Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ginjal sangat penting untuk menjaga kesehatan. Selain membersihkan
darah, ginjal juga menjaga jumlah yang tepat dari mineral di dalamnya. Ginjal
memastikan ada jumlah yang tepat cairan dalam tubuh.
Ginjal merupakan organ yang berfungsi menyaring zat-zat sisa dalam
darah untuk kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh. Bila fungsi ginjal terganggu
maka proses penyaringan darah akan tergangu pula. Fungsi utama dari ginjal
adalah untuk menyaring darah dan mengeluarkan cairan berlebih dari itu. Ginjal
meninggalkan jumlah yang tepat garam dan mineral lainnya di dalam darah.
Selain itu ginjal juga mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air
dalam darah. Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui
pertukaran ion hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urine yang dihasilkan dapat
bersifat asam pada pH 5 atau alkalis pada pH 8. Kadar ion natrium dikendalikan
melalui sebuah proses homeostasis.
Ginjal menyaring darah sebanyak 1.500 liter per hari, sehingga ada
beberapa zat yang harus dibuang melalui alat pengeluaran. Zat zat yang
dikeluarkan oleh ginjal meliputi urea, amonia, dan air dibuang melalui ginjal
berupa urine.
Darah adalah cairan di dalam tubuh yang berfungsi untuk mengangkut
oksigen yang diperlukan oleh sel sel di dalam tubuh. Darah juga menyuplai
jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat zat sisa metabolisme, dan
mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Seperti aliran sungai, darah juga
berfungsi sebagai alat angkut, namun yang diangkut atau dialirkan dalam darah
adalah zat-zat dan oksigen yang diperlukan tubuh, mengangkut bahan kimia hasil
metabolisme dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Nah,
adanya kelainan darah dapat mendeteksi gangguan atau penyakit dalam tubuh,
inilah yang menyebabkan perlunya kita melakukan pemeriksaan hematologi untuk
mendeteksi kelainan dalam darah.

1
Pemeriksaan Hematologi adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui keadaan darah dan komponen-komponennya. Pemeriksaan
Hematologi bertujuan untuk :
1. Mendeteksi kelainan hematologi (anemia atau leukemia) di mana diduga ada
kelainan jumlah dan fungsi dari sel-sel darah.
2. Mendeteksi penyakit pendarahan yang menunjukkan kelainan faal hemostasis.
3. Membantu diagnosis penyakit infeksi dengan melihat kenaikan atau penurunan
jumlah leukosit serta hitung jenisnya.
4. Mengetahui kelainan sistemik pada hati dan ginjal yang dapat mempengaruhi
sel darah baik bentuk atau fungsinya.
Dalam kondisi normal darah tidak ditemukan dalam urin. Apabila
ditemukan darah dalam urin bisa menandakan adanya kerusakan pada ginjal atau
saluran kencing. Untuk melakukan pengujian tersebut maka terlebih dahulu kita
memeriksa urin. Di dalam urin terkandung beberapa zat seperti urea, air dan
amonia.
Amonia adalah kelebihan asam yang dibuang oleh ginjal yang dihasilkan
hasil dari perombakan protein. Senyawa ini berbahaya bagi tubuh sehingga harus
dikeluarkan secara teratur melalui proses ekskresi.
Asam laktat merupakan suatu asam lemah. Normalnya, asam laktat yang
terbentuk di dalam tubuh akan dibuang melalui otot, ginjal, dan hati. Bila terjadi
suatu kelainan yang mengganggu perubahan asam laktat maka dapat terjadi
penumpukan yang berlebihan di dalam tubuh. Penumpukan tersebut menyebabkan
gangguan kesimbangan asam basa di dalam tubuh.
Selain menghapus limbah berbahaya dari tubuh, ginjal juga memenuhi
sejumlah fungsi tambahan yang penting. Dengan melepaskan hormon ke dalam
aliran darah, ginjal juga dapat mendukung fungsi biologis penting lainnya. Ginjal
rilis erythropoientin (EPO), yang merangsang sumsum tulang untuk membuat sel
darah merah. Tubuh menggunakan sel darah merah untuk mengangkut oksigen ke
seluruh jaringan dan sel. Ginjal juga melepaskan hormon yang disebut renin, yang
membantu mengatur tekanan darah.

