Anda di halaman 1dari 26

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kelenjar Prostat

a. Anatomi Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat merupakan kelenjar reproduksi tambahan pada

pria. Kelenjar ini berbentuk seperti buah kemiri yang berukuran 3 x 4 x

2 cm dengan berat sekitar 20 gram (Muruve, 2013). Kelenjar ini terletak

di bawah kandung kemih, di belakang simphysis pubis, di depan

rektum, dan di atas membran perineal (Muruve, 2013; Purnomo, 2011).

Kelenjar prostat dibungkus oleh suatu kapsul yang terdiri dari kolagen,

elastin, dan otot polos (Muruve, 2013).

Kelenjar prostat terbagi menjadi beberapa zona yaitu zona

transisional, zona sentral, dan zona perifer (Muruve, 2013). Purnomo

(2011) menambahkan selain ketiga zona tersebut masih terdapat zona

lain yaitu zona preprostatik sfingter dan zona anterior. Klinis dari zona

tersebut adalah pada zona transisional dimana pada zona inilah Benign

Prostate Hyperplasia (BPH) terjadi dan menyebabkan suatu obstruksi

ketika terjadi pembesaran kelenjar prostat (Muruve, 2013).

Kelenjar prostat mendapat vaskularisasi dari arteri vesikalis

inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaca interna. Arteri

vesikalis inferior ini akan bercabang


commit to user menjadi dua untuk memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

suplai darah ke kelenjar prostat. Cabang pertama merupakan arteri

urethralis yang berjalan melalui prostatovesical junction dan turun ke

bawah sejajar dengan uretra dan memberikan suplai darah pada zona

transisional. Arteri ini merupakan pembuluh darah utama yang

memberikan suplai darah pada proses terjadinya BPH. Cabang kedua

arteri vesikalis inferior adalah arteri capsularis yang berjalan

posterolateral dari kelenjar prostat. Arteri ini memasuki kelenjar prostat

dan memberikan suplai darah pada jaringan di dalam kelenjar prostat

(Muruve, 2013).

Kelenjar prostat mendapat inervasi dari sistem saraf otonom

yaitu sistem saraf simpatik dan parasimpatik yang berasal dari pleksus

prostatikus atau pleksus pelvikus. Serabut simpatis dan parasimpatis

dari pleksus pelvikus menuju ke kelenjar prostat melalui nervus

cavernosus. Serabut parasimpatis akan berakhir di sel kelenjar pada

prostat dan memicu sekresi dari kelenjar (Muruve, 2013; Purnomo,

2011). Serabut simpatis memberikan persarafan pada otot polos prostat,

kapsul prostat, dan leher kandung kemih. Di dalam serabut simpatis,

terdapat banyak reseptor -adrenergik sehingga bila terdapat

rangsangan pada saraf simpatis ini akan menyebabkan peningkatan

tonus dari otot polos prostat, kapsul prostat maupun leher kandung

kemih (Muruve, 2013; Purnomo, 2011).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Histologi dan Fisiologi Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat merupakan organ berkapsul yang terletak di

bawah kandung kemih dan ditembus oleh uretra. Uretra yang

menembus kelenjar prostat ini disebut dengan uretra pars prostatika.

Lumen uretra pars prostatika dilapisi oleh epitel transisional

(Eroschenko, 2008).

Kelenjar prostat terdiri dari kelenjar tubuloasiner bercabang

kecil. Sebagian kelenjar prostat mengandung concretio prostatica di

dalam asininya yang merupakan agregasi sekretorik padat. Jumlah

concretio prostatica ini bertambah seiring dengan pertambahan usia

dan mungkin mengalami kalsifikasi. Epitel kelenjar ini bervariasi. Pada

umumnya, epitel kelenjar ini berupa selapis silindris atau bertingkat

semu. Namun di daerah lain epitel dapat berbentuk gepeng atau kuboid

(Eroschenko, 2008).

Kelenjar prostat dan uretra pars prostatika dikelilingi oleh suatu

stroma yang disebut stroma fibromyoelasticum yang berisikan berkas

otot polos dengan campuran serat kolagen dan elastik yang tersebar di

seluruh kelenjar. Stroma fibromyoelasticum merupakan khas dari

kelenjar prostat (Eroschenko, 2008).

Secara fisiologis, kelenjar prostat akan menghasilkan suatu

cairan encer yang terdiri dari asam sitrat, fosfatase asam, amilase dan

PSA (prostate-specific antigen) yang pH-nya sedikit asam. Selain itu,

terdapat pula enzim fibrinolisin yang berfungsi untuk mencairkan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

semen yang mengental setelah ejakulasi (Eroschenko, 2008). PSA

merupakan suatu tumor marker berupa rantai tunggal glikoprotein yang

terdiri dari 93% asam amino dan 7% karbohidrat. PSA disintesis dan

disekresikan oleh sel epitel (Malati et al., 2006). PSA berfungsi untuk

hidrolisis berat molekul protein yang disekresikan oleh vesikula

seminalis. Hidrolisis yang terjadi akan mengubah cairan seminal

menjadi lebih cair sehingga mempermudah pergerakan sperma (Sikaris,

2011). PSA sangat berguna untuk menentukan suatu keganasan pada

prostat karena konsentrasi PSA dalam darah meningkat pada kasus

kanker prostat (Eroschenko, 2008; Malati et al., 2006).

c. Pertambahan ukuran kelenjar prostat

Secara histopatologi, pertambahan ukuran kelenjar prostat dapat

dilihat dari adanya peningkatan jumlah sel epitel dan sel stroma pada

daerah periuretra kelenjar prostat. Roehrborn (2008) menyebutkan

bahwa peningkatan jumlah sel epitel maupun sel stroma pada kelenjar

prostat disebabkan oleh peningkatan proliferasi sel epitel dan stroma

ataupun gangguan pada programmed cell death atau apoptosis. Selain

itu, hormon androgen, hormon estrogen, interaksi antara sel stroma dan

epitel, growth factor, dan neurotransmiter diduga memiliki peran dalam

proses patologi timbulnya pertambahan ukuran kelenjar prostat. Berikut

ini adalah beberapa hipotesis tentang patologi timbulnya pertambahan

ukuran kelenjar prostat:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1) Hormon androgen

Keberadaan hormon androgen diperlukan dalam

perkembangan kelenjar prostat. Ketika usia semakin bertambah,

terjadi peningkatan DHT (Dihydrotestosterone) dan AR (Androgen

Receptor) sedangkan hormon testosteron mengalami penurunan. Di

dalam sel prostat, testosteron akan diubah menjadi DHT oleh suatu

enzim yang disebut 5-reduktase. DHT merupakan suatu metabolit

androgen atau disebut pula derivat dari hormon androgen. DHT

selanjutnya akan berikatan dengan AR. Ikatan hormon akan

memasuki inti sel prostat dan bergabung dengan DNA sehingga

memicu proses transkripsi dan sintesis protein untuk membentuk

suatu growth factor. Growth factor inilah yang kemudian

mengadakan suatu proliferasi sel-sel kelenjar prostat (Roehrborn,

2008).

2) Hormon estrogen

Ketika usia semakin meningkat, hormon testosteron akan

mengalami penurunan yang menyebabkan perbandingan antara

estrogen-testosteron meningkat. Perbandingan kadar estrogen yang

meningkat akibat turunnya testosteron ini memicu terjadinya

peningkatan sensitivitas sel-sel kelenjar prostat terhadap hormon

androgen, peningkatan AR, dan penurunan apoptosis (Purnomo,

2011).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3) Interaksi antara sel stroma-epitel

DHT dalam sel stroma akan mensintesis suatu growth factor.

Dalam proses sintesis growth factor tersebut dari testosteron dan

DHT, sel stroma memiliki kemampuan mempengaruhi sel stroma

sendiri (autocrine) dan dapat juga mempengaruhi sel epitel

(paracrine) untuk melakukan proliferasi sel kelenjar prostat

(Roehrborn, 2008; Purnomo, 2011).

4) Growth Factor

Growth factor merupakan suatu molekul peptida yang dapat

menstimulasi atau kadang dapat pula menginhibisi pembelahan dan

diferensiasi sel. Suatu sel dalam merespon growth factor

membutuhkan suatu reseptor yang spesifik terhadap growth factor

yang bersangkutan. Adanya suatu interaksi antara growth factor dan

hormon steroid dapat mengganggu keseimbangan antara proses

proliferasi sel dengan proses apoptosis sel yang pada akhirnya dapat

memicu terjadinya BPH (Roehrborn, 2008).

