Anda di halaman 1dari 11

KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM

SISTEM PERTANIAN ORGANIK BERKELANJUTAN

Ishak Juarsah

Balai Penelitian Tanah,


JL. Tentera Pelajar No. 12. Cimanggu Bogor
Juarsah@yahoo.com

ABSTRAK

Pertanian organik adalah sistem produksi didasarkan pada pembaharuan proses


ekologi dan penguatan fungsi ekologi dari ekosistem pertanian untuk menghasilkan
ketahanan pangan yang aman dan sehat. Sedangkan konservasi tanah dengan
mengintegrasikan ternak dan tanaman (crop-livestock) serta penggunaan tanaman
legume baik berupa tanaman lorong (alley crooping) maupun tanaman penutup
tanah (cover crop) sebagai pupuk hijau maupun kompos merupakan salah satu
pertanian organik ang perlu digalakkan dan diintensifkan. Pemanfaatan pupuk
organik baik dari kompos maupun kotoran hewan untuk meningkatkan produktivitas
lahan dan produksi pertanian perlu dipromosikan dan digalakkan. Penelitian ini
bertujuan 1). Mendapatkan informasi tentang Konservasi Tanah dan air terhadap
salah satu aspek lingkungan yang tidak terpisahkan dari pertanian oganik dalam
pembangunan pertanian berkelanjutan.2) mendapatkan informasi tentang
penggunaan pupuk organik dengan sistem pertanian organik berkelanjutan yang
dapat memperbaiki sifat fisik, kimia tanah dan produktivitas lahan. Hasil penelitian
menunjukan bahwa tanam pagar seperti Flemingia congesta, menghasilkan
pangkasan biomassa sebanyak 3-9 t/ha/6 bulan dan penggunaan bahan hijauan
Gliricidia sepium atau Flemingia congesta sebanyak 2 ton berat kering atau 10-15
ton basah menyumbangkan N sebanak 50 kg, 4 kg P, dan 30 kg K. Bila diasumsikan
untuk kebutuhan tanaman biji-bijian berturut-turut sebanyak 50 kg/h N, 20 kg/ha P
dan 60 kg/ha P. Peranan pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan
produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran
lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkesinambungan.
Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas
lahan dan dapat mencegah degradasi lahan.

1
PENDAHULUAN
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 02/Pert/Hk.060/2/2006
yang dimaksud dengan pembenah tanah adalah bahan-bahan sintetis atau alami,
organik atau mineral yang berbentuk padat atau cair yang mampu memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Di kalangan ahli tanah bahan pembenah tanah dikenal
sebagai soil conditioner yang secara lebih spesifik diartikan sebagai bahan-bahan
sintetis atau alami, organik atau mineral, berbentuk padat maupun cair yang mampu
memperbaiki struktur tanah, mengubah kapasitas tanah, menahan dan melalukan air,
serta memperbaiki kemampuan tanah dalam memegang hara, sehingga hara tidak
mudah hilang, dan tanaman masih mampu memanfaatkannya
Proses pengomposan biasa terjadi dengan sendirinya, lewat proses alami,
rumput, daun-daun dan kotoran hewan serta sampah lainnya yang lama kelamaan
membusuk karena adanya kerjasama antara mikroorganisme dengan cuaca. Proses
tersebut bisa dipercepat oleh perlakuan manusia, yaitu dengan menambahkan
mikroorganisme pengurai sehingga dalam waktu singkat akan diperoleh kompos yang
berkualitas baik. Sisa tanaman, hewan atau kotoran juga sisa jutaan mahluk kecil
yang berupa jamur bakteri merupakan sumber bahan organik yang sangat penting
terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, namun bila sisa hasil tanaman
tidak dikelola dengan baik akan berdampak negative terhadap lingkungan, seperti
menyebabkan rendahnya keberhasilan pertumbuhan benih, karena imobilisasi hara
allelopati atau sebagai tempat berkembangnya pathogen tanaman. Bahan-bahan
tersebut akan menjadi lapuk dan busuk berada dalam keadaan basah dan lembab,
seperi halnya daun-daun akan menjadi lapuk bila jatuh ketanah dan menyatu dengan
tanah. Dalam pengembangan usahatani konservasi peranan bahan organik sangat
penting, untuk peningkatan produktivitas lahan terdegradasi juga dapat menambah
pendapatan petani. Pupuk organik yang diberikan pada tanah secara terus menerus
dapat mewujudkan pertanian yang berkelanjutan. Mengingat bahan untuk pengadaan
pupuk organik sulit diperoleh dalam jumlah banyak, maka perlu dipelajari tentang
jenis tanaman penghasil pupuk organik .

2
BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian dari beberapa hasil
penelitian yang telah dilakukan dan diperoleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat
Bogor, Balai Penelitian Tanah Bogor terhadap pengelolaan pupuk organik untuk
perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Penelitian ini bertujuan: 1), informasi
sumberr pupuk organik yang dapat menjadi masukan bagi penentu kebijakan dalam
pengembangan organik untuk pertanian berkelanjutan ;2) informasi jenis dan
kemampuan tanaman pagar penghasil pupuk organik dan perbanyakannya yang sesuai
dengan kondisi setempat, dan 3) menyelaraskan antara program pemerintah daerah,
peneliti penyuluh dan kelompok tani terhadap integrasi model usahatani organik pada
lahan kering dengan menggunakan tanaman legum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumber pupuk organik

Sumber pupuk organik dapat berasal dari limbah/hasil pertanian dan non pertanian
(limbah kota dan limbah industry ( Kurnia et al, 2001), Sedangkan dari hasil
pertanian berupa sisa tanaman (jerami dan brangkasan), sisa hasil pertanian (sekam
padi, kulit kacang tanah, ampas tebu, dan belotong), pupuk kandang (kotoran sapi,
kerbau, ayam,itik, dan kuda), dan pupuk hijau. Limbah kota atau sampah organik kota
biasanya dikumpulkan dari pasar-pasar atau sampah rumah tangga dari daerah
pemukiman serta taman-taman kota. Limbah industri yang dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk organik antara lain limbah industry pangan. Berbagai bahan organik
tersebut dapat dijadikan pupuk organik melalui teknologi prngomposan sederhana
maupun dengan penambahan mikroba perombak serta pengkayaan dengan hara lain.

Pupuk organik berasal dari pupuk kandang dan kompos


Pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang sangat diperlukan untuk
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, karena pupuk kandang mengandung
unsur hara dengan kosentrasi yang bervariasi tergantung jenis ternak, makan, umur
dan kesehatan ternak. Biasanya petani selain mengusahakan lahan juga

3
mengusahakan ternak, sehingga pupuk kandang merupakan komponen usaha tani.
Akan tetapi pupuk kandang yang tersedia kurang mencukupi kebutuhan, sehingga
penggunaanya kurang memberikan peningkatan hasil yang berarti dan kontinyu.
Abdurachman et al (2000). melaporkan pemberian beberapa jenis pupuk
organik kandang sapi, kambing, dan ayam dengan takaran 5 ton/ha pada Ultisol Jambi
nyata meningkatkan kadar C-organik tanah, hasil jagung dan kedelai. Kandungan
hara pupuk kandang yang digunakan dalam kajian penelitian ini disajikan pada Tabel
1. Pupuk kandang ayam mengandung hara Ca dan P yang lebih tinggi dari sapi dan
kambing yaitu berturut-turut sebesar 6,09 dan 1,5 %, sedangkan pupuk kandang
kambing mengandung C-organik K dan Cu lebih tinggi dari sapi dan ayam masing-
masing sebesar 12,46, 0,47 dan 135 %.
Tabel 1. Kandungan hara pupuk kandang sapi, kambing dan ayam pada
penelitian penggunaan berbagai jenis dan takaran pupuk kandang

Kandungan Pupuk kandang


Sapi Kambing Ayam
Kadar air (%) 34,5 56,83 4,87
N-Kjidahi (%) 0,28 0,73 0,53
P (%) 0,07 0,56 1,58
K (%) 0,19 0,47 0,10
Ca (%) 0,14 1,85 6,09
Mg(%) 0,10 0,40 0,28
Na(%) 0,05 0,03 0,05
Fe (%) 43,75 17,62 18,26
Mn (%) 130 135 450
Cu (%) 38 378 56
Zn (%) 137 208 295
C- organic (%) 9,46 12,46 10,98
C/N organik 36 17 2
Sumber : Abdurachman et al., 2000

Pemberian pupuk kandang meningkatkan kadar C-organik tanah.


