Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang
pemenuhan gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan
karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan
menyumbang pertumbuhan sektor pertanian nasional masing-masing sebanyak
3,1 juta ton dan 2,6 juta ton (Sugiarti, 2003).
Hortikultura merupakan komoditas pertanian khas tropis yang potensial
untuk dikembangkan di Indonesia dan memiliki prospek yang cerah di masa
mendatang sekaligus sebagai sumber perolehan devisa bagi Indonesia. Nilai
ekspor hortikultura pada bulan Februari 2007 mengalami peningkatan sebesar
34,46 persen dari bulan Januari 2007. Permintaan pasar domestik maupun
pasar internasional terhadap komoditas hortikultura di masa mendatang
diperkirakan akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan
tingkat pendapatan (Departemen Pertanian, 2007).
Tanaman bawang putih (Allium sativum Linn.) adalah tanaman
holtikultura yang memiliki banyak manfaat terutama umbinya berguna sebagai
bumbu dan dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti infeksi
pernafasan dan untuk meningkatkan vitalitas tubuh (Pratimi, 1995). Wijaya et
al. (2014) menyatakan bahwa produksi bawang putih di Indonesia belum
mampu memenuhi permintaan kebutuhan pangan masyarakat sehingga
menyebabkan selisih dan kekosongan yang cukup besar diantara konsumsi dan
produksi dalam negeri. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya defisit produksi
yang mengharuskan pemerintah melakukan impor untuk memenuhi konsumsi
komoditas tersebut (Wibowo, 2006).
Pada tahun 2012 produksi bawang putih Indonesia adalah 296.500 ton,
sementara permintaan bawang putih nasional sebesar 400.000 ton. Untuk
memenuhi kebutuhan bawang putih nasional, pemerintah Indonesia melakukan
impor bawang putih tahun 2013 sebesar 320 ribu ton terutama impor bawang
putih asal Cina. Peningkatan volume impor ini disebabkan oleh beberapa
kendala seperti luas lahan yang sempit, biaya tinggi, kualitas bibit bawang
putih yang digunakan rendah serta ketergantungan masyarakat Indonesia
terhadap konsumsi bawang putih (BPS, 2012). Untuk mengatasi permasalahan
tersebut diperlukan suatu usaha seperti pemuliaan tanaman yang dapat
menghasilkan produksi 2 kultivar-kultivar unggul bawang putih di Indonesia
ialah Lumbu putih, Lumbu hijau, Jalibarang, Banjarsari, Sanur I, Sanur II,
Kediri (Bagor), Layur, dan Honya (kultivar lokal Majalengka) (Lamina, 1990 ;
Wibowo, 2006).
Oleh karena itu melalui makalah ini, pembaca dapat memahami hal - hal
mengenai pembudidayaan tanaman bawang putih sehingga diharapkan dapat
ikut berperan dalam peningkatan produksi tanaman hortikultura di Indonesia
khususnya bawang putih.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana klasifikasi dari Allium sativum Linn.?
2. Bagaimana morfologi dari Allium sativum Linn.?
3. Apa syarat tumbuh dari Allium sativum Linn.?
4. Bagaimana teknik budidaya dari Allium sativum Linn.?
5. Bagaimana pengelolahan hama dan penyakit dari Allium sativum Linn.?
6. Apa manfaat dan kandungan dari Allium sativum Linn.?

BAB II
ISI

A. Taksonomi Bawang Putih ( Allium sativum L.)


Bawang putih telah digunakan sebagai obat dalam tanaman obat sejak
ribuan tahun yang lalu. Pada tahun 27001900 sebelum Masehi bawang putih
telah digunakan oleh pekerja-pekerja bangunan piramid sebagai obat penangkal
penyakit dan rasa letih. Sekitar tahun 460 sebelum Masehi khasiatnya telah
dipuji oleh Hippocrates dan pada tahun 384 sebelum Masehi oleh Aristotle.
Saat Perang Dunia tahun 19141918 bawang putih digunakan oleh tentara
Perancis untuk mengobati luka, dan pada serangan wabah penyakit mulut dan
kuku pada tahun 1968 para istri petani di Cheshire percaya bahwa bawang
putih dapat berkhasiat melindungi ternak mereka dari wabah penyakit
tersebut (Sunarto, 1997).
Tanaman bawang putih diyakini berasal dari Timur Tengah yakni
penduduk Mesir Kuno, dari Asia adalah penduduk Cina, Korea dan India serta
dari Eropa ialah penduduk Romawi dan Yunani Kuno. Bawang putih dapat
dikatakan sudah dikenal oleh masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu,
penduduk Mesir serta Yunani Kuno sudah mengembangkan bawang putih. Hal
ini terbukti pada keyakinan mereka, bahwa bawang putih dapat digunakan
untuk mempertahankan stamina dan ketahanan tubuh karena memberikan
energi serta kekuatan. Sementara orang-orang Cina dan Romawi sangat
percaya bahwa bawang putih berperan pada sebagian penyakit manusia, baik
sebagai penyembuh ataupun sebagai pencegah penyakit.
Diperkirakan bahwa Eropa Barat baru mengenal bawang putih sekitar
abad pertengahan dan langsung menyebar ke Eropa Timur. Dari Eropa barat,
bawang putih ini menyebar luas ke seluruh dunia sampai ke daratan Amerika,
hingga Asia Timur, Asia Tengah dan Asia Tenggara, sampai ke Indonesia.
Dengan demikian, bawang putih bagi bangsa Indonesia merupakan tanaman
introduksi. Karena banyak orang diantara bangsa Indonesia senang akan
bawang putih, kebutuhan akan bawang putih pun kemudian cenderung
meningkat (Roser, 1997).
Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang putih diklasifikasikan sebagai
berikut (Hutapea, 2000) :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monicotyledonae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium sativum Linn.
Gambar 1.1 : Bawang putih (litbang
Departemen Pertanian, 2008)