5) Neurotransmiter

Neurotransmiter berperan dalam aktivitas sistem saraf

otonom. Pada pasien yang mengalami pembesaran kelenjar prostat

terjadi peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik atau sistem saraf

adrenergik sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot polos

kelenjar prostat. Sistem saraf adrenergik memiliki beberapa reseptor

salah satunya adalah reseptor . Reseptor dibedakan menjadi dua


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yaitu reseptor -1 dan -2. Reseptor -1 sering ditemukan pada otot

polos pembuluh darah, saluran kemih, organ genital, usus, dan

jantung, sedangkan -2 sering ditemukan pada ujung saraf

adrenergik (Gunawan, 2007).

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan ukuran kelenjar prostat

Beberapa faktor yang diperkirakan dapat mempengaruhi

pertambahan ukuran kelenjar prostat antara lain:

1) Usia

Briganti et al. (2009) menyebutkan bahwa seiring

bertambahnya usia 1 tahun, terjadi pertambahan volume prostat

kurang lebih 0,6 ml pada kelenjar prostat. Pada pria berusia lanjut,

terjadi suatu proses remodeling jaringan-jaringan di dalam kelenjar

prostat terutama pada zona transisional (Briganti et al., 2009).

Patologi kelenjar prostat yang berkaitan dengan pertambahan usia

adalah melalui ketidakseimbangan antara hormon estrogen-

testosteron, interaksi antara sel stroma-epitel, dan growth factor yang

memicu pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat (Briganti, 2009;

Purnomo, 2011).

2) Diabetes atau hiperglikemia

Astrup (2008) menyebutkan bahwa resistensi insulin

merupakan awal patogenesis timbulnya pembesaran kelenjar prostat

pada pasien dengan Diabetes Mellitus tipe 2. Resistensi insulin akan

menyebabkan terjadinya intoleransi glukosa dan hiperinsulinemia.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa insulin memiliki peran

penting dalam terjadinya pembesaran kelenjar prostat yang diawali

dengan terjadinya hiperinsulinemia (Astrup, 2008).

Glukosa darah yang tinggi, memicu sel pankreas untuk

mensekresi insulin lebih banyak sehingga dapat terjadi

hiperinsulinemia (Prabawati, 2012). Kadar insulin yang tinggi dapat

mempengaruhi pertumbuhan kelenjar prostat melalui aktivasi sinyal

androgen yang terdapat dalam kelenjar prostat untuk meningkatkan

sintesis hormon androgen (Astrup, 2008).

Corona et al. (2014) menyebutkan bahwa insulin merupakan

suatu faktor risiko penyakit BPH. Insulin mempengaruhi

pertumbuhan kelenjar prostat melalui reseptor IGF (Insulin-like

Growth Factor). Astrup (2008) menyebutkan bahwa peningkatan

sinyal IGF yang terdapat dalam kelenjar prostat akan mengaktivasi

sinyal androgen. Selain itu, insulin dapat meningkatkan konversi

testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT) yang berperan penting

dalam pertumbuhan sel prostat (Astrup, 2008).

Brayer dan Sarma (2014) dalam literaturnya menyebutkan

bahwa terdapat beberapa hipotesis yang dapat menjelaskan

hubungan antara resistensi insulin dan hiperglikemia dengan

terjadinya pebesaran kelenjar prostat. Hipotesis tersebut antara lain:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a) Hiperinsulinemia

Hiperinsulinemia berkaitan dengan aktivitas saraf

simpatis dimana pada keadaan hiperinsulinemia akan terjadi

suatu peningkatan aktivitas saraf simpatis. Peningkatan aktivitas

saraf ini berkontribusi pada peningkatan tonus otot polos

kelenjar prostat sehingga memicu terjadinya suatu obstruksi.

b) IGF (Insulin-like Growth Factor ) axis

IGF axis menjadi salah satu komponen yang meregulasi

pertumbuhan fisiologis dan patofisiologis banyak organ

termasuk juga kelenjar prostat. IGF merupakan suatu hormon

peptida yang memiliki struktur yang mirip dengan insulin

(Kemp, 2011). Hormon ini memiliki fungsi sama seperti insulin

yaitu menstimulasi proliferasi dan diferensiasi jaringan. Dalam

sirkulasinya di dalam darah, hormon ini berikatan dengan suatu

IGFBP (insulin-like growth factor binding protein). Ikatan

antara IGF-IGFBP dapat mencegah terjadinya proliferasi sel dan

hipoglikemi. IGF dalam memberikan efek pertumbuhan pada

target sel harus berikatan dengan reseptor IGF yang terdapat di

permukaan sel target. Selain berikatan dengan reseptor IGF di

permukaan sel, IGF dapat juga berikatan dengan reseptor insulin

sehingga menimbulkan efek hipoglikemi. Sebaliknya, insulin

juga dapat berikatan dengan reseptor IGF dan memberikan efek

pertumbuhan pada sel (Kemp, 2011). Karena kelenjar prostat


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

memiliki struktural reseptor IGF dalam permukaan selnya,

selain berikatan dengan IGF, insulin dapat berikatan dengan

reseptor IGF dan memasuki sel prostat. Hal tersebut akan

mengaktivasi reseptor untuk menginduksi pertumbuhan dan

proliferasi sel prostat (Brayer dan Sarma, 2014).

