Anda di halaman 1dari 8

Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan peningkatan glukosa

darah. Kondisi ini disebabkan kekurangan insulin atau kerja insulin mengalami
gangguan yang menyebabkan terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein. Terapi diet adalah treatment dasar untuk diabetes. Kebutuhan nutrisi
penderita diabetes sama seperti non-diabetes, tetapi asupan gizi harus dikontrol dan
dimonitor. Terdapat 3 aspek diet untuk penderita diabetes yaitu 1) asupan energy
tergantung dari status penderita, 2) diet khusus bagi penderita yang memiliki efek
hipoglikemik atau yang berpotensi terjadinya komplikasi 3) penjadwalan diet untuk
menghindari beban glukosa yang tidak terkendali.

Respon glikemik merupakan kondisi fisiologis kadar glukosa darah selama


periode tertentu setelah seseorang mengonsumsi pangan (Arif dkk, 2013). GI atau
Glycemix Index adalah mengukur seberapa cepat karbohidrat memberikan efek
pada kadar glukosa darah setelah makanan dikonsumsi. Karbohidrat yang terpecah
selama pencernaan memiliki nilai GI yang tinggi dan respon glukosa darah yang
cepat dan tinggi. Ketika karbohidrat tercerna lambat, pelepasan glukosa secara
sedikit demi sedikit ke aliran darah maka memiliki nilai GI yang rendah.

Nilai GI dihitung berdasarkan perbandingan antara luas kurva kenaikan


glukosa darah setelah mengonsumsi pangan yang diuji dengan kenaikan glukosa
darah setelah mengonsumsi pangan rujukan terstandar, sepeti glukosa atau roti
tawar. Respon glikemik ditunjukkan oleh kurva fluktuasi dari penyerapan glukosa
dalam darah. Kurva fluktuasi dan area di bawah kurva tersebut dijadikan acuan
dalam perhitungan nilai GI suatu produk pangan (Arif dkk, 2013).

Pangan ber GI rendah mengalami proses pencernaan lambat, sehingga laju


pengosongan perut pun berlangsung lambat. Hal ini menyebabkan suspense
pangan (chyme) lebih lambat mencapai usus kecil, sehingga penyerapan glukosa
pada usus kecil menjadi lambat. Akhirnya fluktuasi kadar glukosa darah pun relative
kecil yang ditunjukkan dengan kurva respon glikemik yang landai. Sebaliknya,
pangan ber-GI tinggi mencirikan laju pengosongan perut, pencernaan karbohidrat,
dan penyerapan glukosa berlangsung cepat, sehingga fluktuasi kadar glukosa darah
juga relative tinggi. Hal tersebut karena penyerapan glukosa sebagian besar hanya
terjadi pada usus kecil bagian atas (Arif dkk, 2013).
Ubi jalar merupakan bahan pangan tinggi oligosakarida dan serat pangan.
Komponen tersebut menyumbang nilai GI pada produk. Metode pengolahan juga
memberikan efek pada nilai GI produk. Bahan pangan dibagi menjadi 3 kelompok
GI: nilai GI rendah 55, medium GI 55-69, dan high GI 70. Dengan nilai GI yang
rendah memberikan manfaat untuk mengontrol penyakit seperti diabetes mellitus
dan penyakit kardiovaskuler. Ubi jalar merupakan bahan pangan tinggi oligosakarida
dan serat pangan. Kandungan pati pada ubi jalar sekitar 72-93% dengan berat
kering. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ubi jalar merupakan sumber yang
karbohidrat kompleks dan energy yang baik.

Karbohidrat adalah faktor utama yang memberikan efek pada GI pangan.


Namun, protein dan lemak juga berkontribusi dalam memberikan respon glikemik.
Diet tinggi protein dan lemak akan menurunkan respon glikemik. Lemak cenderung
untuk menunda pengosongan perut, sehingga laju pencernaan di usus halus juga
akan rendah. Menurut Arif dkk (2013) protein tinggi diduga merangsang sekresi
insulin sehingga glukosa dalam darah tidak berlebih dan terkendali. Oleh karena itu,
pangan dengan tinggi lemak dan protein akan menurunkan respon glikemik. Secara
umum, pangan yang mudah tercerna akan meningkatkan glukosa dalam darah.
Ketika glukosa darah meningkat akan memberikan sinyal kepada pancreas untuk
menghasilkan insulin dan akan menurunkan glukosa darah.

Komposisi karbohidrat diantaranya yaitu pati, pati resisten dan gula. Pati
terdiri dari dua yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer glukosa yang
tidak bercabang. Struktur yang lurus akan membentuk ikatan antar glukosa yang
kuat sehingga sulit untuk tergelatinisasi dan dicerna. Amilopektin adalah polimer
glukosa yang memiliki cabang dan strukturnya yang terbuka sehingga mudah
tergelatinisasi dan mudah dicerna. Pangan yang mengandung amilopektin tinggi
akan cenderung meningkatkan respon glikemiknya.

Pati merupakan sumber energi utama, namun jumlah energi yang didapatkan
dan kemampuannya untuk meningkatkan glukosa darah tidak selalu sejalan dengan
kandungan pati atau karbohidrat. Pada penelitian yang dilakukan Astawan dan Sri
Widowati (2011) menunjukkan bahwa jenis ubi jalar BB00105.10 clone mengandung
pati tertinggi namun kemampuan meningkatkan kadar gula darah lambat. Penelitian-
penelitian baik secara in vivo maupun in vitro menunjukkan bahwa pati yang masuk
tidak semuanya dicerna. Fraksi pati yang tidak dapat dicerna yaitu pati resisten.

Pati resisten sangat penting diukur untuk mengetahui daya cerna pati. Pati
resisten didefinisikan sebagai pati yang tidak dapat dicerna karena struktur kristal
dalam granula pati. Proses pengolahan dapat mempengaruhi kandungan pati
resisten. Pada saat pengolahan panas, proses pemanasan akan mengubah sifat
granula pati menjadi lebih mudah diserang enzim amylase (lebih mudah dicerna),
sehingga proses pemanasan akan menurunkan kadar pati resisten.

Proses pemanasan disertai pendinginan (yang telah mengalami gelatinisasi)


dapat mengubah struktur pati yang mengarah pada terbentuknya kristal baru yang
tidak larut berupa pati teretrogradasi. Sehingga kombinasi proses pemanasan dan
pendinginan akan meningkatkan kadar pati resisten (Rosida, 2007). Kadar pati
resisten juga dipengaruhi kadar amilosa pati. Semakin tinggi kadar amilosa pati
maka semakin tinggi kadar pati resisten. Menurut Rosida (2007) granula pati yang
kaya akan amilosa mempunyai kemampuan mengkristal yang lebih besar yang
disebabkan oleh lebih intensifnya ikatan hydrogen, akibatnya pati tidak dapat
mengembang/mengalami gelatinisasi sempurna pada waktu pemasakan sehingga
tercerna lebih lambat.

Karbohidrat yang dicerna dan diserap lambat akan menurunkan respon


glikemik. Sehingga semakin banyak jumlah pati resisten maka semakin bisa
menurunkan respon glikemik tubuh, dan semakin rendah pati resisten maka semakin
meningkatkan daya cernanya. Pada penelitian yang dilakukan Astawan dan Sri
Widowati (2011) kadar pati resisten yang terkandung pada beberapa varietas (kidal,
sukuh, sari, ungu, jago, BB00105.10, B40464, BB00106.18) dengan nilai sebesar 2-
3.4% dengan kadar pati resisten tertinggi pada ubi jalar jago dan sari. Total gula dari
ubi jalar BB00105.10 memiliki kandungan gula yang tinggi. Namun tidak
meningkatkan glukosa dalam darah, hal tersebut dapat terjadi dimungkinkan karena
jenis gula utama di ubi jalar bukan glukosa. Range jumlah total gula dari beberapa
varietas ubi jalar yaitu sebesar 0.10-2.08%.

Serat pangan memilliki sifat yang mirip dengan pati resisten yaitu mampu
memperbaiki profil lipid serta glukosa darah. Serat akan menghambat penyerapan
karbohidrat sehingga menurunkan respon glikemik. Mekanisme penurunan kadar
glukosa darah oleh serat yaitu serat larut air dapat menyerap cairan dan membentuk
gel di dalam lambung. Gel memperlambat proses ppengosongan lambung dan
penyerapan zat gizi. Gel dapat memperlambat gerak peristaltik glukosa dari dinding
usus halus menuju daerah penyerapan sehingga terjadi penurunan kadar glukosa
darah.

Serat pangan yang tidak tercerna dan pati resisten akan terfermentasi di
kolon dan menghasilkan asam laktat, CO2, H, CH4, H2O dan short chain fatty acid
(SCFA) seperti asam asetat, propionat dan butirat. Asam asam lemak ini akan
masuk kembali menuju aliran darah. Menurut Fitri dan Yekti (2014) asetat
kemungkinan dapat menurunkan asam-asam lemak bebas di aluran darah dalam
jangka waktu yang lama. Hal ini mungkin mempunyai efek baik bagi penurunan
kadar glukosa darah dan sensitivitas insulin dalam jangka waktu lama karena asam-
asam lemak bebas dapat menghambat proses utilasi glukosa di jaringan dan
memperburuk resistensi insulin.