B. Morfologi Tanaman
Bawang putih (Allium sativum Linn.) adalah herba semusim berumpun
yang mempunyai ketinggian sekitar 30 - 60 cm. Tanaman ini banyak ditanam
di ladang-ladang di daerah pegunungan yang cukup mendapat sinar matahari
(Syamsiah dan Tajudin, 2003). Daunnya panjang berbentuk pipih. Helai daun
seperti pita dan melipat ke arah panjang dengan membuat sudut pada
permukaan bawahnya, kelopak daun kuat, tipis, dan membungkus kelopak
daun yang lebih muda sehingga membentuk batang semu yang tersembul
keluar. Bunganya hanya sebagian keluar atau sama sekali tidak keluar karena
sudah gagal tumbuh pada waktu berupa tunas bunga ( J.Sugito dan Murhanto
1999)
Strukiur morfologi tanaman bawang putih terdiri atas: akar, batang
utama, batang semu. tangkai bunga yang pendek atau sama sekali tidak ke luar,
dan daun. Akar bawang putih terbentuk di pangkal bawah batang sebenarnya
(discus). Sistem perakaran tanaman ini bersifat serabut. namun tidak terlalu
dalam, sehingga tidak tahan kekeringan. Di atas discus terbentuk batang semu
yang dapat berubah bentuk dan fungsinya sebagai tempat penyimpanan
makanan cadangan atau disebut umbi. Umbi bawang putih terdiri atas
beberapa bagian umbi yang disebutsiung. Siung-siung ini terbungkus oleh
selaput tipis yang kuat. sehingga tampak dan luar seolah-olah umbi yang
berukuran besar. Ukuran siung dan berat umbi per tanaman sangat bervariasi,
tergantung pada jenis atau varietasnya. Di samping itu, sering ditemukan umbi
tunggal (utuh) yang ukurannya kecil- kecil atau sering disebut bawang
lanang. Bawang ini diduga terbentuk pada kondisi Iingkungan (ekologi) yang
kurang cocok untuk bawang putih sehingga pertumbuhannya merana hanya
menghasilkan umbi kecil-kecil yang tidak bersiung (Rukmana,1995)

a b
Gambar 2.1 : Morfologi habitus Allium sativum Linn, gambar a) merupakan gambar
ilustrasi sedangkan b) menunjukkan habitus nyata dari Allium sativum Linn

+
Adapun struktur morfologi dari tanaman bawang putih ialah sebagai
berikut :
1. Daun
Berupa helai-helai seperti pita yang memanjang ke atas. Jumlah daun yang
dimiliki oleh tiap tanamannya dapat mencapai 10 buah. Bentuk daun pipih
rata, tidak berlubang, runcing di ujung atasnya dan agak melipat ke dalam.
2. Batang
Batangnya merupakan batang semu, panjang (bisa 30 cm) tersusun dari
pelepah daun yang tipis yang saling menutuoi satu sama lain, namun kuat.
Gambar 2.2 : Batang Allium sativum Linn
3. Akar
Terletak di batang pokok atau di bagian dasar umbi ataupun pangkal umbi
yang berbentuk cakram. Sistem perakarannya akar serabut, pendek,
menghujam ke tanah, mudah goyang dengan air dan angin berlebihan.
4. Bunga
Bunga bawang putih tersusun secara majemuk dalam bentuk paying
sederhana yang muncul pada anak umbi, memiliki 1- 3 daun pelindung
seperti selaput Bawang putih tidak dapat berbunga secara normal, kalaupun
ke luar tangkai bunga biasanya berukuran pendek sekali dan tidak tersembul
tumbuh dari ujung tanaman, tetapi berada dalam batang semu. Pada bagian
ujung bunga kadangkala tumbuh umbi-umbi kerdil, sehingga batang semu
membengkak seolah-olah bunting. Umbi yang berukuran kecil ni
sebenarnya dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan secara vegetatif.
Untuk mendapatkan ukuran umbi yang besar atau normal, umbi yang kecil-
kecil tersebut perlu ditanam berulang-ulang selama 2 tahun (Rukmana,
1995).
a
b

c
Gambar 2.3 : Morfologi bunga Allium sativum Linn, gambar a dan b) merupakan
gambar ilustrasi sedangkan c) menunjukkan bunga dari Allium sativum Linn.
5. Umbi dan Siung
Di dekat pusat pokok bagian bawah, tepatnya diantara daun muda dekat
pusat batang pokok, terdapat tunas, dan dari tunas inilah umbi-umbi kecil
yang disebut siung muncul. Hampir semua daun muda yang berada di dekat
pusat batang pokok memiliki umbi. Hanya sebagian yang tidak memiliki
umbi (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
Gambar 2.3 : Umbi dan siung Allium sativum Linn.

C. Syarat Tumbuh
Bawang putih menghendaki iklim yang sejuk dan relatif kering. Dengan
demikian iklim yang paling cocok untuk bawang putih hanya di dataran tinggi.
Syarat tumbuh tanaman bawang putih yaitu, ketinggian tempat : 600 m - 1.200
m di atas permukaan laut, Curah hujan tahunan : 800 mm - 2.000 mm/tahun
Bulan basah (di atas 100 mm/bulan): 5 bulan - 7 bulan Bulan kering (di
bawah 60 mm/bulan): 4 bulan - 6 bulan, Suhu udara 15oC 20oC, Kelembapan
tinggi ,Penyinaran matahari sedang
Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan bawang putih adalah tanah
yang subur, gembur, dan banyak mengandung bahan organik. misalnya,
regosol, latosol, dan alluvial dengan tekstur lempung berpasir (gembur),
drainase baik, Kedalaman air tanah : 50 cm - 150 cm dari permukaan tanah.
Kedalaman perakaran : di atas 15 cm dari permukaan tanah Kemasaman (pH)
berkisar 6 - 7.
Namun sekarang sudah ada beberapa verietas dari bawang putih yang
dapat ditanam pada dataran rendah misalnya varietas lumbuh putih, jati barang
dsb. Kendala budi daya bawang putih dataran rendah ialah bila tak
terpenuhinya cuaca yang sejuk dan kering saat pembentukan umbi. Untuk
mengakalinya, bawang putih ditanam pada bulan Mei, Juni, atau Juli.
Menanam pada musim hujan tak dianjurkan karena tanah jadi terlalu basah dan
temperatumya tak baik untuk pertumbuhan umbi. Tanah yang disukai bawang
putih pH-nya 6 - 7. Oleh karena itu, untuk tanah yang asam harus diberi kapur
dahulu hingga mendekati netral.

