Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ilmiah tentang Pemenuhan Kebutuhan Cairan, Elektrolit, dan Asam Basa dengan
Pendekatan Proses Keperawatan.

Makalah ini berisi tentang penjelasan mengenai pengertian cairan dan elektrolit,
keseimbangan asam-basa, faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh, elektrolit dan
asam basa, gangguan beserta asuhan keperawatan secara umum.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Kami berharap, dengan dibuatnya makalah ini, dapat menambah pengetahuan kami sebagai
mahasiswa keperawatan, serta dapat bermanfaat dan berguna bagi orang lain yang
membacanya.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Surabaya, Juni 2016

Kelompok 4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu exterior)
dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh lainnya.
Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki
dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk
hidup, berkembang dan menjalankan tugasnya.

Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di
sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan normal disebut
homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh mempertahankan
keseimbangan antara subtansi-subtansi yang ada di milieu interior.

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu: volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini
dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan
kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.

Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan


mengatur keluaran ion 8ystem8n dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal,
yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresikan
ion 8ystem8n dan CO2, dan 8ystem dapar (buffer) kimi dalam cairan tubuh.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Apa fungsi cairan dalam tubuh?


2. Bagaimana mekanisme terjadinya keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh?

3. Kelainan apa saja yang disebabkan dari cairan dan elektrolit?

4. Bagaimana mekanisme asam dan basa?

5. Bagaimana keadaan seimbang dari asam basa dalam cairan tubuh?

6. Bagaimana keadaan-keadaan akibat ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa


dalam tubuh?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umun

Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana tanda, gejala kecukupan cairan
dan elektrolit serta keseimbangan asam dan basa.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui fungsi dari cairan dalam tubuh .

b. Mengetahui proses keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.

c. Mengetahui masalah-masalah yang di timbulkan dari ke abnormalan cairan dan


elektrolit dalam tubuh.

d. Mengetahui mengenai mekanisme asam dan basa.

e. Mengetahui keadaan seimbang asam basa dalam cairan tubuh.

f. Mengetahui keadaan-keadaan akibat ketidakseimbangan asam basa dalam cairan


tubuh.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Cairan dan Elektrolit Tubuh

Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiselular seperti
manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu. Cairan dan elektrolit sangat penting
untuk mempertahankan keseimbangan atau homeostasis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit dapat mempengaruhi fungsi fisiologi tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri atas air
yang mengandung partikel-partikel bahan organik dan anorganik yang vital untuk hidup.
Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen kimiawi. Komponen yang paling besar
dalam tubuh manusia adalah air yang mempunyai fungsi yang sangat besar. Fungsi cairan antara
lain :

1. Transportasi : nutrient, partikel kimiawi, partikel darah, energi dan lain-lain;


2. Pengatur suhu tubuh;
3. Pembentuk struktur tubuh
Kekurangan cairan tubuh dapat menyebabkan kematian sel. Sementara unit dasar fungsional
tubuh adalah sel. Sel-sel inilah yang membentuk struktur tubuh. Dengan demikian,
keberlangsungan proses pembentukan atau perbaikan jaringan tubuh tidak terlepas dari peranan
cairan tubuh;
4. Memfasilitasi reaksi kimia dalam tubuh, misalnya metabolisme tubuh.

Cairan tubuh didistribusi antara dua komponen cairan utama : Kompartemen intraselular
dan kompartemen ekstraselular.

Cairan Intraselular (CIS)

Cairan Intrasel adalah cairan didalam membran sel yang berisi subtansi terlarut atau solut yang
penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit serta untuk metabolism. Kompartemen cairan
intrasel memiliki banyak solute yang sama dengan cairan yang berada diruang ekstrasel. Namun
proporsi subtansi subtansi tersebut berbeda. Misalnya, proporsi kalium lebih besar didalam
cairan intrasel daripada dalam cairan ekstasel. Pada orang dewasa, kira-kira dua per tiga dari
cairan tubuh adalah intraselular, kira-kira 25 L pada rata-rata pria dewasa. Sebaliknya, hanya
setengah dari cairan tubuh bayi adalah cairan intraselular.

Cairan Ekstraselular (CES)

CES adalah cairan diluar sel. Ukuran relatif dari CES menurun dengan peningkatan usia. Pada
bayi baru lahir, kira kira setengah cairan tubuh terkandung didalam CES. Setelah usia satu tahun,
volume relatif dari CES menurun sampai kira kira sepertiga dari volume total. Ini hampir
sebanding dengan 15 L dalam rata rata pria dewasa (70 kg). Lebih jauh CES dibagi menjadi:

1. Cairan interstisial (CIT) : cairan disekitar sel, sama dengan kira kira 8L pada orang
dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstisial. Relatif terhadap ukuran tubuh,
volume CIT kira kira sebesar dua kali lebih besar pada bayi baru lahir dibanding orang
dewasa.