Peningkatan takaran pupuk kandang umumnya tidak menunjukan peningkatan
kadar C-organik yang berarti. Pada thun 1999 terjadi penurunan kadar C-
organik dibandingkan tahun 1998. Hal ini disebabkan terjadi perombakan
bahan organik yang cepat akibat suhu dan curah hujan yang tinggi. Demikian
halnya pemberian pupuk kandang nyata meningkatkan hasil jagung. Semakin

4
tinggi takaran pupuk yang diberikan masih terjadi peningkatan hasil. Diantara
jenis pupuk kandang terlihat bahwa pupuk ayam meningkatkan hasil jagung
sangat nyata., hal ini karena adanya suplai hara P dari pukan, sedangkan
perbedaan jenis pupuk kandang tidak terlihat pada hasil kedelai.

Kemampuan jenis tanaman pagar penghasil pupuk organic


Ketersediaan benih atau bibit atau perbanyakan berupa stek merupakan kunci
sukses keberhasilan penerapan tanaman pagar untuk menghasilkan pupuk hijau guna
mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan dalam system pertanaman
lorong atau alley cropping. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan
kemampuan jenis tanaman pagar menghasilkan pupuk organik disajikan pada Tabel
2, sedangkan berak kering tanaman pagar disajikan pada table 3.
Tabel 2. Kemampuan jenis tanaman pagar menghasilkan benih dan bahan
perbanyakan

Tanaman pagar Kemampuan menghasilkan benih/bahan


perbanyakan
Flemingia Congesta Dapat maaanghasilkan stek sebamyak 6-12 pada
umur 6 bulan dan dapat pula menghasilkan
benih atau biji sebanyak 20-30 biji/pohon pada
umur 6 bulan
Calliandra Umur 6 bulan baru mulai berbunga
Leucaena Leucocephala Umur 6 bulan sudah dapat tumbuh namun
belum dapat menhaslkan bahan perbanyakan
dan biji
Albizia falcataria Pertumbuhan sangat jelek, sehingga tidak ada
bahan perbanyakan yang dapat dihasilkan
Centroscema pubescens Umur 6 bulan tumbuh subur dan telah mulai
menggugurkan daun namun belum dapat
menghasilkan biji
Colopogonium mucunoides Umur 6 bulan tumbuh subur dan telah
menghasilkan biji atau polong sebanyak 5-10
polong/tanaman namun belum meata dan biji
yabg dihasilkan belum cukup tua
Pueraria javanica Tumbuh subur namun belum berbunga
Mucuna Umur 6 bulan sudah menghasilkan polong 17
buah dengan 4 biji /polong

5
Mimosa invisa Tumbuh sangat subur dengan jumlah stek sekitar
5 buah/pohon, namun biji belum dapat
terbentuk. Begitu dipangkas langsung tumbuh
melebar/bercabang-cabang
Sumber data : Riduansyah et al, 1998

Tabel 3. Berat kering biomasa tanaman pagar penghasil pupuk organik

Tanaman paga Berat kering ( kg/ha)


Flemingia Congesta 453,33
Calliandra 101,78
Leucaena Leucocephala 84,44
Albizia falcataria 71,56
Centroscema pubescens 65,33
Colopogonium mucunoides 63,11
Pueraria javanica 59,11
Mucuna 56,67
Mimosa invisa 38,67
Sumber data : Riduansyah et al, 1998

Kandungan hara tanaman pagar penghasil pupuk organik

Pupuk organik tanah merupakan sumber nitrogen tanah yang utama


disamping itu peranannya cukup besar terhadaap perbaikan sifat fisik ,kimia
dan biologi tanah. Pupuk organik sisa tanaman yang ditambahkan kedalam
tanah akan mengalami beberapa kali fase perombakan oleh organisme untuk
menjadi humus atau pupuk organik tanah. Semua aktivitas biokimia diatas
tergantung atau berhubungan dengan adanya enzim. karena bahan organik
yang digunakan sebagai sumber energy oleh jasad renik begitu komplek dan
macam-macam jenisnya, maka didalam tanah terdapat berbagai jenis enzim
dan setiap jenis tanah mempunyai enzim-enzim yang spesifik dengan pola
khusus. Populasi dan jenis jasad renik, aktivitas enzimatik tidak stabil,
tergantung keadaan biotik dan nonbiotik dalam tanah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah kelembaban, suhu, tata
udara, struktur tanah, kandungan pupuk organik, iklim dan pengelolaan tanah.
Perubahan yang besar akan terjadi pengalihan fungsi/penggunan tanah
misalnya hutan dibuka serta dijadikan lahan pertanian. Pemberian bahan

6
organik merupakan salah satu cara dalam menanggulangi degradasi lahan.
Selain itu penggunaan pupuk organik relative lebih murah dan mudah. Apabila
modal petani terbatas, maka pengadaan pupuk organik setempat dapat
dilaksanakan dengan mengatur system pertanian yang memadukan pola
tanam dan usaha peternakan (Abdurachman et al.,1977). Kandungan hara
biomasa pangkasan tanaman pagar disajikan pada Table 4. Pupuk organik
yang beasal dari jerami dan flemingia congesta dapat meningkatkan C-
organik, KTK, dan N03. (Erfandi et al 1988,)
Tabel 4. Kandungan hara biomasa pangkasan tanaman pagar
Tanaman pagar N-Total P K Ca Mg
(%) .. ppm
Flemingia Congesta 4.08 24,13 105,54 5,82 12,87
Calliandra 3,02 25,66 108,77 7,22 12,59
Leucaena 5,36 21,40 63,08 7,50 11,85
Leucocephala
Albizia falcataria 3,40 17,49 84,22 3,92 19,1
Centroscema 3,18 23,26 121,35 4,23 14,1
pubescens
Colopogonium 3,85 17,37 222,31 2,97 15,85
mucunoides
Pueraria javanica 3,43 18,48 154,24 8,41 17,93
Mucuna 3,66 15,52 56,38 15,85 13,53
Mimosa invisa 3,89 17,09 162,47 9,35 13,65
Sumberdata : Riduanyah et al,1998

Peranan pupuk organik terhadap sifat fisik , kimia dan biologi tanah

Pupuk organik merupakan pengikat butiran primer tanah dalam


pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini besar pengaruhnya pada
porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah dan suhu tanah.
Pupuk organik dengan C/N tinggi seperti jerami dan sekam lebih besar
pengaruhnya pada perubahan sifat-sifat tanah dibanding dengan pupuk
organik yang terdekomposisi seperti kompos. Demikian juga pupuk organik
yang terdekomposisi dalam tanah (in-situ) lebih besar pengaruhnya daripada
pupuk organik didekomposisikan ditempat lain.

7
Pupuk organik dan liat merupakan komponen utama dalam pembentukan
agregat yang dikenal sebagai bentuk kompleks liat-organik. Diperkirakan
bahwa 51,6 % sampai 97,8 % dari jumlah carbon dalam tanah merupakan
bentuk komplek liat-organik. Pada tanah berpasir peranan pupuk organik
dalam pembentukan dan pemantapan agregat lebih besar dari pada liat sendiri.
Pupuk organik terutama polisakarida dan kaloid asam humus sangat
berperan dalam pembentukan agregat yang baik, pada hampir semua tanah
Molisols, Alfisols, dan Inceptisols. Tetapi pada tanah Oxisols pupuk organik
kurang penting karena hidrosida-oksida Al dan Fe lebih berperan pada
pembentukan agregat tanah.

Sifat fisik tanah


Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah yang semula padat
menjadi gembur sehingga mempermudah pengolahan tanah. Tanah berpasir
menjadi lebih kompak dan tanah lempung menjadi lebih gembur. Penyebab
kompak dan gemburnya tanah adalah senyawa-senyaea polisakarida yang
dihasilkan oleh mikroorganisme pengurai serta miselium tau hipa yang
berfungsi sebagai perekat partikel tanah. Dengan struktur tanah yang baik
berarti aerasi tanah akan lebih baik sehingga proses fisiologis didalam akar
aman akan lancar. Perbaikan agregat tanah menjadi lebih remah akan
mempermudah penyerapan air kedalam tanah sehingga sehingga proses erosi
tanah dapat dicegah. Kadar pupuk organik yang tinggi didalam tanah
memberikan warna tanah yang lebih gelap ( warna humus coklat kehitaman),
sehingga penyerapan energy sinar matahari lebih banyak dan fluktuasi suhu
didalam tanah dapat dihindarkan. Instititu Petanian Bogor (IPB) melaporkan
takaran kompos/ pupuk orgaink sebanyak 5 ton/ha dapat meningkatkan
kandungan air tanah pada tanah-tanah yang subur ( CPIS, 1991)
Sifat kimia tanah
Pupuk organik merupakan sumber hara makro dan mikro mineral
secara lengkap meskipun dalam jumlah yang relative kecil ( N,P,K, Ca,Mg,
Zn, Cu, S, Zn, Mo, dan Si). Dalam jangkaa panjang , pemberian pupuk
organik dapat memperbaiki pH dan meningkatkan hasil tanaman pertanian

8
pada tanah-tanah masam. Pada tanah-tanah yang kandungan P - tersedia
rendah bentuk fosfat organik merupakan peranan penting dalam penyediaan
hara tanaman karena hampir sebagian besar P yang diperlukan tanaman
terdapat pada senyawa P- organik. Sebagian besar P-organik dalam organ
tanaman terdapat sebagai fitin, fostolipid, dan asam nukleat. Asam nukleat
hanya sedikit tersedia dalam pupuk organik tanah karena senyawa tersebut
mudah digunakan oleh jasad renik tanah. Pada tanah alkalin, dapat terbentk
fosfat dengan Ca atau Mg, sedangkan pada tanah masam dengan Al dan atau
Fe P- anorganik dalam bentuk Al-Fe, Ca. P yang tidak tersedia bagi tanaman,
akan dirombak oleh organisme pelarut P menjadi P-anorganik yang larut atau
tersedia bagi tanaman. Selain itu pupuk organik juga mengandung humus
(bunga tanah) yang sangat dibutuhkan untuk peningkatan hara makro dan
mikro dan sangat dibutuhkan tanaman. Peranan pupuk organik sangat penting
pada tanah untuk mejaga kemampuan tanah bereaksi dengan ion logam untuk
membentuk senyawa kompleks. Dengan demikian ion logam yang bersifat
meracuni tanaman serta merugikan penyediaan hara pada tanah seperti Al, Fe,
dan Mn dapat diperkecil dengan adanya pupuk organik.

Biologi Tanah
Pupuk organik banyak mengandung mikroorganisme (fungi,
aktinomisites, bakteri dan alga). Dengan ditambahkanya pupuk organik
kedalam tanah mikro orgnisme dalam tanah akan berpacu untuk berkembang.
Proses dekomposisi lanjut oleh mikro- organisme akan tetap terus berlangsung
dan tidak akan mengganggu proses pertumbuhan tanaman. Gas C02 yang
dihasilkan mikro-organisme tanah akan dipergunakan untuk fotosistesis
tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih cepat. Amonifikasi,
nitrifikasi dan fiksasi nitrogen juga akan meningkat karena pemberian pupuk
organik sebagai sumber karbon yang terkandung didalam pupuk organik.
Aktivitas berbagai mikro-organisme didalam pupuk organik menghasilkan
hormon-hormon pertumbuhan, misalkan auksin, giberelin, dan sitokinin yang
memacu pertumbuhan dan perkembangan akar-akar tanaman sehingga daerah
pencaraian makanan lebih luas. Pemberian pupuk organik pada lahan sawah

9
akan membantu mengendalikan atau mengurangi populasi nematode, karena
cendawan dan bakteri dapat memberikan kondisi yang kurang menguntugkan
bagi perkembangan nematode.
Pupuk organik memberikan efek positif pada aktivitas berbagai enzim
hidrolase yang kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya biomassa
mikroba (Garcia et al,1994). Setelah 10 tahun penambahan pupuk organik,
siklus biokimia N, aktivitas (Urease protease-BBA), P (Phosphatase) dan
karbon (B-glucosidase) dapat di reaktivasi, sehingga kesuburan tanah
meningkat (Laad,1985).

KESIMPULAN

1. Pemberian pupuk organik kandang sapi, kambing, dan ayam dengan


takaran 5 ton/ha pada Ultisol Jambi nyata meningkatkan kadar C-organik
tanah, hasil jagung dan kedelai, sedangkan pupuk organik yang beasal dari
jerami dan flemingia congesta dapat meningkatkan C-organik, KTK, dan
NO3.
2. Penggunaan pupuk organik sebagai pembenah tanah dapat memperbaiki
sifat fisik, kimia dan biologi tanah antara lain dicirikan struktur tanah
menjadi lebih remah, memperbaiki pH, kegiatan aktivitas berbagai mikro-
organisme dan meningkatkan hasil tanaman pertanian.
3. Penggunaan pupuk organik relative lebih murah dan mudah. Apabila
modal petani terbatas, maka pengadaan pupuk organik setempat dapat
dilaksanakan dengan mengatur system pertanian yang memadukan pola
tanam dan usaha peternakan

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman,A. I.Juarsah., dan U. Kurnia., 2000. Pengaruh Penggunaan


Berbagai Jenis dan takaran pupuk kandang terhadap produktivitas tanah
Ultisol terdegradasi di Desa Batin, Jambi. Pros. Seminar Nasional Sumber
Daya Tanah, Iklim dan Pupuk Bogor, 5-8 Dese. 1999. Buku II Puslittanak.
CPIS (Centre for Policy and Implementation SDtudies) dan Pusat Penelitian

10
Tanah dan Agroklimat (1991). Penelitian dan Pengembangan Pupuk Kompos
sampah Kota, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang
Pertanian
Erfandi et al 1988, Penelitian alley cropping di Kuamang Kuning, Jambi.
Hasil Penelitian Pola Usahatani Terpadu di Daerah Transmigrasi Kuamang
Kuning Jambi. Bagian Proyek Perencanaan Pengembangan dan Koordinasi
Proyek-proyek Transmigrasi Bantuan Luar Negeri (PPK-PBLN), Departemen
Transmigrasi dan Pusat Penelitian Tanah, Badan Litbang Pertanian.
Garcia C, Hernandez T, Costa F, Ceccanti B. 1994. Biochemical parameters
in soil regenerated by the addition of organic wastes. Wastes Management and
Res. 12; 457-488
Kurnia,U.,D.Setyorini,T.Prihatini,S. Rochayati,Sutono dan H.Suganda.2001.
Perkembangan dan Penggunaan Pupuk Organik di Indonesia. rapat Koordinasi
Penerapan Penggunaan Pupuk Berimbang dan Peningkatan Penggunaan
Pupuk organik. Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorat Jendral Bina
Sarana Pertanian, Jakarta. Nopember 2001.
Laad, J.N. 1985.Soil enzymes.p. 175-221. in D vaughen and R.E. Malcolm
(eds). Soil 0rganic Matter and Biological Avtivity. The Hague, the
Netherlands, Nijhoft & Junk Pubi
Riduansyah, A. Aspan, B. Winarso. M, Syarif dan Witono : Adaptabilitas
Tanaman Legum untuk Mendukung Usaha Pertanian Menetap (UPM).
Prosiding Lokakarya Nasional Pembahasan Hasil Penelitian Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai , Bogor , 27- 28 oktober 1998

11

Anda mungkin juga menyukai