Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH AIK

MAMPU MEMAHAMI dan MENGAMALKAN HAJI

Disusun Oleh :

1. Aldela Trulianty : 21116013P


2. Alfitria Qinara : 21116014P
3. Reni Iswanti : 21116015P
4. Taufik Hidayatullah : 21116016P

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan
yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat
bagi seluruh alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata
kuliah AIK II dengan judul Memahami dan Mengamalkan Haji.. Disamping itu, kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Sulaiman selaku dosen mata kuliah
psikososial dan budaya dalam keperawatan yang telah membantu kami selama pembuatan
makalah ini berlangsung sehingga terealisasikanlah makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan jangan
lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki.

Palembang, Maret 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Tujuan.......................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................3

2.1 Pengertian Haji..........................................................................................3

2.2 Hakekat Haji.............................................................................................4

2.3 Sejarah Haji...............................................................................................5

2.4 Mencapai Haji Mabrur..............................................................................6

2.5 Hikmah Haji Dalam Berbagai Aspek........................................................6

2.6 Makna Spiritual Haji Bagi Kehidupan Sosial...........................................6

BAB III TELAAH JURNAL................................................................................7

BAB IV KESIMPULAN....................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Haji adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah
syahadat, shalat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah
bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia
yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan
melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi
pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan
Dzulhijjah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa
dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah
ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang
Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar
jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10
Dzulhijjah. Masyarakat Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul
Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaan
ibadah haji ini.
Ibadah haji merupakan syariat yang ditetapkan oleh Allah
kepada Nabi Ibrahim. Dan hal ini juga diwajibkan kepada umat Islam
untuk menjalankan ibadah tersebut bagi mereka yang mampu.
Sebagaimana firmanAllah SWT.: Artinya: Dan permaklumkanlah
kepada seluruh manusia itu untuk melakukan ibadah haji, niscaya
mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, mengendarai
onta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. (QS.
Al Hajj: 27).
Setiap orang Islam tentu mendambakan untuk menunaikan
ibadah haji untuk memenuhi rukun Islam yang kelima, bagi umat
Islam yang bermukim disekitar tanah Arab, pergi menunaikan haji
mungkin tidak menjadi masalah karena kedekatan tempat tinggal
mereka. Tetapi bagi umat Islam yang berada di Asia Tenggara (Cina,
Jepang, Malaysia, Indonesia dan lain sebagainya), perjalanan ke
Makkah merupakan pengembaraan yang mengagumkan. Berbagai
cara ditempuh baik dengan kapal laut yang memakan waktu yang
berminggu-minggu, berjalan kaki atau naik kendaraan darat yang
memakan waktu yang berbulan-bulan. Sekarang dengan bertambah
majunya ilmu pengetahuan dan makin lancarnya transportasi
kemudahan sudah banyak didapatkan.

Walaupun jamaah haji yang bertemu di Baitullah (rumah Allah)


sama-sama memiliki niat yang semata-mata untuk beribadah, namun
atsar (bekas) ibadah tersebut bagi tiap person tidaklah sama, karena Nabi
SAW. bersabda: Kalian umatku lebih mengetahui urusan dunia, artinya
banyak cara menuju Baitullah sepanjang tidak melanggar syariat yang
telah
ditentukan Allah SWT. Kewajiban melaksanakan ibadah haji bagi umat
islam didasarkan
nash al-Quran yaitu firman Allah SWT: Artinya: Dan wajib atas manusia
untuk Allah mengunjungi Baitullah, yaitu manusia yang mempunyai
kesanggupan pergi kepada-Nya. (QS. Ali Imron: 97).

Kesanggupan atau yang dikatakan istithoah dalam ayat al-Quran


yang menjadi salah satu syarat wajib haji, barulah dipandang telah
berujud bagi orang yang menunaikan haji itu apabila telah terdapat hal-
hal yang di bawah ini:
1. Yang menghadapi perintah haji itu seorang yang mukallaf yang sehat
badan.
2. Perjalanan yang ditempuh aman dari segala bahaya, baik terhadap jiwa
atau harta.
3. Ada alat angkutan pulang pergi, baik darat, laut dan udara.
4. Memiliki pembelanjaan
Menurut pendapat jumhur ulama, bahwasanya orang yang sanggup
menunaikan ibadah haji, kemudian dia mengalami keuzuran, karena
sangat tua dan dia tidak mengerjakan hajinya diwaktu kuat, maka
haruslah hajinya itu dikerjakan oleh orang, karena ia sudah tak mungkin
lagi mengerjakan sendiri. Dia dipandang sama dengan orang yang telah
meninggal yang belum menunaikan ibadah haji. Haji orang yang
semacam ini dapat dikerjakan orang
lain atas namanya. Demikianlah pendapat jumhur, dalam masalah ini
mereka berdalil
dengan hadits disampaikan oleh Al Fadhal Ibnu Abbas, ujarnya :
Artinya: Seorang wanita dari golongan Khotam berkata: Ya Rasulullah
sesungguhnya difardhukan Allah atas hamba-hamba-Nya haji. Ayah saya
sangat tua tidak lagi sanggup duduk di atas kendaraan, apakah boleh
saya menunaikan ibadah haji atas namanya? Nabi menjawab: boleh.
Dari keterangan di atas jelas bahwa orang yang sudah berkewajiban
haji tapi karena sudah tua atau karena yang lainnya seperti sakit yang
tidak dapat bergerak itu boleh menyuruh orang lain untuk melakukan
hajinya.