Menurut Lupton dan Turner (2000) asam asetat dipergunakan sebagai


sumber energy tubuh oleh sebagian besar jaringan non-hepatik. Propionat juga
secara cepat diabsorpsi dan masuk vena porta menuju hati untuk dipergunakan
dalam metabolisme. Adanya propionat di dalam hati akan menghambat sintesis
kolesterol melalui mekanisme penghambatan enzim HMG-KoA reduktase. Menurut
Ritri dan Yekti (2014) dengan penghambatan enzim HMG-KoA reduktase maka akan
menghambat mobilisasi lemak dan mencegah proses glukoneogenesis di dalam
hati. Selain itu, propionat juga menurunkan reduksi asam-asam lemak bebas di
dalam darah. Kerja propionat tersebut kemungkinan menyebabkan peningkatan
sekresi insulin sehingga dimungkinkan terjadi penurunan kadar glukosa darah.
Sedangkan butirat merupakan sumber energy bagi colonycytes (sel epitel kolon).
Colonycytes memetabolisme butirat menjadi CO2 yang merupakan bagian dari
glukosa dan tergabung ke dalam membrane lipid.

Uji Daya Cerna Pati secara In Vivo dan In Vitro

Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dihidrolisis
oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih sederhana (Mercier dan
Colonna 1988 dalam Arief dkk 2013). Proses pencernaan pati dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu intrinsic dan ekstrinsik. Faktor instrinsik yaitu berkaitan dengan sifat
alami pati, seperti ukuran granula, keberadaanya pada matrik pangan, serta jumlah
dan ukuran pori pada permukaan pati. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi
pencernaan pati antara lain adalah lamanya waktu pencernaan dalam lambung
(transit time), aktivitas amylase pada usus, jumlah pati, dan keberadaan komponen
pangan lainnya seperti zat anti gizi.

Hipoglikemik adalah kadar glukosa darah dalam kondisi normal. Untuk


mengetahui aktivitas hipoglikemik dilakukan uji secara in vivo menggunakan tikus
percobaan. Aktivitas hipoglikemik dinyatakan dengan persentase penurunan kadar
glukosa darah dalam jangka waktu tertentu (Hernawan, Sutarno, Ahmad, 2004). Uji
ini berfungsi untuk mengetahui efek jangka pendek perlakuan terhadap kadar
glukosa darah tikus yang dilakukan setelah diberi pakan (sampel) kemudian diuji tiap
30 menit selama 2 jam.

Aktivitas hipoglikemik dipengaruhi oleh daya cerna pati. Pati yang daya
cernanya rendah cenderung memiliki aktivitas hipoglikemik tinggi. Pada ubi jalar
jenis BB00105.10 memiliki respon hipoglikemik tinggi. Daya cerna pati yang rendah
dan tinggi serat pangan tak larut (51.4% dan 38.56%) mampu memberikan efek
hipoglikemik dengan glukosa darah awal sebesar 102 mg/dl menjadi 74 mg/dl pada
menit ke 120. Ubi jalar (BB00105.10) yang telah di lakukan proses pengolahan
(rebus, panggang, dan goreng) juga dilakukan uji pada tikus percobaan. Setelah
dilakukan uji, aktifitas hipoglikemik pada tepung ubi jalar dengan ubi jalar yang telah
dilakukan proses terlihat berbeda. Ubi jalar yang telah diproses menunjukkan bahwa
proses pengolahan memberikan efek pada nilai GI produk. Dari 3 proses
pengolahan (rebus, panggang dan goreng) nilai GI pada ubi jalar rebus sebesar 62,
ubi jalar goreng sebesar 47 dan ubi jalar panggang sebesar 80. Hal tersebut
menunjukkan bahwa lemak di ubi jalar goreng cenderung memiliki respon glikemik
yang rendah karena pencernaannya yang lambat maka pengosongan lambung juga
lambat. Semakin tinggi lemak pada makanan cenderung memiliki nilai GI yang
rendah,namun makanan tinggi lemak perlu diperhatikan dan dikontrol karena dapat
memberikan efek kesehatan.
Daya cerna pati juga dapat diuji dengan In vitro. In vitro adalah metode
pengujian menggunakan enzim dan mengkondisikannya seperti dalam tubuh. Pada
in vitro kecepatan daya cerna pati dilihat dari persentase total pati yang terhidrolisa
pada waktu 30,90 dan 120 menit. Pada menit ke 30 dan 120 hidrolisa pati
menunjukkan rapidly digestible starch (RDS) dan slowly digestible starch (SDS).
Pada hasil hidrolisa pati menit ke 90 digunakan untuk mengetahui prediksi nilai GI
(pGI). Untuk mengetahui starch digestion index (SDI)= Rapidly digestible starch
(RDS)/ Total Starch (TS) x 100.

Ubi jalar yang telah dilakukan proses pengolahan dilakukan uji secara in
vitro. Terlihat bahwasannya metode penggorengan mampu meningkatkan kadar pati
resisten karena terdapat ikatan amilosa-lipid yang memperlambat hidrolisis pati. Hal
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh A-Garcia dan I. Goni (2000)
bahwa proses penggorengan mampu meningkatkan jumlah pati resisten di kentang.
Karena menurunkan hirolisa struktur pati amilosa-amilopektin yang berpotensi untuk
menurunkan respon glikemik.

Lenaan et.al (2008) mengatakan bahwa amilosa cenderung bereaksi dengan


lemak untuk membentuk ikatan amilosa-lipid yang mampu menurukan laju amilolisis
dan menghasilkan glikemik respon yang rendah dan nilai GI yang rendah. Menurut
Fitasari (2009) penambahan lemak dapat mengurangi gelatinisasi dan
pembengkakan serta mencegah pelepasan amilosa dari pati pada saat pemanasan.
kestabilan struktur granula pati terjadi karena pembentukan kompleks amilosa-
lemak. Ikatan komplek antara amilosa dengan lemak yaitu antara rantai hidrokarbon
dari lemak dan amilosa pati. Ketika amilosa terurai dari granula pati selama proses
gelatinisasi, maka lemak langsung berikatan dengan amilosa di permukaan granula
dan menghambat pembengkakan.
DAFTAR PUSTAKA

A.Gracia Alonso dan I.Goni. 2000. Effect of Processing on potato starch: in Vitro
availability and Glycemix Index. Die Nahrung vol 44.no 1 pp 19-22

Arif, A.B., Agus B., Hoerudin. 2013. Nilai Indeks Glisemik Produk Pangan dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor

Astawan, Made dan Sri Widowati. 2011. Evaluation of Nutrition and Glycemix Index
of Sweet Potatoes and Its Appropiate Processing to Hypoglycemix Foods.
Bogor Agricultural University. Bogor.

Fitasari, Eka. 2009. Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Terigu terhadap Kadar
Air, Kadar Lemak, Kadar Protein, Mikrostruktur dan Mutu Organoleptik Keju
Gouda Olahan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak Hal 17-29

Fitri R.I dan Yekti W. 2014. Hubungan Konsumsi Karbohidrat, Konsumsi Total Energi,
Konsumsi Serat, Beban Glikemik dan Latihan Jasmani dengan Kadar
Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. JNH, Vol.2. No.3 .
Semarang

Hernawan, U.K., Sutarno., Ahmad, D.S., 2004. Aktifitas Hipoglikemik dan


Hipolipidemik Ekstrak Air Daun Bungur (Lagerstroemia speciosa [L.] Pers.)
terhadap Tikus Diabetik. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta

Lupton J.R. and D. Tumer. 2000. Dietary Fiber. Biochemical and Physiological
Aspects of Human Nutrition. WB Sounders Company. London

M.Lenaan, E Ostman, and I. Bjorck. 2008. Glycemix and Satlating Properties of


Potato Products. European Jurnal of Clinical Nutrition. Vol 62.no 1. Pp.87-95

Odenigbo, A., Jamshid R., Michael N., Somaia A., Arif M. 2012. Starch Digestibility
and Predicted Glycemix Index of Fried Sweet Potato Cultivars. Functional
Food in Health and Disease, 2(7):280-289. Canada
Rosida. 2007. Pengaruh Cara Pengolahan Terhadap Daya Cerna Pati (Secara In
Vitro) pada Pisang. UPN. Surabaya

Signh, P.S.B., Cliff K.R., Andrew O.W., Henry I.C.L. 2011. Relationship between
Processing Method and the Glycemix Indices of Ten Sweet Potato (Ipomea
batatas) Cultivars Commonly Consumed in Jamaica. Journal of Nutrition and
Metabolism Volume 2011

Anda mungkin juga menyukai