien preoperatif (0,60,7 g/kgBB) dengan yang
ini. diberikan dosis tambahan kedua preoperatif (0,6
7. Pemberian manitol dosis 0,5 g/kgBB 0,7g/kgBB pada pasien dengan pupil normal
diberikan sebagai usaha mengendalikan TIK dan 1,21,4 g/kgBB pada pasien dengan pupil
yang mulai melebar).11 Pada penelitian tersebut
Pemberian Manitol Preoperatif didapatkan hasil yang lebih baik pada kelompok
Pada keadaan edema otak dan peningkatan
Penatalaksanaan Pasien Cedera Kepala Berat dengan Evakuasi 183
Perdarahan Subdural yang Tertunda
yang diberikan dosis tambahan preoperatif (laju terkontrol.13 Sejak digunakan pertama kali
mortalitas 14,3%) dibandingkan pasien yang oleh Dr. Temple Fay, terapi induksi hipotermia
diberikan dosis konvensional (laju mortalitas telah sebagai salah satu cara neuroproteksi,
25,3%) dan keseluruhan luaran klinis didapatkan namun dalam perkembangannya masih banyak
hasil yang lebih baik pada pasien dengan manitol menjadi perdebatan antara kegunaannya dengan
dosis tinggi (tabel 1).11 efek samping yang ditimbulkan.14 Meskipun
mekanisme pasti efek neuroproteksi dari
Hasil yang lebih baik pada pasien dengan manitol induksi hipotermia belum diketahui pasti namun
dosis tinggi berkaitkan dengan dugaan adanya diduga melalui beberapa jalan antara lain14:
fungsi neuroproteksi manitol terhadap kerusakan 1. Menurunkan laju metabolisme otak dan
akibat iskemia dan dapat menjadi alternatif terapi memberi efek pada ADO.
untuk pasien PSDA yang tidak segera dilakukan 2. Mempengaruhi kaskade sitotoksik dengan
evakuasi bekuan darah intrakranial.11 Meskipun menekan peningkatan kalsium intraselular
terdapat beberapa studi lain yang mendukung dan menghambat pelepasan excitatory amino
Cruz namun penggunaan manitol dosis tinggi acids.
belum menjadi suatu terapi standar bahkan 3. Menekan kerusakan sawar darah otak.
mengundang banyak pertanyaan dari para peneliti 4. Memiliki efek anti-apoptotik.
yang lain. Penggunaan dosis tinggi manitol dapat
memberikan efek samping yang merugikan Brain Trauma Foundation masih memberi tempat
terutama bila osmolaritas melebihi 320 mosm/L. pada penggunaan hipotermia sebagai pilihan
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam penatalaksanaan cedera kepala traumatik
dapat terjadi mengingat fungsi manitol yang (rekomendasi level III), namun tindakan
merupakan diuretika.12 Gangguan keseimbangan tersebut harus dilakukan dengan hati-hati karena
cairan dapat mengakibatkan keaadaan hipotensi meskipun terdapat metaanalisis dari beberapa
yang membahayakan sehingga harus dilakukan penelitian yang menunjukkan bahwa hipotermia
pengawasan ketat parameter hemodinamik dihubungkan dengan luaran neurologik yang
selama pemberiaan manitol.10,12 Manitol juga lebih baik tetapi terdapat efek samping seperti
dapat meningkatkan risiko terjadinya gagal ginjal hipotensi, aritmia, koagulopati, dan infeksi yang
serta edema otak karena proses pembalikan patut menjadi perhatian.15,16
(rebound cerebral edema).12
Berdasarkan penjelasan diatas maka pada Beberapa tahun terakhir ini terdapat beberapa
kasus kami, manitol diberikan sampai dosis penelitian tentang hipotermia dini pada pasien-
konvensional yang maksimal (1g/kgBB). pasien cedera kepala traumatik.15 Para peneliti
Pemberian manitol dilakukan dengan pengawasan tersebut berpendapat bahwa hipotermia dini
ketat parameter hemodinamik serta osmolaritas diduga dapat memberi manfaat pada pasien
plasma untuk menghindari terjadinya efek trauma kepala dengan hematom intrakranial
samping dari obat tersebut. Pemberian manitol akut dengan jalan mengurangi efek dari cedera
sampai 1 g/kgBB preoperatif diharapkan agar iskemia-reperfusi.17 Satu hasil penelitian pada
penulis memiliki waktu lebih sebelum keluarga model tikus dengan akut SDH dan menyimpulkan
setuju dilakukan evakuasi bekuan subdural, serta bahwa hipotermia ringan dini dapat mengurangi
memberikan efek neuroproteksi yang mungkin kerusakan sel neuron dan sel glia akibat proses
memberi manfaat pada peningkatan luaran tanpa reperfusi yang terjadi setelah evakuasi bekuan
keluar dari standar terapi yang ada. darah intrakranial dengan mengurangi mekanisme
neurotoksik termasuk pembentukan radikal
Hipotermia Preoperatif bebas, stres oksidatif, dan lain sebagainya.17 Dari
Hipotermia telah digunakan selama bertahun- penjelasan diatas diketahui bahwa hipotermia
tahun sebagai bagian dari terapi cedera kepala memiliki efek proteksi otak yang dapat memberi
berat dan menjadi bagian dari banyak algoritma keuntungan pada pengelolaan cedera kepala
pada pasien hipertensi intrakranial yang tak berat. Hipotermia ringan dini dikatakan oleh
184 Jurnal Neuroanestesi Indonesia
beberapa peneliti dapat mengurangi kerusakan pada pasien dengan refrakter hipertensi
sel neuron dari cedera iskemik-reperfusi setelah intrakranial atau adanya ancaman herniasi.18
dilakukan evakuasi bekuan darah pada pasien Mengingat risiko yang ditimbulkan, hiperventilasi
dengan perdarahan intrakranial. Pada kasus yang hanya merupakan tindakan sementara sambil
kami kerjakan, hipotermia preoperatif dicapai melakukan usaha-usaha lain dalam menurunkan
pada suhu pasien antara 3636,5 oC. Pengawasan TIK.1,18
ketat suhu tubuh, penggunaan matras pendingin
digunakan dalam mempertahankan suhu pada Pada kasus yang kami kerjakan, pasien diberikan
kisaran yang diinginkan. Pengawasan ketat dukungan ventilasi dengan target normokapnea
status hemodinamik pasien dilakukan selama di namun selama menunggu untuk tindakan operasi
ICU untuk mengantisipasi efek samping yang terdapat tanda-tanda peningkatan TIK dan
dilakukan. Pasien tidak dilakukan pendinginan ancaman herniasi sehingga dukungan ventilasi
sampai suhu dibawah 36 oC karena keuntungan ditingkatkan sebagai tindakan sementara agar
hipotermia dibawah suhu tersebut masih banyak pasien memiliki waktu lebih sebelum herniasi otak
diperdebatkan dan banyak efek samping yang terjadi. Bersamaan dengan kejadian diatas maka
dapat ditimbulkan. Tindakan ini dilakukan selama keluarga pasien diberitahu agar pengambilan
3 jam sambil menunggu persetujuan operasi dan bekuan darah harus segera dilakukan untuk
selama waktu tersebut hemodinamik relatif stabil menyelamatkan jiwa. Setelah melalui waktu
tanpa terjadi efek samping yang diinginkan. Saat yang panjang, pasien akhirmya masuk ke kamar
ini terdapat penelitian yang mencoba menggali operasi untuk dilakukan pembedahan evakuasi
efek hipotermia pada pasien cedera kepala dengan PSDA. Selama pembedahan pasien dalam kondisi
perdarahan intrakranial. Penelitian tersebut stabil, dekompresi kraniektomi juga dilakukan
merupakan penelitian klinis, multicenter yang mengingat adanya ancaman herniasi. Pascabedah
dikenal dengan The HOPES Trial (HypOthermia pasien tetap di berikan sedasi, bantuan napas
for Patients requiring Evacuation of Subdural mekanik untuk memastikan keseimbangan
hematoma). Dengan penelitian ini diharapkan homeostasis intrakranial tetap terjaga. Setelah
nanti dapat diketahui apakah hipotermia akan dilakukan evaluasi CT-scan ulangan, pasien
memberi manfaat pada penatalaksanaan cedera dibangunkan dan memberi respon yang baik.
kepala traumatik di masa yang akan datang. Mengingat prognosa pasien ditentukan oleh
derajat kesadaran saat awal pemeriksaan,
Pengaturan Ventilasi gambaran awal dari CT-scan, kecepatan tindakan
Pasien dengan cedera kepala berat memerlukan evakuasi hematoma, maka pasien ini diperkiran
dukungan ventilasi mekanik untuk memiliki prognosa yang buruk. Tindakan-
mempertahankan tekanan oksigen arterial (PaO2) tindakan menurunkan TIK, menjaga perfusi
diatas 80 mmHg dan PCO2 antara 35 dan 40 otak, menghindari pemberian obat dan tindakan
mmHg. Terdapat hubungan linear yang positif yang memperberat TIK yang menjadi dasar dari
antara kadar CO2 dengan ADO pada rentang pengelolaan cedera kepala telah dilakukan. Namun
harga PCO2 antara 20 mmHg sampai 80 mmHg. tindakan seperti penggunaan manitol dosis tinggi,
Namun pada harga PCO2 dibawah 28 mmHg hipotermia ringan preoperatif, hiperventilasi
terjadi vasokonstriksi hebat yang menyebabkan ringan dapat membantu meningkatkan luaran
penurunan ADO sampai pada level iskemik.18 pada pasien dengan PSDA yang mengalami
Hiperventilasi telah banyak dipakai untuk penundaan evakuasi bekuan darah dan dapat
pengelolaan hipertensi intrakranial, namun menjadi alternatif yang patut dipertimbangkan.
hiperventilasi agresif dapat membahayakan dan
sebaiknya dihindari pada 24 jam pertama cedera IV. Simpulan
otak kecuali terdapat keadaan darurat seperti
ancaman herniasi.18 Brain Trauma Foundation Cedera kepala traumatik merupakan masalah
memasukkan tehnik ini pada pengelolaan kesehatan yang serius di masyarakat karena
sekunder (second-tier therapy) trauma kepala merupakan pemicu kecacatan dan kematian
Penatalaksanaan Pasien Cedera Kepala Berat dengan Evakuasi 185
Perdarahan Subdural yang Tertunda
di seluruh dunia. Walaupun terdapat metode Trauma & Emergency Surgery 2010;16(3):
diagnostik dan penatalaksanaan yang muktahir 23336.
namun prognosis masih jauh dari harapan. PSDA
masih merupakan cedera paling mematikan dari 6. Azhari S, Safdari H, Shabehpoor M, Hosein N,
seluruh tipe cedera kepala. Angka kematian yang Amiri Z. Traumatic acute subdural hematom:
tinggi (5570%) pada pasien PSDA meskipun Analysis of factors affecting outcome in
diagnosis dini, penatalaksanaan yang agresif, comatose patients. Medical Journal of the
pengawasan ketat selama periode kritis perawatan Islamic Republic of Iran 1999;12(4): 31318.
telah dilakukan oleh para klinisi.
7. Jussen D, Papaioannou C, Heimann A,
Waktu antara cedera dengan evakuasi bekuan Kempski O, Alessandri B. Effects of
darah subdural merupakan faktor yang sangat hypertonic/hyperoncotic treatment and
penting dalam menghasilkan luaran, sayangnya surgical evacuation after acute subdural
waktu evakuasi ini sering mengalami penundaan. hematoma in rats. Crit Care Med 2008; 36(2).
Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan
selama periode preoperatif untuk memberi waktu 8. Solaroglu I, Kaptanoglu E, Okutan O,
lebih kepada pasien terhadap bahaya iskemi Beskonakli E, Taskin Y. Prognostic value of
dan herniasi otak serta meningkatkan luaran initial computed tomography in patients with
pada pasien PSDA. Tindakan seperti manitol traumatic acute subdural hematoma. Turkish
dosis tinggi, hipotermia ringan preoperatif, Neurosurgery;12:8994.
hiperventilasi masih sedang dalam penelitian
namun memberi harapan pada pengelolaan pasien 9. Sorani M, Manley GT. Dose-response
dengan PSDA. relationship of mannitol and intracranial
pressure: a metaanalysis. J Neurosurg
Daftar Pustaka 2008;108:8087.
and applications. Dalam:Torbey MT, ed. 17. Yokobori S, Gajavelli S, Mondello S, Seaney
Neuro Critical Care. NewYork: Cambridge JM, Bramlett HM, Dietrich WD, et.al.
University Press;2010,3945. Neuroprotective effect of preoperatively
induced mild hypothermia as determined by
15. Xiong Y, Mahmood A, Chopp M. Emerging biomarkers and histopathological estimation
treatments for traumatic brain injury. Expert in a rat subdural hematoma decompression
Opin Emerg Drugs 2009;14(1):6784. model. J Neurosurg 2013;118: 370380.
16. Tolani K, Bendo AA, Sakabe T. Anesthetic 18. Mangat HS. Severe traumatic brain injury.
management of head trauma. Dalam: American Academy of Neurology 2012:
Newfield P, Cottrell JE, ed. Handbook of 532546.
Neuroanesthesia. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins;2012, 98114.