2
Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk
amonia. Ginjal memiliki kemampuan untuk mengatur jumlah asam atau basa yang
dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
1.2 Rumusan Masalah
Apa fungsi pemeriksaan dari amonia, asam laktat dan renin terhadap suatu
penyakit dan berapa kadar normalnya?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui fungsi pemeriksaan amonia, asam laktat dan renin
terhadap suatu penyakit dan kadar normalnya.
1.4 Manfaat Penulisan
Agar mahasiswa dapat mengetahui fungsi pemeriksaan amonia, asam laktat
dan renin terhadap suatu penyakit dan kadar normalnya.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Amonia

2.1.1 Definisi
Amonia adalah sisa metabolisme protein yang diubah menjadi urea oleh hati
dan dikeluarkan melalui ginjal. Peningkatan kadar urea dalam darah menandakan
adanya gangguan hati atau aliran darah ke hati. Peningkatan kadar amonia darah
terjadi pada pasien gangguan hati, koma hepatik, anastomosa fortal kaval,
sindrom reye, eritroblastosin foetalis, gagal jantung, kongesti berat, diet tinggi
protein dengan kerusakan hati, dan asidosis.
Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein merupakan zat
yang beracun dari sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh.
Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan
dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Penurunan
kadar urea darah terdapat pada pasien gagal ginjal, hipertensi maligna, dan
hipertensi essential.
Nilai normal:
Dewasa : 15-45 ug/dl, atau 11-35 umol/L uSI
Anak : 21-50 ug/dl
Bayi baru lahir : 64-107 ug/dl
Kadar amonia darah biasanya diukur untuk mengevaluasi koma
hepatikum. Koma hepatikum disebabkan oleh akumulasi amonia sebagai akibat
kegagalan hati. Amonia meningkatkan Ph SSP dan bergabung dengan glutamat,
neurotransmiter SSP, membentuk glutamin. Kadar amonia darah dan CSS
digunakan untuk membedakan ensefalopati yang disebabkan oleh sirosis atau
penyakit hati lain dari penyebab nonhepatik dan untuk memonitor penderita
dengan koma hepatikum.
Uji enzimatik amonia menggunakan GDH. Enzim ini membentuk
glutamat dari alfa ketoglutarat (2 - oksogluterat) dan amonia, menyebabkan
oksidasi NADH, kecepatan absorbance yang menurun pada 340 nm sebanding
dengan konsentrasi amonia bila kecepatan reaksi dipertahankan dibawah keadaan

4
urutan pertama. Kebanyakan amonia yang diabsorbsi dari usus dibawa ke hati
melalui vena portal dan dikonfersi menjadi urea. Kadar amonia darah akan
meningkat pada semua penyakit hati nekrotik yang terdiri dari hepatitis, sindrom
reye, dan trauma yang diinduksi obat. Pada sirosis, shunting darah portal ke
sirkulasi umum menyebabkan seringnya komplikasi SSP. Peningkatan kadar
amonia darah yang palsu biasanya disebabkan oleh pengumpulan spesimen yang
tidak baik.
Plasma merupakan sampel pilihan karena amonia meningkat sesuai
penyimpanan. Penderita harus puasa dan tidak boleh merokok selama 8 jam.
Merokok tembakau dapat menggandakan kadar amonia plasma. Heparin litium
dan EDTA merupakan antikoagulan yang dapat diterima

Seperti yang digambarkan pada gambar 2, amonia diproduksi oleh berbagai


organ. Amonia merupakan hasil produkse koloni bakteri usus dengan aktivitas
enzim urease, terutama bakteri gram negatif anearob, Enterobacteriaceae, Proteus
dan Clostridium. Enzim urease bakteri akan mencegah urea menjadi amonia dan
karbondioksida. Amoni juga dihasilkan oleh usus halus dan usus besar melalui
glutaminase usus yang memetabolisme glutamin (sumber energi usus) menjadi
glutamat dan amonia. Pada individu sehat, anomia juga diproduksi oleh otot dan

5
ginjal. Secara fisiologis, amonia akan dimetabolisme menjadi urea dan glutamin
dihati. Otot dan ginjal juga akan mendetoksifikasi amonia jika terjadi gagal hati
dimana otot rangka memegang peran utama dalam metabolisme amonia melalui
pemecahan amonia menjadi glutamin via glutamin sintetase. Ginjal berperan
dalam produksi dan eksresi amonia, terutama dipengaruhi oleh keseimbangan
asam basa tubuh. Ginjal memproduksi amonia melalui enzim glutaminase yang
merubah glutamin menjadi glutamat, bikarbonat, dan amonia. Amonia yang
berasal dari ginjal dikeluarkan melalui urine dalam bentuk ion amonium (NH 4)
dan urea ataupun diserap kembali kedalam tubuh yang dipengaruhi oleh pH tubuh.
Dalam kondisi asidosis, ginjal akan mengeluarkan ion amonium dan urea melalui
urine, sedangkan dalam kondisi alkalosis, penurunan laju filtrasi glomerulus dan
penurunan perfusi perifer ginjal akan menahan ion amonium dalam tubuh
sehingga menyebabkan hiperamonia.
Amonia akan masuk kedalam hati melalui vena porta untuk proses
detoksiflaksi. Metabolisme oleh hati dilakukan didua tempat, yaitu sel hati
periportal yang memetabolisme amonia menjadi urea melalui siklus Krebs-
Henselelt dan sel hati yang terletak dekat vena sentral dimana urea akan
digabungkan kembali menjadi glutamin. Pada keadaan sirosis, penurunan masa
hepatosit fungsional dapat menyebabkan menurunnya detoksiflikasi amonia oleh
hati ditambah adanya shunting portosistemik yang membawa darah yang
mengandung amonia masuk ke aliran sistemik tanpa melalui hati. Peningkatan
kadar amonia dalam darah menaikkan resiko toksisitas amonia. Meningkatnya
permeabilitas sawar darah otak untuk amonia pada pasien sirosis menyebabkan
toksisitas amnia terhadap astrosit otak yang berfungsi melakukan metabolisme
amonia melalui kerja enzim sintetase glutamin. Disfungsi neurologis yang
ditimbulkan pada EH terjadi akibat ademaserebri, dimana glutamin merupakan
molekul osmotik seingga menyebabkan pembengkakan astrosit. Amonia secara
tidak langsung juga merangsang stres oksidatif dan nitrosatif pada astrosit melalui
peningkatan kalsium intraselular yang menyebabkan disfungsi mitokondria.
Amonia juga menginduksi RNA dan aktivasi protein kinase untuk mitogenesis
yang bertanggung jawab pada peningkatan aktivitas sitokin dan respon inflamasi
sehingga mengganggu aktivitas pensignalan intraselular.
2.2 Asam Laktat

6
2.2.1 Definisi
Asam laktat merupakan produk hasil metabolisme karbohidrat tanpa
menggunakan oksigen (metabolisme anaerob). Asam laktat diproduksi di sel otot
saat suplai oksigen tidak mencukupi untuk menunjang produksi energi. Produk
asam laktat normal terdapat di dalam tubuh manusia.
Produksi asam laktat (lactic acid) terjadi ketika tubuh membutuhkan energi
tetapi tidak memiliki oksigen yang cukup untuk menghasilkan energi secara
aerobik. Saat melakukan aktivitas fisik, tubuh akan mengalami kenaikan respirasi
dalam upaya memberikan lebih banyak oksigen ke otot. Namun, pada suatu titik
akan tercapai dimana tubuh tidak bisa memberikan energi yang dibutuhkan.
Dalam kondisi tersebut, energi lantas dihasilkan melalui proses yang disebut
glikolisis anaerobik di mana glukosa dipecah atau dimetabolisme untuk
menghasilkan adenosin trifosfat (ATP) dan asam laktat.
Pada latihan fisik intensitas tinggi otot berkontraksi dalam keadaan
anaerobic, sehingga penyediaan ATP terjadi melalui proses glikolisis anaerobic.
Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar laktat dalam darah maupun otot. Tetapi
otot yang terlatih tetap dapat berkontraksi dengan baik pada konsentrasi asam
laktat yang cukup tinggi. Segera setelah mendapat oksigen, asam laktat diubah
kembali menjadi asam piruvat dan selanjutnya diubah menjadi energy,
karbondioksida dan air.
Konsentrasi maksimal asam laktat pada darah dan otot manusia belum
diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan mencapai di atas 20mMol/L dan 25
mMol/kg/ berat otot basah. Asam laktat yang terbentuk pada saat latihan fisik
berat akan masuk ke dalam darah, dan banyaknya laktat yang masuk sebanding
dengan tingginya kadar laktat dalam otot. Penyingkiran asam laktat darah akan
berlangsung lebih cepat apabila proses pemulihan dilakukan dengan istirahat aktif,
yaitu melakukan aktifitas ringan atau sedang.
Keberadaan asam di dalam otot akan mengganggu berbagai mekanisme sel
otot yaitu, 1) menghambat enzim aerobic dan anaerobic sehingga menurunkan
kapasitas ketahan aerobic dan anaerobic 2) menghambat terbentuknya
kreatinfosfat dan akan mengganggu koordinasi gerak 3) menghambat enzim
fosfofruktokinase 4) menghambat pelepasan ion Ca++ pada troponin C

7
mengalami penurunan, dan mengakibatkan gangguan atau terhentinya kontraksi
serabut otot cepat, karena mATPase pada serabut otot cepat peka terhadap asam.
Dosis yang tepat dan latihan yang teratur akan memberikan perubahan
peningkatan kemampuan secara maksimal, sehingga menghasilkan kinerja secara
maksimal pula. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur akan memberikan
penyesuaian terhadap tubuh, sehingga akan mengurangi gangguan terhadap sel,
meminimalkan kelelahan, meningkatkan kinerja dan mengurangi penggunaan
tenaga secara berlebihan selama aktivitas.
Latihan dengan intensitas lebih dari 50% VO2 maks akan meningkatkan
penumpukan asam laktat, sehingga dapat menurunkan pH. Pada latihan sub
maksimal diperkirakan terjadi penumpukan H+ yang berpengaruh terhadap
perubahan pH. Dalam keadaan istirahat tubuh memiliki pH darah normal 7.4 dan
pada latihan fisik pH dapat turun menjadi 7,0, sedangkan pada latihan fisik yang
maksimal pH dapat turun hingga 6,5. Penurunan pH darah dan otot dapat
menyebabkan produksi asam laktat dan menurunkan bersihan asam laktat oleh
hati karena terhambatnya glikolisis.
2.2.2 Fungsi asam laktat
Pada awalnya asam laktat dianggap sebagai zat sisa. Asam laktat yang
diproduksi kemudian menumpuk di otot dan dicurigai menyebabkan kelelahan
selama olahraga dan kram otot setelah selesai olahraga. Sekarang dengan hasil
yang terbaru, asam laktat bukan merupakan musuh dari otot. Asam laktat
merupakan bahan energy yang penting selama olahraga yang berlangsung lama.
Hal ini karena asam laktat yang dibentuk oleh sel otot dapat digunakan oleh sel
otot lain untuk membentuk energi.
Tubuh kita mempunyai dua cara untuk mengambil energi dari glukosa,
keduanya disebut dengan respirasi: yang pertama adalah aerobik (memerlukan
udara) dan yang kedua anaerobik (tanpa udara). Proses aerobik mengubah glukosa
C6 H12 O6 menjadi CO2 dan H2O dengan melepas energi 3.000 kJ, sedang yang
proses kedua mengubah glukosa menjadi dua molekul asam laktat dan melepas
energi 150 kJ. Dalam keadaan normal kita bergantung pada proses aerobik.
Namun, untuk para atlet saat sprint kalau hanya bergantung pada proses aerobik,
kadar oksigen dalam aliran darah tidak akan cukup untuk menghasilkan energi
yang dibutuhkannya. Oleh karena itu, proses anerobik menjadi penting. Karena

8
proses anaerob berlangsung di otot akan terakumulasi asam laktat, yang
menimbulkan rasa capai. Setelah aktivitas yang melelahkan sering dibutuhkan 30-
40 menit untuk membersihkan asam laktat. Beberapa atlet dikabarkan berusaha
menunda timbulnya capai akibat penumpukan asam laktat dengan minum banyak
soda bikarbonat sebelum pertandingan, yang selama ini legal. Karena soda
(bikarbonat) bersifat basa, maka akan bereaksi dengan asam laktat dan
mengurangi kadar asam laktat di otot. Namun, bisa diduga efek samping dari
usaha ini.
Reaksi asam laktat dan bikarbonat akan menghasilkan gas CO2, maka perut
bisa terasa mual bahkan dapat menimbulkan kram. Capek dan penat yang
dirasakan tubuh adalah akibat penumpukan asam laktat di dalam otot. Asam laktat
dihasilkan tubuh saat beraktivitas. Jadi selain menghasilkan energi, tubuh juga
menghasilkan zat sisa, yaitu asam laktat
Saat olahraga permintaan oksigen melebihi suplai sehingga timbul
metabolisme anaerob yang menghasilkan asam laktat. Asam laktat ini kemudian
akan diserap oleh sel otot untuk djadikan bahan bakar. Pada orang yang rutin
berolahraga atau atlet, terjadi peningkatan efektivitas pemakaian asam laktat
sehingga mereka mampu berolahraga dalam jangka waktu lebih lama.
Dibandingkan membuat lelah, asam laktat justru memperlambat terjadinya
kelelahan dan meningkatkan kemampuan dalam olahraga.
Asam laktat berlebihan dalam sirkulasi darah menyebabkan asidosis
metabolik. Latihan dan hipoksia yang berat, dehidrasi dan shok dapat
menyebabkan metabolisme sel dan akumulasi asam laktat. Penurunan asam laktat
terjadi pada pasien dengan LDH yang tinggi. Peningkatan asam laktat juga terjadi
pada trauma berat, infeksi berat, neoplasma, gagal hati, penyakit ginjal, alkoholis
kronis, dan toksisitas salisilat berat.
Nilai normal:
Darah arteri : 0,5-2,0 mEq/L atau 11,3 mg/dl
Darah vena : 0,5-1,5 mEq/L atau 8,1-15,3 mg/dl.

Kadar asam laktat dalam darah dapat diukur dengan mudah, dengan suatu
lembaran mirip mengukur pH dengan lakmus yang sering Anda gunakan di lab.
Diperlukan tidak lebih dari satu tetes sampel darah untuk keperluan ini. Kadar
asam laktat yang normal adalah 0,0045 sampai 0,09 gr/L, namun setelah aktivitas