c) Insulin

Insulin dapat meningkatkan transkripsi gen maupun

translasi protein termasuk juga metabolisme sex hormone. Hal

ini menyebabkan suatu perubahan hormonal. Hiperinsulinemia

menyebabkan penurunan sex hormone-binding globulin

sehingga terjadi peningkatan jumlah sex hormone yang

memasuki sel prostat yang memicu pertumbuhan sel. Selain itu,

peningkatan insulin dapat menyebabkan penurunan IGFBP-1

sehingga memicu peningkatan bioavailabilitas IGF.

3) Obesitas dan BMI

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa obesitas dapat

menjadi salah satu faktor risiko terjadinya pembesaran kelenjar

prostat. Namun, hubungan diantara keduanya masih belum diketahui

dengan jelas (Stamatiou, 2015). Obesitas ditandai dengan adanya

kelebihan lemak dalam tubuh. WHO mendefinisikan obesitas dengan

nilai BMI (body mass index) dimana seseorang dikatakan mengalami

obesitas bila BMI 30 kg/m2. Sedangkan Indonesia, berdasarkan

RISKESDAS Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2010


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

menyebutkan bahwa kategori obesitas bila BMI > 27,1 kg/m2

(Parikesit et al., 2015).

Obesitas yang ditandai dengan lemak tubuh yang meningkat

diduga dapat menurunkan sex hormon-binding globulin, menurunkan

hormon testosteron, meningkatkan estrogen, menyebabkan resistensi

insulin, hiperinsulinemia, hiperglikemia, meningkatkan trigliserid,

dan penurunan HDL (high density lipoprotein) (Tewari et al., 2012).

4) Dislipidemia

Dislipidemia merupakan suatu gangguan metabolisme lipid

yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar kolesterol,

trigliserid, LDL (low density lipoprotein), dan menurunnya HDL

(high density lipoprotein) di dalam darah (Tapan, 2008). Kriteria

dislipidemia menurut IDF dan AHA/NHLBI tahun 2009 dapat

dilihat dari profil trigliserid dan HDL. Seseorang dikatakan

mengalami dislipidemia bila trigliserid 150 mg/dl dan HDL < 40

mg/dl (Nunzio et al., 2012). Adanya gangguan pada metabolisme

lipid dalam tubuh dapat meningkatkan risiko terjadinya sindroma

metabolik yang ditandai dengan terjadinya resistensi insulin dan

perubahan hormon berupa peningkatan estradiol dan penurunan

testosteron (Nunzio et al., 2012).

5) Genetik

Adanya riwayat BPH dalam keluarga dilaporkan dapat

meningkatkan risiko terjadinya BPH pada anggota keluarga yang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lain. Hal ini berkaitan dengan komposisi gen yang terdapat di dalam

sel kelenjar prostat (Bachmann, 2012).

6) Diet

Tewari et al. (2012) menyebutkan bahwa intake makanan

yang tinggi sumber energi, protein dan asam lemak dapat

meningkatkan risiko terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Diet

dan kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan obesitas dan

gangguan homeostasis glukosa. Konsumsi makanan yang banyak

mengandung asam linoleat (omega 6-polyunsaturated fatty acid)

dapat meningkatkan risiko pembesaran kelenjar prostat karena asam

linoleat merupakan growth factor androgen (Tewari et al., 2012).

7) Merokok

Field et al dalam Tarcan (2006) menyebutkan bahwa rokok

dapat meningkatkan DHT yang memicu terjadinya proliferasi sel-sel

kelenjar prostat. Oleh karena itu, sampai saat ini hubungan antara

riwayat merokok dengan kejadian BPH memerlukan penelitian lebih

lanjut (Bachmann, 2012).

8) Hipertensi

Menurut IDF dan AHA/NHLBI tahun 2009, seseorang

dikatakan hipertensi atau tekanan darah tinggi bila tekanan darahnya

130/85 mmHg (Nunzio et al., 2012). Parnham (2013)

menyebutkan bahwa hipertensi merupakan salah satu faktor risiko

terjadinya BPH. Nandeesha (2008) dan Lee et al. (2009) dalam


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Briganti (2009) menyebutkan bahwa pada pasien BPH, sekitar 25%

pasien mengalami hipertensi.

Briganti (2009) menyebutkan bahwa hubungan antara

hipertensi dan BPH berkaitan dengan aktivitas saraf simpatis. Dalam

penelitian lain disebutkan peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat

mempengaruhi pertumbuhan kelenjar prostat melalui penurunan

aktivitas apoptosis (Briganti et al., 2009). Fogari et al. (2005) dalam

penelitiannya menyebutkan bahwa orang yang mengalami hipertensi

memiliki kadar testosteron yang rendah dibandingkan dengan orang

tanpa hipertensi. Selain itu, hipertensi memiliki hubungan yang

terbalik dengan SHBG (sex-hormone binding globulin) dimana

semakin tinggi tekanan darah, SHBG semakin menurun (Daka et al.,

2013). Rendahnya kadar testosteron dan SHBG dapat memicu

proliferasi sel-sel kelenjar prostat (Brayer dan Sarma, 2014).

e. Pemeriksaan ukuran atau volume kelenjar prostat

Untuk mengetahui besar ukuran atau volume kelenjar prostat,

dapat dilakukan dengan berbagai macam prosedur pemeriksaan.

Prosedur yang sering digunakan untuk memperkirakan volume prostat

adalah ultrasonografi atau USG. Pemeriksaan ultrasonografi dapat

dilakukan melalui trans abdominal (Trans Abdominal Ultrasonography/

TAUS) dan trans rektal (Trans Rectal Ultrasonography/ TRUS)

(Purnomo, 2011). Selain itu, magnetic resonance imaging (MRI) juga

dapat digunakan untuk memperkirakan volume prostat. Hasil perkiraan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

volume prostat melalui MRI lebih akurat namun pencitraan ini masih

jarang dilakukan karena TRUS memiliki keunggulan lebih dalam

prosedur, biaya, dan efisiensi waktu (Garvey et al, 2014).

Pencitraan trans rectal ultrasonography atau TRUS adalah salah

satu pencitraan yang dapat memvisualisasikan gambar yang lebih jelas

pada organ-organ di dalam ruang pelvis (Hoo, 2012). TRUS dapat

mendeteksi keganasan pembesaran prostat, mendeteksi besar dan

volume prostat, menjadi petunjuk untuk melakukan biopsi prostat

(Shetty, 2015).

Metode standar yang digunakan untuk memperkirakan volume

prostat adalah dengan menggunakan formula ellipsoid (Garvey et al,

2014). Di bawah ini merupakan formula ellipsoid untuk memperkirakan

volume prostat:

Keterangan:

H : height (tinggi/anteroposterior)

W : width (lebar/transversal)

L : length (panjang/cephalocaudal)

: 3.14 (Hoo, 2012)

2. Benign Prostate Hyperplasia

a. Pengertian

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) atau disebut juga dengan

commit
Pembesaran Prostat Jinak (PPJ)to adalah
user suatu pembesaran prostat non-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

neoplastik. Pembesaran ini disebabkan oleh proliferasi berlebih sel-sel

penyusun kelenjar (Deters, 2015). Secara histologis, BPH merupakan

suatu hiperplasia yang terjadi pada kelenjar prostat (Parnham, 2013).

Hiperplasia merupakan suatu pembesaran massa jaringan yang

disebabkan oleh pertambahan jumlah sel yang menyusunnya

(Sembulingam, 2012).

Sebelumnya, istilah yang dipakai adalah Benign Prostate

Hypertrophy atau hipertrofi prostat jinak. Akan tetapi, istilah hipertrofi

kurang tepat karena perubahan yang terjadi pada kelenjar ini adalah

hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat asli ke

arah perifer (Sjamsuhidajat, 2005).

b. Etiologi

Etiologi atau penyebab pasti penyakit BPH masih belum jelas.

Namun, kejadian BPH diperkirakan memiliki hubungan dengan umur

dan hormon androgen. Kejadian BPH meningkat sejalan dengan

pertambahan umur. Perubahan mikroskopik pada kelenjar prostat sudah

dimulai pada usia 30-40 tahun. Apabila perubahan mikroskopik tersebut

terus berkembang, pada usia 50 tahun akan timbul suatu perubahan

patologik anatomi dengan angka kejadian 50%, pada usia 80 tahun

sebesar 80% dan usia 90 tahun sebesar 100% (Mansjoer, 2009).

Menurut Parnham (2013), selain faktor umur dan hormon

androgen, terdapat faktor risiko lain yang dapat memicu terjadinya

pembesaran kelenjar prostat seperti pada tabel berikut:


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.1 Faktor risiko BPH

Faktor risiko Faktor risiko lain yang


mungkin
Umur Diet
Hormon androgen BMI (Body Mass Index)
Reseptor fungsional androgen Merokok
Obesitas Hipertensi
Diabetes Fungsi seksual
Dislipidemia
Hormon estrogen
Genetik
(Sumber: Parnham, 2013)

c. Patofisiologi

Pembesaran kelenjar prostat menyebabkan penekanan pada

uretra prostatika sehingga aliran urin menjadi terhambat. Terhambatnya

aliran urin ini menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan

intravesikal. Aliran urin yang tertahan menyebabkan kandung kemih

berkontraksi lebih kuat untuk mengeluarkan urin. Tekanan intravesikal

yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian kandung kemih termasuk

juga muara ureter. Keadaan tertekannya muara ureter menimbulkan

terjadinya refluks vesiko-ureter. Bila keadaan ini berlangsung terus-

menerus, akan berlanjut menjadi hidroureter bahkan hidronefrosis yang

dapat mengakibatkan gagal ginjal (Purnomo, 2011).

d. Diagnosis dan pemeriksaan

1) Gambaran klinis

Keluhan yang paling sering dialami pada penderita BPH

adalah keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau dikenal


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan istilah LUTS (Lower Urinary Tract Syndromes). Gejala BPH

dapat dibagi menjadi gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala

obstruktif ditimbulkan oleh pembesaran kelenjar prostat sedangkan

gejala iritatif ditimbulkan oleh aliran urin (Mansjoer, 2009). Gejala

BPH menurut penyebabnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.2 Gejala BPH

Gejala obstruktif Gejala iritatif


Keluar kemih terputus-putus Perasaan ingin berkemih
Aliran urin yang lemah Sering berkemih
Mengejan untuk mengeluarkan urin Nokturia
Lama berkemih yang Inkontinensia
berkepanjangan
Perasaan tidak tuntas saat berkemih
Retensi urin
(Sumber: Martono, 2014)

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran

kemih bagian bawah, telah dibuat suatu sistem skoring oleh

Perhimpunan Urologi Amerika dan IPSS (International Prostatic

Symptom Score). Dalam skoring IPSS tersebut, dapat dikelompokkan

gejala LUTS menjadi 3 derajat, yaitu (1) ringan: skor 0-7, (2)

sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35 (American Urological

Association, 2007).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Pemeriksaan penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:

a) Analisa urin dan pemeriksaan mikroskopik urin.

b) Pemeriksaan darah meliputi elektrolit, kadar ureum dan

kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal, serta gula darah

untuk mengetahui adanya penyakit diabetes (Purnomo, 2011).

c) Pemeriksaan Prostate Specific Antigen (PSA) (Mansjoer, 2009).

d) Pencitraan (Foto polos abdomen, Pielografi Intravena,

Ultrasonography (USG) (Purnomo, 2011).

e. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita BPH harus memperhatikan beberapa

hal yaitu usia, sifat dan berat gejala yang dialami, akibat pada kualitas

hidup penderita serta gambaran dari fungsi ginjalnya (Martono, 2014).

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah memperbaiki keluhan miksi,

meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi intravesika,

mengembalikan fungsi ginjal bila terjadi gagal ginjal, mengurangi

volume residu urin setelah miksi, dan mencegah progesivitas penyakit

(Purnomo, 2011).

Perhimpunan Urologi Amerika membagi tatalaksana penderita

BPH menjadi 3 menurut keparahan gejala berdasarkan skor pada IPSS

yaitu observasi (watchful waiting) untuk skor 0-7, terapi farmakologis

untuk skor 8-19, dan terapi pembedahan untuk skor 20-35 (Paolone,

2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Diabetes Mellitus

a. Pengertian

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu gangguan metabolik

yang ditandai dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin,

fungsi insulin, maupun keduanya (Ministry Of Health Singapore, 2014).

b. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Menurut ADA (The American Diabetes Association ) dan WHO

dalam Ministry Of Health Singapore (2014), DM dapat diklasifikasikan

menjadi beberapa macam berdasarkan etiologinya, yaitu:

1) DM tipe 1

DM tipe 1 merupakan suatu kondisi hiperglikemia akibat

proses autoimun yang mengganggu fungsi sel pankreas untuk

mensintesis dan mensekresi insulin.

2) DM tipe 2

DM tipe 2 merupakan salah satu diabetes yang paling banyak

ditemui. Diabetes ini ditandai dengan keadaan hiperglikemia yang

disebabkan oleh gangguan fungsi insulin atau resistensi insulin.

3) Gestational diabetes

Gestational diabetes merupakan keadaan hiperglikemia pada

masa kehamilan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4) Diabetes tipe lain

Diabetes yang termasuk dalam golongan ini antara lain

keadaan hiperglikemia yang disebabkan oleh gangguan fungsi

pankreas, obat-obatan, toxin, maupun infeksi.

c. Pemeriksaan glukosa darah

Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui

adanya DM sesuai dengan kriteria American Diabetes Association

(2013) antara lain:

1) Glukosa darah sewaktu atau random plasma glucose 200 mg/dl

dengan gejala klasik DM meliputi polodipsi, polifagi, poliuria, dan

penurunan berat badan, atau

2) Glukosa darah puasa atau fasting plasma glucose 126 mg/dl, atau

3) Glukosa darah post prandial atau 2-h plasma glucose 200 mg/dl,

atau

4) HbA1c 6,5%

d. DM dan gangguan homeostasis glukosa

Dalam proses homeostasis glukosa, terdapat dua hormon yang

sangat berperan yaitu hormon insulin dan glukagon. Kedua hormon ini

memiliki fungsi yang saling berlawanan. Ketika konsentrasi glukosa

dalam darah tinggi, sel pankreas akan mensintesis dan mensekresi

insulin sebagai respon adanya peningkatan konsentrasi glukosa darah.

Peningkatan sintesis dan sekresi insulin yang terus-menerus dapat

menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia (Prabawati, 2012). Hormon


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

insulin akan menurunkan glukosa darah melalui penurunan

glukoneogenesis, penurunan glikogenolisis, memfasilitasi transpor

glukosa masuk ke dalam sel, dan menghambat sekresi glukagon.

Sedangkan pada keadaan konsentrasi glukosa darah yang rendah, sel

pankreas yang lebih aktif adalah sel dimana sel ini akan mensekresi

glukagon. Hormon glukagon berfungsi meningkatkan kadar glukosa

darah dengan cara menstimulasi hepar untuk memproduksi glukosa

melalui proses glukoneogenesis dan glikogenolisis (Szablewski, 2011).

Hiperglikemia merupakan salah satu gangguan dari homeostasis

glukosa dalam darah. Hiperglikemia atau peningkatan glukosa darah

dapat terjadi karena tubuh mengalami kekurangan insulin atau

penggunaan insulin yang tidak maksimal akibat adanya resistensi

insulin. Hiperglikemia merupakan suatu tanda penyakit Diabetes

Mellitus. Penyakit ini ditandai dengan kadar glukosa darah puasa 126

mg/dL, glukosa darah post prandial 200 mg/dL, glukosa darah

sewaktu 200 mg/dL, atau HbA1c 6,5% dari hasil pemeriksaan

glukosa darah. (Szablewski, 2011).

e. Hiperglikemia dan insulin

Insulin adalah suatu hormon yang disintesis dan disekresikan

oleh sel pankreas. Insulin berfungsi dalam mengatur kadar normal

glukosa darah. Selain itu, melalui efek mitogenik, insulin juga

mendorong proses pertumbuhan sel-sel dalam tubuh (Prabawati, 2012).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Proses sintesis maupun sekresi insulin salah satunya dipengaruhi

oleh glukosa. Peningkatan kadar glukosa dapat menginduksi pelepasan

insulin yang baru saja disintesis maupun yang telah disimpan dalam sel

pankreas. Glukosa yang beredar dalam darah akan masuk ke dalam

sel pankreas. Masuknya glukosa ke dalam sel ini tidak memerlukan

insulin. Glukosa yang masuk akan dideteksi oleh glukokinase dan

kemudian akan difosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat (G6P). Terjadi

depolarisasi membran plasma dan aktivasi kanal kalsium akibat

penutupan kanal K+- ATP dependen. Hal ini terjadi karena proses

fosforilasi yang berlangsung membutuhkan ATP. Terbukanya kanal

kalsium menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler.

Peningkatan kalsium inilah yang menyebabkan terjadinya sekresi

insulin (Prabawati, 2012).

4. Pengaruh DM terhadap volume prostat

Selain faktor usia dan hormon, salah satu faktor risiko lain yang

dapat memicu terjadinya pertambahan ukuran kelenjar prostat adalah

penyakit DM. DM merupakan penyakit gangguan metabolik yang ditandai

dengan adanya hiperglikemia atau kadar glukosa dalam darah yang tinggi

serta resistensi insulin (Breyer dan Sarma, 2014). Glukosa darah yang

tinggi, memicu sel pankreas untuk mensekresi insulin lebih banyak

(Prabawati, 2012). Peningkatan kadar insulin dalam tubuh mempengaruhi

pertumbuhan kelenjar prostat sehingga terjadi pertambahan volume prostat

melalui aktivasi sinyal IGF, perubahan hormonal dalam, serta peningkatan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

konversi testosteron menjadi DHT yang dapat menstimulasi proliferasi sel

kelenjar prostat (Astrup, 2008; Breyer dan Sarma, 2014).

a. Aktivasi sinyal IGF

IGF axis menjadi salah satu komponen yang meregulasi

pertumbuhan fisiologis dan patofisiologis banyak organ termasuk juga

kelenjar prostat. IGF merupakan suatu hormon peptida yang memiliki

struktur yang mirip dengan insulin (Kemp, 2011). Hormon ini memiliki

fungsi sama seperti insulin yaitu menstimulasi proliferasi dan

diferensiasi jaringan. Dalam sirkulasinya di dalam darah, hormon ini

berikatan dengan suatu IGFBP (insulin-like growth factor binding

protein). Ikatan antara IGF-IGFBP dapat mencegah terjadinya

proliferasi sel dan hipoglikemi. IGF dalam memberikan efek

pertumbuhan pada target sel harus berikatan dengan reseptor IGF yang

terdapat di permukaan sel target. Selain berikatan dengan reseptor IGF

di permukaan sel, IGF dapat juga berikatan dengan reseptor insulin

sehingga menimbulkan efek hipoglikemi. Sebaliknya, insulin juga dapat

berikatan dengan reseptor IGF dan memberikan efek pertumbuhan pada

sel (Kemp, 2011). Karena kelenjar prostat memiliki struktural reseptor

IGF dalam permukaan selnya, selain berikatan dengan IGF, insulin

dapat berikatan dengan reseptor IGF dan memasuki sel prostat. Hal

tersebut akan mengaktivasi reseptor untuk menginduksi pertumbuhan

dan proliferasi sel prostat (Brayer dan Sarma, 2014).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Perubahan hormonal

Perubahan hormonal terjadi akibat peningkatan transkripsi gen

dan translasi protein serta metabolisme sex hormone oleh

insulin.keadaan hiperinsulinemia dapat menyebabkna penurunan sex

hormone-binding globulin dan penurunan IGFBP-1. Penurunan SHBG

menyebabkan peningkatan jumlah sex hormone yang memasuki sel

prostat dan memicu pertumbuhan sel. Selain itu, penurunan SHBG

dapat menyebabkan peningkatan rasio antara estrogen dan testosteron

(Brayer dan Sarma, 2014).

c. Peningkatan konversi testosteron menjadi DHT

DHT merupakan metabolit androgen yang memiliki peran

penting dalam pertambahan ukuran kelenjar prostat. Adanya

peningkatan konversi hormon testosteron menjadi DHT menyebabkan

DHT yang dihasilkan lebih banyak sehingga terjadi peningkatan sinyal

untuk melakukan proliferasi sel bagi kelenjar prostat (Astrup, 2008).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Kerangka Pemikiran
Faktor risiko BPH:
Usia
Hormon androgen
Genetik
Hipertensi
Dislipidemia
Obesitas, BMI
Merokok
Diet
Diabetes

Hiperglikemia ( glukosa darah)

insulin (hiperinsulinemia)

aktivitas
aktivitas Perubahan DHT
Saraf
sinyal IGF Hormonal
simpatis

proliferasi
sel kelenjar
prostat

Volume
prostat

BPH/ LUTS

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran

Keterangan:

: diteliti : diteliti

: tidak diteliti : tidak diteliti


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Hipotesis

Pasien Benign Prostate Hyperplasia dengan Diabetes Mellitus memiliki

volume prostat lebih besar daripada pasien Benign Prostate Hyperplasia tanpa

Diabetes Mellitus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai