NEFROPATI DIABETIK
Pembimbing :
Diajukan Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017
i
REFRAT
NEFROPATI DIABETIK
Diajukan Oleh :
Arinil Husna Kamila
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing
dr. Nur Hidayat sp. PD (.................................)
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Nefropati diabetikum adalah sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang
ditandai dengan albuminuria menetap (> 300 mg/24 jam atau >200 g/menit) pada
minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu tiga sampai 6 bulan. Screening
untuk nefropati diabetikum harus dilakukan setelah lima tahun terdiagnosis diabetes
melitus tipe 1 atau lebih cepat jika terjadi pubertas atau kontrol gula darah yang
buruk.Untuk pasien diabetes melitus tipe 2, screening sebaiknya dilakukan saat
didiagnosis sebagai diabetes melitus tipe 2 dan setiap tahunnya.
Penyakit ginjal ini terjadi pada 40% pasien diabetes melitus. Selain itu,
insidensi nefropati diabetikum meningkat dua kali lipat dari tahun 1991 hingga
2001. Umumnya nefropati diabetikum terjadi setelah 10 tahun sejak terkena diabetes
melitus tipe 1. Angka kejadian nefropati diabetikum sama pada diabetes melitus
tipe 1 dan 2, namun karena jumlah pasien diabetes melitus tipe 2 lebih banyak
daripada tipe 1, maka insidens pada tipe 2 lebih besar. Nefropati diabetikum tidak
memandang jenis kelamin, dimana insiden untuk pria sama dengan wanita.
Nefropati diabetikum lebih sering terjadi pada ras Afrika Amerika dan Asia
dibandingkan dengan Kaukasia. Hal ini dikarenakan faktor sosioekonomi, seperti
diet, kontrol gula darah yang buruk, hipertensi, dan obesitas. Umumnya orang
dengan nefropati diabetikum juga memiliki retinopati diabetikum. Pada pasien
diabetes tipe 2, insiden mikroalbuminuria adalah 2% per tahun dan dengan
prevalensi sebaganyak 25%.Proteinuria terjadi pada 15 hingga 40% pasien diabetes
tipe 1 dan umumnya terjadi setelah 15 hingga 20 tahun terkena diabetes melitus.
Nefropati diabetikum adalah salah satu penyebab terbanyak dari end
stage renal disease (ESRD) di Amerika Serikat dan penyebab tertinggi transplantasi
ginjal di Inggris. Nefropati diabetikum meningkatkan risiko kematian melalui
penyakit kardiovaskular.Pasien diabetes melitus membutuhkan diagnosis dini dan
penatalaksanaan karena komplikasi nefropati diabetikum yang dapat menyebabkan
kematian. Selain itu, pasien diabetes melitu perlu membantu untuk mengontrol diet
sehari-hari agar tidak terjadi keadaan hiperglikemia yang menyebabkan nefropati
diabetikum.
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Nefropati diabetikum didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes
melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (> 300 mg/24 jam atau > 200
g/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu tiga sampai enam
bulan (gambar 2.1.).
Laju eksresi albumin urin dapat dibagi menjadi tiga yaitu normoalbuminuria,
mikroalbuminuria, dan makroalbuminuria (tabel 2.2.)
3
Mikroalbuminuria merupakan prediktor penting untuk timbulnya nefropati
diabetikum. Namun, perlu diingat pula penyebab mikroalbuminuria selain diabetes
melitus, yaitu tekanan darah tingsgi, kehamilan, asupan protein sangat tinggi, stress,
infeksi sistemik atau saluran kemih, dekompensasi metabolik akut, demam, latihan
berat dan gagal jantung. Jika ditemukan mikroalbuminuria perlu diperiksa
pemeriksaan-pemeriksaan lain, karena mikroalbuminuria berhubungan dengan
mikroangiopati diabetik, penyakt kardiovaskular, hipertensi, dan hiperlipidemia.
Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada diabetes melitus dapat dibagi
menjadi 5 tahap (tabel 2.1.)
4
nefropati diabetikum adalah kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus), hipertensi sistemik,
sindrom resistensi insulin, inflamasi, perubahan permeabilitas pembuluh darah, asupan
protein berlebih, dan gangguan metabolik (pembentukan advanced glycation end
products, peningkatan produksi sitokin), dan hiperlipidemia. Genetik juga memiliki
peranan pada penyakit ini. Kerusakan dari gen Angiotensin Converting Enzyme (ACE)
akan meningkatkan risiko seseorang terkena nefropati diabetikum. Selain itu, pasien
dengan keluarga terkena nefropati diabetikum memiliki peningkatan risiko terkena
nefropati diabetikum pula.
C . Patofisiologi
Hiperglikemia kronis merupakan penyebab nefropati diabetik.Selain itu juga
terjadi hiperfiltrasi pada ginjal.Hal ini terjadi karena kompensasi nefron yang masih
sehat. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan
menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut. Selain hiperglikemia, hiperfiltrasi dapat
terjadi akibat dilatasi arteriol aferen oleh hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide,
prostaglandin dan glukagon.
Efek langsung dari hiperglikemia adalah hipertrofi sel, sintesis matriks
ekstraseluler, serta produksi TGF- yang diperantai oleh aktivasi protein kinase-C
(PKC). PKC memiliki efek kontraksi vaskular, proliferasi sel, peningkatan aliran darah
serta permeabilitas kapiler. Maka dari itu akan terjadi peningkatan tekanan kapiler di
glomerulus.
Glomerulus ginjal juga mengalami perubahan struktural yakni seperti
peningkatan matriks ekstraselular, penebalan membran basalis, ekspansi mesangial dan
fibrosis.Hiperfiltrasi dan hipertrofi ginjal mulai terjadi pada tahun-tahun pertama sejak
onset diagnosis diabetes mellitus ditegakkan. Kemudian dalam 5 tahun diabetes,
membran basalis akan menebal, hipertrofi glomerulus dan ekspansi volume mesangial
seiring penurunan filtrasi glomerulus. Setelah 5 10 tahun diabetes, kurang lebih 40%
terjadi mikroalbuminuria. Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai ekskresi albumin
sejumlah 30 299 mg/hari dalam urin 24 jam atau 30 299 g/mg kreatinin dalam urin
sewaktu. Hanya kurang lebih 50% akan mengalami progresi dari mikroalbuminuria
menjadi makroalbuminuria.
Apabila mikroalbuminuria telah terjadi, laju filtrasi glomerulus akan mengalami
penurunan yang bertahap. Setelah itu, penderita akan mengalami gagal ginjal stadium
5
akhir (End Stage Renal Disease). Kemudian apabila makroalbuminuria terjadi, tekanan
darah akan meningkat dan perubahan patologik akan menjadi irreversibel.
Selain mikro atau makroalbuminuria, anemia sering terjadi pada penderita
nefropati diabetik yang berujung pada ESRD. Penyebab anemia pada ESRD yakni
sebagai berikut :
a. Defisiensi relatif eritropoeitin
b. Umur eritrosit yang pendek
c. Bleeding diathesis
d. Defisiensi besi
e. Hiperparatiroid atau fibrosis sumsum tulang
f. Inflamasi kronik
g. Defisiensi asam folat atau B12
h. Hemoglobinopati
i. Kondisi komorbid : kehamilan, hipo/hipertiroid, HIV-AIDS, autoimun, obat
imunosupresan
Pada nefropati diabetik, juga dapat terjadi kondisi hiperhomosisteinemia.Terdapat
hipotesa bahwa ginjal meregulasi GFR dengan metabolisme homosistein.Homosistein
adalah asam amino dan merupakan hasil metabolit methionine.Tubuh mendapatkan
methionine dari asupan makanan seperti telur, daging dan ikan. Homosistein memiliki
efek vasokontriksi, meningkatkan reabsorbsi Natrium dan membuat arteri menjadi
kaku. Hal inilah yang dapat menyebabkan hipertensi apabila kadar homosistein terlalu
tinggi dalam darah.
6
Gambar 2.2. Skema Akumulasi Homosistein dalam Tubuh
D. Manifestasi Klinis
Pada awal terjadinya nefropati diabetik, tidak ada gejala yang dapat ditemukan
atau asimptomatik.Keluhan yang biasa dialami setelah neftropati diabetik lebih
mengalami progresivitas yakni urin yang berbusa, cepat lelah dan kaki bengkak.
Apabila sudah masuk dalam End Stage Renal Disease, gejala yang dapat ditimbulkan
menyangkut gangguan elektrolit dan cairan, metabolik dan endokrin, neuromuskular,
kardiovaskular, pulmonal, dermatologi, gastrointestinal dan hematologi maupun
imunologi. Gejala klinis tersebut akan diperinci dalam tabel 2.1. berikut ini :
7
Tabel 2.3. Manifestasi Klinis pada End Stage Renal Disease (lanjutan)1
Metabolik dan Endokrin Kardiovaskular dan Pulmonal Gastrointestinal
Definisi hiperfosfatemia yakni ketika level fosfat dalam darah lebih dari 1,8
mmol/L (5,5 mg/dL). Keadaan hiperfosfatemia biasa ditemukan pada gagal ginjal akut
dan kronik serta hipoparatiroid, intoksikasi vitamin D, akromegali, asidosis,
rhabdomiolisis dan hemolisis. Pada gagal ginjal akut atau kronik, hiperfosfatemia dapat
terjadi akibat penurunan filtrasi dan ekskresi fosfat. Sebagai akibat dari
hiperfosfatemia, Kalsium Fosfat akan terdeposisi di jaringan dan menyebabkan
hipokalsemia. Deposisi Kalsium Fosfat pun akan mengakibatkan gangguan seperti
nefrokalsinosis dan aritmia jantung.
Manifestasi klinis lainnya seperti osteomalasia disebabkan oleh defisit vitamin D.
Pada keadaan ESRD, terjadi gangguan metabolisme vitamin D yang terjadi di ginjal.
Keluhan yang biasa dikemukakan oleh pasien yakni nyeri difus pada otot skeletal, nyeri
pada tulang. Kelemahan otot proksimal tubuh merupakan ciri dari defisiensi vitamin
D. Karakteristik osteomalasia pada gambaran radiologi adalah radiolucent bands
(Looses zones atau pseudofractures).
Anemia dapat mulai terjadi pada kegagalan ginjal stadium 3 atau 4.Tipe anemia
yang terjadi yakni normositik normokrom. WHO mendefinisikan anemia sebagai
keadaan konsentrasi hemoglobin di bawah 13 gr/dL atau hematokrit di bawah 39%
8
untuk laki-laki dewasa; hemoglobin di bawah 12 gr/dL atau hematokrit di bawah 37%
untuk perempuan dewasa. Gejala klinis dari anemia bervariasi, tergantung dari
derajatnya. Anemia yang terjadi secara akut biasanya terjadi akibat perdarahan atau
hemolisis. Pasien dengan anemia dengan derajat sedang akan mengeluhkan letih,
lemas (tidak berstamina), sesak dan takikardi. Pada pemeriksaan fisik biasanya
ditemukan kulit dan mukosa yang pucat.
Keadaan hipoalbuminemia akibat mikroalbuminuria atau makroalbuminuria
dapat muncul. Definisi hipoalbuminemia yakni dimana kadar albumin dalam darah
yakni di bawah 2,5 gr/dL). Hipoalbuminemia akan mengakibatkan penurunan tekanan
onkotik dalam plasma sehingga terjadi transudasi cairan ke interstitium. Hal ini akan
menstimulasi ginjal untuk meretensi Natrium dan menyebabkan edema. Edema pada
gagal ginjal biasanya ditemukan di daerah periorbita saat pasien baru bangun tidur di
pagi hari. Hal ini dikarenakan jaringan ikat di daerah mata merupakan jaringan ikat
yang longgar.
E. Diagnosis
Nefropati diabetikum didiagnosis dengan mengukur albumin pada urin (gambar
2.3.). Urin tersebut dapat diambil saat pagi hari maupun sewaktu, seperti saat datang
kontrol ke dokter. Semua hasil yang abnormal perlu dikonfirmasi kembali dengan
pengumpulan tiga sampel urin yang dikumpulkan dalam jangka waktu tiga hingga
enam bulan dikarenakan variabilitas harian dari jumlah ekskresi albumin di
urin.Abnormalitas dua dari tiga sampel mengkonfirmasi albuimnuria.Screening tidak
dilakukan jika terdapat infeksi saluran kencing, hematuria, olahraga berlebihan,
hipertensi tidak terkontrol, dan gagal jantung, dikarenakan semua keadaan tersebut
dapat meningkatkan ekskresi albumin di urin. Masing-masing stadium albuminuria
menunjukkan manifestasi klinis yang berbeda-beda (tabel 2.4.).
Gambar 2.3. Skrining Mikroalbuminuria
2. Terapi
Tujuan dari terapi adalah mencegah progresivitas dari mikroalbuminuria
ke makroalbuminuria, penurunan fungsi ginjal pada pasien dengan makroalbuminuria
dan penyakit jantung. Prinsip terapi adalah sama dengan pencegahan nefropati
diabetik, dengan cara yang lebih intensif.
American Diabetes Society (ADA) merekomendasikan jumlah konsumsi
protein pada pasien diabetes dengan albuminuria adalah sebanyak 0,8
g/kg/hari.
Tabel 2.5. Strategi dan Tujuan untuk Perlindungan Ginjal dan Jantung
pada Pasien dengan Nefropati Diabetik
d. Dislipidemia
Kolesterol LDL harus diturunkan <100 mg/dl pada pasien diabetes
pada umumnya dan <70 mg/dl untuk pasien diabetes dengan penyakit
kardiovaskular. Pengurangan kadar lipid dapat menggunakan simvastatin 40
mg, hal ini bertujuan untuk mempertahankan GFR dan mengurangi
proteinuria pada pasien diabetes.
e. Anemia
Anemia dapat terjadi pada pasien dengan nefropati diabetik, bahkan
sebelum timbulnya gagal ginjal yang lebih parah (serum kreatinin <1.8
mg/dl), dan hal ini berhubungan dengan defisiensi eritropoietin.Selain itu,
anemia merupakan faktor risiko untuk progesifitas penyakit ginjal dan
retinopati. ACORD (Anemia Correction in Diabetes) menganjurkan untuk
memulai pengobatan eritropoietin ketika kadar Hb<11 g/dl hingga mencapai
target kadar Hb 12-13 g/dl.
f. Penggunaan antiplatelet
Aspirin dosis rendah telah direkomendasikan untuk pencegahan primer
dan sekunder dari kejadian penyakit jantung pada orang dewasa dengan
diabetes.Terapi ini tidak memiliki dampak negatif pada fungsi ginjal
(ekskresi albumin dalam urin atau GFR) pasien diabetes tipe 1 dan tipe 2
dengan mikroalbuminuria atau makroalbuminuria. Dosis aspirin yang
digunakan adalah >100-150 mg/hari atau penggunaan agen antiplatelet lain
seperti clopidogrel.
g. Intervensi multifaktorial
Pasien dengan mikroalbuminuria sering memiliki faktor risiko
kardiovaskular lainnya, seperti hipertensi dan dislipidemia.1,2,4 Intervensi
multifaktorial terdiri dari implementasi bertahap dari:1
1. Pengendalian gula darah (olahraga, diet, obat anti diabetes).
2. Pengendalian tekanan darah (diet rendah garam, obat antihipertensi).
3. Perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein, pemberian ACE inhibitor
atau ARB).
4. Pengendalian faktor-faktor komorbiditas lainnya (pengendalian kadar
lemak, mengurangi obesitas).
Kelompok yang ditangani secara intensif mengalami penurunan 61% dalam
risiko menjadi makroalbuminuria, penurunan risiko retinopati 58%,
penurunan risiko neuropati otonom 63%, dan 55% penurunan risiko
kematian akibat masalah pada jantung, infark miokard, prosedur
revaskularisasi, stroke, maupun amputasi.
3. Rujukan
Baik ADA maupun ISN dan NKF menganjurkan rujukan kepada seorang
dokter yang ahli dalam perawatan nefropati diabetik jika laju filtrasi glomerulus
1
6
mencapai <60ml/menit/1.73m2, atau jika ada kesulitan dalam mengatasi
hipertensi atau hiperkalemia, serta rujukan kepada konsultan nefrologi jika laju
filtrasi glomerulus mencapai <30ml/menit/1.73m2, atau lebih awal jika pasien
berisiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang cepat atau diagnosis dan
prognosis pasien diragukan.
G. Prognosis
Apabila mikroalbuminuria telah terjadi, laju filtrasi glomerulus akan mengalami
penurunan yang bertahap. Setelah itu, 50% penderita akan mengalami gagal ginjal
stadium akhir (End Stage Renal Disease) dalam 7 10 tahun. Kemudian apabila
makroalbuminuria terjadi, tekanan darah akan meningkat dan perubahan patologik akan
menjadi irreversibel.
1
7
BAB III
PENUTUP
1
8
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyaki
Dalam Jillid 2. Ed. Ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
2. Gross JL, Azevedo MJ, Silviero SP, Canani LH, Caramori ML, Zelmanovits T. Diabetic
nephropathy: Diagnosis, Prevention, and Treatment. Diabetes Care 2005; 28: 176-188.
3. Batuman V. Diabetic Nephropathy. 2014 [Internet]. [Place unknown]: Medscape; 2014
[updated 2014, cited 2014 Nov 9] Available from:
http://emedicine.emedscape.com/article/238946
4. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrisons
Principles of Internal Medicine. 18thed. New York: Mc-Graw Hill; 2012.
5. Schena FP, Gesualdo L. Pathogenetic Mechanisms of Diabetic Nephropathy. JASN.
2005 Mar 1;16(3 suppl 1):S303.
6. Foods highest in Methionine [Internet]. [cited 2014 Nov 17]. Available from:
http://nutritiondata.self.com/foods-000084000000000000000.html
7. Sen U, Tyagi SC. Homocysteine and Hypertension in Diabetes: Does PPAR Have a
Regulatory Role? PPAR Research. 2010 Jun 29;2010:e806538.
8. Coladonato JA. Control of Hyperphosphatemia among Patients with ESRD. JASN. 2005
Nov 1;16(11 suppl 2):S10714.
9. Kanis JA, Hamdy NA, Cundy T. Pathogenesis of osteomalacia in chronic renal failure
and its relationship to vitamin D. Ann Med Interne (Paris). 1986;137(3):1939.
10. World Health Organization. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia
and assessment of severity. World Health Organization; 2011.
11. E Maakaron J. Anemia [Internet]. 2014 [cited 2014 Nov 17]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/198475-overview
12. [Anonim]. HKIII Diabetes Diet Treatment 7 Days To See Results [Internet]. [Place
unknown]: Diabetes diet treatment; 2013 [updated 2013, cited 2014 Nov 9] Available
from: http://diabetesdiettreatment.weebly.com/
13. Vora JP, Ibrahim AAH. Clinical Manifestations and Natura History of Diabetic
Nephropathy. Comprehensive Clinical Nephrology. 2nd ed. St Louis: Mosby. 2001.
p.425.
1
9
14. Adler AI, Stevenus RJ, Manley SE, Bilous RW, Cull CA, Holman RR. Development and
Progression of Nephropathy in Type 2 Diabetes: The United Kingdom Prospective
Diabetes Study (UKPDS 64). Kidney International 2003; 63: 225-232.
15. House AA, Eliasziw M, Cattran DC, Churchill DN, Oliver MJ, Fine A, et.al. Effect of B-
Vitamin Therapy on Progression of Diabetic Nephropathy. JAMA. 2010; 303(16):1603-
1609.
2
0