Imam Ahmad tidak mewajibkan mengulangi haji bagi orang yang


sakit keras walaupun sembuh kembali. Hal ini ialah agar tidak
mengakibatkan dua kali haji. Kemudian menurut pendapat jumhur, bahwa
itu belum lagi cukup, karena ternyata harapannya akan sembuh belum
putus dan yang dilihat adalah akhir dari kesudahannya. Dalam hal ini
seorang ulama yang sangat terkenal Ibnu Hazm berpendapat yang
terdapat dalam kitab Al-Muhalla:
Artinya: Ibnu Hazm berkata: bahwa Nabi menganjurkan supaya
dikerjakan haji bagi orang yang tidak sanggup, baik dengan kendaraan
ataupun jalan kaki, dan Nabi menerangkan bahwa hutang kepada Allah
dapat dibayar orang lain. Maka hal itu mempunyai pengertian
bahwa hutang telah terbayar dan sah pembayarannya itu. Dengan tiada
keraguan sedikitpun, kita menetapkan bahwa segala sesuatu yang telah
terbayar dengan dikerjakan orang lain, maka sudah barang tentu tidak
lagi menjadi perbuatan yang masih di fardlu untuk dikerjakan lagi, kecuali
ada nash yang dimaksudkan. Andaikata harus diulangi, tentu Nabi
Muhammad SAW. Melarang yang demikian itu. Karenanya tidaklah perlu
lagi diulangi oleh yang bersangkutan, karena sudah dikerjakan orang
lain.

1.2 Rumusan Masalah


a. Memahami apa itu pengertian haji?
b. Memahami apa itu hakekat haji?
c. Mengetahui bagiamana sejarah haji?
d. Mengetahui bagaimana cara menjadi haji yang mabrur?
e. Mengetahui apa saja hikmah haji dalam berbagai aspek?
f. Memahami makna spiritual haji dalam berbagai aspek

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Haji


a. Menurut Bahasa
Haji (bahasa Arab: transliterasi: Hajj) adalah rukun Islam yang
kelima setelah syahadat, salat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji
adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia
yang mampu dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di
beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai
musim haji (bulan Zulhijah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang
bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.(Wikipedia.com, 2014)
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan
mengunjungi.[1] Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti
qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji
ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk
melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud
dengan tempat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan
Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud
dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal
sampai sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu
ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di
Mina, dan lain-lain.(wikipedia.com, 2014)

b. Menurut Syara
Allah SWT telah menjadikan suatu tempat yang dituju manusia setiap tahun. Allah
SWT berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat:125 yang berbunyi:
Artinya : Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul
bagi manusia dan tempat yang aman. (Q.S.Al-Baqoroh:125)
Di kalangan ulama fiqih mendefinisikan haji menurut syara adalah:
1. Menurut Abi al-Syuja didalam kitabnya Syarah Fath al-Qorib disebutkan
bahwa haji adalah:

menuju ke Baitul Haram untuk ibadah.
2. Menurut prof. K.H. Ali Yafie bahwa haji adalah ibadah yang sangat mulia sekaligus ibadah
yang sangat berat.
3. Menurut Sayyid Sabiq didalam kitabnya ialah:

11
Mengujungi mekkah untuk mengerjakan ibadah thawaf, sai, wukuf di
arafah, dan melakukan ibadah-ibadah lain untuk memenuhi perintah Allah
dengan mengharap keridhannya.
4. Menurut Wabah az-Zuhaily dalam kitabnya bahwa haji adalah:

12
Sengaja mengunjungi kabah, untuk menunaikan amal ibadah tertentu,
atau (dengan kata lain) mengunjungi tempat tertentu, pada masa
tertentu, dengan perbuatan (amal) tertentu.
Dari keterangan diatas, definisi haji menurut syara disimpulkan mengunjungi tempat dimana
kabah sebagai Baitullah berada untuk niat nusuk (Ibadah) dengan cara melaksanakan
rangkian perbuatan yakni: ihram, wukuf, thowaf, sai serta rangkian lainya, sehingga
sempurnalah segala rukun dan wajib haji. Dalam rangkian haji tersebut berkaitan denga
waktu tertentu, tempat tertentu, dan syarat-syarat tertentu juga. Sehingga sesuatu yang
dikerjakan diluar ketentuan-ketentuan diatas tidak dapat dinamakan ibadah haji.

2.2 Hakekat Haji


Hakekat haji menurut para Sufi adalah :
Haji itu wajib bagi setiap Muslim yang berakal sehat yang mampu
melaksanakannya dan telah mencapai kedewasaan. Haji itu adalah
memakai pakaian haji (ihram) pada tempat yang ditentukan, singgal di
Arafah, mengelilingi Kabah, dan berlari antara Shafa dan Marawah. Tidak
diperbolehkan memasuki kawasan suci tanpa berpakaian ihram. Kawasan
suci (haram) disebut demikian karena di situ terdapat Makam Ibrahim.
Ibrahim as mempunyai dua makam: makam badannya, yakni, Mekkah dan
makam ruhaninya, yakni, persahabatan (dengan Tuhan).
Barangsiapa mencari makam badaniahnya, dia harus menafikan
semua hawa nafsu dan kesenangan, memakai pakaian ihram, mencegah
dari perbuatan yang dihalalkan, mengendalikan sepenuhnya semua indra,
hadir di Arafah dan dari sana menuju Muzdalifah dan Masyar Al-Haram,
mengambil batu-batu dan mengelilingi Kabah, mengunjungi Mina dan
tinggal di sana tiga hari, melemparkan batu-batu dengan cara yang sudah
ditentukan, memotong rambutnya, melaksanakan kurban dan memakai
pakaian biasa (sehari-hari).

Tetapi barang siapa mencari makam ruhaniahnya, harus menafikan


pergaulan dengan sesamanya dan mengucapkan selamat tinggal kepada
kesenangan-kesenangan, dan tidak berpikir lain selain tentang Tuhan.
Kemudian dia harus singgah di Arafatnya makrifat dan dari sana pergi ke
Muzdalifahnya persahabatan, dan dari sini menyuruh hatinya untuk
mengelilingi Kabahnya penyucian Ilahi, dan melemparkan batu-batu
hawa nafsu dan pikiran-pikiran kotor di Mina keimanan, dan
mengorbankan jiwa rendahnya di altar musyahadat dan sampai pada
makam persahabatan. Memasuki makam badaniah berarti aman dari
musuh-musuh dan pedang-pedang mereka, tetapi memasuki makam
ruhaniah berarti aman dari keterpisahan (dari Tuhan) dan akibat-
akibatnya.
Muhammad bin Al-Fadhl mengatakan, Aku heran pada orang-orang
yang mencari Kabah-Nya di dunia ini. Mengapa meraka tidak berupaya
melakukan musyahadat tentang-NYa di dalam hati mereka? Tempat suci
kadangkala mereka capai dan kadangkala mereka tinggalkan, tetapi
musyahadat bisa mereka nikmati selalu. Jika mereka harus mengunjungi
batu (Kabah), yang dilihat hanya setahun sekali, sesungguhnya meraka
lebih harus mengunjungi Kabah hati, di mana Dia bisa dilihat tiga ratus
enam puluh kali sehari semalam. Tetapi setiap langkah mistikus adalah
simbol perjalanan menuju Mekkah, dan bilamana ia mencapai tempat suci
ia menerima jubah kehormatan, bagi setiap langkah.
Dan Abu Yazid mengatakan, Pada hajiku yang pertama aku hanya
melihat Kabah, kedua kalinya, aku melihat Kabah dan Tuhannya Kabah,
dan ketiga kalinya, aku hanya melihat Tuhan saja. Pendeknya, tempat
suci ada di mana musyahadat ada.
Karena itu, yang sebenarnya bernilai bukalah Kabah, melainkan
kontemplasi (musyahadat) dan pelenyapan (fana) di dalam istana
persabatan, dan melihat Kabah merupakan sebab tidak langsung. Tetapi,
kita harus tahu bahwa setiap sebab bergantung pada pencipta sebab-
sebab, dari tempat tersembunyi mana pun kuasa ilahi tampak, dan dari
mana pun keinginan si pencari bisa dipenuhi. Tujuan mistikus dengan
melintas belantara dan padang pasir bukanlah tempat suci itu sendiri.
Tujuan mereka adalah mujahadat dalam suatu kerinduan yang
membuat mereka tak bisa tenang, dan kelenyapan dalam cinta yang tak
pernah berakhir. Seseorang datang kepada Junayd. Junayd bertanya
kepadanya dari mana ia datang, Ia menjawab, Aku baru saja melakukan
ibadah haji.
Dari saat engkau permata kali berjalan dari rumahmu, apakah
engakau juga telah meninggalkan semua dosa? tanya Junayd.
Tidak, jawab orang itu.
Berarti, kata Junayd, engkau tidak mengadakan perjalanan. Di setiap
tahap dimana engkau beristirahat di malam hari, apakah engkau telah
melintas sebuah makam di jalan menuju Allah?
Tidak.
Berarti engkau tidak menempuh perjalanan tahap demi tahap. Ketika
engkau mengenakan pakaian ihram di tempat yang ditentukan, apakah
engkau membuang sifat-sifat manusiawi sebagaimana engkau
melepaskan pakaian-pakaian sehari-harimu?
Tidak.
Berarti engkau tidak mengenakan pakaian haji. Ketika engkau singgah di
Arafah, apakah telah singgah barang sebentar dalam musyahadat kepada
Tuhan?
Tidak.
Berarti engkau tidak singgah di Arafat. Ketika engkau pergi ke Muzdalifah
dan mencapai keinginanmu, apakah engkau sudah meniadakan semua
hawa nafsu?
Tidak.
Berarti engkau tidak pergi ke Muzdalifah. Ketika engkau mengelilingi
Kabah, apakah engkau sudah memandang keindahan non material Tuhan
di tempat suci?
Tidak
Berarti engaku tidak mengelilingi Kabah. Ketika engkau lari antar Shafa
dan Marwah, apakah engkau telah mencapai peringkat kesucian dan
kebajikan?
Tidak.
Berarti engakau tidak lari. Ketika engkau datang ke Mina, apakah semua
keinginanmu sirna?
Tidak.
Berarti engkau belum mengunjungi Mina. Ketika engkau sampai di
tempat penyembelihan dan melakukan kurban, apakah engkau telah
mengurbankan segala hawa nafsu?
Tidak.
Berarti engkau tidak berkurban. Ketika engkau melemparkan batu-batu,
apakah engkau telah melemparkan pikiran-pikiran hawa nafsu yang
menyertaimu?
Tidak.
Berarti engkau belum melemparkan batu-batu, dan engkau belum
melaksanakan ibadah haji. Kembalilah dan lakukan ibadah haji seperti
yang telah kugambarkan supaya engkau bisa sampai pada makam
ibrahim.

Selanjutnya, haji ada dua macam :


1. dalam ketidakhadiran (dari Tuhan) dan
2. dalam kehadiran (bersama Tuhan).
Sesesorang yang tidak hadir dari Tuhan di Mekkah, maka ia dalam
kedudukan yang seolah-olah ia tidak hadir dari Tuhan di rumahnya sendiri,
dan seseorang yang hadir bersama Tuhan di rumahnya sendiri, maka ia
berada dalam kedudukan yang seolah-olah ia hadir bersama Tuhan di
Mekkah.
Haji adalah suatu tindakan mujahadat untuk memperoleh
musyahadat, dan mujahadat tidak menjadi sebab langsung musyahadat
melainkan hanya sarana untuk mencapai musyahadat. Maka dari itu,
karena sarana tidak mempunyai pengaruh lebih jauh atas realitas segala
hal, tujuan haji yang sebenarnya bukanlah mengunjungi Kabah,
melainkan untuk memperoleh musyahadat tentang Tuhan.

2.3 Sejarah Haji


Orang-orang Arab pada zaman jahiliyah telah mengenal ibadah haji
ini yang mereka warisi dari nenek moyang terdahulu dengan melakukan
perubahan disana-sini. Akan tetapi, bentuk umum pelaksanaannya masih
tetap ada, seperti thawaf, sa'i, wukuf, dan melontar jumrah. Hanya saja
pelaksanaannya banyak yang tidak sesuai lagi dengan syariat yang
sebenarnya. Untuk itu, Islam datang dan memperbaiki segi-segi yang
salah dan tetap menjalankan apa-apa yang telah sesuai dengan petunjuk
syara' (syariat), sebagaimana yang diatur dalam al-Qur'an dan sunnah
rasul.[2] Latar belakang ibadah haji ini juga didasarkan pada ibadah serupa
yang dilaksanakan oleh nabi-nabi dalam agama Islam, terutama nabi
Ibrahim (nabinya agama Tauhid). Ritual thawaf didasarkan pada ibadah
serupa yang dilaksanakan oleh umat-umat sebelum nabi Ibarahim. Ritual
sa'i, yakni berlari antara bukit Shafa dan Marwah (daerah agak tinggi di
sekitar Ka'bah yang sudah menjadi satu kesatuan Masjid Al Haram,
Makkah), juga didasarkan untuk mengenang ritual istri kedua nabi Ibrahim
ketika mencari susu untuk anaknya nabi Ismail. Sementara wukuf di
Arafah adalah ritual untuk mengenang tempat bertemunya nabi Adam
dan Siti Hawa di muka bumi, yaitu asal mula dari kelahiran seluruh umat
manusia.( Wikipedia, 2014).
Sejarah Haji dalam Islam bermula dari ribuan tahun yang lalu. Pada
masa Nabi Ibrahim AS (1861 1686 SM), yang merupakan keturunan Sam
Bin Nuh AS (3900 2900 SM). Literatur-literatur yang ada dalam khasanah
Islam menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim AS lahir di Ur-Kasdim, sebuah kota
penting di Mesopotamia, selanjutnya Nabi Ibrahim tinggal di sebuah
lembah di negeri Syam.
Ketika sudah memasuki usia senja, Nabi Ibrahim belum juga
dikaruniai keturunan. Sang istri (Sarah) sangat sedih melihat keadaan ini
dan meminta Nabi Ibrahim untuk menikahi Hajar. dari Hajar inilah Allah
mengkaruniai Ibrahim seorang anak bernama Ismail. Dan Sarah tidak
mampu memendam rasa pilunya karena tidak mendapatkan keturunan
sepanjang perkawinannya dengan Nabi Ibrahim AS.
Nabi Ibrahim AS kemudian mengadukan permasalahannya kepada
Allah. Lalu Allah perintahkan Nabi Ibrahim membawa Ismail bersama
Hajar untuk menjauh dari Sarah. Nabi Ibrahimpun bertanya : Yaa Allah,
kemana aku harus membawa keluargaku ?
Allah berfirman : Bawalah ke tanah Haram-Ku dan pengawasan-Ku,
yang merupakan daratan pertama Aku ciptakan di permukaan bumi yaitu
Mekkah.
Lalu malaikat Jibril AS turun kebumi membawa kendaraan cepat.
Kemudian Jibril membawa Hajar, Ismail dan Nabi Ibrahim AS. Setiap kali
Nabi Ibrahim AS melewati suatu tempat yang memiliki ladang kurma yang
subur, ia selalu meminta Jibril untuk berhenti sejenak. Tetapi Jibril selalu
menjawab, teruskan lagi dan teruskan lagi. Sehingga akhirnya
sampailah di Mekkah dan Jibril mereka di posisi Kabah, dibawah sebuah
pohon yang cukup melindungi Hajar dan anaknya Ismail dari terik
matahari.
Selanjutnya Nabi Ibrahim AS bermaksud pulang kembali ke negeri
Syam menemui Sarah istri pertamanya. Hajar merasa sedih karena akan
ditinggalkan oleh suami tercintanya. Mengapa menempatkan kami disini.
Tempat yang sunyi dari manusia , hanya gurun pasir, tiada air dan tiada
tumbuh-tumbuhan ? tanya Hajar sambil memeluk erat bayinya, Ismail.
Ibrahim menjawab: Sesungguhnya Allah yang memerintahkanku
menempatkan kalian di sini.
Lalu Ibrahim beranjak pergi meninggalkan mereka. Sehingga sampai
di bukit Kuday yang mempunyai lembah, Ibrahim berhenti sejenak dan
melihat kepada keluarga yang ditinggalkannya. Dia lalu berdoa, seperti
yang diabadikan dalam Al Quran. Allah berfirman mengulangi doa Nabi
Ibrahim AS : Yaa Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan
sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-
tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Yaa Tuhan
Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah
hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka
rizki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS
Ibrahim : 37)

Setelah Nabi Ibrahim AS pergi, tinggallah Hajar bersama bayinya


Ismail. Ketika sinar matahari mulai menyengat, bayi Ismail menangis
kahausan. hajarpun panik mencari air. naluri keibuannya berusaha gigih
mencari air. Awalnya hajar naik ke bukit Shafa, tetapi tidak menemukan
air. Lalu ia pergi lagi ke bukit Marwa dan disanapun tidak menemukan air.
Hajar mulai panik dan putus asa sehingga tidak menyadari bahwa telah
tujuh kali berlali bolak balik antara bukit Shafa dan Marwa. Namun ia
tetap tidak menemukan air diantara dua tempat tersebut.
Akhirnya dari bukit Marwa, hajar melihat ke arah Ismail. Dia heran,
bayinya tiba-tiba berhenti menangis. Hajarpun melihat air mengalir dari
bawah kaki Ismail. Hajar berlari dengan girang ke arah tempat bayinya.
Dia berusaha menggali pasir, membendung air yang mengalir tersebut
sambil melafazkan kalimat ZAM ZAM (menampung). Sejak saat itu
hingga sekarang, mata air tersebut dikenal di seluruh penjuru dunia
sebagai sumur Zam Zam.
Berselang beberapa waktu kemudian, lewatlah kabilah Jurhum di
sekitar tempat itu. Ketika berada di bukit Arofah, mereka melihat
kerumunan burung-burung beterbangan di atas udara. Mereka yakin
disana pasti ada sumber air. Mereka segera mendekati tempat tersebut.
Setelah sampai, mereka terkesima melihat seorang wanita bersama
bayinya duduk di bawah pohon dekat sumber air tersebut. Kepala suku
Jurhum bertanya kepada Hajar : Siapakah anda dan siapakah bayi mungil
yang ada dalam gendongan anda itu ? Hajar menjawab : Saya adalah
ibu dari bayi ini. Ia anak kandung dari Ibrahin AS yang diperintahkan oleh
Tuhannya menempatkan kami di wadi ini.
Lalu kepala suku Jurhum meminta izin tinggal berseberangan
dengannya. Hajar menjawab : Tunggulah sampai Ibrahim datang. Saya
akan meminta izin kepadanya.
Tiga hari kemudian, Nabi Ibrahim AS datang melihat kondisi anak
dan istrinya. Hajar meminta izin kepada Ibrahim agar Kabilah Jurhum bisa
menjadi tetangganya. Nabi Ibrahimpun memberi izin dan Kabilah Jurhum
menjadi tetangga Hajar dan Ismail di tempat itu. Pada kesempatan
berziarah selanjutnya, Ibrahim menyaksikan tempat itu sudah ramai oleh
keturunan bangsa Jurhum dan Nabi Ibrahim merasa senang melihat
perkembangan itu.
Hajar hidup rukun dengan bangsa Jurhum hingga Ismail mencapai
usia remaja. Selanjutnya Allah SWT memerintahkan kepadaIbrahim untuk
membangun Kabah pada posisi Qubah yang telah Allah turunkan kepada
nabi Adam AS. Tetapi Nabi Ibrahim tidak mengetahui posisi Qubah itu,
karena Qubah tersebut telah diangkat lagi oleh Allah ketika terjadi
peristiwa banjir besar di bumi pada masa Nabi Nuh AS. Kemudian Allah
mengutus Jibril untuk menunjukkan kepada Ibrahim posisi Kabah.
Kemudian Jibril datang membawa beberapa bagian Kabah dari
surga. Dan pemuda Ismail membantu ayahandanya mengangkat batu-
batu dari bukit.
Kemudian Nabi Ibrahin dan Ismail bekerja membangun Kabah
sampai ketinggian 7 hasta. Jibril lalu menunjukkan kepada mereka posisi
Hajar aswad. Kemudian Nabi Ibrahim meletakkan Hajar Aswad pada
posisinya semula. lalu Ibrahim membuatkan 2 pintu kabah. Pintu pertama
terbuka ke timur dan pintu kedua terbuka ke barat.
Ketika selesai pembangunan Kabah, Nabi Ibrahim dan Ismail
melakukan ibadah haji. Pada tanggal 8 Dzulhijjah Jibril turun menemui dan
menyampaikan pesan kepada Ibrahim. Jibril meminta Nabi Ibrahim
mendistribusikan air zam zam ke beberapa tempat seperti Mina dan
Arafah. Maka hari itu disebut dengan dengan hari Tarwiyyah
(pendistribusian air). Setelah selesai pembangunan Baitullah dan
pendistribusian air tersebut, maka Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah yang
tercantum dalam Al Quran :
Dan (ingatlah) ketika Nabi Ibrahim berdoa : Yaa Tuhanku.
jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa dan berikanlah riski dari
buah-buahankepada penduduknya yang beriman di antara mereka
kepada Allah dan hari kemdian. Allah berfirman : Dan kepada orang
yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia
menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. (QS. Al
Baqarah : 126)
Sejak itu,kaum Muslimin melaksanakan ritual haji untuk berziarah ke
Kabah setiap tahun. Ini mengikuti risalah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail
as, serta risalah para Nabi dan Rosul setelah keduanya. Ritual suci ini
berlangsung terus seperti pelaksanaan yang pernah dilakukan oleh
Ibrahim dan Ismail. Namun pada periode tokoh Mekkah Ammarbin Luha,
ritual haji mulai terkotori dengan kahadiran patung dan berhala.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika
umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada
tanggal 9 Dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar
batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Masyarakat Indonesia
lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena
bersamaan dengan perayaan ibadah haji ini.

2.4 Menjadi Haji yang Mabrur

Impian terbesar seluruh jamaah haji adalah ibadahnya diterima oleh Allah dan hajinya
menjadi haji yang mabrur. Meraih haji mabrur harus Anda perjuangkan. Karena balasan
haji mabrur adalah surga dambaan setiap umat Islam

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ahu bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda : Umroh ke umroh berikutnya merupakan pelebur dosa antara keduanya, dan tiada
balasan bagi haji mabrur melainkan surga [HR Bukhari : 1683, Muslim : 1349]

Haji Mabrur memiliki beberapa kriteria.


Untuk meraih haji mabrur, ada beberapa kriteria yang harus Anda penuhi, yaitu

1. Ikhlas.

Seorang hanya mengharap pahala Allah, bukan untuk pamer, kebanggaan, atau agar
dipanggil pak haji atau bu haji oleh masyarakat.
Artinya : Mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan penuh
keikhlasan [Al-Bayyinnah : 5]

2. Ittiba kepda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.

Dia berhaji sesuai dengan tata cara haji yang dipraktekkan oleh Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam dan menjauhi pekara-perkara bidah dalam haji. Beliau Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda.

Artinya : Contohlah cara manasik hajiku [HR Muslim : 1297]

3. Harta untuk berangkat haji adalah harta yang halal.

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

Artinya : Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima kecuali dari yang baik
[HR Muslim : 1015]

4. Menjauhi segala kemaksiatan, kebidahan dan penyimpangan

Artinya : Barangsiapa menetapkan niatnya untuk haji di bulan itu maka tidak boleh
rafats (berkata-kata tidak senonoh), berbuat fasik, dan berbantah-bantahan pada masa
haji..[Al-Baqarah : 197]

5. Berakhlak baik antar sesama, tawadhu dalam bergaul, dan suka membantu
kebutuhan saudara lainnya.

Alangkah bagusnya ucapan Ibnul Abdil Barr rahimahullah dalam At-Tamhid (22/39) :
Adapun haji mabrur, yaitu haji yang tiada riya dan sumah di dalamnya, tiada
kefasikan, dan dari harta yang halal [Lathoiful Maarif Ibnu Rajab hal. 410-419,
Masail Yaktsuru Sual Anha Abdullah bin Sholih Al-Fauzan : 12-13]

2.5 Hikmah Haji dalam Berbagai Aspek

1. Kepatuhan dan penyerahan kepada Allah semata.


Hikmah utama dari ibadah haji adalah sebagai bentuk Kepatuhan dan
penyerahan diri kepada Allah. Ketika Allah memanggil kita, maka kita bergegas
memenuhi panggilan tersebut walaupun harus menempuh perjalanan jauh dengan
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, meluangkan waktu yang sangat berharga
dan meninggalkan keluarga dan harta benda. Dengan demikian seorang haji akan
selalu siap bila Allah memerintahkannya menjalankan tugas luhur dari Allah
karena untuk memenuhi tugas yang sulitpun kita telah bersedia datang memenuhi
panggilannya.

2. Meningkatkan kedisiplinan.

Selama di tanah suci, jamaah haji dibiasakan untuk disiplin melaksanakan


semua ritual haji dan sholat secara berjamaah di awal waktu dengan bersemangat.
Kebiasaan disiplin tersebut diharapkan dapat melekat dalam kehidupan
selanjutnya. Hasan al-Bashari berkata: Bersegerah, bersegeralah, sesungguhnya
itulah napasmu, jika telah dihisab niscaya ia akan terputus darimu amal ibadahmu
yang dengannya kamu mendekatkan diri kepada Allah swt, semoga Allah swt
memberikan rahmat-Nya kepada seseorang yang merenungkan dirinya dan
menangisi dosanya, kemudian ia membaca firman Allah swt:

karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk


mereka dengan perhitungan yang teliti (QS. Maryam: 84),

3. Senantiasa Mengingat Kematian

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: [Kematian ini menahan penduduk
dunia dari kenikmatan dunia dan perhiasaannya yang mereka nikmati, sehingga
tatkala mereka dalam keadaan seperti itu kematian datang menjemputnya, maka
celaka dan merugilah orang yang tidak takut mati dan tidak mengingatnya di saat
senang sehingga dapat memberikan kebaikan yang akan didapatinya setelah ia
meninggalkan dunia dan para penghuninya].

4. Senantiasa memperbanyak berdoa kepada Allah swt,


Agar dia selalu menetapkan kita dalam ketaatan, meluruskan langkah dan
senantiasa menjalani jalur agama-Nya yang benar. Rasulullah saw memperbanyak
doa kepada Allah swt agar menetapkannya di atas agama-Nya, Kebanyakan doa
beliau adalah Wahai Dzat Yang membolak-balikan hati, tetapkanlah hatiku
berada diatas agama-Mu

5. Motivasi peningkatan diri.

Ibadah haji akan menumbuhkan motivasi untuk memperbaiki diri. Seseorang


yang bergelimang dosa, sering putus asa dengan dosa-dosanya sehingga sering
merasa sudah terlanjur dengan dosanya. Dengan jaminan Allah bahwa Haji akan
menghapus dosa, seolah-olah kita disegarkan kembali, sehingga akan termotivasi
untuk menjaga diri agar tidak membuat dosa lagi.

6. Menumbuhkan jiwa sabar

Kondisi yang dihadapi selama pelaksanaan ibadah haji akan menumbuhkan


jiwa sabar. Dalam kondisi hampir 4 juta manusia berkumpul pada satu saat dan
satu tempat maka fasilitas yang ada menjadi sangat terbatas. Setiap aktivitas
membutuhkan kesabaran yang tinggi, mulai dari antri makan, ke toilet, dll.

Setelah berhaji kita harus sabar dalam ketaatan ketika meneruskan perjalanan
hidup dan bersabar pula dalam meninggalkan maksiat, karena sesungguhnya
bersabar dalam melaksanakan ibadah dan meninggalkan maksiat merupakan
tingkatan sabar yang tertinggi. Sesungguhnya kesudahan bagi orang-orang yang
bersabar adalah surga:

Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Rabbnya, mendirikan


shalat, dan menafkahkan sebagian rejeki yang Kami berikan kepada mereka,
secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan;
orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (yaitu) surga
Adn yang mereka masuk kedalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang
saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-
malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil
mengucapkan):Salamun alaikum bima shabartum.Maka alangkah baiknya
tempat kesudahan itu (QS. Ar-Raad:22-24)

7. Menumbuhkan Solidaritas dan kebersamaan.

Berkumpulnya ummat Islam dari seluruh dunia pada satu saat di satu tempat
menumbuhkan jiwa solidaritas & kebersamaan. Kita akan bertemu dengan saudara
Muslim dari seluruh dunia dalam kesederhanaan dan keberagaman. Kapan lagi
bertemu dengan Muslim dari Kosovo, Uzbekistan, Kazakhstan, Mali, Nigeria,
Bosnia Herzegovina, Turki, Kirgistan, China, India, Pakistan, Bangladesh,
Afganistan. Walaupun ada perbedaan dalam tata cara ibadah, namun tidak
membuat ikatan persaudaraan sesama muslim menjadi terhambat.

8. Menjiwai perjuangan para rasul.


Di Tanah suci kita akan mengunjungi tempat-tempat bersejarah para nabi dan
rasul. Dengan menyaksikan tempat-tempat tersebut dan mempelajari sepak terjang
mereka maka kita akan sampai pada tahapan ainul yakin dan haqul yakin sehingga
menginspirasi kita untuk belajar dari para pendahulu.
Ibadah haji penuh dengan gerakan dari satu tempat menuju tempat lain. Dari
Miqat menuju Arafah, dari Arafah menuju Muzdalifah, dari Muzdalifah menuju
Mina. Haji merupakan gerakan bukan sekedar perjalanan. Bila perjalanan akan
sampai pada ujung, maka haji adalah sasaran yang berusaha kita dekati, bukan
tujuan yang kita capai. Untuk menuju Allah ada 3 fase yang harus dilalui : Arafah,
Masyar (Muzdalifah) dan Mina. Arafah berarti Pengetahuan, Mayar berari
Kesadaran dan Mina berarti Cina dan keimanan. Arafah melambangkan
penciptaan manusia dan tempat pertemuan Adam dan Hawa, di sanalah mereka
saling berkenalan.
Berkumpulnya ummat Islam sedunia melaksanakan Ibadah haji merupakan
sarana dan media efektif untuk meningkatkan dakwah Islamiyah dan
mempersatukan ummat manusia dalam satu panji Islam yang akan menggentarkan
musuh-musuhnya.

2.6 Makna Spiritual Haji Dalam Berbagai Aspek

Haji adalah ibadah yang sangat monumental dalam kehidupan seorang muslim.
Bahkan dalam literatur Islam disebut dengan ibadah paripurna atau puncak pencapaian
spiritual manusia. Sebab, ibadah haji melibatkan semua aspek, mulai dari materi, fisik
maupun psikis. Kolaborasi ketiga hal ini menjadi prasyarat penting bagi muslim yang ingin
menunaikan haji ke Baitullah.

Ali Syariati dalam bukunya Hajj: Reflection on its Rituals memberikan refleksi bahwa
haji adalah sebuah simbol. Semakin dalam engkau menyelami lautan ini, semakin jauh
engkau dari tepiannya. Haji adalah samudera tak bertepi. Artinya, haji sarat dengan makna
spiritual yang mendalam di balik ritualsimbolnya.
Pertama, thawaf, yakni mengitari Kabah sebanyak tujuh kali melawan arah jarum jam.
Thawaf adalah simbol bahwa alam ini tidak berhenti bergerak. Manusia yang ingin eksis
adalah yang manusia yang selalu bergerak. Maknanya, bergerak adalah entitas kehidupan.
Berhenti bergerak sama dengan kematian. Kualitas seseorang ditentukan oleh gerak dirinya
ke arah yang memberi gerak. Bergerak ke pusat orbitnya. Dalam konteks kehidupan,
seseorang yang haji adalah pribadi yang bergerak dalam mengejewantahkan nilai-nilai
ketuhanan di muka bumi. Bergerak dari perilaku maksiat menuju perilaku yang penuh
rahmat. Karena dengan bergerak ke arah tuhanlah kita akan selamat di belantara kehidupan
ini. Sebaliknya, berhenti bergerak adalah statis dan itu sejatinya mati,walau tanpa dikebumi.

Kedua, sai yaitu berlari-lari kecil antara bukit Safa dan Marwa. Hal ini dilakukan
ketika Siti Hajar sangat membutuhkan air. Berdua dengan Ismail yang masih kecil di tempat
yang asing dan tidak ada sumber kehidupan. Sebuah tantangan kehidupan yang teramat
berat. Siti Hajar berlari berulang kali mencari sumber air. Ketika sampai di Marwa, ia
melihat air di Safa, ketika sampai di Safa, ia melihat air di Marwa. Ternyata yang dilihatnya
itu adalah fatamorgana. Namun, tanpa disangka muncullah air dikaki Ismail, yang sekarang
kita kenal dengan nama air Zam-Zam. Perilaku Siti Hajar ini memberikan gambaran, bahwa
untuk menggapai kejayaan hidup perlu usaha yang sungguh-sungguh dan maksimal.
Kendatipundemikian, keputusan akhir ada ditangan Allah, manusia hanya diperintahkan
berusaha.

Ketiga, melontar Jumrah. Ritual ini didasarkan kepada perilaku Ibrahim yang
melempar setan ketika ingin menunaikan perintah Allah. Setan adalah simbol yang
menggagalkan manusia untuk taat kepada Allah. Dan itu harus dilawan dan dikeluarkan dari
diri manusia. Wajah setanpada manusia terkadang muncul dalam berbagai personifikasi. Bagi
orang yang berlimpah harta, setannya adalah perilaku Qarun. Bagi yang memiliki jabatan dan
kekuasaan setannya adalah sifat Firaun dan bagi yang intelektual adalah perilaku Balam.
Maknanya, wajah-wajah setan itu harus dibuangjauh dari kehidupan, agar kita tidak terjebak
dalam labirin kesesatan.

Keempat, wukuf di Padang Arafah. Dalam Islam di daerah inilah dipertemukannnya


Adam dan Hawa dan melakukan taubat kepada Allah. Ungkapan taubatnya, Allah ungkap
dalam surah Al-Araf ayat 23 Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan
jika engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami
termasuk orang-orang yang merugi. Padang Arafah dikenal sebagai miniaturnya Padang
Mahsar. Jutaan jemaah haji dari seluruh dunia berkumpul di tempat ini. Tak ada beda antara
pejabat dan rakyat, antara yang kaya dan miskin, dan tak ada sekat-sekat negara bangsa.

Yang ada hanya manusia sebagai makhluk Allah.


Ibadah haji membangkitkan kesadaran bahwa kitakecil dihadapan Allah. Sehingga tidak ada
yang perlu disombongkan. Kita diajak untuk lebih menyelamidiri, sebagaimana asal kata
Arafah yang bermakna mengenal diri. Dalil yang terkenal dikalangan sufi man arafa
nafsahu faqad arafah robbahu. Siapa yang kenal dirinya akan kenal siapa tuhannya. Wukuf
hakikatnya untuk menyadarkan, siapa, dari mana, dan akan kemana kita.

Sebagai sebuah ibadah yang sarat dengan simbol dan makna spiritual, sejatinya harus
dipahami dengan benar oleh jemaah calon haji. Sebab dengan mengerti, memahami dan
menghayati makna tersirat dari yang tersuratlah ibadah haji akan bermakna. Berhaji dengan
ritual fisik tanpa memahami makna, sama dengan ritual ulangan yang jauh dari nilai
religiusitas dan keringmakna.
Oleh karena itu, seorang yang bergelar haji diharapkan menjadi agen perubahan untuk
membawa manusia ke arah yang baik. Mampu memahami makna hidup dengan benar. Tentu
perilaku dan tindak tanduknya secara kualitatif-kuantitatif menjadi baik. Akan menjadi
antiklimaks apabila haji hanya dipahami sebagai ibadah simbol dan tidak termanifestasi
dalam realitas kehidupan. Haji memang dilakukan di Tanah Suci tapi sejatinya haji bagi
jemaah haji Indonesia itu ada di TanahAir. Rukun dan syaratnya dilakukan di Makkah, tapi
aplikasi haji itu di Indonesia.Itulah sesungguhnya makna spiritual ibadah haji, bukan hanya
sekedar bergelar haji atau hajjah.Wallahu alam.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Haji adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat, shalat,
zakat dan puasa.Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang
dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan)
dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab
Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah).
Haji adalah salah satu rukun islam, haji adalah ibadah yang tergabung padanya
antara amalan badan dan pengorbanan harta, dan haji adalah salah satu ibadah yang
paling agung, yang memiliki kandungan makna, dan hikmah yang sangat luas lagi
mendalam
3.2 Saran
Bagi umat islam yang hendak melaksanakan ibadah haji, sebaiknya
mempersiapkan diri baik secara fisik maupun mental atau spiritual sebab ibadah haji
merupakan ibadah yang sangat menguras tenaga disamping mental dan bathin

DAFTAR PUSTAKA

Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi ,1998. Pedoman Haji, Semarang : PT. Pustaka
Rizki Putra
Asy-Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazy, 1991. Fath-Hul Qarib, Surabaya : Al-Hidayah.
Shihab, M. Quraish, 2000. Haji, Bandung : Mizan.
Abidin, Slamet, 1998. Fiqih Ibadah, Bandung : CV. Pustaka Setia.
SH, Andy lolo Tonang, H. 1989. Bimbingan ManasikZiarah dan Perjalanan Haji,
Departemen Agama.
Rasjid, H. sulaiman, 2001. Fiqih Islam, Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo.
http://id.wikipedia.org/wiki/Tawaf
Rasjid, H. Sulaiman, 1954. Fiqih Islam, , jakarta: Attahiriyah
Karman. H, 2001. Materi Pendidikan Agama Islam, bandung : PT Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai