Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk


batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberkulosis. Penularan
penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil
tuberkulosis paru.
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa
terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002. Setiap detik ada satu orang
yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
kuman tuberkulosis.
Kasus tuberkulosis sebagian besar terjadi di negara-negara berkembang, dan 98 %
terjadi kematian diantara mereka 75 % berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun.
Karena penduduk yang padat dan tingginya pravelensi maka lebih dari 65 % kematian
muncul dari kasus tuberkulosis di Asia (Zulkifl A & Asril B, 2006).
Jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB
di dunia, namun bila dilihat dari jumlah pendduduk, terdapat 182 kasus per 100.000
penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000
pendduduk. Diperkirakan terdapat 2 juta kematian akibat tuberkulosis pada tahun 2002.
Jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau
angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup
tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Semenjak tahun 2000, tuberkulosis telah dinyatakan oleh WHO sebagai remerging
disease, karena angka kejadian tuberkulosis yang dinyatakan menurun pada tahun 1990-
an kembali meningkat. Meskipun demikian, untuk kasus di Indonesia angka kejadian
tuberkulosis tidak pernah menurun. Laporan internasional menyatakan bahwa Indonesia
merupakan penyumbang kasus tuberkulosis terbesar ketiga setelah Cina dan India. ( Arif
Muttaqin, 2008 ).

3
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 estimasi prevalensi
angka kesakitan di Indonesia sebesar 8 per 1000 penduduk berdasarkan gejala tanpa
pemeriksaan laboratorium.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001,TBC
menduduki rangking ketiga sebagai penyebab kematian (9,4% dari total kematian)
setelah penyakit sistem sirkulasi dan sistem pernafasan. Hasil survei prevalensi
tuberkulosis di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi tuberkulosis
Basil Tahan Asam (BTA) positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk (Depkes RI,
2002).

4
BAB II
LAPORAN KASUS

A IDENTITAS
Nama : Tn.R
Usia : 41 tahun
JenisKelamin : Laki-laki
Alamat : Padang Kemiling
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMA
No. MR : 721866
Tanggal MRS : 26 Agustus 2016

B ANAMNESIS
1 KeluhanUtama
Sesak napas yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS

2 Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 2 bulan SMRS, pasien mengeluhkan batuk berdahak.
Awalnya batuk kering lalu diikuti oleh lendir bening dan beberapa
hari kemudian batuk berdahak, dahak kental bewarna kekuningan
dengan jumlah + 1 sendok teh setiap kali batuk dan terkadang lebih
banyak. Riwayat batuk darah tidak ada. Batuk disertai sesak napas.
Sesak sering dikeluhkan pasien terutama saat beraktivitas dan akan
berkurang jika istirahat. Namun sejak 1 hari SMRS pasien
mengeluhkan sesak napas yang semakin memberat dan tidak hilang
dengan istirahat. Sesak tidak dipengaruhi posisi, sesak tidak dipicu
oleh debu, udara dingin maupun bulu binatang. Keluhan sakit dada,
berdebar-debar dan kaki bengkak semuanya disangkal.
Selain itu sejak 2 bulan lalu hingga sekarang pasien juga
mengeluhkan badan yang semakin lemas, nafsu makan yang
menurun, cepat merasa kenyang dengan makanan yang sedikit,

5
bersendawa (+) dan ulu hatinya juga sering sakit tanpa disertai
mual dan muntah. Pasien juga merasa pakaian dirasakan menjadi
lebih longgar. Selain itu pasien juga mengeluhkan sering berkeringat
di malam hari. Demam disangkal. Pasien pernah berobat pada bidan
namun tidak ada perbaikan. Pasien juga menyangkal pernah minum
obat TBC. BAB dan BAK dalam batas normal

3 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat alergi dalam keluarga di sangkal

4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang mempunyai keluhan yang sama.

5 Riwayat Sosial dan Kebiasaan


Pasien merokok selama 30 tahun sebanyak 1 bungkus perhari dan
1 tahun terakhir pasien berhenti merokok.
Pasien sering makan tidak teratur dan setiap kali makan porsinya
sedikit.
Pasien juga rutin minum 1-2 gelas kopi setiap harinya
Pasien bekerja sebagai petani.

C PemeriksaanFisik
1. Status Pasien
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 110 x/menit, reguler, isicukup
Pernafasan : 26 x/menit, torako-abdominal
Suhu : 36,7C

2. Status Gizi
Berat badan: 65 Kg
Tinggi badan: 165 cm
IMT : 24.5 kg/m2 (normal)

6
3. Status Generalis
Kepala : Normocefali, deformitas (-), bentuk muka
simetris, rambut hitam tersebar merata, tidak mudah dicabut, nyeri
tekan (-)
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sclera ikterik (-/-),
edema palpebra (-/-)
Telinga : Deformitas (-), Serumen (-), hiperemis (-), nyeritekan
(-)
Hidung : Deformitas (-), nyeritekan (-), sekret (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), bibir pucat (-), mukosa bibir tidak
kering, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, tidak hiperemis.
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cmH2O, pembesaran tiroid
(-)
Toraks : Bentuk normochest
Paru :
o Inspeksi : barrel chest (+), dinding dada simetris, pernapasan
statis-dinamis kiri = kanan
o Palpasi : Stem fremitus simetris kanan dan kiri normal, ekspansi
dinding dada simetris
o Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
o Auskultasi : Vesikuler (+/+) melemah di seluruh lapang paru,
rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
o Perkusi : Batas atas jantung SIC II line parasternalis sinistra;
Batas kiri jantung SIC V di linea midklavikulasinistra;
Batas kanan jantung SIC IVdi linea sternalis dekstra.
o Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, reguler, murmur
(-), gallop (-), HR 84x/menit
Abdomen
o Inspeksi : Datar, scar tidak ada, benjolan tidak ada
o Palpasi :Supel, nyeri tekan (+) di regio epigastrium, hepar dan
lien tidakteraba, ballotement (-).
o Perkusi : Timpani, nyeri ketok CVA (-/-)
o Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas:
Superior Inferior
7
Akral hangat +/+ +/+
Edema -/- -/-
CRT < 2 <2

D PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal, 26-08-2016
Hematologi
Hemoglobin : 12.8 gr/dl
Hematokrit : 39 %
Leukosit : 13.900 mm3
Trombosit : 351.000 sel/mm3
Ureum : 17 mg/dl
Creatinin : 0.7 mg/dl
GDS : 113 mg/dl

Rencana pemeriksaan : EKG, rontgen thorax dan sptum BTA

E RESUME
Selama 2 bulan lalu hingga sekarang pasien mengeluhkan
batuk berdahak. Dahak kental bewarna kekuningan dengan jumlah
+ 1 sendok teh setiap kali batuk dan terkadang lebih banyak.
Riwayat batuk darah tidak ada. Batuk disertai sesak napas. Sesak
sering dikeluhkan pasien terutama saat beraktivitas dan akan
berkurang jika istirahat. Namun sejak 1 hari SMRS pasien
mengeluhkan sesak napas yang semakin memberat dan tidak hilang
dengan istirahat. Nafsu makan yang menurun (+), cepat merasa
kenyang dengan makanan yang sedikit, bersendawa (+) badan
yang semakin lemas (+), nyeri ulu hati (+), mual (-), muntah(-),
penurunan berat badan(-), dan berkeringat di malam hari (+).
Pasien juga menyangkal pernah minum obat TBC. BAB dan BAK
dalam batas normal
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang,
compos mentis. Tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 84 x/menit,
pernafasan 26 x/menit, dan suhu36,7 C. Keadaan spesifik

8
didapatkan suara napas menurun di seluruh lapang paru dan nyeri
tekan abdomen pada regio epigastrium. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan hemoglobin 12.8 gr/dl, hematokrit 39 %, leukosit
13.900 mm3, trombosit 351.000 sel/mm3, ureum 17 mg/dl,
creatinin 0.7 mg/dl, gds113 mg/dl

F DIAGNOSIS
TBC paru
CAP
PPOK
Dispepsia sindrom

G TATALAKSANA
- Tirah baring
- O2 3 lpm
- IVFD dextrose 5% xx gtt/menit
- Drip aminophilin 2x1 amp
- Nebulizer ipratropium bromida + salbutamol (combivent) 4x1 flc
- Cefotaxim 2x 1 vial
- Ranitidin 1x1 amp
- Ambroxol syr 3xCI

H FOLLOW UP
Days Subject Object Assesment Therapy
27/8/2 - Sesak KU : TSS TBC paru - O2 3 lpm
- IVFD dextrose
016 napas Kesadaran : Compos CAP
- Nyeri PPOK 5% xx
mentis Dispepsia
perut gtt/menit
Tekanan Darah : 110/80
- Batuk - Drip
mmHg
berdahak aminophilin
Nadi : 98 x/menit
2x1 amp
Pernafasan : 26 x/menit - Nebulizer
Suhu : 37.1C combivent
Kepala : NCH,CA (-/-), SI 4x1 flc
- Cefotaxim 2x 1
(-/-)
Leher : Pemb.KGB (-), vial
- Ranitidin 1x1
tiroid (-)
Thorak : barrel chest amp
pulmo ves+/+ - Ambroxol syr
melemah, rh -/-, wh-/- 3xCI

9
cor BJ I II reguler, - Cek sputum
murmur (-), gallop (-) BTA SPS
Abdomen : Datar, supel,
NT (+) epigastrium, BU
(-) normal
Ekstremitas: akral
hangat, edema pitting
(+/+) inferior, CRT <2

28/8/2 - Sesak KU : TSS TBC paru - O2 3 lpm


- IVFD dextrose
016 napas Kesadaran : Compos CAP
- Nyeri PPOK 5% xx
mentis Dispepsia
perut gtt/menit
Tekanan Darah : 110/80
- Batuk - Drip
mmHg
berdahak aminophilin
Nadi : 98 x/menit
2x1 amp
Pernafasan : 26 x/menit - Nebulizer
Suhu : 37.1C combivent
Kepala : NCH,CA (-/-), SI 4x1 flc
- Cefotaxim 2x 1
(-/-)
Leher : Pemb.KGB (-), vial
- Ranitidin 1x1
tiroid (-)
Thorak : barrel chest amp
pulmo ves+/+ - Ambroxol syr
melemah, rh -/-, wh-/- 3xCI
cor BJ I II reguler, - Cek sputum
murmur (-), gallop (-) BTA SPS
Abdomen : Datar, supel,
NT (+) epigastrium, BU
(-) normal
Ekstremitas: akral
hangat, edema pitting
(+/+) inferior, CRT <2

29/8/2 - Sesak KU : TSS TB paru - O2 4 lpm


- IVFD dextrose
016 napas Kesadaran : Compos CAP
- Nyeri PPOK 5% xx
mentis Dispepsia
perut gtt/menit
Tekanan Darah : 110/80
- Batuk - Drip

10
berdahak mmHg aminophilin
- Mual
Nadi : 72 x/menit 2x1 amp
- Muntah
- Nebulizer
Pernafasan : 34 x/menit
2x isi
combivent
Suhu : 36.8C
makan
4x1 flc
- Belum Kepala : NCH,CA (-/-), SI
- Cefotaxim 2x 1
BAB 2 hari (-/-)
vial
Leher : Pemb.KGB (-),
- Ranitidin 1x1
tiroid (-)
amp
Thorak : barrel chest
- Ambroxol syr
pulmo ves+/+
3xCI
melemah, rh -/-, wh-/-
cor BJ I II reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, supel,
NT (+) epigastrium, BU
(-) normal
Ekstremitas: akral
hangat, edema pitting
(+/+) inferior, CRT <2

Hasil pemeriksaan BTA


negatif
30/8/2 - Sesak KU : TSS TBC paru - O2 3 lpm
- IVFD dextrose
016 napas Kesadaran : Compos CAP
PPOK 5% xx
berkurang mentis Dispepsia
- Batuk gtt/menit
Tekanan Darah : 100/70 Epistaksis
- Drip
berdahak
mmHg
aminophilin
berkurang
Nadi : 84 x/menit
- Nyeri 2x1 amp
Pernafasan : 26 x/menit - Nebulizercombi
perut
- Mual Suhu : 36.7C vent 4x1 flc
- Belum - Cefotaxim 2x 1
Kepala : NCH,CA (-/-), SI
BAB 3 hari vial
(-/-)
- Tidak - Ranitidin 1x1
Leher : Pemb.KGB (-),
nafsu amp
tiroid (-)
- Dexamethason
makan Thorak : barrel chest
- Mimisan pulmo ves+/+ 2x1 amp
- Omeprazol 1x1
10 lembar melemah, rh -/-, wh-/-

11
tisu cor BJ I II reguler, vial
- Ambroxol syr
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, supel, 3xCI
- Konsul THT
NT (+) epigastrium, BU
(-) normal
Ekstremitas: akral
hangat, edema pitting
(+/+) inferior, CRT <2

Pemeriksaan darah:
H2TL, uric acid, SGOT,
SGPT, ureum dan
creatinin
31/8/2 - Nyeri ulu KU : TSS TBC paru - O2 3 lpm
- IVFD dextrose
016 hati Kesadaran : Compos CAP
PPOK 5% xx
mentis Dispepsia
gtt/menit
Tekanan Darah : 100/70
- Drip
mmHg
aminophilin
Nadi : 74 x/menit
2x1 amp
Pernafasan : 22 x/menit - Nebulizercombi
Suhu : 36.7C vent 4x1 flc
- Dexamethason
Kepala : NCH,CA (-/-), SI
2x1 amp
(-/-)
- Omeprazol 1x1
Leher : Pemb.KGB (-),
vial
tiroid (-)
- Cefixim
Thorak : barrel chest
pulmo ves+/+ 2x200mg tab
- Sukralfat syr
melemah, rh -/-, wh-/-
cor BJ I II reguler, 3xCI
- B6 1x1 tab
murmur (-), gallop (-)
- OAT
Abdomen : Datar, supel,
NT (+) epigastrium, BU
(-) normal
Ekstremitas: akral
hangat, edema pitting
(+/+) inferior, CRT <2
dtk

12
1/9/20 - Nyeri KU : TSS TBC paru - Boleh pulang
- OAT kategori 1
16 perut Kesadaran : Compos CAP
PPOK - Sukralfat syr
berkurang mentis Dispepsia 3xCI
Tekanan Darah : 110/60 - B6 1x1 tab
mmHg
Nadi : 76 x/menit
Pernafasan : 23 x/menit
Suhu : 36.4C
Kepala : NCH,CA (-/-), SI
(-/-)
Leher : Pemb.KGB (-),
tiroid (-)
Thorak : barrel chest
pulmo ves+/+
melemah, rh -/-, wh-/-
cor BJ I II reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, supel,
NT (+) epigastrium, BU
(-) normal
Ekstremitas: akral
hangat, edema pitting
(+/+) inferior, CRT <2

Hemoglobin : 10.5 gr/dl


Hematokrit : 32 %
Leukosit : 8300 mm3
Trombosit : 423.000
sel/mm3
GDS : 74 mg/dl
Ureum : 36 mg/dl
Creatinin : 0.6 mg/dl
SGOT : 65 U/l
SGPT : 89 U/l
Albumin : 2.8 gr/dl

13
ANALISA KASUS
1. TBC paru
Dari anamnesis, pasien ini sudah mengalami batuk lebih dari
2 minggu (+), sesak napas (+), riwayat batuk darah tidak ada, nafsu
makan yang menurun (+), lemas (+), berkeringat di malam hari,
penurunan berat badan(+). Pasien juga menyangkal pernah minum
obat TBC. Dari pemeriksaan fisik didapatkan suara napas vesikuler
menurun di seluruh lapang paru, rhonki (-), wheezing (-).
Selanjutnya dilakukan rontgen thorax dan pemeriksaan sputum BTA yang
pertama. Dari pemeriksaan tersebut didapatkan hasil pemeriksaan BTA negatif dan
dari rontgen thorax didapatkan terdapat bayangan berawan pada lobus atas paru
dextra dan sinistra.
Dari keluhan dan hasil pemeriksaan tersebut pasien dicurigai
dengan TBC paru. Diagnosis TBC paru ditegakkan bila :
TB paru BTA (+) minimal 1x pemeriksaan dahak positif
TB paru BTA (-) yaitu hasil dahak negatif dan gambaran klinis-radiologis ke
arah TB atau BTA (-) dengan kultur TB (+)
Di mana pada pasien ini hasil BTA pertama (-) namun dari gejala klinis mengarah ke
TB paru dan dari rontgen thorax juga mengarah pada TB paru. Pasien juga belum
pernah konsumsi OAT sebelumnya sehingga pasien termasuk dalam kasus baru
Rencana Penegakkan diagnosik
Pemeriksaan darah
Cek BTA ulang
Kultur TB
Pemeriksaan darah : Hb, morfologi darah tepi, uric acid, SGOT,
SGPT, ureum, creatinin
Rencana Terapi
OAT kategori I yakni 2HRZE/4RH, 2HRZE/6HE, atau
2HRZE/4R3H3
B6 1x1 tablet
Evaluasi pengobatan
- Kontrol klinis pasien dalam 1 minggu pertama, selanjutnya
setiap 2 minggu selama tahap intensif dan seterusnya
sebulan sekali.
- Evaluasi rontgen thorax 3 bulan sekali
- Pemantauan berkala fungsi hati dan fungsi ginjal
Rencana Edukasi

14
Edukasi penyakit dan konseling keluarga menyeluruh
mengenai penyakit TB paru, termasuk penyebab, penularan,
terapi yang tidak boleh putus, efek samping obat, komplikasi
yang mungkin timbul, konsekuensi jika obat terputus dan
kebutuhan akan adanya pengawas minum obat.
Edukasi mengenai jenis makanan dan asupan nurtrisi dimana
pasien harus diet tinggi kalori dan tinggi protein.

2. PPOK
Dari anamnesis, pasien mengeluhkan batuk sejak 2 bulan terakhir
dengan dahak kental bewarna kekuningan dan disertai sesak napas.
Awalnya sesak terutama saat beraktivitas dan akan berkurang jika
istirahat. Namun sejak 1 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak
napas yang semakin memberat dan tidak hilang dengan istirahat.
Dahak semakin banyak dan disertai dengan rasa lemas. Pasien juga
memiliki riwayat merokok sejak 30 tahun lalu. Dari haril
pemeriksaan fisik ditemukan adanya peningkatan nadi, barrel chest
(+), suara napas vesikuler menurun di seluruh lapang paru, rhonki
(-), wheezing (-). demam (-). Dan dari hasil pemeriksaan
laboratorium ditemukan adanya leukositosis.

Dari gejala tersebut, pasien dipikirkan mengalami PPOK


eksaserbasi akut. Menurut teori pasien PPOK dikatakan mengalami
eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang
bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi
gejala harian normal. Eksaserbasi akut ini biasanya disebabkan oleh
infeksi (bakteri atau virus). Sama halnya pada pasien ini, pasien
batuk dan sesak sejak 2 bulan lalu dan memburuk dalam 1 hari
terakhir.
Rencana Terapi
Diet tinggi kalori tinggi protein
O2 3 lpm
Nebulizer combivent 4x1 flc
Cefotaxim 2x 1 vial
Dexamethason 2x1 amp

15
Ambroxol syr 3xCI

Rencana Diagnostik
COPD Aaaessment Test
Analisis gas darah
Rontgen thorax
Spirometri (tidak boleh dilakukan jika dalam kondisi akut)
Kultur dan sensitifitas kuman
EKG
Rencana Edukasi
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita, rencana diagnostik, dan terapi
yang akan diberikan.
Nutrisi yang adekuat

3. CAP
Dari anamnesis, pasien mengeluhkan batuk dengan dahak
purulen, sesak napas, demam (-). Dan dari hasil pemeriksaan
laboratorium ditemukan adanya leukositosis dan pada rontgen
thorax terdapat infiltrat pada apeks paru.

Dari gejala tersebut, pasien dipikirkan mengalami CAP. CAP


didefenisikan sebagai pneumonia yang terjadi pada pasien yang
tidak mendapatkan perawatan inap di rumah sakit atau fasilitas
perawatan inap jangka panjang (panti). Diagnosis CAP berdasarkan
adanya gejala klinik dan didukung gambaran radiologis paru.
Kreteria minimal untuk mendiagnosis klinis CAP adalah adanya
infeksi paru yang di dapat dari komunitas dan tidak didapat dari RS,
dengan gambaran radiologis infiltrat paru, dan di tandai dengan dua
dan atau lebih kelainan berikut.

Suhu badan > 37C dengan atau tanpa menggigil

Leukositosis lebih dari 10.000mm3

Sputum purulen

16
Batuk, sesak napas, nyeri dada
Menurut teori beberapa faktor resiko dari CAP adalah perokok, PPOK
dan usia tua seperti yang terjadi pada pasien ini. Dengan adanya
gejala, faktor resiko dan hasil pemeriksaan pasien mengarah pada
CA.
Rencana Terapi
Diet tinggi kalori tinggi protein
O2 3 lpm
Nebulizer combivent 4x1 flc
Cefotaxim 2x 1 vial
Dexamethason 2x1 amp
Ambroxol syr 3xCI
Fisioterapi
Rencana Diagnostik
Kultur sputum
Analisis gas darah
Laboratorium darah
Rontgen thorax
Rencana Edukasi
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita, rencana diagnostik, dan terapi
yang akan diberikan.
Nutrisi yang adekuat
Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan pernapasan

4. Dispepsia sindrom
Dari anamnesis, pasien mengeluhkan nyeri ulu hati (+), cepat merasa
kenyang dengan makanan yang sedikit, bersendawa (+), mual (-),
muntah(-) dan BAB dalam batas normal. Pasien juga mengeluhkan
tidak selera makan dan memiliki kebiasaan makan tidak teratur dan
porsi makanan yang sedikit. Pasien juga diketahui rutin minum kopi
1-2 gelas per harinya. Dari haril pemeriksaan fisik ditemukan
adanya nyeri tekan epigastrium.

Dari gejala tersebut, pasien dipikirkan mengalami dispepsia


sindrom. Berdasarkan teori, sindrom dispepsia menggambarkan
keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari rasa tidak nyaman di

17
epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh
dan bersendawa. Adanya perubahan pola makan, seperti hanya
mampu porsi kecil dan tidak toleran dengan porsi besar merupakan
salah satu faktor pencetus dispepsia sindrom seperti pada pasien
ini. Pada pasien ini terdapat beberapa gejala sinrom dispepsia dan
dipicu adanya perubahan pola makan pada pasien.
Rencana Terapi
Modifikasi pola hidup dan dietetik
Ranitidin 2x1 amp
Sukralfat syr 3xCI
Omeprazol 1x1 vial
Rencana Diagnostik
Endoskopi jika timbul alarm simptom
Rencana Edukasi
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita, rencana diagnostik, dan terapi
yang akan diberikan.
Awasi bila ada alarm simptom seperti penurunan berat badan, anemia, melena,
muntah yang prominen.
Hindari hal yang dapat mencetuskan serangan seperti stres dan makan
makanan yang meransang (pedas, asam, dan tinggi lemak)

18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB


(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.

B. Etiologi
Kuman tuberkulosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 x 0,2-0,5m, dengan
bentuk uniform, tidak berspora dan tidak bersimpai. Dinding sel mengandung lipid sehingga
memerlukan pewarnaan khusus agar dapat terjadi penetrasi zat warna. Yang lazim digunakan
adalah pengecatan Ziehl-Nielsen. Kandungan lipid pada dinding sel menyebabkan kuman TB
sangat tahan terhadap asam basa dan tahan terhadap kerja bakterisidal antibiotika.
M.Tuberculosis mengandung beberapa antigen dan determinan antigenik yang dimiliki
mikobakterium lain sehingga dapat menimbulkan reaksi silang. Sebagian besar antigen
kuman terdapat pada dinding sel yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat. Kuman TB tumbuh secara obligat aerob. Energi diperoleh dari oksidasi senyawa
karbon yang sederhana. CO2 dapat merangsang pertumbuhan. Dapat tumbuh dengan suhu
30-40 0 C dan suhu optimum 37-380 C. Kuman akan mati pada suhu 60 0 C selama 15-20
menit. Pengurangan oksigen dapat menurunkan metabolisme kuman.

C. Sumber dan Cara Penularan Penyakit TB Paru


Sumber penularan penyakit TB paru adalah penderita yang pemeriksaan dahaknya
di bawah mikroskop ditemukan adanya bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang di
sebut dengan BTA (basil tahan asam). Makin tinggi derajat hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahaknya negatif maka
penderita tersebut dianggap tidak menular. Namun tidak semua penderita TB paru akan
ditemukan bakteri Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan, tergantung dari
jumlah bakteri yang ada (Aditama, 2006).
Penderita dapat menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk percikan dahak, yang
dalam istilah kedokteran disebut droplet nuclei. Sekali batuk dapat menghasilkan 3000
percikan dahak. Melalui udara yang tercemar oleh Mycobacterium tuberculosis yang
dilepaskan/ dikeluarkan oleh penderita TB paru saat batuk. Bakteri akan masuk ke dalam

19
paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak terutama pada orang yang
memiliki daya tahan tubuh rendah. Sementara, bagi yang mempunyai daya tahan tubuh
baik, maka penyakit TB paru tidak akan terjadi. Tetapi bakteri akan tetap ada di dalam
paru dalam keadaan tidur, namun jika setelah bertahun-tahun daya tahan tubuh
menurun maka bakteri yang tidur akan bangun dan menimbulkan penyakit. Salah
satu contoh ekstrim keadaan ini adalah infeksi HIV yang akan menurunkan daya tahan
tubuh secara drastis sehingga TB paru muncul. Seseorang dengan HIV positif 30 kali
lebih mudah menderita TB paru dibandingkan orang normal (Aditama, 2006).
Pada umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana droplet (percikan dahak)
ada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah droplet, sementara
cahaya dan sinar matahari langsung dapat membunuh bakteri. Droplet dapat bertahan
beberapa jam dalam kondisi gelap dan lembab. Orang dapat terinfeksi jika droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Jadi penularan TB paru tidak terjadi
melalui perlengkapan makan, baju, dan perlengkapan tidur (Depkes, 2005). Daya
penularan dari seseorang penderita TB paru ditentukan oleh banyaknya bakteri yang
dikeluarkan dari parunya. Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar bakteri TB
paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lama menghirup udara
tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat terpapar dengan droplet dan kerentanan
terhadap penularan (Depkes, 2008).
Bakteri Mycobacterium tuberculosis sangat sensitif terhadap cahaya matahari. Cahaya
matahari berperan besar dalam membunuh bakteri di lingkungan, dan kemungkinan
penularan di bawah terik matahari sangat kecil karena bahaya penularan terbesar terdapat
pada perumahan-perumahan yang padat penghuni dengan ventilasi yang kurang baik
serta cahaya matahari tidak dapat masuk kedalam rumah (Achmadi, 2008).

20
Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis post primer dan
perjalanan penyembuhannya

D. Patogenesis
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau
bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak
negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Seseorang terinfeksi tuberkulosis

E. Klasifikasi Tuberkulosis

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena


- Tuberkulosis paru

21
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
- Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya.
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus kronik
Jika hasil sputum BTA TETAP (+) SETELAH PENGOBATAN ulang (kategori 2)
dengan pengawasan ketat.

6. Kasus bekas TB
- BTA (-), radiologi lesi tidak aktif atau foto serial gambaran sama, dan
riwayat minum OAT adekuat
- Radiologi gambarannya meragukan, mendapatkan OAT 2 bulan, foto
thorax ulang gambarannya sama.(Depkes RI, 2006).
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopik
- Tuberkulosis paru BTA positif.
1. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

22
2. Terdapat 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3. Terdapat 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
tuberkulosis positif.
4. Terdapat 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
- Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada tuberkulosis paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
- Tuberkulosis paru BTA negatif foto toraks positif
Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.
Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas.
- Tuberkulosis ekstraparu dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
1. Tuberkulosis ekstra paru ringan, misalnya: tuberkulosis kelenjar limfe, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
2. Tuberkulosis ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, tuberkulosis tulang belakang,
tuberkulosis usus, tuberkulosis saluran kemih dan alat kelamin.

Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan


sebelumnya.
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps)

23
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok
ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

F. Gejala Klinis
Gejala utama pasien tuberkulosis paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. TB paru sering menimbulkan gejala klinis yang dapat dibagi menjadi 2 yaitu
gejala respiratorik dan gejala sistematik. Gejala respiratorik seperti batuk, batuk darah, sesak
napas, nyeri dada, sedangkan gejala sistemik seperti demam, keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan dan malaise.
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luasnya lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka mungkin pasien tidak ada
gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi akibat adanya iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak keluar. Pada awal perkembangan penyakit sangat sulit
menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik. Kelainan yang dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama di
daerah apeks dan segmen posterior.
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai antara lain suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diapragma dan mediastinum ,
Untuk yang diduga menderita TB paru, diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari yaitu
sewaktu pagi sewaktu (SPS). Berdasarkan panduan program TB nasional, diagnosis TB
paru pada orang dewasa ditegakkan dengan dijumpainya kuman TB (BTA). Sedangkan
pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai

24
penunjang diagnosis sesuai dengan indikasinya dan tidak dibenarkan dalam mendiagnosis
TB jika diagnosis dibuat hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks

G. Diagnosis Tuberkulosis
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis,
mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

Gambar 3.2 alur diagnosis

25
Gambar 3.3 alur diagnosis

Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat
penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologis ini dapat
berasal dari dahak, cairan pleura, bilasan bronkus, liquor cerebrospinal, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar, urin, faeces, dan jaringan biopsi.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa sewaktu-pagi-sewaktu
(SPS).
- S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua.

26
- P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
- S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Tabel 3.1 Interpretasi hasil dahak

Hasil pemeriksaan Interpretasi


3x positif atau 2x positif, 1x negatif BTA (+)
3x negatif BTA (-)
Jika hasil 1x (+), 2x (-) maka diulang
pemeriksaan BTA 3x lagi, dikatakan
hasil:
- Jika hasil 1x positif dan 2x negatif BTA (+)
- 3x negatif BTA (-)

Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti foto
apikolordotik, oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan gambaran bermacam-macam
pada foto toraks. Gambaran radiologis yang ditemukan dapat berupa:
- bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
- bayangan berawan atau berbercak
- Adanya kavitas tunggal atau ganda
- Bayangan bercak milier
- Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral
- Destroyed lobe sampai destroyed lung
- Kalsifikasi
- Schwarte.
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia luasnya proses yang tampak pada
foto toraks dapat dibagi sebagai berikut: - Lesi minimal (Minimal Lesion): Bila proses
tuberkulosis paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih
dengan volume paru yang terletak diatas chondrosternal junction dari iga kedua dan
prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak
dijumpai kavitas. - Lesi luas (FarAdvanced): Kelainan lebih luas dari lesi minimal

Pemeriksaan Khusus
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi kuman TB
seperti :

27
- BACTEC: dengan metode radiometrik , dimana CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya.
- Polymerase chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari M.tuberculosis,
hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah kemungkinan kontaminasi.
- Pemeriksaan serologi : seperti ELISA, ICT dan Mycodot

Pemeriksaan Penunjang Lain


Biopsi, geneXpert MTB/RIF, analisa cairan pleura dan histopatologi jaringan,
pemeriksaan darah dimana LED biasanya meningkat, tetapi tidak dapat digunakan
sebagai indikator yang spesifik pada TB. Di Indonesia dengan prevalensi yang tinggi, uji
tuberkulin sebagai alat bantu diagnosis penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini
mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau kepositifan yang didapat besar
sekali.

H. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan asam
yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat
sekali timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat.
Umumnya antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang cepat membelah
dibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat membelah yang
dimiliki mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perkembangan
penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat dibandingkan antibakteri
lain (Istiantoro dan Setiabudy, 2007).
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
- Rifampisin
- INH
- Pirazinamid
- Streptomisin
- Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
- Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid
75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan

28
- Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid
75 mg dan pirazinamid 400 mg.
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
- Kanamisin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, namoksilin + asam klavulanat
- Derivat rifampisin dan INH
Penggunaan OAT kelompok kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa
indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT
kelompok pertama juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT kelompok
kedua (Depkes RI, 2006).

I. Prinsip Pengobatan Tuberkulosis


OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Penggunaan OAT tunggal
(monoterapi) harus dihindari. Pemakaian obat antituberkulosis kombinasi dosis tetap
(OAT KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Pengawasan langsung atau
directly observed treatment (DOT) oleh seorang pengawas menelan obat (PMO) harus
dilakukan untuk menjamin kepatuhan pasien.
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Pada
tahap intensif atau awal pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
dalam 2 bulan.
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

J. Panduan Obat Antituberkulosis yang Digunakan di Indonesia


Paduan obat antituberkulosis yang digunakan oleh program nasional
penanggulangan tuberkulosis di Indonesia dibagi dalam dua kategori.
1. Kategori satu

29
Kategori satu diobati dengan kombinasi 2(HRZE)/4(HR)3. Tahap intensif
terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama dua bulan, kemudian diteruskan
dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu
selama empat bulan.
Panduan ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien dengan BTA (+)
- Pasien TB paru BTA (-), gambaran radiologi (+)
- Pasien TB ekstra paru

Tabel 3.3 Dosis kategori satu


Berat Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali
badan (kg) selama 56 hari RHZE seminggu selama 16
(150/75/400/275) minggu RH (150/150)
30-37 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT
38-54 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT
55-70 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT
71 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT

2. Kategori dua
Kategori dua diobati dengan kombinasi 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HRE)3. Tahap
intensif diberikan selama tiga bulan, yang terdiri dari dua bulan dengan HRZES
setiap hari, dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan
dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali
dalam seminggu. Paduan obat antituberkulosis ini diberikan untuk pasien BTA
positif yang telah diobati sebelumnya yaitu pasien kambuh, pasien gagal,
pasien dengan pengobatan setelah default (terputus). Dosis obat
antituberkulosis untuk kategori dua dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 3.4 Dosis kategori dua
Berat Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali
badan RHZE (150/75/400/275) + S seminggu selama 5 bulan
(kg) RH (150/150) + E(275)
Selama Selama 28 hari 2 tablet 2KDT + 2 tablet
56 Hari Etambutol
30-37 2 tablet 4KDT + 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT + 2 tablet
500 mg Etambutol
Streptomisin injeksi
38-54 3 tablet 4KDT + 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT + 3 tablet
750 mg Etambutol
Streptomisin injeksi

30
55-70 4 tablet 4KDT + 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT + 4 tablet
1000 mg Etambutol
Streptomisin injeksi

Tabel 3.5 Efek samping OAT

Tabel 3.5 Efek samping ringan dan penanganannya


Efek samping Penyebab Penanganan
Tidak nafsu makan, mual, Rifampisin Obat diminum malam
sakit perut sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin /allopurinol
Kesemutan s/d rasa INH Beri vitamin B6
terbakar (piridoksin) 100 mg
di kaki perhari
Warna kemerahan pada Rifampisin Beri penjelasan, tidak
air perlu diberi apa-apa
seni

Tabel 3.5 Efek samping berat dan penanganannya

31
K. Evaluasi pengobatan
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinik
- Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya
setiap 1 bulan
- Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada
tidaknya komplikasi penyakit
-Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)
Bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak dan pemeriksaan & evaluasi
pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 6/9)
Evaluasi radiologik (0 - 2 6/9)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
- Sebelum pengobatan
- Setelah 2 bulan pengobatan
- Pada akhir pengobatan
Evaluasi efek samping secara klinik
Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, Fungsi ginjal dan darah
lengkap
- Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah
, asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan
- Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
- Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol

32
- Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan
audiometri
- Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal
tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek
samping obat. Bilapada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek
samping obat sesuai pedoman
Evalusi keteraturan berobat
Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan adalah
keteraturan berobat. Diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat
penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat yang
diberikan kepada penderita, keluarga dan lingkungan. Ketidakteraturan berobat akan
menyebabkan timbulnya masalah resistensi.
Evaluasi penderita yang telah sembuh
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun
pertama setelah sembuh untuk mengetahui terjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi
adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan
24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah
dinyatakan sembuh.

33

Anda mungkin juga menyukai