D. Teknik Budidaya
Bawang putih dikembangbiakkan dengan umbi siung. Cara menanam
hampir sama dengan bawang merah. Kualitas bibit merupakan faktor penentu
hasil tanaman. Tanaman yang dipergunakan sebagai bibit harus cukup tua.
Yaitu berkisar antara 70-80 hari setelah tanam. Bibit kualitas baik adalah
berukuran sedang, sehat, keras dan permukaan kulit luarnya licin/ mengkilap.
Cara penyimpanan yang baik dan biasa dilakukan oleh petani adalah dengan
menyimpan diatas para-para dapur atau disimpan
di gudang ( Sunarjono, 2004).
1. Persiapan
a. Lahan dibuat bedengan dengan lebar bedengan 1,2 1,75 m, dengan
jarak perit antar bedengan 40 50 cm; sedangkan panjang bedengan
disesuaikan dengan lahan yang tersedia.
b. Kemudian diidtirahatkan sekitar 2 minggu, selanjutnya diolah 2 3 kali
sehingga permukaan tanahnya cukup halus.
c. Sebelum penanaman, perlu dicek pH tanahnya, jika < 5,6 perlu dilakukan
pengapuran dengan dosis 1,5 3, ton per ha.
d. 2 3 hari sebelum tanam dilakukan pemberian pupuk dasar yaitu
menggunakan pupuk kandang (10 15 ton/ha) atau pupuk kompos (2 ton
/ha) dan SP-36 sebanyak 200 300kg /ha.
e. Umbi bibit yang telah siseleksi (dalam bentuk siung-siung) ditanam
dibedengan dengan kedalaman 1/4 1/2 tinggi siung bibit, kemudian
ditutp dengan mulsa jerami padi setebal 3 5 cm.
f. Pemupukan susulan dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada umur 15, 30
dan 45 hari setelah tanam dengan menggunakan campuran pupuk 200 kg
ZA + 100kg Urea + 100 kg KCL per ha untuk setiap kali pemberian
pupuk susulan. Caranya, pupuk disebar antara barisan tanaman kemudian
diikuti dengan penyiraman.
2. Pemeliharaan Tanaman
Penjarangan dan Penyulaman
Bawang yang ditanam kadang-kadang tidak tumbuh karena kesalahan
teknis penanaman atau faktor bibit. Oleh karena itu, tidak mengherankan
jika dalam suatu lahan ada tanaman yang tidak tumbuh sama sekali, ada
yang tumbuh lalu mati, dan ada yang pertumbuhannya tidak sempurna. Jika
keadaan ini dibiarkan, maka produksi yang dikehendaki tidak tercapai. Oleh
sebab itu, untuk mendapatkan pertumbuhan yang seragam, seminggu setelah
tanam dilakukan penyulaman terhadap bibit yang tidak tumbuh atau
pertumbuhannya tampak tidak sempurna. Biasanya untuk penyualaman
dipersiapkan bibit yang ditanam di sekitar tanaman pokok atau disiapkan di
tempat khusus. Persiapan bibit cadangan ini dilakukan bersamaan dengan
penanaman tanaman pokok.
Penyiangan
Pada penanaman bawang putih, penyiangan dan penggemburan dapat
dilakukan dua kali atau lebih. Hal ini sangat tergantung pada kondisi
lingkungan selama satu musim tanam. Penyiangan dan penggemburan yang
pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 3-2 minggu setelah tanam.
Adapun penyiangan berikutnya dilaksanakan pada umur 4-5 minggu setelah
tanam. Apabila gulma masih leluasa tumbuh, perlu disiang lagi. Pada saat
umbi mulai terbentuk, penyiangan dan penggemburan harus dilakukan
dengan hati-hati agar tidak merusak akar dan umbi baru.
Pembubunan
Dalam penanaman bawang putih perlu dilakukan pembubunan.
Pembubunan terutama dilakukan pada tepi bedengan yang seringkali
longsor ketika diairi. Pembubunan sebaiknya mengambil tanah dari selokan/
parit di sekeliling bedengan, agar bedengan menjadi lebih tinggi dan parit
menjadi lebih dalam sehingga drainase menjadi normal kembali.
Pembubunan juga berfungsi memperbaiki struktur tanah dan akar yang
keluar di permukaan tanah tertutup kembali sehingga tanaman berdiri kuat
dan ukuran umbi yang dihasilkan dapat lebih besar-besar.
Pemupukan
Pemberian pupuk dilakukan dengan 2 tahap, yaitu sebelum tanam atau
bersamaan dengan penanaman sebagai pupuk dasar dan sesudah penanaman
sebagai pupuk susulan. Unsur hara utama yang diperlukan dalam
pemupukan adalah N, P, dan K dalam bentuk N, P2O5, dan K2O. Unsur-
unsurhara lainnya dapat terpenuhi dengan pemberian pupuk kandang.
Perkiraan dosis dan waktu aplikasi pemupukan Bawang putih memerlukan
sulfur dalam jumlah yang cukup banyak. Unsur ini mempengaruhi rasa dan
aroma khas bawang putih. Oleh sebab itu, apabila menggunakan KCl
sebagai sumber kalium, maka sebagai sumber nitrogen sebaiknya
menggunakan pupuk ZA. Jika sebagai sumber nitrogen digunakan Urea,
maka untuk sumber kalium sebaiknya digunakan ZK.
Hal ini dilakukan agar kebutuhan sulfur tetap terpenuhi. Berdasarkan
kebutuhan unsur hara di atas, jumlah pupuk yang akan digunakan dapat
dihitung berdasarkan jenis dan kandungan unsur haranya. Aplikasi
pemupukan dilakukan dengan mebenamkan pupuk di dalam larikan
disamping barisan tanaman seperti cara memberikan pupuk dasar.
Penggunaan pupuk anorganik ini dapat diimbangi dengan pemberian pupuk
organik maupun kompos yang diseseuaikan dengan kebutuhan tanaman.

Pengairan dan Penyiraman


Pemberian air dapat dilakukan dengan menggunakan gembor atau dengan
menggenangi saluran air di sekitar bedengan. Cara yang terakhir dinamakan
sistem leb. Penyiraman dengan gembor, untuk bawang yang baru ditanam,
diusahakan lubang gembornya kecil agar air yang keluar juga kecil sehingga
tidak merusak tanah di sekitar bibit. Jika air yang keluar besar, maka posisi
benih dapat berubah, bahkan dapat mengeluarkannya dari dalam tanah. Pada
awal penanaman, penyiraman dilakukan setiap hari. Setelah tanaman
tumbuh baik, frekuensi pemberian air dijarangkan, menjadi seminggu sekali.
Pemberian air dihentikan pada saat tanaman sudah tua atau menjelang
panen, kira-kira berumur 3 bulan sesudah tanam atau pada saat daun
tanaman sudah mulai menguning.
3. Panen
Ciri dan Umur Panen
Bawang putih yang akan dipanen harus mencapai cukup umur. Tergantung
pada varietas dan daerah, umur panen yang biasa dijadikan pedoman adalah
antara 90-120 hari. Ciri bawang putih yang siap panen adalah sekitar 50
prosen daun telah menguning/kering dan tangkai batang keras.
Cara Panen
Bawang putih didaratan rendah biasanya telah siap dipanen pada umur 80
100 hari tergantung keadaan kesuburan tanaman dilapangan. Ciri tanaman
bawang putih siap dipanen, daun tanaman 50 % telah menguning atau
kering dan tangkai batangnya sudah keras. Cara panen dapatdilakukan
dengan pencabutan langsung terutama pada tanah yang ringan dan
pencukilan dilakukan pada tanah-tanah bertekstur agak berat. Hasil tanaman
diikat sebanyak 30 tangkai tiap ikat dan dijemur selama 1 2 minggu.
Periode Panen
Tanaman bawang putih dapat dipanen setelah berumur 95-125 hari untuk
varietas lumbu hijau dan umur antara 85-100 hari untuk varietas lumbu
kuning. Setelah pemanenan, lahan dapat ditanami kembali setelah dibiarkan
selama beberapa minggu dan diolah terlebih dahulu atau dapat pula
ditanami tanaman lainnya untuk melakukan rotasi tanaman.
4. Pasca Panen
Pengumpulan
Setelah dipanen dilakukan pengumpulan dengan cara mengikat batang
semu bawang putih menjadi ikatan-ikatan kecil dan diletakkan di atas
anyaman daun kelapa sambil dikeringkan untuk menjaga dari kerusakan dan
mutunya tetap baik. Penyortiran dan Penggolongan Sortasi dilakukan untuk
mengelompokkan umbiumbi bawang putih menurut ukuran dan mutunya.
Sebelum dilakukan penyortiran, umbi-umbi yang sudah kering dibersihkan.
Akar dan daunnnya dipotong hingga hanya tersisa pangkal batang semu
sepanjang 2 cm. Ukuran atau kriteria sortasi umbi bawang putih adalah:
1 keseragaman warna menurut jenis.
2 ketuaan/umur umbi.
3 tingkat kekeringan.
4 kekompakan susunan siung.
5 bebas hama dan penyakit.
6 bentuk umbi (bulat atau lonjong).
7 ukuran besar-kecilnya umbi.
Berdasarkan ukuran umbi, bawang putih dapat dikelompokkan menjadi
beberapa kelas, yaitu.
1. kelas A: umbi yang diameternya lebih dari 4 cm.
2. kelas B: umbi yang diameternya antara 3-4 cm.
3. kelas C: umbi yang diameternya antara 2-3 cm.
4. kelas D: umbi yang kecil atau yang pecah dan rusak.
Penyimpanan
Dalam jumlah kecil, bawang putih biasanya disimpan dengan cara
digantung ikatan-ikatannyadi atas para-para. Setiap ikatan beratnya sekitar 2
kg. Para-paranya dibuat dari kayu atau bambu dan diletakkan diatas dapur.
Cara seperti ini sangat menguntungkan karena setiap kali dapur dinyalakan,
bawang putih terkena asap. Pengasapan merupakan cara pengawetan yang
cukup baik. Dalam jumlah besar, caranya adalah disimpan di dalam gudang.
Gudang yang akan digunakan harus mempunyai ventilasi agar bisa terjadi
peredaran udara yang baik. Suhu ruangan yang diperlukan antara 25-30oC.
Jika suhu ruangan terlalu tinggi, akan terjadi proses pertunasan yang cepat.
Kelembaban ruangan yang baik adalah 60-70 prosen.
Pengemasan dan Pengangkutan
Untuk memudahkan pengangkutan bawang putih dimasukkan ke dalam
karung goni atau karung plastik dengan anyaman tertentu. Alat
pengangkutan bisa bermacam-macam, bisa gerobak, becak, sepeda atau
kendaraan bermotor (Diandra, 2013).