2. Cairan intravaskuler (CIV) adalah cairan yang terkandung di dalam pembuluh darah.
Volume relatif dari CIV sama pada orang dewasa dan anak-anak. Rata-rata volue drah
orang deassa kira-kira 5-6 L, 3 L dari jumlah tersebut adalah plasma. Sisanya 2-3 L terdiri
dari sel darah merah (SDM, atau eritrosit) yang menstranspor oksigen dan bekerja
sebagai bufer tubuh yang penting, sel darah putih (SDP, atau leukosit), dan
trombosit.Fungsi darah mencakup :
a. Pengirim nutrien (mis. Glukosa dan oksigen) ke jaringan
b. Transpor poduk sisa ke ginjal dan paru-paru
c. Pengiriman antibodi dan SDP ke tepat nfeksi d. Tansport hormon ke tempat aksinya e.
Sirkulasi panas tubuh

3. Cairan Transelular (CTS) : Cairan yang terkandung di dalam rongga khusus dari tubuh.
Contoh CTS meliputi cairan serebrospinal, perikardial, pleural, sinovial, dan cairan
intraokular, dan sekresi lambung. Pada waktu tertentu CTS mendekati jumlah 1 L.
Namun, sejumlah besar cairan dapat saja bergerak ke dalam dan ke luar ruang transelular
setiap harinya. Sebagai contoh, saluran gastrointestinal (GI) secara normal mensekresi
dan mereabsorbsi sampai 6-8 L per hari. Sejumlah kecil cairan dari cairan ekstraseluler
adalah cairan transelular. Kompartemen ini meliputi cairan dalam rongga sinovial,
peritonium, perikardium, dan intraokular serta cairan serebrospinal. Secara umum,
volume cairan transeluler sekitar 1-2 liter.

Sedangkan Elektrolit adalah suatu zat yang larut atau terurai ke dalam bentuk ion-ion dan
selanjutnya larutan menjadi konduktor elektrik, ion-ion merupakan atom-atom bermuatan
elektrik. Elektrolit merupakan konstituen utama pada semua cairan tubuh Elektrolit bisa berupa
air, asam, basa atau berupa senyawa kimia lainnya. Elektrolit umumnya berbentuk asam, basa
atau garam. Beberapa gas tertentu dapat berfungsi sebagai elektrolit pada kondisi tertentu
misalnya pada suhu tinggi atau tekanan rendah. Elektrolit kuat identik dengan asam, basa, dan
garam kuat. Elektrolit merupakan senyawa yang berikatan ion dan kovalen polar. Sebagian besar
senyawa yang berikatan ion merupakan elektrolit sebagai contoh ikatan ion NaCl yang
merupakan salah satu jenis garam yakni garam dapur. NaCl dapat menjadi elektrolit dalam
bentuk larutan dan lelehan. atau bentuk liquid dan aqueous. sedangkan dalam bentuk solid atau
padatan senyawa ion tidak dapat berfungsi sebagai elektrolit.

Elektrolit merupakan konstituen utama pada semua cairan tubuh. Dengan demikian,
sangat penting kiranya bagi perawat untuk memahami sepenuhnya peran elektrolit dalam tubuh,
karena elektrolit dapat mempengaruhi jalannya begitu banyak proses fisiologis dan untuk
mengenali tanda-tanda serta gejala ketidakseimbangan yang terjadi. Elektrolit merupakan zat
kimia yang melebur kedalam ion dan dapat menghantarkan arus listrik jika dilarutkan dalam air.
Zat tersebut merupakan senyawa yang berikatan ion dan tidak menghantarkan arus listrik dalam
bentuk yang padat. Ada 2 jenis ion:

1. Kation yang bermuatan positif, kation yang paling penting antara lain natrium (Na+), kalium
(K+), kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+).

2. Anion yang bermuatan negatif, anion yang paling penting antara lain, klorida (Cl-), bikarbonat
(HCO3-) dan fosfat (PO43-).

Contoh Elektrolit yang lazim dalam tubuh ialah Natrium (Na+), Kalsium (Ca), Kalium (K),
Hydrogen, dan Chlor.

2.2 Keseimbangan Asam Basa


Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan pengaturan konsentrasi ion H bebas
dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4, pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika
pH darah < 7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah > 7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama
diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan
ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:

1. pembentukan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan bikarbonat

2. katabolisme zat organik

3. disosiasi asam organic pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak
terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion H.

Fluktuasi konsentrasi ion h dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:

1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat,
sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.

2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh.

3. mempengaruhi konsentrasi ion K

Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur
keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urin sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut
berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresi ion hidrogen
dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.

Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti
nilai semula dengan cara:

1. mengaktifkan sistem dapar (buffer) kimia

2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernapasan

3. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan Tubuh, Elektrolit, dan Asam Basa
1. Usia

Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini, usia berpengaruh terhadap
proporsi tubuh, luas permukaan tubuh, kebutuhan metabolik, serta berat badan. Bayi dan anak di
masa pertumbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar dibandingkan orang
dewasa.Karenanya, jumlah cairan yang diperlukan dan jumlah cairan yang hilang juga lebih
besar dibandingkan orang dewasa. Besarnya kebutuhan cairan pada bayi dan anak-anak juga
dipengaruhi oleh laju metabolik yang tinggi serta kondisi ginjal mereka yang belum atur
dibandingkan ginjal orang dewasa. Kehilangan cairan dapat terjadi akibat pengeluaran cairan
yang besar dari kulit dan pernapasan. Pada individu lansia, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit sering disebabkan oleh masalah jantung atau gangguan ginjal

2. Aktivitas

Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan dan elektrolit.
Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan
penigkatan haluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian, jumlah cairan yang dibutuhkan
juga meningkat. Selain itu, kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) juga
mengalami peningkatan laju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat.

3. Iklim

Normalnya, individu yang tinggal di lingkungan yang iklimnya tidak terlalu panas tidak akan
mengalami pengeluaran cairan yang ekstrem melalui kulit dan pernapasan. Dalam situasi ini,
cairan yang keluar umumnya tidak dapat disadari (insensible water loss, IWL). Besarnya IWL
pada tiap individu bervariasi, dipengaruhi oleh suhu lingkungan, tingkat metabolisme,dan usia.
Individu yang tinggal di lingkungan yang bertsuhu tinggi atau di dearah deangan kelembapan
yang rendah akan lebih sering mengalami kehilangan cairandan elektrolit. Demikian pula pada
orang yang bekerja berat di lingkungan yang bersuhu tinggi,mereka dapat kehilangan cairan
sebanyak lima litet sehaei melalui keringat. Umumnya, orang yang biasa berada di lingkungan
panas akan kehilangan cairan sebanyak 700 ml per jam saat berada ditempat yang panas,
sedangkan orang yang tidak biasa berada di lingkungan panas dapat kehilangan cairan hingga
dua liter per jam.
4. Diet

Diet seseorang berpengaruh juga terhadap asupan cairan dan elektrolit. Jika asupan makanan
tidak seimbang, tubuh berusaha memcah simpanan protein dengan terlebih dahulu memecah
simpanan lemak dan glikogen. Kondisi ini menyebabkan penurunan kadar albumin.

5. Stress

Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Saat stress, tubuh
mengalami peningkatan metabolism seluler, peningkatan konsentrasi glukosa darah, dan
glikolisis otot. Mekanisme ini mengakibatkan retensi air dan natrium.Disamping itu, stress juga
menyebabkan peningkatan produksi hormone anti deuritik yang dapat mengurangi produksi
urine.

6. Penyakit

Trauma pada jaringan dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit dasar sel atau
jaringan yang rusak (mis.Luka robek, atau luka bakar). Pasien yang menderita diare juga dapat
mengalami peningkatan kebutuhan cairan akibat kehilangan cairan melalui saluran gastro
intestinal. Gangguan jantung dan ginjal juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Saat aliran darah ke ginjal menurun karena kemampuan pompa jantung menurun,
tubuh akan melakukan penimbunan cairan dan natrium sehingga terjadi retensi cairan dan
kelebihan beban cairan (hipervelomia). Lebih lajut, kondisi inidapat menyebabkan edema paru.
Normalnya, urine akan dikeluarkan dalam jumlah yang cukup untuk menyeimbangkan cairan
dan elektrolit serta kadar asam dan basa dalam tubuh. Apabila asupan cairan banyak, ginjal akan
memfiltrasi cairan lebih banyak dan menahan ADH sehingga produksi urine akan meningkat.
Sebaliknya, dalam keadaan kekurangan cairan, ginjal akan menurunkan produksi urine dengan
berbagi cara. Diantaranya peningkatan reapsorpsi tubulus, retensi natrium dan pelepasan renin.
Apabila ginjal mengalami kerusakan, kemampuan ginjal untuk melakukan regulasi akan
menurun. Karenanya, saat terjadi gangguan ginjal (mis., gagal ginjal) individu dapat mengalami
oliguria (produksi urine kurang dari 40ml/ 24 jam) sehingga anuria (produksi urine kurang
dari 200 ml/ 24 jam).

