Anda di halaman 1dari 15

HUBUNGAN TINGKAT KEKERAPAN MENGKONSUMSI KOPI DENGAN

KEJADIAN DISPEPSIA DI PUSKESMAS KARTASURA

Arinil Husna Kamila, Sigit Widyatmoko, Safari Wahyu Jatmiko,


Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAK
Salah satu faktor risiko yang menyebabkan terjadinya dispepsia diantaranya adalah
konsumsi kafein. Kafein yang biasanya ditemukan pada produk minuman seperti kopi
dapat menyebabkan peningkatkan sekresi gastrin sehingga akan merangsang produksi
asam lambung. Tingginya asam menyebabkan peradangan serta erosi pada mukosa
lambung sehingga dapat memunculkan gangguan dispepsia. Tujuan dilakukanya
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat kekerapan mengkonsumsi
kopi dengan kejadian dispepsia. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan
pendekatan cros sectional yang dilakukan pada bulan Februari-Maret 2016 pada 62
sampel yang mendatangi Puskesmas Kartasura. Teknik pengambilan sampling pada
penelitian ini menggunakan Consecutive Sampling. Pengambilan data dari sampel
penelitian menggunakan kuesioner yang berisi variabel tingkat kekerapan
mengkonsumsi kopi dan dispepsia. Analisis data menggunakan uji Koefisien
Kontigensi dengan analisis univariat dan bivariat. Hasil uji statistik nilai p= 0,3.
Nilai p > 0,05 berarti tidak terdapat hubungan antara minum kopi dengan kejadian
dispepsia. dari penelitian ini dapat disimpulkan ada korelasi negatif antara tingkat
kekerapan mengkonsumsi kopi dengan kejadian dispepsia.
Kata kunci : Mengkonsumsi kopi, dispepsia
RELATIONSHIP COFFEE CONSUMPTION FREQUENCY RATE BY
GENESIS DYSPEPSIA IN PRIMARY CARE UNIT KARTASURA , FACULTY
OF MEDICINE, UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ABSTRACT

One of the risk factors that cause dyspepsia include caffeine consumption. Caffeine is
commonly found in products such as coffee drinks can cause increase secretion of
gastrin so that it will stimulate the production of stomach acid. The high acid cause
inflammation and erosion of the gastric mucosa so that it can bring dyspeptic
disorders. The purpose of execution of this study was to determine the correlation
between the frequency of coffee consumption and the incidence of dyspepsia. This
study was an observational cross sectional analytic approach, conducted in
February-March 2016 on 62 samples went to a primary care unit in Pabelan,
Kartasura. Technique sampling in this study using a Consecutive Sampling. Retrieval
of data from the study sample using a questionnaire containing variable frequency
level of coffee consumption and dyspepsia. Analysis of test data using Koefisien
Kontigensi with univariate and bivariat analysis. The results of the statistical test p=
0,3. p value > 0.05 means that its not significant relationship between the two
variables. From this study it can be concluded that there is a negative correlation
between consumed coffee with dyspepsia.

Keywords : Consuming coffee, dyspepsia

LatarBelakang

Dispepsia menjadi keluhan Penyebab sindrom atau keluhan


klinis yang paling sering ini beragam, berbagai penyakit
dijumpai dalam praktik klinik termasuk juga didalamnya
sehari-hari. Studi berbasiskan penyakit yang sering mengenai
populasi tahun 2007, ditemukan lambung, atau yang lebih sering
adanya peningkatan prevalensi dikenal sebagai penyakit maag
dispepsia fungsional sebesar kerap dikaitkan dengan sindrom
1,9% pada tahun 1988 naik atau keluhan ini. Dispepsia
menjadi 3,3% pada tahun 2003. fungsional memiliki tingkat
prevalensi yang tinggi pada Malaysia 62% dari 210 pasien
tahun 2010, yaitu 5% dari (Muya et al., 2015).
Dispepsia berada pada
seluruh kunjungan layanan
urutan ke-10 dengan proporsi
kesehatan primer (Abdullah &
sebanyak 1,5% dalam katagori
Gunawan, 2012).
Di negara-negara barat, 10 jenis penyakit terbesar
populasi orang dewasa yang untuk pasien rawat jalan di
dipengaruhi oleh dispepsia semua rumah sakit di
sekitar 14-38%, dengan 13- Indonesia. Dari 50 daftar
18% diantaranya memiliki penyakit, dispepsia berada pada
resolusi spontan dalam satu urutan ke-15 katagori pasien
tahun serta prevalensi yang rawat inap terbanyak di
stabil dari waktu ke waktu. Indonesia pada tahun 2004
Sebanyak 25% dari populasi dengan proporsi 1,3% serta
Amerika Serikat dipengaruhi menempati posisi ke-35 dari 50
dispepsia setiap tahunya, dan daftar penyakit yang
hanya sekitar 5% dari semua mengakibatkan kematian
penderita mendatangi dokter dengan PMR 0,6% (Kusuma et
pelayanan primer (Andre et al., al., 2011).
Salah satu faktor risiko
2013).
Penelitian terhadap yang menyebabkan terjadinya
dispepsia fungsional di dispepsia diantaranya adalah
beberapa negara di Asia juga konsumsi kafein. Kafein yang
menunjukkan prevalensi yang biasanya ditemukan pada
cukup tinggi, yaitu di Cina produk minuman seperti kopi,
sebanyak 69% dari 782 pasien adalah suatu penyegar tonik,
dispepsia, di Hongkong 43% yang bermanfaat untuk asma
dari 1.353 pasien, di Korea kronik, nyeri kepala, serta
70% dari 476 pasien, dan
keracunan opium (Susanti et berkafein dengan rata-rata
al., 2011). mengkonsumsi sebanyak 2-3
Saat ini konsumsi kafein
cangkir kopi/ hari. Penelitian
di dunia cukup tinggi. Lebih
terpisah di Eropa mencatat
dari 80% populasi di seluruh
setiap harinya delapan dari
dunia mengkonsumsi kafein
sepuluh orang dewasa
setiap harinya baik untuk
mengkonsumsi kafein.
stimulan, ataupun sebagai
Konsumsi kopi sebagai sumber
kombinasi obat. Di antara
utama kafein di Indonesia
semua makanan dan minuman
sendiri mengalami peningkatan
yang mengandung kafein, kopi
sebesar 98% dalam 10 tahun
menjadi yang paling banyak
terakhir (Smith, 2011).
dikonsumsi. Kopi menjadi Penelitian yang
salah satu sumber kafein yang dilakukan oleh (Susanti et al,
tersebar luas serta dapat 2011) menunjukkan hasil
diperoleh secara bebas, kebiasaan minum kopi tidak
disamping produk lainya berhubungan nyata terhadap
seperti minuman berenergi dan sindroma dispepsia. Penelitian
juga softdring. Pengaruh gaya lainya yang dilakukan (Putri et
hidup memberikan kontribusi al, 2015) menunjukkan adanya
cukup besar dalam peningkatan hubungan antara kebiasaan
jumlah konsumen kopi minum kopi dengan kejadian
(Liveina & Artini, 2014). dispepsia. Orang yang
Pada tahun 2009, terjadi
memiliki kebiasaan minum
peningkatan konsumsi kopi
kopi dan mengalami dispepsia
harian pada remaja berusia 18-
sebanyak 50,6% dari
24 tahun. Di Amerika Serikat
keseluruhan responden.
sekitar 90% warganya setiap
Perbedaan penelitian yang
hari mengkonsumsi produk
dilakukan (Putri et al, 2015)
dengan penelitain kali ini yaitu dengan metode cross sectional.
tidak dilakukan pengendalian Penelitian dilaksanakan di
faktor perancu. Puskesmas Kartasura pada
Melihat begitu
bulan Februari-Maret 2016.
banyaknya angka kejadian
Sampel penelitian adalah orang
dispepsia yang dihubungkan
yang mendatangi Peskesmas
dengan tingkat kekerapan
Kartasura yang memenuhi
mengkonsumsi kopi di dunia
kriteria inklusi dan eksklusi,
dan juga di Indonesia, serta
yang dipilih secara
berdasarkan latar belakang dan
Consecutive Sampling.
fakta yang telah diuraikan
Penentuan besar sampel
diatas, maka disusunlah
ditentukan berdasarkan rumus
penelitian ini.
perhitungan Notoatmojo yang
Tujuan
diperoleh hasil sebesar 62
Tujuan dilakukanya penelitian
responden. Identifikasi variable
ini adalah untuk mengetahui hubungan
terdiri dari variable bebas :
tingkat kekerapan mengkonsumsi kopi
konsumsi kopi, variable
dengan kejadian dispepsia.
terikat : kejadian dispepsia.
Metode Alat ukur yang digunakan :
Penelitian dilakukan
kuesioner.
secara observasional analitik

Hasil dan Pembahasan Kartasura yang dilakukan pada


Penelitian telah dilaksanakan
bulan Februari-Maret 2016
terhadap 62 orang di Puskesmas
didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Distribusi sampel berdasarkan faktor risiko


Variabel Frekuensi Persen (%)
Kebiasaan minum kopi
Ya 19 30,6
Tidak 43 6,4
Dispepsia
Ya 24 38,7
Tidak 38 61,3
Konsumsi OAD
Ya 4 6,5
Tidak 58 93,5
Konsumsi OAINS
Ya 16 25,8
Tidak 46 74,2
Merokok
Ya 6 9,7
Tidak 56 90,3
Stress
Ya 7 11,3
Tidak 55 88,7
Jenis kelamin
Laki-laki 14 22,6
Perempuan 48 77,4
Usia
>40 tahun 24 38,7
< 40 tahun 38 61,3

Tabel 4.2 Distribusi dispepsia menurut faktor risiko


Kejadian dispepsia
Variabel p
Ya Tidak Total

Minum kopi
Ya 9 10 19 0,3
Tidak 15 28 43
Konsumsi OAD
Ya 2 2 4 0,6
Tidak 22 36 58
Konsumsi OAINS
Ya 9 7 16 0,09
Tidak 15 31 48
Merokok
Ya 2 4 6 0,7
Tidak 22 34 56
Stress
Ya 6 1 7 0,07
Tidak 18 37 55
Jenis kelamin
Laki-laki 6 8 14 0,7
Perempuan 18 30 48
Usia
< 40 tahun 13 25 38 0,3
> 40 tahun 11 13 24

Tabel 4.3 Hasil Analisis Regresi Logistik


Variabel sig Exp (B) IK 95%

OAINS 0,281 0,501 0,143-1,758


Stress. 0,02 0,81 0,009-0,725

Variabel yang diteliti tidak enak dari abdomen atau


adalah tingkat kekerapan perut bagian atas dan organ di
mengkonsumsi kopi dan sekitarnya, bersifat episodik
kejadian dispepsia. Tingkat atau persisten, kronik maupun
kekerapan mengkonsumsi rekurens, yang disebabkan
kopi didefinisikan sebagai berbagai faktor/ kondisi
derajat keseringan seseorang multipel (Djojoningrat, 2010).
mengkonsumsi kopi secangkir Pada lembar sebelumnya telah
atau lebih dalam sehari disajikan tentang distribusi frekuensi
(Rohmah, 2011), sedangkan responden berdasarkan masing-masing
dispepsia sendiri variabel. Dari distribusi tersebut
didefinisikan sebagai diperoleh responden yang memiliki
kumpulan keluhan atau gejala kebiasaan minum kopi sebanyak 19
klinis berupa nyeri atau rasa orang (30,6%) dan responden yang
tidak memiliki kebiasaan minum kopi pengalaman belajar mereka sendiri,
sebanyak 43 orang (6,4%), dengan seperti yang dicontohkan oleh orang
demikian dapat dilihat bahwa jumlah tuanya.
Status bekerja ibu dianggap
responden yang tidak memiliki
merupakan salah satu faktor yang
kebiasaan minum kopi lebih banyak
mempengaruhi perkembangan anak
dibandingkan dengan responden yang
(Arimurti, 2010; Sitoresmi, dkk,
memiliki kebiasaan minum kopi.
2015). Hasil penelitian ini (table 7)
Akan tetapi pada penelitian ini
responden paling banyak memiliki ibu
(table 6) sebagian besar responden
bekerja sebagai IRT yaitu sebesar 42
memiliki ibu berpendidikan SMA/
orang (70%) dengan hasil
SMK yaitu sebesar 32 responden
perkembangan motorik halus suspek
(53.3%), namun perkembangan
sebesar 9 orang (15%), sementara ibu
motorik halus dinyatakan suspek
yang bekerja sebagai buruh 2 orang
sebesar 7 respomden (11.7%),
(3.3%), PNS, dan swasta tidak
sementara ibu yang berpendidikan
ditemukan (0%) dengan hasil
SMP 3 orang (5%), SD 1 orang
perkembangan motorik halus suspek.
(1.7%), ibu yang tidak tamat SD
Sebagian besar ibu responden bekerja
dantingkat sarjana tidak ditemukan
sebagai IRT, yaitu bekerja di rumah,
responden dengan hasil perkembangan
bisa bersama dan mengasuh anaknya
motorik halus suspek (0%).
sendiri. Ibu memilki perran dalam
Berdasarkan uji chi square didapatkan
pemenuhan kebutuhan dasar anak yang
nilai p = 0.81, yang artinya tidak ada
akan berdampak bagi perkembangan
hubungan antara pendidikan ibu
anaknya. Berdasarkan uji chi square
dengan perkembangan motorik halus
didapatkan nilai p = 0.276, artinya
anak. Hal ini
tidak ada hubungan antara pekerjaan
mungkindikarenakankurangnyapengal
ibu dengan perkembangan motorik
amandancaramendidik anak yang
halus anak. Sesuai dengan penelitian
benar. Akhirnya, anak-anak juga
Sitoresmi, dkk (2015) menyimpulkan
memainkan peran kunci dalam
bahwa tidak terdapat perbedaan yang (8.3%) suspek pada perkembangan
signifikan pada perkembangan motorik motorik halus.
Berat badan lahir rendah
anak antara ibu bekerja dan tidak
dianggap sebagai faktor risiko yang
bekerja. Serupa dengan penelitian
kuat untuk keterlambatan
Ariyanti (2010), tidak ditemukan
perkembangan motorik (Chaves, dkk,
adanya perbedaan perkembangan
2015). Bayi BBLR rentan terhadap
motorik halus pada anak, baik pada
abnormal tanda-tanda neurologis,
anak yang ibunya bekerja maupun
koordinasi dan reflex, karena
tidak bekerja. Kesimpulan ini bersifar
komplikasi neonatal yang
definitif, karena sejumlah faktor
menyebabkan perkembangan deficit
perancu seperti faktor genetic,
motor dan penundaan pada anak yang
kuantitas dan intensita perhatian, kasih
menunjukkan gangguan motorikyang
sayang, interakksi anak dan ibu,
akan mempengaruhi fungsi tangan dan
stimulasi dini, dan faktor-faktor
kinerja sekolah mereka (Nazi, 2012).
psikososial lainnya, mungkin menutupi
Sesuai dengan penelitian Nazi (2012)
perbedaan perkembangan yang
dengan judul hubungan riwayat berat
sesungguhnya terjadi pada anak balita
badan lahir rendah dengan
dari kedua kelompok tersebut.
Berdasarkan Berat badan lahir perkembangan motorik halus.
anak, hasil penelitian ini dapat Penelitian ini menggunakan metode
diketahui dari 60 responden yang kohort prospektif dengan responden
dilahirkan dengan berat badan normal sebanyak 32 anak, hasil penelitian ini
sebagian besar memiliki telah menunjukkan bahwa terdapat
perkembangan motorik halus normal perbedaan yang signifikan antara
42 responden (70%), dan 6 responden kelompok bayi BBLN dan BBLR,
(10%) dengan hasil suspek, sedangkan yaitu keterampilan pada anak dengan
anak dengan BBLR terdapat 7 riwayat BBLR cenderung terhambat.
responden (11.7%) perkembangan Nilai p yang diperoleh yaitu 0.007,
motorik halus normal, dan 5 responden artinya ada hubungan antara riwayat
berat badan lahir dengan
perkembangan motorik anak.

Kesimpulan mendalam sehingga memperkuat


Disimpulkan bahwa hasil
kesimpulan dan memperkecil
penelitian tidak sesuai dengan
bias dalam penelitian kali ini.
hipotesis, yaitu ada korelasi negatif 3. Perlu dilakukan systematic
antara tingkat kekerapan review, untuk melihat fakta yang
mengkonsumsi kopi dengan kejadian lebih komprehensif dan
dispepsia. berimbang dari penelitian-
Saran
penelitian sejenis yang lainya.
Berikut adalah beberapa saran
UcapanTerimakasih
yang dapat dikemukakan terkait
Penulis mengucapkanpuji dan
dengan penelitian yang telah
syukur kepeda Allah SWT atas
dilakukan:
rahmatNya dalam penyusunan naskah
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut
publikasi ini. Penulis mengucapkan
dengan memperhatikan faktor-
terimakasih kepada dr. Sigit
faktor penyebab dispepsia yang
Widyatmoko, Sp.PD.,M.Kes selaku
belum diteliti secara lebih
pembimbing pertama, dr. Safari Wahyu
mendalam, missal: kebiasaan
Jatmiko selaku pembimbing
makan-makanan pedas, waktu
pendamping dalam penelitian ini yang
makan yang tidak teratur, dan
senantiasa membimbing dan
mempunyai kebiasaan minum-
mengarahkan penulis dalam
minuman beralkohol.
mengerjakan penelitian. Dan kepada
2. Perlu dilakukan penelitian lebih
semua pihak yang tidak dapat penulis
lanjut dengan lokasi cakupan
sebutkan, penulis mengucapkan
penelitain yang lebih luas serta
terimakasih yang sebesar-besarnya.
analisis variabel luar yang lebih
DaftarPustaka

Abdullah, M., Gunawan, J., 2012. Dispepsia, CDK. 39(9): 647-50.

Adri, S., Dodik, B., Uripi, V., 2011. Faktor Risiko Dispepsia pada Mahasiswa Institut
Pertanian Bogor. Indones J Med. 2(1): 80-90.

Akamizu, T., Iwakura, H., Kangawa, K., 2010. Ghrelin and Functional Dyspepsia. Int
J Pept. 548457. dx.doi.org/10.1155/2010/548457

Andre, Y., Machmud, R., Murni, A, W., 2013. Hubungan Pola Makan dengan
Kejadian Depresi pada Penderita Dispepsia Fungsional. Indones J Med. 2(2):
73-5.

Anggita, Nina., 2012, Hubungan Faktor Konsumsi dan Karakteristik Individu dengan
Persepsi Gangguan Lambung pada Mahasiswa Penderita Gangguan Lambung
di Pusat Kesehatan Mahasiswa (PKM), Universitas Indonesia, Depok, Skripsi.
Annisa., 2009, Hubungan Ketidak Teraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia
Remaja Perempuan di SMA Plus Al Azhar Medan, Universitas Sumatera Utara,
Medan. Skripsi.

Barret, K., Brooks, H., Bitano S., 2010. Ganongs review of medical physiology. 23th
ed. New York: McGraw Hill.

Burn, R., Kuo, B., 2010. Fungtional Dyspepsia. Therapeutic Advances in


Gastroenterology. New Engl J Med. 1(2) : 145-64.

Chandra, E., Ndraha, S., 2013. Effect of Omeprazol to Dyspeptic Symptom on


Ramadan Fasting Patient Based on Dyspepsia Sympton Index Scores. Indones
J Gastroenterol Hepatol Dig Endosc: 14(2): 69-71.

Damayanti, A., 2012, Hubungan antara Konsumsi Kopi dengan Hipertensi pada
Pekerja Pria di PT Deltomed Laboratorie, Universitas Sebelas Maret, Surakarta,
Skripsi.

Departemen Pertanian., 2006. Daftar Komoditi Binaan Direktorat Jendral Perkebunan


Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/kpts/pd.310/9/2006,
Available online at : http://ditjenbun.dapten.go.id/web
old/images/stories/frunit20ditjenb un-6.pdf, Diakses pada tanggal 16
September 2015.
Dewi, R.S., Djusena., Hidayat M., 2012. Perbandingan Efek Seduhan Kopi Robusta
(Coffea canephora) dan Kopi Arabica (Coffea arabica) terhadap Tekanan Darah
Wanita Dewasa. JKM. 11(2):110-15.
Dewiana, 2003. Pengolahan Kopi dan Pemasaranya. 1st ed. Surabaya: Guna Widya.
127-29.

Djojoningrat, D., 2010 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam: Dispepsia Fungsional. 5th
ed. Jakarta: EGC. 352-54.

Dwigint. S., 2015, The Relation of Diet Pattern to Dispepsia Syndrom in Collage
Students, J MAJORITY, 4(1): 73-79.

Food and Drug Administration., 2007. Medicines in my Home: Caffeine and Your
Body, Available online at: hhtp://www.fda.gov. Diakses pada tanggal 29
September 2015.

Ganong WF., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 22nd ed. Jakarata: EGC. 567-
72.

Guyton., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC. 816-58.
Indriani, A., 2007, Hubungan anatara Dispepsia dan Kebiasaan Minum Kopi pada
Orang Dewasa, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Skripsi.

Ji, T., Li, X., Lin, L., Jiang, L., Wang, M., Zhou, X., et al., 2014. An Alternative to
Current Therapies of Functional Dyspepsia: Self-Administrated Transcutaneous
Electroacupuncture Improves Dyspeptic Symptoms. Evid BasedComplement
AlternatMed. 20(14):3-7.

Khademolhosseini, F., Mehrabni, D., Zare, N., Salehi, M., Heydari, S. T., Beheshti,
M., Firoozi., 2010. Prevalence of Dyspepsia and its Correlation with
Demographic Factors and Lifestyle in Shiraz. Southern Iran. Middle East J Dig
Dis. 832523. dx.doi.org/10.1155/2014/832523.

Kumar, A., Patel, J., Sawant, P., 2012. Epidemiology of Functional Dyspepsia. J
Assoc Physicians Ind. 60(9): 9-13.

Kusuma, N. H., Arinton, I., Paramita, H., 2011. Korelasi Skor Dispepsia dan Skor
Kecemasan pada Pasien Dispepsia Rawat Jalan Klinik Penyakit Dalama di
RSUD prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. 2011. Purwokerto. MOH. 5(3):
1-7.
Liveina, Artini., 2014. Pola Konsumsi dan Efek Samping Minuman Mengandung
Kefein pada Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. EMU. 3(1) : 4-9

Misra H, D. Mehta, B.K. Metha, M. soni, D.C. Jain., 2008. Study of Extraction and
HPTLC- UV Method foe Extimatation of Caffeine in Marketed Tea (Camellia
sinenis) Granules, Int J Green Pharm. 5(2): 47-51.

Moore, K . L, Arthur F, Dalley II, Anne M. R. Agur., 2013. Anatomi Berorientasi


Klinis. Di alih bahasakan oleh Hartanto H. 1st ed. Jakarta: Erlangga. 256-63.

Muya, Y., Murni, A. W., Herman, R. B., 2015. Karakteristik Penderita Dispepsia
Fungsional yang Mengalami kekambuhan di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUP dr. M. Djamil Padang, Sumatera Barat Tahun 2011. JKA. 4(2): 490-95.

Price, S., Wilson L., 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th
ed. Jakarta: EGC. 589-91.

Putri, R., Ernalia, Y., Bebasari, E., 2015. Gambaran Sindroma Dispepsia Fungsional
pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau Angkatan 2014. JOM
FK. 2(2):3-16.

Rani, A. A., Jacobus, A., 2011. Buku Ajar Gastroenterologi, In: Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 1st ed. Jakarta Pusat: Interna Publishing. 55-65.

Ridwansyah., 2002. Pengolahan Kopi. 2nd ed. Medan: usulibrary. 12-15.

Rochmah, Miftakhur., 2011. Aktifitas Antioksidan Campuran Kopi Robusta (Coffea


cannephora) with Cinanom (Cinannomomun burmanii). 2nd ed. Surakarta:
UNS Press. 50-4.
Sander, B., Mazzoleni, L., Rancesconi, C., Balbinotto, G., Mazzoleni, F., Wortmann,
C., 2011. Influence of Organic Functional Dypepsia on Work Productivity: The
HEROES-DIP, Brazil. Value Healt. 14(11):126-29.

Seyedmirzaei, S., Haghdoost, A., Afshari, M., Dehghani, A., 2014, Prevalence of
Dyspepsia and its Associated Factors Among the Adult Population in southeast
of Iran in 2010, Iran Red Crescent Med J, 16(11):3-4.

Shaukat, A., Wang, A., Ruben, D., Muthusamy, R., Kothari, S., Robert, D.,et al.,
2015. The role of endoscopy in dyspepsia. Gastrointest Endosc. 82(2):227-32.

Sherwood, L., 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC. 551-
53.
Sofiana., 2011. Fakta tentang Kopi. 2nd ed. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka. 12-4.

Smith, Sean., 2011. Caffeine: The side effect. 1st ed. USA: Oxford University. 16-17.

Susanti, A., Dodik, B., Uripi, V., 2011. Faktor Risiko Dispepsia pada Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor. Indones J Med. 2(1):80-90.

Yarandi, S. S., Christie J., 2013. Functional Dyspepsia in Review: Pathophysiology


and Challenges in the Diagnosis and Management due to Coexisting
Gastroesophageal Reflux Disease and Irritable Bowel Syndrome. Gastroenterol
Res Pract. 351086.dx.doi.org/10.1155/2013/351086.

Anda mungkin juga menyukai