Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan pembangunan
nasional dan berkembangnya modernisasi serta globalisasi di Indonesia akan cenderung
meningkatkan risiko terjadinya penyakit vaskuler (penyakit jantung coroner, stroke, dan penyakit
arteri perifer). Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik
dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasrkan umur adalah
sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun).
Riskesdas depkes. 2008. Proporsi penyebab kematian pada kelompok umur 55-64 tahun menurut
tipe daerah
Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dan kecacatan: 1,6% tidak berubah;
4,3% semakin memberat.
Soertidewi I. 1998. Hipertensi sebagai factor risiko stroke. Tesis magister epidemiologi klinik.
Universitas Indonesia.
Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar
11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%.
Misbach J. 2001. Pandangan umum mengenai stroke dalam Rasyid A, Soertidewi I, editor. Unit
stroke : managemen stroke secara komprehensif. Balai Penerbit : Jakarta
Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru
dalam pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari.
MIsbach J, Ali W. Stroke in Indonesia : a first large prospectively hospital based study of acute
stroke in 28 hospitals in Indonesia Journal of Clinical Neuroscience. 2000 8(3):245-9
Disatu sisi, modernisasi akan meningkatkan risiko stroke karena perubahan pola hidup.
Sedangkan disisi lain meningkatnya usia harapan hidup juga akan meningkatkan risiko
terjadinya stroke karena bertambahnya penduduk usia lanjut.
Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak. Gangguan fungsi saraf tersebut timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau
secara cepat ( dalam beberapa jam) dengan gejala dan tanda yang sesuai daerah fokal otak yang
terganggu.
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh
bekuan (thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh/organ bagian
distal.
Price. Sylvia A, Wilson. Lorraine M. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit,
Ed 6. Jakarta : EGC.
Oftalmoplegia komplit merupakan kombinasi dari ptosis bilateral dengan hilangnya
pergerakan otot-otot extraocular, hal ini jarang terjadi pada praktik klinik. Hal ini dapat terjadi
secara akut pada beberapa kondisi yang melibatkan neuromuscular junction (seperti myasthenia
gravis atau botulism), saraf motoric mata (seperti Miller-Fisher atau GBS) atau batang otak
(seperti intoksikasi obat antikonvulsan atau vernicke syndrome). Meskipun stroke iskemik telah
teridentifikasi sebagai salah satu penyebab oftalmoplegia komplit, daerah arteri yang mengalami
infark belum ditetapkan dan mekanisme terjadinya oftalmoplegia belum dapat dipastikan.
(Thurtell. 2008)
Thurtell. Matthew J, Halmagyi. G Michael. 2008. Case Report : Complete Ophthalmoplegia, An
Unusual Sign of Bilateral Paramedian Midbrain-Thalamic Infarction. Di akses dari
http://stroke.ahajournals.org : Department of Neurology, Institute of Clinical Neurosciences,
Royal Prince Alfred Hospital and the University of Sydney, Sydney, Australia. Correspondence
to Dr Matthew J. Thurtell, Department of Neurology, Royal Prince Alfred Hospital, Missenden
Road, Camperdown NSW 2050, Australia.

Robekan dari plak aorta dan mikroembolisasi diduga sebagai mekanisme penyebab.
Oftalmoplegia Internuclear yang terisolasi merupakan salah satu bentuk stroke yang jarang
terjadi. Prognosisnya sangat baik dan pasien kami juga menunjukkan penyembuhan menyeluruh
yang lebih dini.
QJM, 20015. Clinical Picture : Periprocedural stroke presenting as isolated unilateral
internuclear ophthalmoplegia. Di akses https://oup.silverchair-
cdn.com/oup/backfile/Content_public/Journal/qjmed/108/2/10.1093/qjmed/hcu165/2/hcu165.pdf
?
Expires=1492524770&Signature=FHKDgYT84fmODA5crW2SEFNsiANbcj6Qvw86e3VSOCR
57-4KyCnBMYZt0Ze-
JHVNL0sdP3vUb9ht3x5pobVUS15hXoxg3v7~zKQ9j3248CEMzZCrbn7XvAk4wz9BdNEElgn
gpG1mgTLlKOI1Rk38C9B8bGho6f~9BPPdXANCGsJ-
IQsNcX~MkC6o5p25yaHJYApVBE1rsbSmQ-
w4afBRA9vl7M~N4QDU60esnGMu4QaK3Z7wPAPxa9Sg30n9eunZ8moEUKq5dD2fX0URB
XJJGiS8goTsz9tT1YCdrnafb0lRufHDvEOQKjlJkTdxkz4OXobfTNmjtHzJcjvTXN1mUA__&K
ey-Pair-Id=APKAIUCZBIA4LVPAVW3Q

Data yang berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia
menempati urutan pertama di Asia sebagai negara dengan jumlah penderita stroke terbanyak. Di
Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker.
Bahkan, berdasarkan hasil survei Departemen Kesehatan tahun 2007 menunjukkan bahwa stroke
sebagai penyebab utama kematian pasien di Rumah Sakit Indonesia tahun 2006. Diperkirakan
ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih
kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga
sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di
kasur. Dari hasil survei yang dilakukan oleh Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di
Indonesia, jumlah kematian akibat stroke meningkat yakni 5,5% pada tahun 1586 dan 11,5%
pada tahun 2001.

Penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh ASNA (Asean Neurologic Association)
di 28 Rumah Sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita
stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit (hospital based study) dan dilakukan survei
mengenai faktor-faktor risiko, lama perawatan dan mortalitas serta morbiditasnya.
Hasilnya menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan
dengan profil usia di bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun
berjumlah 54,7% dan di atas usia 65 tahun 33,5% (Misbach, 2007).

Ophthalmoplegia adalah kelumpuhan atau kelemahan dari satu atau


lebih dari otot-otot yang mengontrol pergerakan bola mata. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh gangguan langsung pada otot-otot yang mengendalikan
pergerakan bola mata atau terjadi gagguan pada jalur saraf yang
mengendalikan pergerakan otot-otot mata. Penyakit ini biasanya berkaitan
dengan saraf kranial ketiga (oculomotorius), keempat (trochlear), dan
keenam (abducens). Terdapat dua macam ophthalmoplegia, yaitu
ophthalmoplegia external dan ophthalmoplegia internuclear.
Pada ophtalmoplegia, mata tidak bergerak bersamaan sehingga pasien
mengeluh penglihatan ganda (diplopia). Selain itu juga terdapat keluhan
berupa mata buram. Beberapa penderita juga mengeluh kesulitan
menggerakkan bola matanya ke arah tertentu atau terdapat kelumpuhan
pada palpebra superior. Gejala lainnya dapat berupa kesulitan menelan dan
kelemahan pada otot-otot tubuh secara general.

Anda mungkin juga menyukai