E. Pengelolahan Hama dan Penyakit


Salah satu masalah dalam budidaya bawang putih adalah gangguan hama
dan penyakit. Keberadaan hama dan penyakit dalam usahatani mendorong
petani untuk menggunakan pestisida pada setiap tindakan pengendaliannya.
Petani beranggapan bahwa keberhasilan pengendalian hama dan penyakit
ditentukan dengan cara meningkatkan dOsiS, frekuensi dan komposisi jenis
campuran pestisida kimia. Dampak dan cara pengendalian ini, maka biaya
menjadi mahal, timbul ketahanan hama dan penyakit terhadap pestisida,
muncul hama dan penyakit baru, terjad pencemaran ling-kungan dan adanya
residu yang tinggi pada produk yang dihasilkan. Untuk mengurangi dampak
tersebut, penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan pilihan
yang paling tepat. Dalam penerapan PHT, penggunaan pestisida kimia harus
dilakukan dengan sangat hati-hati dan merupakan alternatif terakhir kalau
usaha-usaha lain tidak memberikan hasil.
Pendekatan PHT
Pengelolaan hama dan penyakit mengandung arti keterpaduan antara cara
pengendalian dan pengelolaan tanaman, termasuk lingkungan. Dalam
pelaksanaan PHT, kegiatan yang perlu mendapat perhatian yaitu:

1. Menentukan jenis hama dan penyakit utama


Hama dan penyakit yang merugikan usaha tani bawang putih
adalah hama Thrips tabaci yang dapat menimbulkan kewsakan sebesar
80%, dan Spodoptera exigua, sedangkan penyakitnya adalah Fusarium,
dan Alternaria porri.
Thrips tabaci
T. tabaci merupakan jenis thrips yang paling umum ditemukan pada
tanaman bawang putih. Tubuhnya tipis 1 mm, berwarna kuning dan
berubah menjadi cokelat sampai hitam bila sudah dewasa (Gambar 3.1).
Tanaman inang utamanya adalah bawang merah, bawang putih, cabai,
kentang, terung, waluh, tembakau, mentimun, semangka dan kacang-
kacangan Berkembang biak secara partenogenesis (telur dapat menetas
tanpa dibuahi). Perkembangan mulai telur sampai imago melalui empat
fase, yaitu telur, nimfa, pupa dan imago, dengan daur hidup 11-17 han.
Seekor serangga betina mampu menghasilkan telur sebanyak 80 butir.
Gejala serangan ditandai adanya becak-becak tidak beraturan, berwarna
putih keperak-perakan dan berkilau seperti perunggu pada permukaan
bawah daun. Serangan berat biasanya terjadi pada musim kemarau yang
mengakibatkan tanaman menjadi kerdil.

Gambar 3.1 : Hama Thrips tabaci dewasa


Ulat Bawang (Spodoptera exigua)

Serangga dewasa (kupu) merupakan ngengat dengan sayap depan


berwarna kelabu gelap dan sayap belakang berwarna agak putih. Kupu
betina meletakkan telur pada ujung daun secara berkelompok. Tiap
kelompok rata-rata terdapat 1.000 butir. Telur dilapisi oleh bulu-bulu putih
yang berasal dan sisik tubuh induknya. Telur berwarna putih, berbentuk
bulat atau lonjong, berukuran sekitar 0,5 mm. Ulat berukuran panjang 2,5
cm, fase muda berwarna hijau muda sedangkan fase dewasa berwarna
hijau kecoklatan gelap dengan garis kuning. Di permukaan tanah larva
berkembang menjadi kepompong. Daur hidup S. exigua 3-4 minggu, dan
memiliki beberapa inang seperti bawang merah, bawang putih, jagung,
tembakau, kacang kacangan, kentang, dan bayam. Serangan ulat bawang
menyebabkan dan berlubang, mulai dan tepi daun. Serangan berat
biasanya terjadi pada tanaman umur 5-8 minggu setelah tanam.
Penyakit layu fusarium
Penyakit layu disebabkan oleh cendawan Fusanum oxysporum dan
merupakan penyakit tular tanah. Cendawan F. oxysporum dapat bertahan
hidup lama di dalam tanah tanpa tanaman inang. Menyebabkan daun mati
dan ujung dan berwarna kuning, menjalar kebagian bawah dengan cepat,
akhimya tanaman mati. Akar dan umbi busuk, pada permukaannya tumbuh
miselium cendawan berwarna putih. Jika umbi dipotong membujur tampak
alur busuk berair kearah samping dan pangkal umbi. Pengairan jelek dan
kelembaban tanah tinggi mendorong perkembangan penyakit. Cendawan
yang terbawa umbi akan berkembang di penyimpanan
dan menulari umbi lain sehingga menjadi sumber penyakit pada
pertanaman berikutnya.
Penyakit becak ungu atau trotol
Penyakit becak ungu atau trotol disebabkan oleh cendawan Alternaria
porri, menular lewat udara dan umbi/bibit. Organ penularannya
(konidium) dibentuk pada malam hari, bertahan dan musim ke musim
pada sisa - sisa tanaman, serta disebarkan oleh angin ke permukaan inang,
konidium berkecambah membentuk miselium. lnfeksi penyakit terjadi
melalui stomata dan luka pada jaringan epidermis daun. Bila jatuh di
permukaan tanah,konidia (Gambar 3.2a) tidak dapat bertahan hidup lebih
lama. Hujan rintik-rintik dan kelembaban udara yang tinggi, serta suhu
udara 30 32oC memacu perkembangan penyakit. Becak kecil pada daun
yang melekuk ke dalam dan berwarna putih sampai kelabu merupakan
gejala awal penyakit. Becak berkembang menyerupai cincin berwarna
agak ungu (Gambar 3.2b). Bagian tepi becak berwarna agak merah
dikelilingi oleh zona kuning yang dapat meluas ke bagian atas dan bawah
becak. Pada cuaca lembab, permukaan becak tertutup oleh konidium
berwarna coklat sampai hitam. Ujung daun sakit menjadi kering. Becak
lebih banyak terdapat pada daun tua. Penyakit juga menyebabkan
umbi busuk agak berair dimulai dan bagian leher, umbi sakit berwama
kuning sampai merah kecoklatan Jika miselium cendawan yang berwarna
gelap berkembang, bagian umbi yang sakit berubah menjadi kering
berwarna gelap. Jika umbi sakit ditanam, umbi menjadi sumber penyakit
pada tanaman berikutnya.

