DI SUSUN OLEH:
NAMA : SANDRA SETYANINGSIH
NIM : P27220014163
B. Etiologi
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu
prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio
sesaria.Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline
Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang
disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa
gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur
(Hermansen, 2007).
C. Patofisiologi
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan
kurangnya zat yang disebut surfaktan.Surfaktan adalah zat aktif yang
diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini
mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada
minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein
(10%).Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara
fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan
terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan
asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan
penimbunan asam laktat asam organic>asidosis metabolic.
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi
kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang
nekrotik>lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung,
penurunan aliran darah keparu, dan mengakibatkan hambatan.
pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia
pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya
stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar
(Kosim.M.S, 2010).
D. Pathway
Terlampir
Bantuan pernafasa:
Bila O2 dg headbox tidak berhasil, harus segera berikan bantuan
Napas diberikan dalam bentuk CPAP (continuous positive airway
pressure) atau intermittent mandatory ventilation (IMV). CPAP: bantuan
pernapasan dengan cara meningkatkan tekanan pulmoner secara
artifisial pada saat fase ekspirasi pada bayi yang bernapas secara
spontan. Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV) atau Intermittent
Mandatory Pressure Ventilation (IMV): pernapasan bayi diambil alih
sepenuh nya oleh mesin ventilator mekanik dan meningkatkan tekanan
pulmoner baik pada fase inspirasi maupun ekspirasi.
CPAP sebaiknya dimulai lebih awal pada bayi dengan HMD. Indikasi
memulai CPAP apabila score downes >6 saat lahir atau kebutuhan FiO2
>0,6 untuk menjaga saturasi pada pulse oximeter. Gangguan nafas
sedang atau berat dan apnu berulang. Skor 3 atau lebih pada (arterial
blood gas)ABG menunjukkan kebutuhan untuk CPAP (continuous positive
airway pressure ) atau ventilasi mekanis.
ABG Score 0 1 2
Bila bayi sering apnea: berarti CPAP gagal harus segera dilakukan
intubasi dan pemberian ventilasi.
Indikasi Ventilasi Tekanan positip
1. Skor Downes' >8
2. Episode apnu berat, gasping saat usaha napas
3. pH <7.25 dan PaCO2 >55-60 mmHg atau meningkat >5-10
mmHg/jam
4. Berat lahir <1500 gram, umur gestasi <31 minggu (saat dikamar
bersalin )
5. CPAP gagal: PaO2 <60 mmHg, FIO2=0.6, CPAP=6 cm H2O
6. pH <7.20 setelah terapi (asidosis metabolik/respiratorik)
7. Syok
CPAP gagal maka harus segera diberikan bantuan napas dengan
Ventilator mekanik
1. Retraksi sedang sampai berat
2. Laju pernapasan > 70 /menit
3. Sianosis dengan FiO2 > 0.4
4. Serangan apnu berulang
5. Syok atau ancaman syok
6. PaO2 < 50 mm Hg dengan FiO2 > 1.0
7. PaCO2 > 60
8. PH < 7.25
G. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi:
1. Ruptur alveoli: bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ),
pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala
klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang
menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti
pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4 PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya
oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.Komplikasi jangka panjang
yang sering terjadi:
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik
yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi
36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan
yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya
infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat
dengan menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy premature: kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-
70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia,
komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
H. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan
untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi:
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum:
1. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus
dektrosa 5 % .
a. Pantau selalu tanda vital .
b. Jaga patensi jalan nafas.
c. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal).
2. Jika bayi mengalami apneu.
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.
b. Lakukan penilaian lanjut.
3. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah.
4. Pemberian nutrisi adekuat.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
1. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
2. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru.
3. Fenobarbital.
4. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen.
5. Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari
sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru
sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan).
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama pasien, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan factor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga nya ada yang mwnderita
penyakit yang sekarang diderta pasien.
f. Riwayat psikososial
Perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimna perilaku pasien terhadap tindakan
yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum pasien dengan respiratory distress syndrome
di dapatkan kesadaran yang baik atau composmetis dan akan
berubah sesuai dengan tingkat gangguan yang melibatkan
perfusi sistem saraf pusat.
2) Pemeriksaan fisik (B1-B6)
a) B1 (Breathing)
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan
pada bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress
pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap
terjadinya asidosis metabolik, frekuensi nafas yang sangat
lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi,
kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda
memburuknya keadaan klinik.Meningkatnya usaha nafas
ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding
dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan
penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih,
stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi
gangguan mekanik usaha pernafasan (Adun, 2012).
b) B2 (Blood)
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk
mengetahui volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang
tidak adekuat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan
berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah
pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk
dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis
(Adun, 2012).
c) B3 (Brain)
Terjadi immobilitas, kelemahan, kesadaran lethargi,
penurunan suhu tubuh (Adun, 2012).
d) B4 (Bladder)
Pada ginjal terjadi penurunan produksi atau laju filtrasi
glomerulus (Somantri, 2009).
e) B5 (Bowel)
Pasien biasanyan mual dan muntah, anoreksia akibat
pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga
abdomen, serta penurunan berat badan (Somantri, 2009).
f) B6 (Bone)
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh
terlihat berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat
kelabu, pucat dan teraba dingin (Adun, 2012).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas
b. Ketidakefektifan pola nafas
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d. Resiko kekurangan volume cairan
e. Ketidakefektifan termoregulasi: hipotermi (Kusuma Hardhi, 2015)
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pertukaran gas menjadi normal.
Kriteria Hasil:
1) Jalan nafas bersih.
2) Frekuensi jantung 120-160 x/menit.
3) Pernapasan 40-60 x/menit.
4) Takipneu atau apneu tidak ada.
5) Sianosis tidak ada.
Intervensi:
1) Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan
pada posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung
menghadap keatap dalam posisi mengendus.
Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
2) Hindari hiperekstensi leher.
Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.
3) Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan ,
kenali tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan
cuping hidung, apnea.
Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan
dan mencegah terjadinya distres pernafasan.
4) Lakukan penghisapan.
Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari
nasofaring, trakea, dan selang endotrakeal.
5) Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian
surfaktan.
Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih.
b. Ketidakefektifan pola nafas
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola nafas efektif.
Kriteria Hasil:
1) Menunjukkan jalan nafas yang paten (irama, frekuensi dalamm
rentan normal).
2) Tandatanda vital dalam rentan normal.
Intervensi:
Independen
1) Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau
perubahan pola nafas.
Rasional: Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk
hipoksemia dan peningkatan usaha nafas.
2) Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas
tambahan seperti crakles, dan wheezing.
Rasional: Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada
ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di
permukaan jaringan yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas membran alveolikapiler. Wheezing terjadi
karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas.
3) Kaji adanya cyanosis.
Rasional: Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr
dari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat
dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya hipoksemia
sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas
adalah vasokontriksi.
4) Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan
ketidakmampuan beristirahat.
Rasional: Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari
miokardium.
5) Berikan istirahat yang cukup dan nyaman.
Rasional: Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan
oksigen.
Kolaboratif
1) Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada
indikasi.
Rasional: Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus
menerus dengan tekanan yang sesuai.
2) Berikan pencegahan IPPB.
Rasional:Peningkatan ekspansi paru meningkatkan
oksigenasi.
3) Review X-ray dada.
Rasional: Memperlihatkan kongesti paru yang progresif.
4) Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik,
bronchodilator dan ekspektorant.
Rasional: Untuk mencegah ARDS.
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkanintake nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil:
1) adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
2) tidak ada tanda - tanda malnutrisi.
3) tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Intervensi:
1) Berikan infus D 10% W sekitar 65 80 ml/kg bb/ hari.
Rasional: Untuk menggantikan kalori yang tidak didapat
secara oral.
2) Pasang selang nasogastrik atau orogastrik untuk dapat
memasukkan makanan jika diindikasikan atau untuk
mengevaluasi isi lambung.
Rasional: Pilihan ini dilakukan jika masukan sudah tidak
mungkin dilakukan.
3) Cek lokasi selang NGT dengan cara:
a) Aspirasi isi lambung.
b) Injeksikan sejumlah udara dan auskultasi masuknya udara
pada lambung.
c) Letakkan ujung selang di air, bila masuk lambung, selang
tidak akan memproduksi gelembung.
Rasional: Untuk mencegah masuknya makanan ke saluran
pernafasan.
4) Berikan makanan sesuai dengan prosedur berikut:
a) Elevasikan kepala bayi.
b) Berikan ASI atau susu formula dengan prinsip gravitasi
dengan ketinggian 6 8 inchi dari kepala bayi.
c) Berikan makanan dengan suhu ruangan.
d) Tengkurapkan bayi setelah makan sekitar 1 jam.
Rasional: Memberikan makanan tanpa menurunkan tingkat
energi bayi
5) Berikan TPN jika diindikasikan.
Rasional: TPN merupakan metode alternatif untuk
mempertahankan nutrisi jika bowel sounds tidak ada dan
infants berada pada stadium akut.
d. Resiko kekurangan volume cairan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkankeseimbangan cairan dan elektrolit normal.
Kriteria Hasil:
1) TTV dalam batas normal.
2) Tidak ada tanda tanda dehidrasi, turgor kulit baik.
3) Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB.
Intervensi:
1) Pertahankan pemberian infus Dex 10% W 60 100 ml/kg
bb/hari.
Rasional: Penggantian cairan secara adekuat untuk mencegah
ketidakseimbangan.
2) Tingkatkan cairan infus 10 ml/kg/hari, tergantung dari urine
output, penggunaan pemanas dan jumlah feedings.
Rasional: Mempertahankan asupan cairan sesuai kebutuhan
pasien. Takipnea dan penggunaan pemanas tubuh akan
meningkatkan kebutuhan cairan.
3) Pertahankan tetesan infus secara stabil, gunakan infusion
pump
Untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan.
Rasional:Kelebihan cairan dapat menjadi keadaan fatal.
4) Monitor intake cairan dan output dengan cara:
a) Timbang berat badan bayi setiap 8 jam.
b) Timbang popok bayi untuk menentukan urine output.
c) Tentukan jumlah BAB.
d) Monitor jumlah asupan cairan infus setiap hari.
Rasional: Catatan intake dan output cairan penting untuk
menentukan ketidak seimbangan cairan sebagai dasar untuk
penggantian cairan.
5) Lakukan pemeriksaan sodium dan potassium setiap 12 atau
24 jam.
Rasional: Peningkatan tingkat sodium dan potassium
mengindikasikan terjadinya dehidrasi dan potensial
ketidakseimbangan elektrolit.
c. Ketidakefektifan termoregulasi: hipotermi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkansuhu tubuh dalam rentan normal
Kriteria Hasil:
1) Suhu dalam rentan normal (36,5-37 C).
2) Bayi tidak kedinginan.
3) Bayi tidak ada kejang
Intervensi dan Rasional:
1) Tempatkan bayi pada tempat yang hangat.
Rasional: Mencegah terjadinya hipotermi.
2) Atur suhu incubator.
Rasional: Menjaga kestabilan suhu tubuh.
3) Pantau suhu tubuh setiap 2 jam.
Rasional: Memonitor perkembangan suhu tubuh bayi
DAFTAR PUSTAKA
Markum, A.H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI, Jakarta, 1991, hal. 303-306.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Editor :
Rusepno Hassan & Husein Alatas, Bagian IKA FKUI, Jakarta 1985, hal.
http://www.asuhankeperawatan.net/daftar-standar-diagnosis-keperawatan-
indonesia/diaksespadatanggal12april2017pukul07.00WIB