Anda di halaman 1dari 7

PORTOFOLIO KASUS

Nama Peserta : dr. Dwi Harliani Ayu Aprilia


Nama Wahana: RSUD Mardi Waluyo
Topik: Sindrom Nefrotik
Tanggal (kasus) : 14 April 2016
Tanggal Presentasi : - Pendamping : dr. Herlin Ratnawati, MPH
Tempat Persentasi : -
Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Laki-laki, 18 tahun
Tujuan: Menegakkan diagnosis sindrom nefrotik dan melakukan terapi yang tepat
Bahan Bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
diskusi
Data Pasien: Nama M, 18 tahun No.Registrasi: XXXXX
Nama klinik RSUD Mardi Waluyo
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Gambaran Klinis
Laki-laki, 18 tahun, datang dengan keluhan bengkak pada wajah dan seluruh tubuh sejak 2
minggu SMRS. Awal bengkak dirasakan muncul pertama kalinya pada pagi hari di kelopak
mata dan wajah kemudian ketika siang bengkak di kelopak mata menghilang tetapi bengkak
dirasakan berpindah di kedua tungkai atas. Semakin lama bengkak dirasakan memberat setiap
harinya. Kedua tungkai bawah dan perut juga menjadi bengkak. Bengkak pada keempat
ekstremitas dirasakan tidak merah maupun panas. Perut dirasakan semakin lama semakin
buncit. Bengkak kedua tungkai atas berkurang ketika pasien di bawa ke RS. Pasien mengaku
suka minum teh kotak sehari 2 kali selama 6 bulan terakhir SMRS.
2. Riwayat pengobatan:
Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya
3. Riwayat kesehatan/penyakit:
Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya
4. Riwayat keluarga: -
5. Riwayat pekerjaan: -
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik: pasien tinggal bersama kedua orang tuanya
7. Lain Lain
-
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis GCS 15 (E4M6V5)
Kesan Gizi : Gizi cukup
Tanda vital
TD : 130/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36.5O C
Kepala : Normocephal, rambut hitam, rontok (-)
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, palpebra oedema
(+/+)
Mulut : Bentuk normal, sianosis (-), mukosa basah,
Leher : Massa (-/-), benjolan KGB tidak teraba, deviasi trakea (-)
Thorax : Simetris, retraksi iga (-), tidak ada bagian dada yang
tertinggal, Nyeri tekan (-/-), Sonor pada seluruh lapang paru kiri dan
kanan.
Auskultasi :
Paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : Bunyi jantung S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Cembung (+), benjolan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, undulasi (-), massa (-),
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Ekstremitas
Superior : Normal, simetris, deformitas (-/-), edema (+/+)
Inferior : Akral hangat, atrofi (-/-), nyeri gerak (-/-), nyeri tekan (-/-), edema (+/+)
Pemeriksaan Laboratorium
- Hemoglobin : 15,8 gr/dL
- Trombosit : 322.000 / l
- Hematokrit : 45%
- Leukosit : 10.500/ l
- Ureum : 28,19 mg/dl
- Creatinin : 0.91 mg/dl
- Albumin : 1,40 g/dl
- Cholesterol : 494 mg/dl
- Urinalisa : warna kuning keruh, protein +3
Daftar Pustaka:
1. Y. C. Tsao. Some Recent Advances in The Investigation and Treatment of The Nephrotic
Syndrome in Children in The Bulletin of The Hongkong Medical Association.
Departement of Pediatrics, University of Hongkong. Vol.23, 1971.
2. Abdoerrachman,M.H dkk. Sindrom Nefrotik. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak
Jilid 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1997; 832-835
3. Vincent lannelli, M.D. Childhood Nephrotic Syndrome 2005; (online)
(http://www.eMedicine.com/pediatrics/kidney diakses May 2000)
4. Sukandar Enday. Sindrom Nefrotik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit
FKUI . Jakarta : 1998 ; 282 305
5. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-
426.
6. Luther Travis, M.D. Nephrotic Syndrome 2005; (online)
(http://www.eMedicine.com/pediatrics/nephrology diakses 14 April 2005)
7. Fervenza FC, Abraham RS, Erickson SB, et al. Rituximab therapy in idiopathic
membranous nephropathy: a two year study. Clin J Am Soc Nephrol. 2010;5:2188-2198.
8. Chen M, Li H, Li XY, et al. Tacrolimus Combined With Corticosteroids in Treatment of
Nephrotic Idiopathic Membranous Nephropathy: A Multicenter Randomized Controlled
Trial. Am J Med Sci. Mar 2010;339(3):233-8.
9. Roberti I, Vyas S. Long-term outcome of children with steroid-resistant nephrotic
syndrome treated with tacrolimus. Pediatr Nephrol. Mar 9 2010
10. Buf-Vereijken PW, Branten AJ, Wetzels JF. Idiopathic membranous nephropathy: outline
and rationale of a treatment strategy. Am J Kidney Dis. Dec 2005;46(6):1012-29.
11. Gulati A, Sinha A, Jordan SC, Hari P, Dinda AK, Sharma S, et al. Efficacy and safety of
treatment with rituximab for difficult steroid-resistant and -dependent nephrotic
syndrome: multicentric report. Clin J Am Soc Nephrol. Dec 2010;5(12):2207-12.
Hasil Pembelajaran
1. Menegakkan diagnosis sindrom nefrotik
2. Memberikan penatalaksanaan yang tepat terhadap kasus sindrom nefrotik

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO


SUBJEKTIF
Laki-laki, 18 tahun, datang dengan keluhan bengkak pada wajah dan seluruh tubuh sejak
2 minggu SMRS. Awal bengkak dirasakan muncul pertama kalinya pada pagi hari di
kelopak mata dan wajah kemudian ketika siang bengkak di kelopak mata menghilang
tetapi bengkak dirasakan berpindah di kedua tungkai atas. Semakin lama bengkak
dirasakan memberat setiap harinya. Kedua tungkai bawah dan perut juga menjadi
bengkak. Bengkak pada keempat ekstremitas dirasakan tidak merah maupun panas. Perut
dirasakan semakin lama semakin buncit. Bengkak kedua tungkai atas berkurang ketika
pasien di bawa ke RS. Pasien mengaku suka minum teh kotak sehari 2 kali selama 6
bulan terakhir SMRS.
OBJEKTIF
Dari pemeriksaan fisik ditemukan kedua palpebra, tungkai atas, perut & tungkai bawah
oedema. Ureum 28,19 mg/dl, creatinin 0.91 mg/dl, hipoalbumin : 1,40 g/dl, hiperkolesterol :
494 mg/dl. Urinalisa warna kuning keruh, protein +3.
ASSESMENT
Bengkak pada wajah dan seluruh tubuh, hasil laboratorium berupa hipoalbuminemia,
hiperkolesterolemia, proteinuria pada pasien ini dapat menjadi petunjuk bahwa asal
kelainan adalah dari organ ginjal dengan nama penyakit sindrom nefrotik. Penting bagi
seorang dokter untuk mengetahui menegakkan diagnosis penyakit tersebut sehubungan
dengan terapi yang akan diberikan.
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif
adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih.
Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-
gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-
kadang azotemia. Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui; akhir-akhir ini
dianggap sebagai penyakit autoimun jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Pada
anak-anak, 85-90% kasus sindrom nefrotik adalah idiopatik dan sensitif terhadap steroid,
sehingga respon terhadap prednisolon sangat baik. Pada biopsi ginjal akan didapatkan
gambaran histologis dengan kelainan minimal. Pada literatur lain dinyatakan pula tipe
terbanyak SN pada anak-anak adalah minimal change disease (MCD). Kondisi ini disebut
MCD karena anak-anak dengan sindrom nefrotik pada hasil biopsi ginjalnya
menunjukkan normal atau hampir normal. Selain itu mikroskopik hematuria terdapat
pada 23% penderita dengan MCD dan 48% penderita dengan glomerulosklerosis fokal
segmental (GSFS). Makroskopik hematuria umumnya terjadi pada GSFS.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang.2

A. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai,
atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga
dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.
B. Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata,
tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan
hipertensi.
C. Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (+ 3 sampai + 4), dapat disertai hematuria.
Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia,
dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan
kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.
Pengobatan spesifik dari sindrom nefrotik tergantung pada penyebab penyakit itu.
Pada minimal-perubahan nefropati, glukokortikosteroid, seperti prednison, digunakan.
Anak-anak yang kambuh setelah keberhasilan penggunaan prednison atau yang tidak
menanggapi prednison (yaitu, mereka dengan steroid-tahan penyakit) dapat diobati
dengan rituximab, antibodi terhadap sel-B. Rituximab juga telah digunakan di
membranous nephropathy pada orang dewasa.
Dalam beberapa bentuk nefritis lupus, prednison dan siklofosfamid berguna.
Amiloidosis sekunder dengan sindrom nefrotik dapat menanggapi pengobatan anti-
inflamasi dari penyakit primer.
Dalam membranous nephropathy, manajemen hamil tanpa imunosupresi dapat
digunakan untuk 6 bulan pertama, pada pasien dengan risiko rendah untuk kemajuan
(yaitu, mereka yang memiliki tingkat kreatinin serum <1,5 mg / dL). Pasien dengan
insufisiensi ginjal (kreatinin serum tingkat> 1,5 mg / dL) mempunyai risiko lebih besar
untuk pengembangan stadium akhir penyakit ginjal dan harus menerima terapi
imunosupresif.
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa
memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus.
Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan
dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis
rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari
selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan. Kortikosteroid (prednison),
cyclophosphamide, dan siklosporin digunakan untuk menginduksi remisi pada sindrom
nefrotik. Diuretik digunakan untuk mengurangi edema. Angiotensin-converting enzyme
(ACE) inhibitor dan angiotensin II reseptor blocker diberikan untuk mengurangi
proteinuria.

Pada penderita sindrom Nefrotik adalah untuk mengganti kehilangan protein terutama
albumin atau mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh. Selain itu juga
bertujuan memonitor hiperkolesterolimia dan penumpukan trigliserida serta mengontrol
hipertensi dan engatasi anoreksia.

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang
baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid. Prognosis
umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut5 :
- Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
- Disertai hipertensi.
- Disertai hematuria.
- Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
- Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
PLAN :
a. Diagnosis : Sindrom Nefrotik
b. Pengobatan :
IVFD NaCl 0,9% 10 gtt
Inj. Ranitidin 2x1 amp iv
Captopril 3x12.5 mg p.o
Prednison 4 tab - 4 tab - 4 tab p.o
Furosemid 1 tab 1 tab 0 p.o
Bed rest
Diet rendah garam

Pendamping Internship,

dr. Herlin Ratnawati, MPH

Anda mungkin juga menyukai