a b

Gambar 2.1 : a) Konidia A. Porri, penyebab penyakit trotol, b) Gejala penyakit trotol

2. Penentuan ambang ekonomi atau ambang kendali.


Ambang ekonomi sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti iklim
dan faktor harga yang berf1uktuatif Ambang kendali adalah suatu
tingkatan populasi organisme pengganggu tanaman atau kerusakan
tanaman yang ditimbulkannya, yang jika tidak dilakukan tindakan
pengendalian akan menimbulkan kerugian secara ekonomis Informasi
ambang kendali hama dan penyakit bawang putih masih belum lengkap,
sehingga sebagai patokan sementara dapat digunakan ambang kendali
hama dan penyakit pada bawang merah.Ambang kendali hama S. exigua
pada musim kemarau adalah 0,1 paket telur atau 5% kerusakan daun
pertanaman contoh, sedangkan pada musim hujan adalah 0,3 paket telur
atau 10% kerusakan daun pertanaman contoh. Ambang kendali penyakit
bercak ungu adalah 10% kerusakan daun atau skor 1 pada pertanaman
contoh.
3. Pengamatan dan pemantauan
Untuk melaksanakan PHT diperlukan pemantauan untuk
menentukan keberadaan hama penyakit sasaran, mengumpulkan informasi
tentang status hama penyakit, mendapatkan dugaan kerapatan populasi
terutama untuk hama dengan ketepatan dan ketelitian yang tinggi Hal yang
sama juga untuk penyakit selain memperhatikan keadaan yang sedang
terjadi, juga harus memperkirakan keadaan cuaca yang akan terjadi. Hal
ini perlu dilakukan karena bercak aktif spora yang ditimbulkan oleh
cendawan tidak selalu menghasilkan, tetapi jika keadaanmenguntungkan
cendawan dapat mengadakan infeksi dan membiak dengan cepat. Dengan
demikian pada pengelolaan penyakit lebih ditekankan pada kegiatan
pencegahan daripada pengendalian.

Penerapan PHT
Pendekatan PHT didasarkan pada prinsip ekologi dan penerapannya
menggabungkan berbagai komponen pengendalian, yaitu:
1. Kultur teknis
Pengendalian secara kultur teknis adalah kegiatan yang dapat
mengubah lingkungan menjadi kurang sesuai bagi perkembangan hama-
penyakit, atau mengalihkan perhatian hama-penyakit sehingga tanaman
utama terbebas dan gangguan hama-penyakit. Termasuk dalam kegiatan
kultur teknis adalah: (1) menanam bawang merah di setiap pinggir bedengan
untuk mengalihkan serangan S. exigua dan bawang putih ke bawang merah,
(2) menyiram tanaman di pagi han untuk mencuci atau menghilangkan
konidia becak ungu (A. Porri) yang menempel daun di malam han atau
menyiram tanaman pada siang han apabila turun hujan.
2. Penanaman varietas resisten
Penanaman varietas resisten merupakan salah satu komponen cara
pengendalian yang paling murah, aman, relatif tahan lama dan mudah
dilaksanakan petani. Kultivar Tawangmangu Baru cukup toleran terhadap
serangan becak ungu.
3. Pengendalian dengan cara fisik dan mekanis
Beberapa cara pengendalian lisik dan mekanis adalah (1) memotong
bagian daun yang terserang ulat S. exigua, (2) memasang 40 perangkap
warna putih per ha segera setelah bawang putih tumbuh untuk
mengendalikan serangan thrips, dan (3) memusnahkan tanaman bergejala
layu Fusarium.
4. Pemanfaatan/pelestarian musuh-musuh alami
Beberapa musuh alami yang cukup potensial menekan populasi hama
dan penyakit bawang putih adalah (1) patogen Nuclear Polyhedrosis Virus
(SeNPV) untuk mengendaliakan S. Exigua, (2) Beauveria bassiana dan
Verticillium lecani efektif menekan populasi thrips 27 - 36%, (3) serangga
Coccinela transversalis (Gambar 3.3) dan Scymus latermaculatus sebagai
predator thrips, dan (4) cendawan Trichoderma harzianum sebagai antagonis
penyakit layu Fusarium.
Gambar 3.3 : Coccinela
transversalis
5. Pengendalian secara kimiawi
Pengendalian menggunakan pestisida kimia hanya dilakukan apabila
cara pengendalian lain tidak mampu lagi mengendalikan hama penyakit
seria kerusakan sudah melampaui ambang pengendalian. Contoh pestisida
yang sering digunakan pada tanaman bawang putih adalah (1) Diafentiuron,
Fipronil, Imidaklorpid, Merkaptodimetur dan Dimetoat untuk
mengendalikan hama trhips; (2) Tebufenozide, Flufenoksuron,
Klorfluazuron, Betasiflutrin, dan Sihalotrin untuk mengendalikan ulat
bawang; dan (3) Difenokonazol, Kiorotalonil, Propineb dan Mancozeb
untuk mengendalikan penyakit becak ungu atau trotol (Korina, 2006).

F. Manfaat dan Kandungan Gizi


Bawang putih digunakan sejak ribuan tahun yang lalu, sehingga tercatat
di dalam buku Mesir Kuno bahwa bawang putih ini dapat menghilangkan nyeri
gigi. Digunakan dalam bentuk pasta, kemudian dioleskan pada daerah yang
sakit untuk menghilangkan nyeri.
Secara klinis, bawang putih telah dievaluasi manfaatnya dalam berbagai
hal, termasuk sebagai pengobatan untuk hipertensi, hiperkolesterolemia,
diabetes, rheumatoid arthritis, demam atau sebagai obat pencegahan
atherosclerosis, dan juga sebagai penghambat tumbuhnya tumor. Banyak juga
terdapat publikasi yang menunjukan bahwa bawang putih memiliki potensi
farmakologis sebagai agen antibakteri, antihipertensi dan antitrombotik
(Majewski, 2014). bawang putih biasa digunakan untuk mengobati bronkitis
kronik, asma bronkitis, respiratory catarh, dan influenza.
Bawang putih memiliki setidaknya 33 komponen sulfur, beberapa enzim,
17 asam amino dan banyak mineral, contohnya selenium. Bawang putih
memiliki komponen sulfur yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies
Allium lainnya. Komponen sulfur inilah yang memberikan bau khas dan
berbagai efek obat dari bawang putih (Londhe, 2011). Adapun kandungan gizi
lain yang terkandung dalam 100 gram bawang putih dapat dilihat pada Tabel
yang ada di bawah ini.

Adapun efek dan manfaat bawang putih terhadap tubuh kita ialah sebagai
berikut :
1. Pada metabolisme lemak dan kolesterol
Bawang putih membantu metabolisme lemak dan menurunkan level
kolesterol tubuh. Meningkatkan kolesterol baik, HDL dan menurunkan
kadar kolesterol jahat, LDL dan trigliserida. Melindungi pembuluh darah
dan jantung. Secara signifikan mengurangi aktivitas HMG CoA dan enzim
lainnya (Bayan, 2013).
2. Terhadap proses oksidasi sel kanker
Studi baru belakangan ini menunjukkan bahwa suatu kandungan
dalam bawang putih memiliki kadar anti-oksidan yang kuat. Dan komponen
sulfur dalam bawang putih juga dipercaya memiliki kemampuan
menghambat pertumbuhan tumor (Bayan, 2013).
3. Terhadap sistem kardiovaskular
Bawang putih dapat memperbaiki keseimbangan profil lipid,
mempengaruhi tekanan darah, menginhibisi fungsi platelet, antioksidan dan
aktivitas fibrinolisis (Bayan, 2013).
4. Terhadap tulang dan sendi
Diallyl disulfide (DADS), menghambat ekspresi protease matriks yang
menyebabkan kerusakan pada struktur kondrosit. Serta memiliki mekanisme
potensial bersifat protektif terhadap pasien dengan osteoporosis. Selain itu
pula, bawang putih memiliki kemampuan anti-inflamasi (Bayan, 2013).
5. Kemampuan antibakteri
Studi In vitro telah menunjukkan bahwa bawang putih memiliki
aktivitas melawan banyak bakteri gram negatif dan bakteri gram positif.
Beberapa bakteri yang telah diuji sensitivitasnya terhadap bawang putih
antara lain ialah Escherichia, Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus,
Klebsiella, Proteus, Bacillus, Clostridium dan Mycobacterium tuberculosis
(Bayan, 2013).
Louis Pasteur merupakan orang pertama yang menemukan efek
antibakteri dari jus bawang putih. Bawang putih dipercayai memiliki
aktivitas antibakteri berspektrum luas (Stavelikova, 2008). Kemampuan
antibakteri ini diyakini dikarenakan adanya zat aktif Allicin dalam bawang
putih. (Cai et al., 2007)
Bawang putih dapat membantu meredakan stress, kecemasan. dan
depresi. Tentunya dengan efek yang lebih lembut. Bawang putih bermanfaat
untuk membantu melepaskan serotonin, yakni bahan kimia yang terlibat dalam
pengaturan serangkaian luas suasana hati dan tingkah laku termasuk kecemasan,
murung, rasa sakit, agresi, stress, kurang tidur dan ingatan. Kadar serotonin yang
tinggi dalam otak cenderung berfungsi sebagai obat penenang yang
menentramkan Anda, memudahkan tidur, dan meringankan kemurungan.
Bawang putih menolong menormalkan sistem serotonin tersebut. Menghambat
kemerosotan otak dan sistem kekebalan. Membantu menghambat proses
penuaan. Menghambat pertumbuhan sel kanker. Dengan mengkonsumsi bawang
putih. resiko terkena kanker dapat dikurangi. Bawang putih yang dikonsumsi
secara rutin dalam jangka wuktu tertentu dapat membantu menurunkan kadar
kolesterol. Zat anti kolesterol dalam bawang putih yang bemama ajoene
menolong mencegah pcnggumpalan darah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah
1. Allium sativum Linn. Merupakan tumbuhan berkeping biji tunggal yang
masuk kedalam ordo Liliales dan family Liliaceae.
2. Bawang putih (Allium sativum Linn.) adalah herba semusim berumpun yang
mempunyai ketinggian sekitar 30 - 60 cm. Strukiur morfologi tanaman
bawang putih terdiri atas: akar, batang utama, batang semu. tangkai bunga
yang pendek atau sama sekali tidak ke luar, dan daun
3. Bawang putih menghendaki iklim yang sejuk dan relatif kering. Dengan
demikian iklim yang paling cocok untuk bawang putih hanya di dataran
tinggi. Namun sekarang sudah ada beberapa verietas dari bawang putih yang
dapat ditanam pada dataran rendah misalnya varietas lumbuh putih, jati
barang dsb.
4. Adapun teknik budidaya dari Allium sativum Linn dimulai dari persiapan
lalu pemeliharaan tanaman dengan penjarangan dan penyulaman,
penyiangan, pembubuhan, pemupukan pengairan dan penyiraman.
Selanjutnya yakni proses pemanenan. Pada masa pasca panen dilakukan
pengumpulan, penyimpanan serta pengemasan dan pengangkutan.
5. Pengelolahan hama dan penyakit dilakukan melalui pendekatan PHT yakni
identifikasi hama dan penyakit utama lalu menemtukan ambang kendali
setelah itu dilakukan pemantauan. Penerapan PHT di lalukan melalui kultur
teknis,penanaman varietas resisten, pengendalian dengan cara fisik dan
mekanis, pemanfaatan/pelestarian musuh-musuh alami dan pengendalian
secara kimiawi.

6. Bawang putih telah dievaluasi manfaatnya dalam berbagai hal, termasuk


sebagai pengobatan untuk hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes,
rheumatoid arthritis, demam atau sebagai obat pencegahan atherosclerosis,
dan juga sebagai penghambat tumbuhnya tumor. Bawang putih memiliki
potensi farmakologis sebagai agen antibakteri, antihipertensi dan
antitrombotik.
B. Saran
Potensi holikultura dalam menunjang kebutuhan gizi masyarakat
Indonesia serta dalam menunjang perekonamian negara dalam hal penambahan
devisa negara cukup besar karna itu melalui makalah ini pembaca diharapkan
dapat ikut berperan dalam peningkatan produksi tanaman hortikultura di
Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Bayan L, Koulivand P, Gorji A. 2013. Garlic: a review of potential therapeutic


effects. Avicenna J Phytomed. 4 (1): 7-21.

BPS dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012. Produksi sayuran di Indonesia,


hlm 3.

Cai Y, Wang R, Pei F, dan Liang B. 2007. Antimicrobial activity of allicin alone
and in combination with beta lactams against Staphylococcus spp. And
Pseudomonas aeruginosa. J Antibiot. 60: 335-338.

Departemen Pertanian, 2007. Rekomendasi Pemupukan N, P dan K pada Padi


Sawah Spesifik Lokasi. Peraturan Menteri Pertanian Nomor
40/Permentan/OT. 140/04/2007. Departemen Pertanian, Jakarta.
Diandra, Dionisius Andhika. 2013. Teknik Budidaya Tanaman Hortikultura
Bawang Putih. Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Yogyakarta.

Hutapea, J.R. 2000. Inventaris Tanaman Obat. Bhakti Husada. Jakarta.

Janick, J. 1972. Horticultural Science. W.H. Freeman and Co. San Francisco.

Korina, Eli. 2006. Pengelolahan Hama dan Penyakit Bawang Putih Secara
Terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Timur.

Londhe V, Gavasane A, Nipate S, Bandawane D, Chaudhari P. 2011. Role of


garlic (Allium sativum) in various disease: an overview. J Pharm Res
Opin [diakses tanggal 26 maret 2017]

Majewski M. 2014. Allium sativum: Facts and Myths Regarding Human Health. J
Natl Ins Public Health. 65 (1): 1-8.

Roser, David. 1997. Bawang Putih untuk Kesehatan. Bumi Aksara. Jakarta.

Rukmana, Rahmat, Ir. 1995. Hama Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.

Savitri, sandi, Evika, MP. 2008. Petunjuk Praktikum Struktur Perkembangan


Tumbuhan (Anatomi Tumbuhan). Malang : UIN Press

Stavelikova H. 2008. Morphological characteristic of garlic (Allium Sativum L.)


genetic resources collection information. Department of Vegetables
and Special Crops, Crop Research Institute, Prague-Ruzyne, Olomouc,
Czech Replubic. 35(3): 130135. [diakses tanggal 26 maret 2017].
Sugiarti, S. 2003. Usaha Tani dan Pemasaran Cabai Merah. Yogyakarta: Jurnal
Akta Agrosia.

Sugito, J dan Murhanto. 1999. Bawang Putih Dataran Rendah. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Sunarjono, H.H. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayuran. Panebar Swadaya. Jakarta.

Sunarto. 1997. Pemuliaan Tanaman. IKIP Semarang Press, Yogyakarta.

Sutaya, R.,G. Grubben, dan H. Sutarno. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran


Dataran Rendah. UGM Press. Yogyakarta.

Syamsiah dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih : Raja
Antibiotik Alam. PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Wibowo, 2006. Manajemen Perubahan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha kuasa,
sehingga dalam penyusunan makalah hortikultura yang membahas mengenai
bawang putih (Allium sativum Linn.) ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini saya ingin menyampaikan banyak-banyak
terimakasih kepada ibu dosen pembimbing yang telah membimbing saya dari
awal perkuliahan sampai saat ini dan kepada teman-teman yang telah memberikan
kepada saya motivasi untuk menyelesaikan makalah ini kami ucapkan banyak-
banyak terimakasih.
Makalah yang saya susun ini tidak terlepas dari kesalahan dan
kekeliruan,oleh karena itu, bagi pembaca, yang kami harapkan adalah kritik dan
saran yang dapat membangun motivasi saya sehingga kedepannya kami dapat
menyusun makalah dengan lebih baik lagi dan berharap selalu menuju sebuah
kesempurnaan.

Makassar, Maret 2017

Penulis

MAKALAH HORTIKULTURA

BAWANG PUTIH
(Allium sativum Linn.)
DISUSUN OLEH :
CALVARIS
1214141020

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017

Anda mungkin juga menyukai