7. Tindakan Medis
Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap kebutuhan cairan dan
elektrolit tubuh. Tindakan pengisapan cairan lambung dapat menyebabkan penurunan kadar
kalsium dan kalium.

8. Pengobatan

Penggunaan beberapa obat seperti Diuretik maupun laksatif secara berlebihan


dapat menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam tubuh.Akibatnya, terjadi defist cairan
tubuh. Selain itu, penggunan diuretic menyebabkan kehilangan natrium sehingga kadar kalium
akan meningkat. Penggunaan kortikostreroid dapat pula menyebabkan retensi natrium dan air
dalam tubuh.

9. Pembedahan

Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami ketidakseimbangan cairan.


Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah selama perode operasi, sedangkan beberapa klien
lainya justru mengalami kelebihan beban cairan akibat asupan cairan berlebih melalui
intravena selama pembedahan atau sekresi hormon ADH selama masa stress akibat obat- obat
anastesia.

2.4 Gangguan Keseimbangan Volume Cairan, Elektrolit, dan Asam Basa

A. GANGGUAN CAIRAN

Tipe dasar ketidakseimbangan cairan adalah isotonic dan osmolar. Kekurangan dan
kelebihan isotonic terjadi jika air dan elektrolit diperoleh atau hilang dalam proporsi yang sama.
Sebaliknya, ketidakseimbangan osmolar adalah kehilangan atau kelebihan air saja sehingga
konsentrasi ( osmolalitas ) serum dipegaruhi.

Tipe ketidakseimbangan yang lain adalah sindrom ruang ketiga, terjadi jika cairan
terperangkap di dalam suatu ruangan dan cairan diruangan tersebut tidak mudah ditukar dengan
cairan ekstrasel.

1. Ketidakseimbangan Isotonic.
Kekurangan cairan terjadi saat air dan elektrolit yang berada didalam proporsi isotonic.
Kadar elektrolit didalam serum tetap tidak berubah, kecuali jika ketidakseimbangan lain. Klien
yang beresiko mengalami kekurangan volume cairan adalah klien yang mengalami kehilangan
cairan dan elektrolit melalui saluran gastri intestinal, misalnya akibat muntah, diare. Penyebab
lain dapat meliputi perdarahan, pemberian obat diuretik, keringat banyak, demam dan asupan
yang kurang.

Kelebihan volume cairan terjadi saat air dan natrium dipertahankan dalam proporsi isotonic
sehingga menyebabkan hipovolemia tanpa disertai perubahan kadar elektrolit serum. Klien yang
beresiko mengalami kelebihan volume cairan ini meliputi klien yang menderita gagal jantung
kongestif, gagal ginjal dan sirosis.

2. Sindroma Ruang Ketiga .

Klien yang mengalami sindoma ruang ketiga, akan mengalami kekurangan volume cairan
ekstrasel. Sindroma ini terjadi ketika cairan ekstrasel berpindah ke dalam suatu ruangan tubuh
sehingga cairan tersebut terperangkap didalamnya. Akibatnya adalah kekurangan volume cairan
didalam ekstrasel . Pada klien dengan obstruksi usus dan luka bakar dapat menyebabkan
perpindahan cairan sebanyak 5 sampai 10 liter, keluar dari ekstrasel.

3. Ketidakseimbangan Osmolar.

Ketidakseimbangan Hiperosmolar ( dehidrasi ) terjadi jika ada kehilangan air tanpa disertai
kehilangan elektrolit yang proporsional, terutama natrium, atau jika terdapat peningkatan
substansi yang diperoleh melalui osmosis aktif. Hal ini menyebabkan kadar natrium serum dan
osmolalitas serta dehidrasi intrasel meningkat. Faktor-faktor resiko terjadinya dehidrasi meliputi
kondisi yang mengganggu kecukupan asupan oral.

Pada Klien lansia memiliki resiko besar untuk mengalami dehidrasi karena terjadi penurunan
yang pasti pada cairan intrasel, penurunan konsentrasi ginjal, penurunan respon haus,
peningkatan proporsi lemak.

Penurunan sekresi Hormon ADH ( pada diabetes insipidus ) dapat menyebabkan kehilangan air
yang besar.
Ketidakseimbangan hiperosmolar dapat disebabkan oleh setiap kondisi yang berhubungan
dengan diurisis osmotic dan pemberian larutan IV yang meningkatkan jumlah solut dan
konsentrasi darah. Pada kondisi ini, air bergerak keluar dari cairan intrasel untuk
mempertahankan volume cairan ekstrasel, pada akhirnya fungsi selular menjadi rusak dan
sirkulasi menjadi kolaps.

Ketidakseimbangan Hipo osmolar ( kelebihan cairan ) terjadi ketika asupan cairan


berlebihan ( polidipisi psikogenik ) atau sekresi ADH berlebihan. Efek keseluruhannya adalah
dilusi ( pengenceran ) volume cairan ekstrsel disertai osmosis air kedalam sel. Sel-sel otak
sangat sensitive dan proses ini dapat menyebabkan edema serebral yang dapat menyebabkan
penurunan tingkat kesadaran, koma dan kematian.

B. KETIDAKSEIMBANGAN ELEKTROLIT.

1. Ketidakseimbangan Natrium.

Kelebihan dan kekurangan natrium mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan
gangguan cairan osmolar. Hiponatremia adalah suatu kondisi dengan nilai konsentrasi natrium di
dalam darah rendah dari normal, yang dapat terjadi saat kehilangan total natrium atau kelebihan
air. Hiponatremia menyebabkan penurunan osmolalitas plasma dan cairan ekstrsel. Ketika terjadi
kehilangan natrium, tubuh mula-mula beradaptasi dengan menurunkan ekskresi air untuk
mempertahankan osmolalitas serum berada didalam kadar yang mendekati normal, jika
kehilangan berlanjut, maka tubuh akan berupaya untuk mempertahankan volume darah.
Akibatnya, proporsi natrium didalam cairan ekstrasel berkurang. Namun, hiponatremia yang
disebabkan oleh kehilangan natrium, dapat menyebabkan kolaps pada pembuluh darah dan syok.

Apabila kekurangan cairan yang terjadi hanya kekurangan natrium, maka kehilangan volume
cairan ekstrsel akan bermakna,, suatu kondisi yang berbeda dari hiponatremia, yaitu
berhubungan dengan peningkatan atau normalnya volume cairan ekstrasel. Hiponatremai berat
pada kadar natrium serum 120 mEq/L dapat menyebabkan perubahan neorulogis dan pada kadar
natrium serum 110 mEq/L akan menyebabkan perubahan neorulogis yang tidak dapat pulih
kembali bahgkan dapat menyebabkan kematian.
Hipernatremia adalah suatu kondisi dengan nilai konsentrasi natrium lebih tinggi dari
konsentrasi normal didalam cairan ekstrasel, yang dapat disebabkan oleh kehilangan air yang
ekstrem atau kelebihan natrium total. Jika penyebab hipernatremia adalah peningkatan sekresi
aldosteron, maka natrium dipertahankan dan kalium diekskresi. Ketika terjadi hipernatremia,
tubuh berupaya mempertahankan air sebanyak mungkin melalui reabsorbsi air di ginjal. Tekanan
osmotic intertisial meningkat dan cairan berpinddah dari sel ke dalam cairan ekstrasel sehingga
menyebabkan sel-sel menyusut dan mengganggu sebagian besar proses fisiologis selular.

2. Ketidakseimbangan Kalium

Hipokalemia merupakan kondisi ketika jumlah kalium yang bersirkulasi didalam cairan
ekstrasel tidak adekuat. Apabila parah, hipokalemia dapat mempengaruhi kondoksi jantung
dengan meyebabkan ketidakteraturan yang berbahaya bagi jantung. Karena rentang normal
kalium terlalu pendek, maka toleransi terhadap terjadinya fluktuasi dalam kadar kalium serum
juga kecil.

Hipokalemia dapat diakibatkan dari beberapa kondisi sperti penggunaan diuretic yang
membuang kalium, seperti tiazed dan loop diuretic. Hal ini menjadi masalah khusus jika klien
juga menggunakan preparat digitalis karena hipokalemia merupakan penyebab terseriong
terjadinya keracunan digitalis( pencernaan )

Hiperkalemia merupakan kondisi tentang lebih besarnya jumlah kalium daripada nilai
normal kalium didalam darah. Penyebabnya utama hiperkalemia adalah gagal ginjal, tetapi
penyakit lain juga dapat menyebabkan peningkatan kalium. Adanya penurunan fungsi ginjal akan
mengurangi jumlah ekskresi kalium oleh ginjal.

3. Ketidakseimbangan Kalsium

Hipokalsemia mencerminkan penurunan kadar kalsium dalam serum dan penurunan kalsium
yang terionisasi serta dapat menyebabkan beberapa penyakit, dan mempengaruhi kelenjar tiroid
dan paratiroid. Tanda dan gejala hipokalsemia berhubungan secara langsung dengan peran
fisiologis kalsium serum pada fungsi neoromuskolar.
Hiperkalsemia adalah peningkatan konsentrasi total kalsium dalam serum dan peningkatan
kalsium yang terionisaso. Seringkali, hiperkalsemia merupakan suatu gejala darim penyakit
pokok yang menyebabkan resobsi tulang berlebihan disertai pelepasan kalsium.

4. Ketidakseimbangan Magnesium.

Hipomagnesemia terjadi ketika kadar konsentrasi serum turun sampai dibawah 1,5 mEq/L .
Penyebabnya adalah asupan yang tidak adekuat seperti pada malnutrisi dan alkoholisme,absorbsi
yang tidak adekuat seperti diare. Muntah , hipoparatiroidisme, kelebihan aldosteron dan poliuri
menyebabkan gejala yang mirup dengan hipokalsemia. Magnesium bekerja langsung pada
sambungan neoromuskolar.

Hipermagnesimia terjadi ketika konsentrasi magnesium serum meningkat sampai diatas 2,5
mEq/L, penyebabnya adalah gagal ginjal dan pemberian asupan magnesium parentral yang
berlebihan. Hipermagnesiemia menurunkan eksitabilitas sel-sel otot.

4. Ketidakseimbangan Klorida.

Hipokloremia terjadi jika kadar klorida serum turun sampai dibawah 100 mEq/L. Penyebab
adalah muntah atau drainase nasogastrik. Bayi baru lahir yang menderita diare dapat mengalami
hipokalemia dengan cepat, beberapa oabat-obatan diurteik juga menyebabkan peningkatan
ekskrsi klorida. Ketika kadar klorida serum menurun, tubuh beradaptasi dengan meningkatkan
reabsorbsi ion bikarbonat sehingga mempengaruhi keseimbangan asam basa.

Hiperkloremia terjadi jika kadar klorida serum meningkat sampai diatas 106 mEq/L ,
menyebabkan penurunan nilai bikarbonat serum. Hipokloremia dan hiperkloremia jarang terjadi
sebagai proses penyakit yang tunggal, tetapi berhubungan dengan ketidakseimbangan asam-basa.

C. KETIDAKSEIMBANGAN ASAM-BASA

1. Asidosis Respiratorik.

Asidosis Respiratorik ditandai dengan peningkatan konsentrasi karbon dioksida, kelebihan


asam karbonat, dan peningkatan konsentrasi ion hydrogen ( penurunan pH ). Penyebabnya
adalah hipoventilasi atau suatu kondisi yang menekan ventilasi. Penurunan ventilasi dapat
dimulai pada sistem pernafasan ( gagal nafas ) atau diluar sistem pernafasan ( overdosis obat ).

Pada klien yang mengalami asidosis respiratorik, cairan serebrospinal dan sel-sel otaknya
menjadiasam, menyebabkan perubahan neorologis. Hipoksemia ( penurunan kadar oksigen )
terjadi karena depresi pernafasan , menyebabkan kerusakan neorologis yang lebih jauh.
Perubahan elektrolit seperti hiperkalemia dapat menyertai asidosis.

2. Alkalosis Respiratorik.

Adalah ditandai dengan penurunan PCO2 dan penurunan konsentrasi ion hydrogen
( peningkatan pH ). Alkalosis Respiratorik diakibatkan oleh penghembusan CO2 yang berlebihan
( pada waktu mengeluarkan nafas ) atau hiperventilasi. Seperti halnya asidosis respiratorik,
alkalosisi respiratorik dapat dimulai dari luar sistem pernafasan ( ansietas ) atau dari dalam
sistem pernafasan seperti fase awal serangan asma.

3. Asidosis Metabolik.

Asidosis Metabolik diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi ion hydrogen (penurunan pH)
didalam cairan ekstrasel, yang disebabkan oleh banyak kondisi. Tipe asidosis metabolic,
normokloremik dan hiperkloremik, diklasifikasikan menurut konsentrasi klorida plasma yang
dimilki klien.

4. Alkalosis Metabolik.

Adalah ditandai dengan banyaknya kehilangan asam dari tubuh atau dengan meningkatnya
kadar bikarbonat. Penyebab umumnya seperti muntah, pada klien yang mengalami gangguan
asam lambung. Atau menelan bikarbonat dalam jumlah besar.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Riwayat keperawatan

Berisi informasi mengenai masalah kesehatan klien dimasa lalu atau yang baru saja terjadi, yang
menyebabkan resiko terjadinya ketidak seimbangan

2. Pemeriksaan fisik

Karena gangguan cairan, elektrolit dan asam basa dapat mempengaruhi semua sistem, kita harus
mengidentifikasi secara sistematis setiap adanya abnormalitaspada tubuh. Seperti denyut nadi
dan tekanan darah, sistem pernapasan, sistem gastrotestinal, sistem ginjal, sistem neuromuscular,
kulit

3. Pemeriksaan labolatorium

Pemeriksaan labolatorium dilakukan untuk memperoleh data objektif lebih lanjut tentang
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Pemeriksaan ini meliputi kadar elektrolit serum,
hitung darah lengkap, kadar keratin darah, berat jenis urine, dan kadar gas darah arteri.

3.2 Diagnosa

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan

Kehilangan plasma yang berkaitan dengan luka bakar

Muntah

Kegagalan mekanisme pengaturan

Demam dan diare

Retensi natrium

Disritmia yang berkaitan dengan ketidak seimbangan elektrolit


2. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan

Gangguan pada ginjal sehingga sistem regulasi tidak normal

Gangguan mekanisme pengaturan

Disritmia yang berkaitan dengan ketidak seimbangan elektrolit

3.3 Perencanaan

Tujuan :

1. Klien akan memiliki keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa yang normal

2. Penyebab ketidakseimbangan dapat diidentifikasi dan dikoreksi

3. Klien tidak akan mengalami komplikasi akibat terapi yang dibutuhkan untuk
mengembalikan status keseimbangan

Rencana tindakan

1. Monitor asupan cairan yang diterima olek klien

2. Lakuakan pembagian jumlah total cairan yang boleh dikonsumsi setiap kali makan,
diantara waktu makan, sebelum tidur dan disaat meminum obat.

3. Pertahankan keseimbangan cairan yang ada

4. Implementasikan program yang telah ditetapkan dokter untuk memberikan cairan


parenteral yang mengandung cairan elektrolit jika klien muntah dalam jangka waktu lama

3.4 Implementasi

1. Mengoreksi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit

a. Penggantian cairan secara enteral

Cairan diberikan secara enteral melalui rute oral dan selang pemberi makan

Oral
Dapat dilakukan selama klien tidak muntah, tidak mengalami kehilangan cairan dalam jumlah
yang sangat besar, atau tidak mengalami obstruksi mekanis dalam saluran gastrotestinal. Ketika
mengganti cairan per oral pilihlah cairan yang mengandung kalori dan elektrolit yang adekuat

Selang pemberian makan

Sangat tepat diberikan jika saluran gastrotestinal klien sehat tetapi klien tidak mampu
menelan cairan.semua selang pemberian makan seperti nasogastrik, gastrostomi, atau
jejunostomi harus diberikan sesuai program dokter.

b. Pembatasan cairan

Pada klien yang mengalami gagal ginjal, gagal jantung kongestif

Korpulmonal.

Pembatasan cairan

1. Memberikan setengah dari jumlah total cairan oral diantara pukul 08.00 dan 16.00, yakni
periode saat klien biasanya lebih aktif dan mendapatkan 2 kali mkanserta meminum sejumlah
besar obat obatan mereka

2. Kemudian dua per lima dari jumlah total asupan cairan diberikan diantara 16.00 dan pukul
23.00

3. Antara pukul 23.00 sampai pukul 08.00 sisa cairan total dapat diberikan

c. Penggantian cairan elektrolit secara parenteral

Penggantian parenteral meliputi :

1. Terapi cairan dan elektrolit intravena

Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara
memasukkan cairan melalui intravena dengan bantuan infus set,bertujuan memenhi kebutuhan
cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makan.

Alat dan bahan


a. Jarum yang sesuai

b. Larutan yang benar

c. Infuse set

d. Standart infuse

e. Papan penopang ( jika perlu )

f. Handuk atau pengalas

g. Alcohol dan swab pembersih

h. turniket

i. Kasa atau balutan transparan

j. Plester

k. Gunting sarung tangan

Posedur kerja

a. Cuci tangan

b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

c. Pasang pengalas

d. Buka set infuse pertahankan sterilitas dikedua ujungnya

e. Tempatkan klem yang dapat digeser tepat dibawah bilik tetesan dan gerakkan klem pen
ggeser ke posisi penghentian aliran infuse

f. Massukkan set infuse ke dalam kantung atau botol cairan

g. Buka pelindung jarum dan geserklem penggeser sehingga aliran infuse dapat mengalir dari
bilik tetesan ke adapter jarum,gerakkan lagi klem ke posisi penghentian cairan setelah selang
terisi
h. Pastikan selang bebas dari udara dan gelembung udara

i. Pasang turniket 10-12cm di atas tempat insersi

j. Pilih vena

k. Pakai sarung tangan

l. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk

m. Lakukan penusukan dengan arah jarum ke atas

n. Cek apakah sudah mengenai vena (cirinya adalah darah keluar melelui jarum
infus/abocath)

o. Tarik jarum infus dan hubungkan dengan selang infus

p. Buka tetesan

q. Lakukan desinfeksi dengan betadine dan tutup dngan kasa steril

r. Beri tanggal dan jam pelaksanaan infus pada plester

s. Cuci tangan

Cara Menghitung Tetesan Infus

Dewasa :

Tetesan / Menit = Jumlah Cairan yang Masuk

Lamanya infus (jam) x 3

Anak

Tetesan / Menit = jumlah Cairan yang Masuk

Lamanya infus (1 jam)

2. Penggantian darah
Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang
membutuhkan darah dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan alat
transfuse set. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan darah dan memperbaiki perfusi
jaringan.

Alat dan Bahan :

1. Standar infuse

2. Tranfusi Sel

3. NaCl 0.9 %

4. Darah sesuai dengan kebutuhan pasien

5. Jalan infuse / abocath atau sejenisnya sesuai dengan ukuran

6. Pengalas

7. Tourniquet / pembendung

8. Kapas alcohol 70 %

9. Plester

10. Gunting

11. Kasa steril

12. Betadine

13. Sarung tangan

Prosedur Kerja :

1. Cuci tangan

2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

3. Hubungkan cairan NaCl 0.9 % dan tranfusi set dengan cara menusukkan
4. Isi cairan NaCl 0.9 % ke dalam tranfusi set dengan menekan bagian ruang tetesan hingga
ruang tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga selang terisi dan udaranya keluar.

5. Letakkan pengalas

6. Lakukan pembendungan dengan tourniquet

7. Gunakan sarung tangan

8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk

9. Lakukan penusukan dengan arah jarum keatas

10. Cek apakah sudah mengenai vena (cirinya adalah darah kelaur melalui jarum infuse/abocath)

11. Tarik jarum infuse dan hubungkan dengan selang tranfusi

12. Buka tetesan

13. Lakukan desinfeksi dengan betadine dan tutup dengan kasa steril

14. Beri tanggal dan jam pelaksanaan infuse pada plester

15. Setelah NaCl 0.9 % masuk, kurang lebih 15 menit, ganti dengan darah yang sudah disiapkan

16. Sebelum dimasukkan, terlebih dahulu cek warna darah, identitas pasien, jenis golongan
darah, dan tanggal kedaluwarsa

17. Lakukan observasi tanda-tanda vital selama pemakaian transfuse

18. Cuci tangan

3.5 Evaluasi

Perawat mengevaluasi keefektifan perawatan yang tewlah diberikan, secara umunm dapat dinilai
dari penurunanberat badan, peningkatan haluaran urine dalam 24 jam, penurunan atau tidak
adanya edema dependen, turgor kulit baik dan lain sebagainya.
BAB III

KESIMPULAN

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting, yaitu:


volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan
ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini
dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi
asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam
mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion
bikarbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan
asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO2 dan system dapar
(buffer) kimia dalam cairan tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

A, Aziz Alimul H.2009:Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 2.Jakarta: Salemba


Medika.

Potter, Perry.2009:Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku. Jakarta: Salemba Medika.

dr.Jan Tambayong. Patofsiologi untuk keperawatan

Elizabeth J. Corwin Buku Saku Patofisiologi

Tamsuri, Anas. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Keseimbangan Cairan &
Elektrolit . Jakarta: ECG

Syaifudin, Drs. 2012. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi Edisi 4. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai