Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak dan dewasa

(Santrock, 2003). Pada masa tersebut keadaan fisik seorang remaja mengalami

pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Diantara perubahan-

perubahan fisik itu yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan remaja adalah

pertumbuhan tubuh yaitu mulai berfungsinya alat-alat reproduksi dan tanda-tanda

seksual sekunder yang tumbuh. Perubahan itu terjadi karena mulai aktifnya

hormon seks dalam tubuh. Hormon seks tersebut sangat besar pengaruhnya dalam

menimbulkan dorongan seksual. Hal ini menjadi titik rawan karena remaja

mempunyai sifat selalu ingin tahu dan mempunyai kecenderungan untuk selalu

mencoba hal-hal baru (Sarwono, 2004).


Arus globalisasi kemajuan teknologi dan informasi cenderung mempengaruhi

sikap remaja untuk melakukan penyimpangan perilaku sosial di lingkungan

perkotaan. Lingkungan yang kurang baik, melemahnya fungsi dan kontrol

keluarga, keterasingan yang dialami remaja dan kurangnya pengetahuan yang

benar mengenai persoalan seksual yang sehat adalah akumulasi faktor penyebab

timbulnya perilaku seks pranikah di kalangan remaja (Djubaidah, 2010).


Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nursal (2008) ada beberapa faktor

yang mempengaruhi seorang remaja untuk melakukan hubungan seksual. Faktor-

faktor tersebut yaitu meliputi jenis kelamin, usia pubertas, pengetahuan, sikap,

status perkawinan orang tua, pola asuh orang tua, jumlah pacar, lama pertemuan

1
dengan pacar, paparan media elektronik dan media cetak. Berdasarkan uraian di

atas salah satu faktor penting yang berhubungan dengan perilaku seksual adalah

pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan proses

interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak yang merupakan pola pengasuhan

tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap perkembangan

kepribadian anak (Baumrind, 2004).


Perilaku seksual yang tidak sehat dikalanganremaja bisa dikatakan cenderung

meningkat. Halini juga dibuktikan berdasarkan penelitian dariAustralia National

University (ANU) dan PusatPenelitian Kesehatan Universitas Indonesia (UI)pada

tahun 2010/2011 di Jakarta, Tangerang, danBekasi dengan jumlah sampel 3006

respondenusia 17-24, menunjukkan 20,9% remaja mengalamikehamilan dan

kelahiran sebelum menikah. Dan 38,7% remaja mengalami kehamilan

sebelummenikah dan kelahiran setelah menikah(BKKBN, 2012).


Dari hasil survei secara acak selama kurunwaktu enam bulan terakhir, yang

disampaikanoleh Ketua KPPA (Kantor Pemberdayaan Perempuandan

Perlindungan Anak) kabupaten Ponorogo,terdapat 80% remaja putri di

Ponorogopernah melakukan hubungan seks pranikah.Sedangkan pada remaja pria,

data angka persentasenyasedikit lebih besar lagi. (data dari koranonline

KOMPASIAN 2012, diakses pada hari rabu 21 november pada jam 12.00 Wib di

warnetSurya Bungkal, Ponorogo)


Pola asuh orangtua memiliki pengaruh penting terhadap perilaku seksual

remaja, terutama berkaitan dengan perilaku seksual pranikah. Nilai-nilai moral,

agama, dan norma-norma sosial dikenalkan kepada anak melalui interaksi di

dalam keluarga. Menurut Baumrind (2004) ada tiga bentuk pola asuh yang sering

diterapkan orang tua terhadap remaja, yaitu demokratis, otoriter dan permisif.

2
Hurlock (1994) mengemukakan mengertian pola asuh demokratis adalah pola

asuh yang dicirikan sebagai orangtua yang lebih melihat pada pentingnya remaja

mengetahui mengapa suatu peraturan dibuat,remaja juga diberi kesempatan untuk

berbicara atau memberi alasan ketika melanggar peraturan. Hukuman yang

diberikan tergantung pelanggarannya dan bersifat mendidik. Selain itu orangtua

juga memberikan hadiah dalam bentuk pujian ketika remaja berperilaku baik.

Anak yang mendapat pola asuh demokratis, mereka akan tumbuh sebagai pribadi

yang mampu mengendalikan diri dan secara umum memiliki konsep diri yang

positif
Pola asuh demokratis sebagaimana yang telah dijelaskan di atas merupakan

pola asuh yang paling mendukung dalam pembentukan kepribadian remaja masa

kini. Orangtua melalui pola asuh demokratis akan memberikan kehangatan,

perhatian, kasih sayang, dukungan dan arahan bagi anak untuk melakukan hal-hal

yang berguna. Orangtua akan mengakui dan menghargai keberadaan anak,

berusaha menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan anak.

Lingkungan kondusif dimana anak dapat mengembangkan potensi dan

kepribadiaannya ditemukan pada ciri-ciri pola asuh orangtua demokratis (Setiyati,

2006).
Dewasa ini masyarakat, terutama yang ada di perkotaan menunjukan

kecenderungan yang cukup positif terutama terhadap pola asuh demokratis yang

diterapkan dalam memperlakukan anak-anaknya. Orangtua sekarang tidak lagi

menerapkan aturan secara kaku, atau memaksa anak melakukan hal yang tidak

disukai sehingga komunikasi dengan anak semakin terbuka (Prayitno, 2007).

Adanya kecenderungan yang cukup positif pada masyarakat perkotaan untuk

3
penerapan pola asuh demokratis inilah yang diharapkan dapat menurunkan tingkat

perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja.


Penelitian Wulandari (2010) dengan judul hubungan pola demokratis dengan

sikap terhadap perilaku seksual remaja yang membuktikan bahwa ada hubungan

signifikan antara pola asuh demokratis dengan perilaku seksual remaja. Apabila

pola asuh demokratis diterapkan dengan baik maka tingkat perilaku seksual

remaja akan rendah. Penelitian lain tentang pola asuh dengan perilaku seksual

remaja dilakukan oleh Setiyati (2006) dengan judul Hubungan pola asuh otoriter

orang tua terhadap perilaku seksual remaja yang membuktikan bahwa ada

hubungan yang positif antara pola asuh otoriter orangtua dengan perilaku seksual

remaja, yang berarti semakin otoriter pola asuh orangtua, maka perilaku seksual

remaja akan semakin tinggi


Pola asuh permisif dapat diartikan sebagai pola perilaku orang tua dalam

berinteraksi dengan anak, yang membebaskan anak untuk melakukan apa yang

ingin dilakukan tanpa mempertanyakan. Pola asuh ini tidak menggunakan aturan-

aturan yang ketat bahkan bimbinganpun kurang diberikan, sehingga tidak ada

pengendalian atau pengontrolan serta tuntutan kepada anak (Hurlock, 2006).

Sejalan dengan itu, Baumrind (2004) mengatakan bahwa perilaku seksual

pranikah yang dilakukan oleh para remaja lebih cenderung disebabkan terlalu

longgarnya pengawasan dan aturan aturan yang diterapkan oleh orang tua. Remaja

akan cenderung terjerumus ke dalam perilaku seksual pranikah manakala adanya

pengawasan yang kurang dari orangtuanya. Kebanyakan orang tua memang tidak

termotivasi untuk memberikan informasi seks dan kesehatan pada remaja, sebab

mereka takut hal ini justru meningkatkan terjadinya perilaku seks pranikah.

4
Padahal anak yang mendapatkan pendidikan seks dari orang tua cenderung

berperilaku seks lebih baik daripada anak yang mendapatkan dari oranglain.
Berdasarkan uraian-uraian di atas diperlukan penelitian selanjutnya untuk

melihat kecenderungan pola asuh orang tua untuk memberikan pengetahuan dan

bimbingan positif kepada anak remaja mengenai perilaku seksual. Untuk

membuktikan kecenderungan tersebut penelitian ini dengan judul Hubungan Pola

Asuh Keluarga Terhadap Prilaku Seks Pada Remaja di STIKES Bina Usada Bali

Semester IVB
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan

masalah adalah sebagai berikut:


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan pola asuh keluarga?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan hubungan seks pranikah pada remaja?
1.2.3 Bagaimana hubungan pola asuh keluarga dengan seks pranikah remaja?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas adapun tujuan dari

penelitian adalah sebagai berikut:


1.3.1 Apa yang dimaksud dengan pola asuh keluarga?
1.3.2 Apa yang dimaksud dengan hubungan seks pranikah pada remaja?
1.3.3 Bagaimana hubungan pola asuh keluarga dengan seks pranikah remaja?
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka manfaat yang diambil dari

penulisan makalah adalah sebagai berikut:


1.4.1 Bagi Penulis
a Makalah ini disusun sebagai syarat menempuh mata kuliah Riset

Keperawatan pada semester genap.


b Sebagai sarana memperluas wawasan mengenai judul Hubungan Pola

Asuh Keluarga Terhadap Prilaku Seks Pada Remaja di STIKES Bina

Usada Bali Semester IVB


1.4.2 Bagi Pembaca

5
a. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sarana memperluas

wawasan mengenai judul Hubungan Pola Asuh Keluarga Terhadap

Prilaku Seks Pada Remaja di STIKES Bina Usada Bali Semester IVB

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Teori yang Mendasari


A. Definisi pola asuh
Dalam keluarga terdapat pola pengasuhan anak,Wahyuning,et al.( (2005)

mendefinisikan pola asuh sebagai cara atau perlakuan orang tua yang diterapkan

kepada anak. Pola asuh menentukan bagaimana cara orang tua merespon

kebutuhan dan keinginan anak, cara mereka mengatur anak dan akibat yang

ditimbulkan bagi perkembangan anak selanjutnya (dalam Ijaz&Mahmood,

2009). Gunarsa (2002) menyatakan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu

interaksi antara orang tua dengan anak selama orang tua menerapkan

pengasuhan, dalam hal ini orang tua mendidik, membimbing dan melindungi

anak. Suami dan istri mungkin saja membawa pandangan yang berbeda

mengenai pengasuhan ke dalam pernikahan (Santrock, 2007).


Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli maka dapat

disimpulkan bahwa pola asuh orang tua merupakan suatu cara yang digunakan

oleh orang tua untuk mendidik, membimbing dan melindungi anak mereka,

dimana cara pengasuhan ini akan mempengaruhi anak sepanjang hidupnya.

6
B. Definisi Perilaku Seksual Pranikah
Perilaku seksual pranikah menurut Sarwono (dalam Taufik, 2013) adalah

aktifitas seksual yang dilakukan dengan lawan jenis tanpa adanya ikatan

pernikahan yang resmi baik secara agama maupun hukum. Tingkah laku seksual

biasanya bersifat meningkat atau progresif.


Biasanya diawali dengan necking (berciuman sampai kearah dada),

kemudian diikuti oleh petting (saling menempelkan alat kelamin). Kemudian

hubungan intim, atau pada beberapa kasus, seks oral, yang secara besar

meningkat pada masa remaja selama beberapa tahun belakangan ini

(DeLamater&MacCorquodale, dalam King, 2009).


Perilaku seksual timbul sebagai akibat dari dorongan atau hasrat dalam diri

individu yang merasa tertarik dengan lawan jenisnya. Hubungan seksualitas

antar individu tidak hanya melibatkan alat kelamin tetapi juga terdapat peran

psikologis dan emosi didalamnya (Naedi, 2012). Selanjutnya Duvall& Miller

(1985) membagi aktivitas seksual dalam empat kategori yakni:


1. Touching adalah aktivitas yang dilakukan sebagai salah satu cara untuk

membangkitkan dorongan seksual dengan meraba atau memegang daerah-

daerah sensitif lawan jenis.


2. Kissing adalah aktivitas yang dilakukan antara lawan jenis guna

membangkitkan dorongan seksual dengan adanya kontak antara mulut

dengan anggota tubuh lawan jenis.


3. Petting adalah upaya membangkitkan dorongan seksual antar jenis

kelamin dengan saling menyentuhkan alat kelamin tanpa melakukan

aktivitas penetrasi.
4. Sexual Intercourse adalah hubungan seksual yang dilakukan dengan

memasukkan alat kelamin pria kedalam alat kelamin wanita.

7
Menurut Irawati (dalam Taufik, 2013) remaja cenderung melakukan

berbagai macam perilaku seksual beresiko yang dapat menuju ke perilaku seks

pranikah. Perilaku seks pranikah merupakan aktifitas seksual yang dilakukan

dengan lawan jenis tanpa adanya ikatan pernikahan yang resmi baik secara

agama maupun hukum. Nanggala (dalam Naedi, 2012) menambahkan perilaku

seks pranikah remaja dapat diartikan sebagai pola perilaku seks yang dilakukan

secara bebas, tanpa batasan, dan tidak terikat oleh ikatan pernikahan baik secara

agama maupun hukum.


Perilaku seks pranikah dipandang sebagai suatu larangan karena tidak sesuai

dengan ajaran dan norma-norma yang ada di masyarakat. Secara psikologis

perilaku seks pranikah remaja pada dasarnya adalah normal karena prosesnya

diawali dari rasa ketertarikan kepada orang lain, selanjutnya muncul gairah dan

diikuti oleh puncak kepuasan dan diakhiri dengan ketenangan (Naedi, 2012).
C. Hubunngan Pola Asuh dengan Perilaku seks Remaja
Berdasarkan hasil penelitian Aguma, Dewi dan Karim (2013) kepada 177

remaja didapatkan hasil analisa hubungan antara pola asuh orangtua dengan

perilaku seksual remaja diperoleh bahwa remaja yang berperilaku seksual tidak

beresiko, tertinggi 41(62,1%) dengan pola asuh orangtua secarademokratis.

Sedangkan diantara remaja yang berperilaku seksual beresiko, tertinggi

25(75,8%) yang diasuh secara penelantar. Hasil uji statistik diperoleh nilai

p=0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian perilaku

seksual remaja antara pola asuh orangtua secara demokratis, otoriter,

permisifdan penelantar (ada hubungan pola asuhorangtua dengan perilaku

seksual remaja).

8
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wulandari (2010) yang

membuktikan bahwa ada hubungan signifikanantara pola asuh demokratis

dengan perilakuseksual remaja. Apabila pola asuh demokratis diterapkan dengan

baik maka tingkat perilaku seksual remaja akan rendah. Penelitian lain tentang

pola asuh dengan perilaku seksual remaja dilakukan Setiyati (2006) yang

membuktikan bahwa ada hubungan yang positif antara pola asuh otoriter

orangtua dengan perilaku seksual remaja, yang berarti semakin otoriter pola asuh

orangtua, maka perilaku seksual remaja akan semakin tinggi.


2.2 Penemuan yang Lalu
Penelitian Wulandari (2010) dengan judul hubungan pola demokratis dengan

sikap terhadap perilaku seksual remaja yang membuktikan bahwa ada hubungan

signifikan antara pola asuh demokratis dengan perilaku seksual remaja. Apabila

pola asuh demokratis diterapkan dengan baik maka tingkat perilaku seksual

remaja akan rendah. Penelitian lain tentang pola asuh dengan perilaku seksual

remaja dilakukan oleh Setiyati (2006) dengan judul Hubungan pola asuh otoriter

orang tua terhadap perilaku seksual remaja yang membuktikan bahwa ada

hubungan yang positif antara pola asuh otoriter orangtua dengan perilaku seksual

remaja, yang berarti semakin otoriter pola asuh orangtua, maka perilaku seksual

remaja akan semakin tinggi


Penelitian Aguma, Dewi dan Karim (2013) kepada 177 remaja didapatkan

hasil analisa hubungan antara pola asuh orangtua dengan perilaku seksual remaja

diperoleh bahwa remaja yang berperilaku seksual tidak beresiko, tertinggi

41(62,1%) dengan pola asuh orangtua secarademokratis. Sedangkan diantara

remaja yang berperilaku seksual beresiko, tertinggi 25(75,8%) yang diasuh secara

penelantar.

9
2.3 Ringkasan dan Kerangka Berfikir Peneliti
Dalam keluarga terdapat pola pengasuhan anak,Wahyuning,et al.(2005)

mendefinisikan pola asuh sebagai cara atau perlakuan orang tua yang diterapkan

kepada anak. Pola asuh menentukan bagaimana cara orang tua merespon

kebutuhan dan keinginan anak, cara mereka mengatur anak dan akibat yang

ditimbulkan bagi perkembangan anak selanjutnya (dalam Ijaz&Mahmood, 2009).

Gunarsa (2002) menyatakan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu interaksi

antara orang tua dengan anak selama orang tua menerapkan pengasuhan, dalam

hal ini orang tua mendidik, membimbing dan melindungi anak. Suami dan istri

mungkin saja membawa pandangan yang berbeda mengenai pengasuhan ke dalam

pernikahan (Santrock, 2007).

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli maka dapat

disimpulkan bahwa pola asuh orang tua merupakan suatu cara yang digunakan

oleh orang tua untuk mendidik, membimbing dan melindungi anak mereka,

dimana cara pengasuhan ini akan mempengaruhi anak sepanjang hidupnya.

Perilaku seksual pranikah menurut Sarwono (dalam Taufik, 2013) adalah

aktifitas seksual yang dilakukan dengan lawan jenis tanpa adanya ikatan

pernikahan yang resmi baik secara agama maupun hukum. Tingkah laku seksual

biasanya bersifat meningkat atau progresif. Biasanya diawali

dengan necking(berciuman sampai kearah dada), kemudian diikuti

oleh petting(saling menempelkan alat kelamin). Kemudian hubungan intim, atau

pada beberapa kasus, seks oral, yang secara besar meningkat pada masa remaja

selama beberapa tahun belakangan ini (DeLamater&MacCorquodale, dalam King,

2009).

10
Perilaku seksual timbul sebagai akibat dari dorongan atau hasrat dalam diri

individu yang merasa tertarik dengan lawan jenisnya. Hubungan seksualitas antar

individu tidak hanya melibatkan alat kelamin tetapi juga terdapat peran psikologis

dan emosi didalamnya (Naedi, 2012). Selanjutnya Duvall& Miller (1985)

membagi aktivitas seksual dalam empat kategori yakni:

1. Touching adalah aktivitas yang dilakukan sebagai salah satu cara

untuk membangkitkan dorongan seksual dengan meraba atau

memegang daerah-daerah sensitif lawan jenis.

2. Kissing adalah aktivitas yang dilakukan antara lawan jenis guna

membangkitkan dorongan seksual dengan adanya kontak antara mulut

dengan anggota tubuh lawan jenis.

3. Petting adalah upaya membangkitkan dorongan seksual antar jenis

kelamin dengan saling menyentuhkan alat kelamin tanpa melakukan

aktivitas penetrasi.

4. SexualIntercourse adalah hubungan seksual yang dilakukan dengan

memasukkan alat kelamin pria kedalam alat kelamin wanita.

Menurut Irawati (dalam Taufik, 2013) remaja cenderung melakukan

berbagai macam perilaku seksual beresiko yang dapat menuju ke perilaku

seks pranikah. Perilaku seks pranikah merupakan aktifitas seksual yang

dilakukan dengan lawan jenis tanpa adanya ikatan pernikahan yang resmi

baik secara agama maupun hukum. Nanggala (dalam Naedi, 2012)

menambahkan perilaku seks pranikah remaja dapat diartikan sebagai pola

11
perilaku seks yang dilakukan secara bebas, tanpa batasan, dan tidak terikat

oleh ikatan pernikahan baik secara agama maupun hukum.

Perilaku seks pranikah dipandang sebagai suatu larangan karena tidak

sesuai dengan ajaran dan norma-norma yang ada di masyarakat. Secara

psikologis perilaku seks pranikah remaja pada dasarnya adalah normal

karena prosesnya diawali dari rasa ketertarikan kepada orang lain,

selanjutnya muncul gairah dan diikuti oleh puncak kepuasan dan diakhiri

dengan ketenangan (Naedi, 2012).

2.4 Hipotesis
Hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara bersumber dari khasanah

pengetahuan ilmiah yang ada. Oleh karena itu sebelum merumuskan hipotesis

diawali dengan mengkaji teori-teori atau telaahan pustaka dan kerangka pemikiran

yang berkenaan dengan variable-variabel penelitian. Hipotesis dalam penelitian

ini adalah kedekatan keluarga sangat mempengaruhi perilaku seksual pada remaja.

BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian akan dilakukan di STIKES Bina Usada Bali dengan memberikan

questioner kepada sample yang akan diteliti dan merumuskan total dari jawaban

yang telah diberikan dari sample.


3.2 Pemilihan Subjek
Penentuan subjek penelitian dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti

mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. Caranya yaitu

12
peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data

yang diperlukan sehingga peniliti mengambil sample yaitu mahasiswi STIKES

Bina Usada Bali khususnya semester IVB.


3.3 Validitas Instrumen
Instrumen yang dilakukan dalam pengumpulan data berbentuk questioner

atau angket yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh

pola asuh keluarga terhadap perilaku seksual remaja. Instrumen penelitian ini

terdiri dari 3 macam kuesioner:


1. Kuesioner data demografi remaja (identitas remaja) yang meliputi umur, jenis

kelamin, agama, dan suku. Kuesioner ini digunakan untuk melihat distribusi

demografi dari responden saja dan tidak dianalisis.


2. Kuesioner untuk pola asuh orang tua, maka peneliti membuat kuesioner tentang

pola asuh orang tua 20 soal dengan menggunakan, dengan 10 pertanyaan pola

asuh otoriter, dan 10 pertanyaan pola asuh demokrasi, dengan menggunakan

skala likert.
3. Kuesioner untuk perilaku seksual remaja, maka peneliti membuat kuesioner

tentang perilaku seksual remaja 10 soal, dengan 5 pertanyaan positif, dan 5

pertanyaan negatif, dengan menggunakan skala likert.


3.4 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket atau quesioner

kepada sample yang telah dipilih untuk mengisi angket atau questioner tersebut.
3.5 Analisa Data
Setelah seluruh data terkumpul, maka analisis data dilakukan melalui

pengolahan data yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:


1. Editing Pada tahap ini dilakukan untuk memeriksa atau meneliti data yang telah

diperoleh, dilakukan pembetulan data yang keliru/salah dan melengkapi data

yang kurang.
2. Tabulating Di mana pada tahap ini peneliti memindahkan data dari daftar

pertanyaan ke dalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan.

13
3. Processing Yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer

dengan menggunakan program SPSS versi 12,0.


4. Cleaning Dimana pada tahap ini peneliti memeriksa atau mengecek kembali data

yang telah dimasukkan (di-entry) untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.
5. Analisis Data Analisis data yang dipakai ada dua, yaitu:

a. Univariat

Data demografi dianalisis disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

dan persentase. Sedangkan data hasil analisa pola asuh orangtua serta analisa

perilaku remaja usia 12-20 tahun juga disajikan dalam bentuk frekuensi dan

persentase. Perilaku seksual remaja dianalisa dalam bentuk skala nominal,

yaitu skor data hasil kuesioner didistiribusikan kedalam 2 kategori, positif

dan negatif. Untuk analisa Perilaku remaja dengan rentang sebesar 10 dan

jumlah kategori 2 maka diperoleh panjang kelas sebesar 5. Dengan P = 10 dan

nilai terendah = 5 sebagai batas bawah kelas interval pertama.

b. Bivariat
Hubungan pola asuh orangtua terhadap perilaku remaja dianalisa dengan

menguji hipotesi penelitian, kemudian ditarik kesimpulan dari hasil

penelitian. Hipotesa diuji dengan menggunakan teknik analisis Chi-square.

Teknik analisis korelasi ini digunakan untuk mencari koefisien korelasi atau

kekuatan hubungan. Dengan kata lain, disini akan diuji hubungan pola asuh

orangtua terhadap perilaku remaja. Taraf signifikan ( = 0.05), pedoman

dalam menerima hipotesis Jika data probabilitas (p) < 0.05 maka H0 ditolak,

apabila (p) > 0,05 maka H0 gagal ditolak. Data disajikan dalam bentuk tabel

agar dapat dengan mudah melihat hubungan pola asuh orangtua terhadap

perilaku seksual remaja.

14
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai hubungan pola asuh

orangtua terhadap perilaku seksual remaja di STIKES Bina Usada Bali Semester

IV B, yang didapat dari pengumpulan data pada bulan 2017. Adapun jumlah

seluruh responden dalam penelitian ini adalah 36 responden yang terdiri dari 6

responden laki-laki dan 30 responden perempuan. Berikut ini merupakan

penjabaran deskripsi dan persentase karakteristik responden serta hubungan pola

asuh orang tua terhadap perilaku seksual remaja.


4.2 Pembahasan
Data yang terkumpul menunjukkan bahwa mayoritas pola asuh orang tua

responden adalah demokrasi (76,1%). Data yang terkumpul menunjukkan bahwa

mayoritas perilaku seksual remaja adalah berperilaku positif (95,5%). Analisis

hubungan pola asuh orang tua terhadap perilaku seksual remaja diukur dengan

menggunakan uji chi-square. Dari hasil analisis data didapat p= 0,569 ( = 0,05)

yang berarti Ho gagal ditolak, artinya bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara pola asuh orangtua dengan perilaku seksual remaja.


Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki

pola asuh orang tua demokrasi yaitu 27 responden (76,1%). Hasil penelitian

tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari Endang

15
(2007) yang menunjukkan bahwa dari 144 responden, sebanyak 135 responden

(93,75%) yang memiliki pola asuh orang tua demokrasi. Hal ini menunjukkan

bahwa pola asuh demokrasi banyak digunakan oleh orang tua. Menurut Shocib

(dalam yuniati, 2003), orang tua yang menerapkan pola asuh demokrasi banyak

memberikan kesempatan kepada anak untuk berbuat keputusan secara bebas,

berkomunikasi dengan lebih baik, mendukung anak untuk memiliki kebebasan

sehingga anak mempunyai kepuasan, dan sedikit menggunakan hukuman badan

untuk mengembangkan disiplin. Menurut Astuti (2005), pola asuh demokrasi

dapat mendorong anak untuk mandiri, tapi orang tua tetap menetapkan batas dan

kontrol serta memiliki dampak positif yaitu anak-anak akan merasa bahagia,

mempunyai kontrol diri dan rasa percaya dirinya terpupuk, bisa mengatasi stress,

punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi dengan baik. Orang

tua yang menerapkan pola asuh demokratis akan berusaha mengajak anak agar

terbiasa menerima konsekuensi secara logis dalam setiap tindakannya sehingga

anak akan menghindari keburukan karena dia sendiri merasakan akibat perbuatan

buruk itu, bukan karena desakan orang tuanya.

16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas responden

berusia antara 1820 tahun (39,8%), dengan jenis kelamin perempuan

(51,1%), laki-laki (52,3%). Pola asuh yang digunakan orang tua responden

mayoritas memiliki pola asuh demokratis yaitu sebanyak 36 responden.

Perilaku seksual remaja mayoritas berperilaku positif sebanyak 36 responden.

Hasil uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p = 0,252) > 0,05 maka Ho

gagal ditolak, sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh

orang tua dengan perilaku seksual remaja.


B. Saran
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu cerminan agar

remaja khususnya diinstitusi pendidikan lebih mengetahui perilaku-perilaku

remaja yang menyimpang, untuk itu mahasiswa keperawatan, melalui

pendidikan keperawatan terdorong untuk melakukan kegiatan pencegahan

penyimpangan perilaku seksual remaja dalam kegiatan praktek keperawatan

dan dapat mengaplikasikan ilmunya khususnya tentang kesehatan reproduksi

pada remaja dimasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. 2009.Remaja dan SPN (Seks Pra Nikah).www.bkkbn.go.id


WebsDetailRubrik.phpMyID=518.pdf. Diakses April 01 2017 BKKBN. 2010.

17
Remaja dengan perilaku seks
bebas.http://news.okezone.com/read/2010/11/29/338/398249/1-660-
mahasiswi-diyogyakarta-tak-perawan; di akses 1 April 2017 Bornstein, M.H.
2008.

Handbook of Parenting Volume 4. Boston: Psychology Press Dahlan, M.S. 2013.


Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 6. Jakarta: Salemba Medika.

Dwinjandono, 2008. Pendidikan Seks Remaja. Indeks ; Jakarta.

Faradilah, I. 2013. Perempuan. Jakarta: TransMedia

Hidayati, A. 2013. Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pola Asuh Orang Tua
terhadap Prestasi Pelajar. Jurnal Pendidikan, UNAND 13(3): 1-10

Huebner, A.J; Howell, L.W. 2007. Examining the Relationship between


Adolescent Sexual Risk-Taking and Perceptions of Monitoring,
Communication, and Parenting Styles. Journal of Adolescent Health,
33(2):71-78

Sarwono, S. (2007). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Salisa, (2010). Perilaku Seks Pra-Nikah Dikalangan Remaja Kota Surakarta Tahun
2010. Skripsi Surakarta: Fakultas Ilmu Sosilogi Universitas Sebelas Maret.

Wilis.S. (2006).Problema Remaja dan Penyelesaiannya. Bandung: PT. Angkasa

World Health Organization (2008). Adolescent healt and development in nursing


and midwifery education. Diperoleh tanggal 17 Juli 2013. www.who.int

Wulandari. I. (2010). Hubungan pola asuh demokratis terhadap perilaku seksual


remaja. Diperoleh tanggal 29 Mei 2013. http://digilib.uin-suka.ac.id

18
Yuldawati. (2008). Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dan Perilaku Seksual
Pelajar SMA Negeri di Kota Solok. Tesis Dipublikasikan. Jakarta: Magister
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

19

Anda mungkin juga menyukai