9
tinggi dapat mencapai 2,25gr/L. Batas ambang asam laktat adalah detak jantung
saat kadar asam laktat mulai menanjak. Saat inilah proses anaerobik mulai ikut
berperan. Untuk pelari jarak jauh, sangat penting mengetahui batas ambang ini.
Pelari jarak jauh harus lebih bergantung pada proses aerobik. Karena bila kadar
asam laktat akan menanjak dan tubuh melakukan proses anaerobik, maka ia tidak
akan bertahan lama.
Untuk tetap bergantung pada proses aerobik, pelari jarak jauh itu selama
bertanding harus menjaga detak jantungnya (yang berarti juga kecepatan larinya)
di bawah detak yang menimbulkan kadar ambang asam laktat. Kebanyakan atlet
memonitor detak jantungnya selama training agar ia dapat dengan tepat
melakukan ini. Training yang tepat dapat meningkatkan kadar ambang asam
laktat. Orang biasa mempunyai kadar ambang pada 65 persen detak jantung
maksimum sementara atlet yang menjalani training bisa mencapai 90 persen dari
nilai maksimum. Sekarang ini pada saat atlet sedang bertanding ia hanya baru
dapat memonitor detak jantungnya, belum dapat memonitor kadar asam laktatnya.
2.3 Renin
Nama renin pertama kali diberikan oleh Tigerstredt dan Bergman pada
tahun 1898 untuk suatu zat presor yang diekstraksi dari ginjal kelinci. Pada tahun
1975 Page dan Helmer mengemukakan bahwa renin merupakan enzim yang
bekerja pada suatu protein, angiotensinogen untuk melepaskan Angiotensin. Baru
pada tahun 1991 Rosivsll dan kawan - kawan mengemukakan bahwa renin
dihimpun dan disekresi oleh sel juxtaglomelurar yang terdapat pada dinding
arteroil afferen ginjal, sebagai kesatuan dari bagian macula densa satu unit nefron.
Renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan
arteri turun sangat rendah. Pengeluaran renin dapat disebabkan aktivasi saraf
simpatis (pengaktifannya melalui 1-adrenoceptor), penurunan tekanan arteri
ginjal (disebabkan oleh penurunan tekanan sistemik atau stenosis arteri ginjal).
Apabila terjadi gangguan pada ginjal, maka ginjal akan banyak
mensekresikan sejumlah besar renin.
Beberapa hormon memainkan peranan penting dalam pengaturan tekanan,
tetapi yang terpenting adalah sistem hormon renin- angiotensin dari ginjal. Bila
tekanan darah terlalu rendah sehingga aliran darah dalam ginjal tidak dapat
dipertahankan normal, ginjal akan mensekresikan renin yang akan membentuk

10
angiotensin. Selanjutnya angiotensin akan menimbulkan konstriksi arteriol
diseluruh tubuh, sehingga dapat meningkatkan kembali tekanan darah ke tingkat
normal.
Renin adalah enzim yang disekresi oleh jungta glomerulus ginjal,
berfungsi mengaktifkan sistem renin/angiotensin yang menyebabkan pelepasan
aldosteron dan berdampak pada vasokonstriksi. Aldosteron yang meningkat akan
meningkatkan reapsorbsi natrium dari ginjal dan berakibat pada retensi natrium
dan air. Akibat dari penigkatan aldostreron dan vasokonstriksi berupa manifestasi
hipertens. Pemeriksaan ini juga berguna untuk membedakan apakah hipertensi
tersebut dari faktor renal atau esensial. Hipertensi esensial tidak dipengaruhi oleh
kadar renin plasma.
Nilai plasma renin biasanya tinggi pada jam 08.00 sampai 12.00 dan
menurun pada jam 12.00 sampai 18.00 sore.
Penurunan kadar renin ditemukan pada hipertensi esensial sindrom
Cushings, diabetes militus, hipotiroidisme, obat anti hipertensi, propanolol dan
levodopa.
Peningkatan renin plasma terjadi pada hipertensi malignarenovaskuler,
hiperaldosteron, kangker ginjal, gagal ginjal akut, penyakit addisons, sirosis
hepatis, penyakit obstruksi paru menahun, gangguan jiwa manik depresif,
kehamilan trimester III, eklamsia, hipertiroidisme, dan hipokalemia.

11
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan pada uraian berikut. Renin
bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang
disebut bahan renin (atau angiotensinogen), untuk melepaskan peptida asam
amino- 10, yaitu angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang
ringan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan perubahan fungsional yang
bermakna dalam fungsi sirkulasi. Renin menetap dalam darah selama 30 menit
sampai 1 jam dan terus menyebabkan pembentukan angiotensin I selama
sepanjang waktu tersebut. Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin
I, terdapat dua asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk
membentuk angiotensin II peptida asam amino-8. Perubahan ini hampir
seluruhnya terjadi selama beberapa detik sementara darah mengalir melalui
pembuluh kecil pada par-paru, yang dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim
pengubah, yang terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin
Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat
kuat, dan memiliki efek-efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin
II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara
cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang secara
bersama -sama disebut angiotensinase. Selama angiotensin II ada dalam darah,

12
maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan
tekanan arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat.
Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena.
Konstriksi pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan
meningkatkan tekanan arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan
meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung, sehingga membantu pompa
jantung untuk melawan kenaikan tekanan. Cara utama kedua dimana angiotensin
meningkatkan tekanan arteri adalah dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan
eksresi garam dan air. Ketika tekanan darah atau volume darah dalam arteriola
eferen turun ( kadang - kadang sebagai akibat dari penurunan asupan garam),
enzim renin mengawali reaksi kimia yang mengubah protein plasma yang disebut
angiotensinogen menjadi peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II
berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah
dalam beberapa cara yaitu angiotensin II menaikan tekanan dengan cara
menyempitkan arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk
kapiler ginjal. Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk
menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan
air yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume
darah dan tekanan darah. Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan
kelenjar adrenal, yaitu organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan
hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang
membuat tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan
air, serta meningkatkan volume dan tekanan darah. Hal tersebut akan
memperlambat kenaikan voume cairan ekstraseluler yang kemudian
meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka 12
panjang ini bekerja melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan lebih
kuat daripada mekanisme vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan
tekanan arteri ke nilai normal.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Amonia adalah sisa metabolisme protein yang diubah menjadi urea oleh
hati dan dikeluarkan melalui ginjal. Sedangkan asam laktat merupakan produk
hasil metabolisme karbohidrat tanpa menggunakan oksigen (metabolisme
anaerob). Asam laktat diproduksi di sel otot saat suplai oksigen tidak mencukupi
untuk menunjang produksi energi. Serta renin merupakan enzim dengan protein
kecil yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri turun sangat rendah.
Nilai normal pada Amonia
Dewasa : 15-45 ug/dl, atau 11-35 umol/L uSI
Anak : 21-50 ug/dl
Bayi baru lahir : 64-107 ug/dl
Nilai normal Asam Laktat
Darah arteri : 0,5-2,0 mEq/L atau 11,3 mg/dl
Darah vena : 0,5-1,5 mEq/L atau 8,1-15,3 mg/dl.

3.1 Saran
Apabila dalam makalah ini masih banyak kekurangan, diharapkan bagi
para pembaca mengoreksi dan mencari informasi tambahan pada sumber-sumber
lain.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013. Jurnal Ensefalopati Hepatikum Pada Pasien Sirosis Hepatis.


Fakultas Ilmu Kedokteran : Lampung
Basso N, Terragno, and Norberto A. 2001. History about the discovery of the
renin-angiotensi system. Hypertension, 38 (6) : 1246-1249
Campbell NA, Reece JB, and Mitchel LG. 2004. Biologi. Alih Bahasa : Wasmen
Manalu. Erlangga : Jakarta.

Guyton AC and Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih Bahasa :
Irawati setiawan, LMA Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso. EGC :
Jakarta.

Klabunde RE. 2007. Cardiovasculary physiology concepts.


Tersedia :http://www.cvphysiology.com/Blood%20Pressure/BP001.htm
(9 september 2016)

Laragh JH. 1992. The Renin System and Four Lines of Hypertension Reaserch.
Nepron heterogeneity, the calcium conection, the proRenin vasodilator
limb and plasma renin and heart attack. Hypertension, 20 : 267-279.
McKinley MJ, albiston AL, Allen AM, Mathai ML, May CN, McAllen RM,
Oldfield BJ, Mendelsohn FA and Chai SY. 2003. The brain renin-
angotensin system: location and physiological roles. Int. J. Biochem. Cell
Biol., 35 (6): 901-15
Robert R. Harr. 2002 . Resensi Ilmu Laboratoirum Klinis. buku kedokteraan
EGC : Jakarta.
Sutedjo, AY. 2006. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Amara Books : Yogyakarta.
Tresnani T, 2005. Jurnal Pengaruh Asam Laktat Bagi Tubuh. Institut Teknologi
Bandung : Bandung.

15

Anda mungkin juga menyukai