Anda di halaman 1dari 39

AL QUR'AN TENTANG

TOLERANSI DAN ANTI KEKERASAN

A. PETUNJUK MEMBACA AL QURAN


a. Menyentuh, memegang Al Quran wajib suci dari najis dan hadas (punya
wudhu dan tidak sedang junub)
b. Ketika membaca atau menghafal Al Quran (tanpa memegang Al Quran)
boleh tidak punya WUDHU, tapi wajib suci dari hadas besar (junub).
c. Menggunakan pakaian yang suci, rapi dan menutup aurat (pakai kopyah atau
kerudung)
d. Duduk yang baik / sopan, diusahakan menghadap kiblat
e. Ketika mengambil Al Qur dengan tangan kanan atau dengan kedua tangan
lalu diletakkan didada saat membawanya.
f. Ketika membacanya, Al Quran diletakkan di dampar ( jangan diletakkan di
lantai ketika posisi duduk di lantai), atau dipegagang dengan tangan
kanan/kedua tangan sambil diangkat paling rendah searah perut.
g. Ketika akan membaca Al Qur'an dari awal surat, maka terlebih dahulu
membaca Ta'awwudz dan Basmalah, sedangkan bila tidak dari awal surat,
maka cukup dengan hanya membaca Ta'awwudz saja tanpa Basmalah.
h. Ketika selesai membaca Al Quran dicium, dan kemudian diletakkan
ditempat khusus ( diatas Al Quran dilarang ditempatkan barang selain Al
Quran)

B. TAJWID
1. MAD FARI
MAD FARI ( ) adalah mad yang harus dibaca lebih panjang dari
MAD THABII karena bertemu dengan hamzah atau sukun, dan atau karena sebab
lainnya. Mad Fari ini terdiri dari 13 yaitu:
A. MAD WAJIB MUTTASHIL
Disebut MAD WAJIB MUTTASHIL ( ) karena ada mad
thabii diikuti (bertemu) dengan HAMZAH dalam satu kalimat (kata).
Cara membacanya harus dipanjangkan 2 1/2 alif ( 5 harokat ) atau 3 alif ( 6
harokat ).

N
KALIMAT CARA MEMBACA KETERANGAN
O
1 Sawaaaaa-un Wa, ma dan ja dipanjangkan 5
2 Maaaaa-un
harokat karena berada dalam satu
3 Jaaaaa-a
kata
B. MAD JAIZ MUNFASHIL
Disebut MAD JAIZ MUNFASHIL ( ) karena ada mad thabii
diikuti (bertemu) dengan HAMZAH dilain kalimat (kata).
Cara membacanya harus dipanjangkan 2 1/2 alif ( 5 harokat ) atau satu alif ( 2
harokat ), dan yang lebih baik 5 harokat
NO KALIMAT CARA MEMBACA KETERANGAN
Innaaaaa Na, La dan Fa
1
a'thaynaka dipanjangkan 5 harokat
Qaaluuuuu
2 karena bertemu hamzah
Aamannaa
dalam dua kalimat
3 Fiiiii amrinaa
(kata)

C. MAD ARIDL LIS SUKUN


Apabila ada huruf MAD yang diiringi sukun (huruf mati), karena ada wakaf,
maka hukum bacaannya disebut MAD ARIDL LIS SUKUN (
)
Cara membacanya sebagai berikut :
a. Dibaca biasa seperti Mad Thabi'i ( 2 harokat )
b. Dibaca sedang dengan panjang 4 harokat
c. Dibaca sepanjang 3 alif / 6 harokat ( ini lebih utama )
N
KALIMAT CARA MEMBACA KETERANGAN
O
1 Huun dibaca panjang Boleh dipajangkan dua
2 Luun dibaca panjang
harokat (satu alif) atau 4

3 Saab dibaca panjang harokat dan atau yang


lebih utama 6 harokat

D. MAD 'IWADH
Yaitu apabila ada harokat FATHATAIN ( ) diikuti oleh tanda WAKAF
yang terdapat pada akhir kalimat atau ayat, maka hukum bacaannya disebut
MAD 'IWADH ( )
Cara membacanya harus dipanjangkan dua harokat ( satu alif ), contoh :
NO KALIMAT CARA MEMBACA KETERANGAN
1 Lan dibaca laa Laa dipanjangkan satu alif
2 Man dibaca Maa Maa dan Raa
3 Ran dibaca Raa dipanjangkan satu alif

E. MAD SHILAH
Disebut MAD SHILAH, yaitu apabila ada HU dan HI ( ) terletak
diantara dua huruf hidup. MAD SHILAH dibagi dua yaitu :
a. MAD SHILAH QASHIRAH
Apabila ada MAD SHILAH yang sebelum dan sesudahnya terdapat huruf
hidup (berharokat) maka disebut MAD SHILAH QASHIRAH (
) .
Cara membacanya harus dipanjangkan dua harokat ( satu alif ), contoh :
NO CONTOH KALIMAT CARA MEMBACA
1 Lahuu Waladun
2 Innahuu Kaana
3 Bihii Bashiiraa

b. MAD SHILAH THAWILAH


Yaitu apabila ada MAD SHILAH diiringi atau bertemu dengan huruf
HAMZAH, maka hukum bacaannya disebut MAD SHILAH THAWILAH
( ) .
Cara membacanya harus dipanjangkan 6 harokat ( tiga alif ), contoh :
NO CONTOH KALIMAT CARA MEMBACA
1 Lahuu Akhladah
2 Innahuu Kaana

c. MAD BADAL
Yaitu apabila ada MAD didahului oleh huruf hamzah dalam satu kata, cara
membacanya dipanjangkan satu alif. Contoh :
NO CONTOH KALIMAT CARA MEMBACA ASAL KATA
1 Aamanuu
2 Iimaanun
3 Uutiya
C. SURAT YUNUS AYAT 40 41

: :

: :
Artinya :
Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di
antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih
mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.
Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu
pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun
berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan". (Yunus)

D. SURAT AL MAIDAH AYAT 32




:

:
Artinya :
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan
seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia
semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan
(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka
sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka
bumi. (Al Maidah)

E. KANDUNGAN SURAT YUNUS 40


Dalam Tafsir DEPAG dijelaskan sebagai berikut:
Allah swt. menjelaskan kepada Rasulullah dan pengikut-pengikutnya bahwa
keadaan orang-orang musyrikin yang mendustakan ayat-ayat Al Quran akan terbagi
menjadi dua golongan. Segolongan yang benar-benar mempercayai dengan iktikad
yang kuat terhadap Al Quran dan segolongan lagi yang tidak mempercayainya dan
terus-menerus di dalam kekafiran. Mereka ini tidak akan diberi azab secara langsung
di dunia seperti nasib yang telah dialami oleh orang-orang sebelum Nabi Muhammad
saw.
Di akhir ayat Allah swt. menjelaskan bahwa Allah lebih mengetahui tentang
orang-orang yang membuat kerusakan di bumi, karena mereka mempersekutukan
Allah, menganiaya diri mereka sendiri dan menentang hukum Allah. Hal itu
disebabkan karena fitrah mereka telah rusak dan bakat-bakat untuk menerima iman
yang benar telah tiada lagi. Dan mereka itulah orang-orang yang akan mendapat
siksaan yang pedih.
Sedangkan dalam tafsir Jalalain dijelaskan :
(Di antara mereka) penduduk Mekah (ada arang-orang yang beriman kepada
Alquran) hal ini diketahui oleh Allah (dan di antara mereka ada pula orang-orang
yang tidak beriman kepadanya) untuk selama-lamanya. (Rabbmu lebih mengetahui
tentang orang-orang yang berbuat kerusakan) hal ini merupakan ancaman yang
ditujukan kepada mereka yang tidak beriman kepadanya.

F. KANDUNGAN SURAT YUNUS 41


Dalam Tafsir DEPAG dijelaskan sebagai berikut:
Kemudian Allah swt. memberikan penjelasan bahwa apabila orang-orang
musyrikin itu tetap mendustakan Muhammad saw., maka Allah swt. memerintahkan
kepadanya untuk mengatakan kepada mereka bahwa Nabi Muhammad saw. berhak
meneruskan tugasnya yaitu meneruskan tugas-tugas kerasulannya sebagai penyampai
perintah Allah yang nyata kebenarannya, yang mengandung peringatan dan penghibur
serta tuntunan ibadah serta pokok-pokok kemaslahatan yang menjadi pedoman untuk
kehidupan dunia.
Nabi Muhammad saw. tidak diperintahkan untuk memeriksa mereka, apabila
mereka tetap mempertahankan sikap mereka yang mendustakan Al Quran dan
mempersekutukan Allah swt. dalam surat lain Allah swt. berfirman:


Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka
Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (Q.S. Al-Isra': 84)
Mereka berlepas diri (tidak bertanggung jawab) terhadap apa yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad saw. dan Nabi Muhammad pun tidak bertanggung jawab terhadap
apa yang mereka lakukan. Maksudnya Allah swt. tidak akan menjatuhkan hukuman
kepada seseorang karena kesalahan orang yang lain.
Allah swt. berfirman:

Katakanlah: "Jika aku membuat-buat nasihat itu, maka hanya akulah yang memikul
dosaku, dan aku berlepas diri dari dosa yang kamu perbuat." (Q.S. Hud: 35)
Dan firman-Nya lagi:


Jika mereka mendurhakaimu, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak
bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Asy Syu'ara: 216)
G. KANDUNGAN SURAT AL MAIDAH 32
Dalam Tafsir DEPAG dijelaskan sebagai berikut:
Pada ayat ini diterangkan suatu ketentuan bahwa membunuh seorang manusia
berarti membunuh manusia seluruhnya, sebagaimana memelihara kehidupan seorang
manusia berarti memelihara kehidupan manusia seluruhnya.
Ayat ini menunjukkan keharusan adanya kesatuan umat dan kewajiban mereka
masing-masing terhadap yang lain yaitu harus menjaga keselamatan hidup dan
kehidupan bersama dan menjauhi hal-hal yang membahayakan orang lain. Hal ini
dapat dirasakan karena kebutuhan setiap manusia tidak dapat dipenuhinya sendiri,
sehingga mereka sangat memerlukan tolong menolong terutama hal-hal yang
menyangkut kepentingan umum.
Sesungguhnya orang-orang Bani Israel telah demikian banyak kedatangan para
Rasul dengan membawa keterangan keterangan yang jelas tetapi banyak di antara
mereka itu yang melampaui batas ketentuan dengan berbuat kerusakan di muka bumi.
Akhirnya mereka kehilangan kehormatan, kekayaan dan kekuasaan yang kesemuanya
itu pernah mereka miliki di masa lampau.

Sedangkan dalam tafsir Jalalain Surah Al Maa-idah 32 dijelaskan:


(Oleh sebab itu) artinya karena perbuatan Qabil itu tadi (Kami tetapkan bagi Bani
Israel bahwa sesungguhnya) innahuu disebut dhamir sya`n (siapa yang membunuh
seorang manusia bukan karena manusia lainnya) yang dibunuhnya (atau) bukan
karena (kerusakan) yang diperbuatnya (di muka bumi) berupa kekafiran, perzinaan
atau perampokan dan sebagainya (maka seolah-olah dia telah membunuh manusia
kesemuanya.
Sebaliknya siapa yang memelihara kehidupannya) artinya tidak hendak
membunuhnya (maka seolah-olah ia telah memelihara kehidupan manusia
seluruhnya.) Kata Ibnu Abbas, "Ini dilihat dari segi melanggar kesuciannya dan dari
segi memelihara serta menjaganya." (dan sesungguhnya telah datang kepada mereka
itu) yakni kepada orang-orang Israel (rasul-rasul Kami membawa keterangan-
keterangan yang jelas) maksudnya mukjizat-mukjizat (kemudian banyak di antara
mereka sesudah itu melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi) dengan
kekafiran, melakukan pembunuhan dan lain-lain.

H. BEBERAPA AYAT TERKAIT TOLERANSI (MISSI NABI SAW)


:( 1)
-
:( 2)
:( )
:( )
:( )
( )
:
1. Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan hanya sebagai pembawa kabar
gembira dan pemberi peringatan. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah sedikitpun
kepada kamu dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan
kepatuhan) orang-orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhan nya
2. Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.
3. Dan Kami turunkan (Al Quran) itu dengan sebenar-benarnya dan Al Quran itu
telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu,
melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.
4. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui.
5. Tuhanmu lebih mengetahui tentang kamu. Dia akan memberi rahmat kepadamu
jika Dia menghendaki dan Dia akan mengazabmu, jika Dia menghendaki. Dan, Kami
tidaklah mengutusmu untuk menjadi penjaga bagi mereka.
6. Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul
kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.

1. Al Furqan Ayat 56, Tugas Rasul: Tabsyir dan Tandzir


:( )
-
Tabsyir artinya menggembirakan atau menghibur. Dalam berdakwah, rasul
menyampaikan khabar gembira kepada orang-orang beriman, seperti informasi
tentang kenikmatan surga, pahala, dan pengampunan. Sedangkan tandzir adalah
memperingatkan atau menyampaikan berita yang menyedihkan seperti berita tentang
azab neraka, siksaan kubur, dan akibat perbuatan dosa. Dalam menuntun umatnya ke
jalan Allah, rasul menggunakan kedua metode ini untuk menyadarkan mereka agar
melaksanakan apa yang diperintah Allah dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya.
Ayat 56 menyatakan bahwa tugas rasul adalah menggembirakan manusia
dengan janji baik Allah; dan memperingatkannya akan ancaman Allah di Akhirat.
Kemudian, ayat 57, rasul menegaskan bahwa dalam menjalankan tugasnya, beliau
tidak meminta upah atau honorarium dari mereka tetapi apa yang beliau lakukan
adalah sebagai pelaksanaan perintah Allah kepadanya. Maka, berbahagialah orang-
orang yang mau menurutinya dan mau menempuh jalan menuju Allah, yakni jalan
iman dan Islam. Dalam menempuh jalan ini, seperti yang dijelaskan dalam ayat 58,
rasul menyuruh mereka agar menyerahkan diri kepada Allah yang hidup dan tidak
pernah mati serta bertasbih dengan memuji-Nya. Dan Allah mengetahui kesalahan
atau perbuatan dosa yang mereka lakukan. Oleh sebab itu, hanya Allahlah yang
mampu menghapus segala kesalahan dan dosa itu. Ayat ini menyadarkan manusia
agar tidak lagi menyembah benda-benda atau makhluk yang bersifat fana.

2. AL ANBIYA 107
:( )
Tujuan Allah SWT mengutus Nabi Muhammad yang membawa agama-Nya
itu, tidak lain hanyalah agar mereka berbahagia di dunia dan di akhirat.
Orang-orang yang beriman dan mengikuti petunjuk agama itu akan memperoleh
rahmat dan Allah berupa rezeki dan karunia di dunia dan di akhirat nanti mereka akan
memperoleh rahmat berupa surga yang disediakan Allah bagi mereka. Sedang orang-
orang yang tidak beriman akan memperoleh rahmat pula, karena dengan cara yang
tidak langsung mereka mengikuti sebagian ajaran-ajaran agama itu, sehingga mereka
memperoleh kebahagiaan hidup di dunia.
Jika dilihat sejarah manusia dan kemanusiaan, maka agama Islam adalah
agama yang berusaha sekuat tenaga menghapuskan perbudakan dan penindasan oleh
manusia terhadap manusia yang lain. Seandainya dibuka pintu perbudakan hanyalah
sekadar untuk mengimbangi perbuatan orang-orang kafir terhadap kaum Muslimin
itu. Sedangkan jalan-jalan untuk menghapuskan perbudakan dibuat sebanyak-
banyaknya. Demikian pula prinsip-prinsip musyawarah yang ditetapkan agama Islam
lebih tinggi nilainya dari prinsip-prinsip demokrasi yang selalu diagung-agungkan.
Perbaikan perbaikan tentang kedudukan wanita yang waktu itu hampir sama
dengan binatang, dan pengakuan terhadap kedudukan anak yatim, perhatian terhadap
fakir dan miskin, permtah melakukan jihad untuk memerangi kebodohan dan
kemiskinan, semuanya diajarkan oleh Alquran dan Hadis, kemudian dijadikan sebagai
dasar perjuangan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dengan demikian seluruh umat
manusia memperoleh rahmat, baik yang langsung atau tidak langsung dari agama
yang dibawa Muhammad. Tetapi kebanyakan manusia masih mengingkari padahal
rahmat yang mereka peroleh itu adalah rahmat dan nikmat Allah SWT.

3. AL ISRO 105
:( )
Dalam ayat ini Allah SWT menegaskan kepada Rasul saw, bahwa Allah
benar-benar telah menurunkan Alquran itu dari sisi Nya, tidaklah patut manusia
meragukannya dan berpaling dari padanya.
Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman:

(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu) tetapi Allah mengakui
Alquran yang diturunkan Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu Nya;
dan malaikat-malaikatpun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah yang mengakuinya".
(Q.S. An Nisa: 166)
Alquran itu juga membawa ajaran-ajaran yang benar yang membawa ketertiban dan
kesejahteraan kepada umat manusia.
Di dalamnya terdapat ajaran tentang moral, akidah ketuhanan, peraturan-peraturan,
hukum-hukum, sejarah-sejarah dan ilmu pengetahuan. Segala isinya, senantiasa
terpelihara, baik lafal maupun maknanya tidak akan ternoda dengan tambahan atau
pengurangan yang menyebabkan kekacauan dan kesimpang-siuran, sebagaimana
dijelaskan Allah dalam firman Nya:
\
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran dan sesungguhnya Kami benar-
benar memeliharanya. (Q.S. Al Hijir: 9)
Firman Nya lagi:


Yang tidak datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.
(Q.S. Fussilat: 42)
Demikianlah Allah menerangkan sifat-sifat Alquran dengan segala jaminan Nya akan
segala kesuciannya dari kekotoran tangan manusia dan dia diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw yang diutus kepada umat manusia untuk memberikan kabar kepada
mereka tentang pahala dan surga bagi orang-orang yang beriman dan taat kepada
ajaran agama, dan memberikan peringatan kepada manusia tentang azab dan neraka
bagi yang kafir dan berbuat dosa.
Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Israa' 105


(Dan Kami turunkan dia itu dengan sebenar-benarnya) Alquran itu (dan dengan
membawa kebenaran) mengandung kebenaran (Alquran itu telah turun) dalam
keadaan utuh sebagaimana waktu diturunkan tidak akan terjadi perubahan dan
penggantian padanya. (Dan Kami tidak mengutus kamu) hai Muhammad (melainkan
sebagai pembawa berita gembira) kepada orang yang percaya akan adanya surga
(dan pemberi peringatan) terhadap orang yang ingkar kepada adanya neraka.
106. Dan Al quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian
demi bagian.(QS. 17:106)

4. Tafsir Surah Saba' 28


:( )
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa Nabi Muhammad saw bukan saja ia
diutus kepada seluruh manusia. Ia bertugas sebagai pembawa berita gembira bagi
orang-orang yang mempercayai dan mengamalkan risalah yang dibawanya itu dan
sebagai pembawa peringatan kepada orang-orang yang mengingkarinya atau menolak
ajaran-ajarannya. Nabi Muhammad adalah nabi penutup tidak ada lagi Nabi dan
Rasul diutus Allah sesudah dia.
Dengan demikian pastilah risalah yang dibawanya itu berlaku untuk seluruh
manusia sampai Kiamat. dan karena risalahnya itu adalah risalah yang terakhir maka
di dalam risalahnya tercapailah peraturan-peraturan dan syariat hukum-hukum yang
layak dan baik untuk dijalankan setiap tempat dan setiap masa, karena risalah yang
dibawanya itu bersumber dari Allah Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dan segala apa yang ada pada keduanya.
Dialah yang mengatur segala apa yang ada pada keduanya. Dialah yang mengatur
semuanya itu dengan peraturan yang amat teliti sehingga semuanya berjalan dengan
baik dan harmonis.
Allah yang demikian besar kekuasaan-Nya tidak mungkin akan menurunkan
suatu risalah yang mencakup seluruh umat manusia kalau peraturan-peraturan dan
syariat itu tidak mencakup 'seluruh kepentingan manusia pada setiap masa. Dengan
demikian pastilah risalahnya itu risalah yang baik untuk ditrapkan kepada siapa dan
umat yang manapun di dunia ini.
Hal ini tidak diketahui oleh semua orang bahkan kebanyakan manusia
menolak dan menantangnya. Di antara penantang-penantang itu adalah kaum
Muhammad sendiri yaitu orang-orang kafir Mekah. Banyak ayat-ayat di dalam
Alquran yang menegaskan bahwa Muhammad diutus kepada manusia seluruhnya di
antaranya:

Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al Furqan (Alquran) kepada hamba-Nya
agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. (Q.S. Al Furqan: 1)

Dan firman-Nya:




Katakanlah: "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu
semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka
berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya. Nabi yang ummi yang beriman
kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia
supaya kamu mendapat petunjuk". (Q.S. Al A'raf: 158)

5. Tafsir Surah Al Israa' 54


:( )
Kemudian Allah SWT menjelaskan bahwa Dialah yang lebih mengetahui
tentang keadaan orang-orang musyrikin itu. Dia akan memberikan rahmat-Nya
dengan jalan memberikan taufik dan hidayah Nya kepada mereka, sehingga beriman
dengan iman yang benar, dan suka mengamalkan amal-amal yang saleh, apabila Dia
menghendaki.
Di dalam ayat ini terdapat isyarat yang menunjukkan, bahwa kaum Muslimin
tidak boleh menghina kaum musyrikin, dan tidak boleh pula mengatakan kepada
mereka bahwa mereka ahli neraka, karena kepastian seseorang masuk neraka atau
tidak, adalah termasuk masalah gaib, yang hanya diketahui oleh Allah SWT. Dan
tidak boleh berbuat sesuatu yang mendatangkan malu kepada mereka, karena yang
demikian itu hanya menyebabkan mereka dengki dan menimbulkan permusuhan,
maka perbuatan-perbuatan itu tidak ada gunanya.
Di akhir ayat Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidaklah mengutus Rasul
Nya untuk memaksa mereka melakukan apa yang diridai Allah, akan tetapi Allah
mengutusnya sebagai pemberi berita gembira dan peringatan. Itulah sebabnya maka
Allah SWT melarang Rasul Nya membuat sesuatu paksaan terhadap mereka, dan
memerintahkan agar seluruh sahabatnya bersikap lapang dada pula.

I. TOLERANSI DALAM ISLAM


Allah Taala berfirman,

( 8)
(9)
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-
orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka
sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al Mumta-
hanah: 8-9)
Ayat ini mengajarkan prinsip toleransi, yaitu hendaklah setiap muslim berbuat
baik pada lainnya selama tidak ada sangkut pautnya dengan hal agama (IBADAH).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada
non muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan
orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah
menyukai orang yang berbuat adil.
Sedangkan ayat selanjutnya yaitu ayat kesembilan adalah berisi larangan untuk loyal
pada non muslim yang jelas-jelas musuh Islam, memusuhi Islam.

A. Pengertian Toleransi
Dalam Wikipedia bahasa Indonesia (ensiklopedia bebas) disebutkan bahwa
toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap
dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok
yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat.
Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu
masyarakat menghormati keberadaan agama atau kepercayaan lainnya yang berbeda.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata toleransi berarti
sifat atau sikap toleran. Kata toleran sendiri didefinisikan sebagai bersifat atau
bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian
(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang
berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Kata toleransi sebenarnya merupakan serapan dari bahasa Inggris tolerance,
yang definisinya juga tidak jauh berbeda dengan kata toleransi/toleran. Adapun dalam
bahasa Arab, istilah yang lazim dipergunakan sebagai padanan dari kata toleransi
adalah atau . Kata ini pada dasarnya berarti al-jd (kemuliaan), atau saat
al-shadr (lapang dada) dan tashul (ramah, suka memaafkan). Makna ini selanjutnya
berkembang menjadi sikap lapang dada/ terbuka (welcome) dalam menghadapi
perbedaan yang bersumber dari kepribadian yang mulia. Dengan demikian, berbeda
dengan kata tolerance yang mengandung nuansa keterpaksaan, maka kata tasmuh
memiliki keutamaan, karena melambangkan sikap yang bersumber pada kemuliaan
diri (al-jd wa al-karam) dan keikhlasan.
Jika dicermati dengan seksama, pemahaman tentang toleransi tidak dapat
berdiri sendiri. Ia terkait erat dengan suatu realitas lain di alam yang merupakan
penyebab langsung dari lahirnya toleransi. Keduanya ibarat dua sisi mata uang yang
tidak terpisahkan. Memahami toleransi an sich tidak akan ada artinya tanpa
memahami realitas lain tersebut, yaitu kemajemukan (pluralisme; bahasa Arab:
taaddudiyyah). Dengan demikian, untuk dapat bertoleransi dengan baik, maka
pemahaman terhadap pluralisme terlebih dahulu mutlak diperlukan.
Secara etimologis, kata pluralisme berasal dari bahasa Inggris plural yang
berarti banyak (antonim dari kata singular). Dalam perkembangannya, kata ini secara
lebih spesifik ditujukan terhadap realitas masyarakat yang majemuk. Artinya,
masyarakat yang heterogen dalam satu aspek atau lebih, seperti dalam hal keturunan,
pemikiran, tingkah laku, kepercayaan, adat istiadat, agama, dan sebagainya.
Kemajemukan ini lahir melalui proses-proses tertentu, disadari atau tidak, atau
dikehendaki maupun tidak dikehendaki. (http://makalah-artikel.blogspot.com/
2007/11/makalah-toleransi-dalam-islam.html)
B. Rambu-rambu Toleransi
Dasar Pemikiran dan Rambu Toleransi menurut al-Quran dan Sunnah,
Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa toleransi dalam Islam dibangun diatas
beberapa landasan 4 pokok, yaitu:
1. Prinsip tentang kemuliaan manusia betapapun beragamnya kehidupan
mereka. Allah menegaskan hal ini dalam firman-Nya:

.
:
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan
2. Keyakinan bahwa pluralisme sudah merupakan kehendak Allah SWT yang
tidak akan mengalami perubahan. Sebagai contoh, dalam kaitannya dengan
pluralisme agama, Allah berfirman:
: .

Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka
bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka
menjadi orang-orang yang beriman semuanya?
3. Umat Islam meyakini bahwa mereka tidak bertanggungjawab terhadap jalan
hidup yang dipilih oleh umat-umat lain. Kewajiban mereka hanya berdakwah,
sementara pilihan antara iman atau tidak adalah urusan masing-masing pihak
dengan Allah SWT. Allah SWT berfirman:

: .
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia
kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang
gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka
akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan
muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
4. Prinsip tentang keadilan, selama pihak lain berlaku sama.Allah SWT
berfirman:

: .
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Apa yang disebutkan oleh Yusuf al-Qaradhawi diatas, pada hakikatnya merupakan
penegasan bahwa ajaran Islam tentang toleransi tidak dibangun diatas landasan yang
rapuh, sebaliknya pada ajaran-ajaran fundamental yang masing-masing saling terkait.
Satu hal yang agaknya dapat melengkapi dasar-dasar diatas adalah bahwa parameter
yang digunakan Islam dalam menilai sesuatu adalah parameter keruhanian
(ketakwaan), bukan parameter fisik atau keduniaan. Hal ini terlihat pada kesan yang
ditimbulkan oleh ayat dan hadis yang berbicara tentang kesetaran dan persamaan hak
dan kewajiban secara umum.
Tentang batasan toleransi, Islam menekankannya pada prinsip keadilan. Surat al-
Mumtahanah: 8-9, umpamanya, telah mencerminkan pola hubungan yang
proporsional dan berkeadilan tersebut. Kesan yang dapat ditangkap dari ayat ini
adalah bahwa toleransi dapat terus berjalan selama pihak luar berlaku adil terhadap
umat Islam, dalam konteks ini adalah tidak memerangi kaum muslim karena alasan
agama, tidak mengusir kaum muslim dari negeri-negeri mereka, atau berkonspirasi
dengan pihak lain untuk mengusir umat Islam. Akan tetapi, jika yang terjadi justru
sebaliknya, maka tidak berlaku toleransi. Artinya, umat Islam harus bersikap tegas
dengan memerangi mereka.

C. Bentuk Toleransi atau Berbuat Baik dalam Islam


Bentuk toleransi atau bentuk berbuat baik yang diajarkan oleh Islam:
1. Islam mengajarkan menolong siapa pun
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala. (HR.
Bukhari no. 2363 dan Muslim no. 2244). Lihatlah Islam masih mengajarkan peduli
sesama.
2. Hubungan kekerabatan dengan yang non muslim tetap terjalin
Allah Taala berfirman,


Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya,
dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik. (QS. Luqman: 15).
Ketika orang tua memaksa untuk syirikpun, hubungan baik dengan mereka harus
tetap terjalin.
Lihat contohnya pada Asma binti Abi Bakr radhiyallahu anhuma, ia berkata, Ibuku
pernah mendatangiku di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan
membenci Islam. Aku pun bertanya pada Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk
tetap jalin hubungan baik dengannya. Beliau menjawab, Iya, boleh. Ibnu Uyainah
mengatakan bahwa tatkala itu turunlah ayat,

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu . (QS. Al Mumtahanah: 8)
3. Boleh hadiah menghadiahi dengan non muslim.
Lebih-lebih lagi untuk membuat mereka tertarik pada Islam, atau ingin mendakwahi
mereka, atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, beliau berkata,

. .
.
.
Umar pernah melihat pakaian yang dibeli seseorang lalu ia pun berkata pada Nabi
shallallahu alaihi wa sallam, Belilah pakaian seperti ini, kenakanlah ia pada hari
Jumat dan ketika ada tamu yang mendatangimu. Nabi shallallahu alaihi wa
sallam pun berkata, Sesungguhnya yang mengenakan pakaian semacam ini tidak
akan mendapatkan bagian sedikit pun di akhirat. Kemudian Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam didatangkan beberapa pakaian dan beliau pun memberikan
sebagiannya pada Umar. Umar pun berkata, Mengapa aku diperbolehkan
memakainya sedangkan engkau tadi mengatakan bahwa mengenakan pakaian seperti
ini tidak akan dapat bagian di akhirat? Nabi shallallahu alaihi wa sallam
menjawab, Aku tidak mau mengenakan pakaian ini agar engkau bisa
mengenakannya. Jika engkau tidak mau, maka engkau jual saja atau tetap
mengenakannya. Kemudian Umar menyerahkan pakaian tersebut kepada
saudaranya di Makkah sebelum saudaranya tersebut masuk Islam. (HR. Bukhari no.
2619).
Lihatlah sahabat mulia Umar bin Khottob masih berbuat baik dengan memberi
pakaian pada saudaranya yang non muslim.
4. Prinsip Lakum Diinukum Wa Liya Diin
Islam mengajarkan kita toleransi dengan membiarkan ibadah dan perayaan non
muslim, bukan turut memeriahkan atau mengucapkan selamat. Karena Islam
mengajarkan prinsip,

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (QS. Al Kafirun: 6).
Prinsip di atas disebutkan pula dalam ayat lain,

Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. (QS.
Al Isra: 84)

Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri
terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Yunus: 41)


Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu. (QS. Al Qashshash: 55)
Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan mengenai lakum diinukum wa liya diin, Bagi
kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup
yang kalian pilih dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam
di atas agama tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak
meninggalkan agamaku selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku
tidak akan berpindah ke agama selain itu. (Tafsir Ath Thobari, 14: 425).
5. Toleransi yang Ditawarkan oleh Non Muslim
Bertoleransi yang ada saat ini sebenarnya ditawarkan dari non muslim. Mereka
sengaja memberi selamat kepada kita saat lebaran atau Idul Fitri, biar kita nantinya
juga mengucapkan selamat kepada mereka. Prinsip seperti ini ditawarkan oleh kafir
Quraisy pada Nabi shallallahu alaihi wa sallam di masa silam. Ketika Al Walid bin
Mughirah, Al Ash bin Wail, Al Aswad Ibnul Muthollib, dan Umayyah bin Khalaf
menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam, mereka menawarkan pada beliau,
Artinya: Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu
dan kalian (muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam
segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang
lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami akan amalkan hal itu.
Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu,
engkau juga harus mengamalkannya.
Itulah prinsip toleransi yang digelontorkan oleh kafir Quraisy di masa silam, hingga
Allah pun menurunkan ayat,
. . . . .

Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang kafir), Hai orang-orang yang
kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan
penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku. (QS. Al-Kafirun: 1-
6)
Jangan heran, jika non muslim sengaja beri ucapan selamat pada perayaan Idul Fitri
yang kita rayakan. Itu semua bertujuan supaya kita bisa membalas ucapan selamat di
perayaan Natal mereka. Inilah prinsip yang ditawarkan oleh kafir Quraisy di masa
silam pada nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Namun bagaimanakah Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyikapi toleransi seperti
itu? Tentu seperti prinsip yang diajarkan dalam ayat, lakum diinukum wa liya diin,
bagi kalian agama kalian, bagi kami agama kami. Sudahlah biarkan mereka beribadah
dan berhari raya, tanpa kita turut serta dalam perayaan mereka. Tanpa ada kata ucap
selamat, hadiri undangan atau melakukan bentuk tolong menolong lainnya.
6. Jangan Turut Campur dalam Perayaan Non Muslim
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Tidak boleh kaum muslimin menghadiri
perayaan non muslim dengan sepakat para ulama. Hal ini telah ditegaskan oleh para
fuqoha dalam kitab-kitab mereka. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang
shahih dari Umar bin Al Khottob radhiyallahu anhu, ia berkata,

Janganlah kalian masuk pada non muslim di gereja-gereja mereka saat perayaan
mereka. Karena saat itu sedang turun murka Allah.
Umar berkata,

Jauhilah musuh-musuh Allah di perayaan mereka. Demikian apa yang disebutkan
oleh Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah, 1: 723-724.
Juga sifat ibadurrahman, yaitu hamba Allah yang beriman juga tidak menghadiri
acara yang di dalamnya mengandung maksiat. Perayaan natal bukanlah maksiat biasa,
karena perayaan tersebut berarti merayakan kelahiran Isa yang dianggap sebagai anak
Tuhan. Sedangkan kita diperintahkan Allah Taala berfirman menjauhi acara maksiat
lebih-lebih acara kekufuran,

Dan orang-orang yang tidak memberikan menghadiri az zuur, dan apabila mereka
bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak
berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS. Al Furqon:
72). Yang dimaksud menghadiri acara az zuur adalah acara yang mengandung
maksiat. Jadi, jika sampai ada kyai atau keturunan kyai yang menghadiri misa natal,
itu suatu musibah dan bencana.

D. Kerukunan Umat Beragama


1. Kerukunan Intern Umat Beragama
Salah satu dari arti Islam adalah kesejahteraan dan keselamatan, oleh karena itu
konsep dasar Islam dalam mengatur hubungan dengan siapapun adalah kerukunan
dan atau perdamaian, dan sedapat mungkin menghindarkan diri dari permusuhan dan
perselisihan. Dalam mengatur hubungan sesama muslim terdapat konsep ukhuwah
Islamiyah, yaitu hubungan atau persaudaraan yang tumbuh dan berkembang karena
persamaan keimanan/keagamaan, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Konsep ukhuwah Islamiyah ini, antara lain didasarkan pada surat Al Hujarat ayat 10
-13. Dalam ayat-ayat ini antara lain dijelaskan bahwa antara sesama muslim harus :
a. Terjalin hubungan saudara atau persaudaraan antara sesama muslim, Nabi saw.
bersabda :

Orang muslim menajadi saudara bagi muslim lainnya, tidak boleh menganiaya
sesamanya, membiarkannya, berdusta, dan tidak boleh menghinakannya. HR.
Muslim
b. Mendasarkan semua prilakunya akan ketaqwaan kepada Allah swt.
c. Saling hormat menghormati dan tidak boleh saling meremehkan. Perhatikan
hadits Nabi saw. berikut :

Setiap muslim terhadap muslim lainnya diharamkan mengganggu kehormatannya,
harta dan darah (jiwa) nya. HR. Tirmidzi
d. Tidak boleh curiga mencurigai, harus selalu ditumbuh kembangkan sikap
husnuddhan.
e. Selalu menjaga nama baik saudaranya, tidak boleh mencari-cari kesalahan orang
lain.
f. Menjadikan perbedaan warna kulit dan keturunan serta ras dan bangsa untuk saling
taaruf, mengadakan hubungan timbal balik secara baik.
g. Gotong royong atau tolong menolong dalam masalah kebaikan dan banyak lagi
yang lainnya.
Semua sifat dan sikap serta usaha untuk menciptakan kerukunan dan perdamaian
telah dicontohkan oleh Nabi saw. selama masa hidup beliau yang pada saat ini sudah
terkonsep dalam Akhlaqul Karimah, dan yang harus dijauhi oleh setiap muslim
dalam setiap pergaulannya terkumpul dalam konsep Akhlaqul Madzmumah.

2. Kerukunan antar Umat Beragama


Telah diuraikan bahwa konsep dasar Islam adalah kerukunan atau perdamaian
dengan siapapun dan terhadap siapapun. Konsep ini telah diterapkan sendiri oleh
Nabi saw. ketika membentuk pemerintahan di Madinah, dimana penduduknya terdiri
dari tiga golongan yaitu: Islam, Yahudi dam Nasrani. Beliau menyatukan unsur-unsur
yang berbeda itu dengan dasar persamaan hak dan kebebasan beragama serta
kemerdekaan menjalankan agamanya masing-masing.
Isi perjanjian antara Nabi saw. dan kelompok non Islam itu adalah:
a. Seluruh penduduk Madinah adalah merupakan satu kesatuan warga yang bebas
berfikir dan melakukan agamanya masing-masing, serta tidak boleh saling
mengganggu.
b. Apabila Madinah diserang musuh, mereka hsrus mempertahankannya bersama-sama.
c. Apabila salah satu golongan diserang musuh, golongan yang lain harus
membantunya.
d. Jika timbul perselisihan, penyelesaiannya di bawah keadilan yang dipimpin oleh
Rasulullah saw.
Empat poin isi perjanjian di atas sama sekali tidak menyangkut dan
mencampuri urusan agama masing-masing golongan. Sebetulnya ketika Nabi saw.
masih berada di Makkah, beliau pernah mendapat tawaran dari pembesar kafir
Quraisy untuk saling kompromi, mereka akan menyembah Tuhan yang disembah
Nabi saw., pada waktu yang lain Nabi saw. supaya menyembah Tuhan yang mereka
sembah, begitu juga dalam masalah yang lain, saling bergantian. Ajakan yang
nampaknya baik dari tokoh Quraisy ini, ditolak oleh Nabi saw., apalagi dalam Surat
Al Kafirun ayat 1 - 6. jelas ditegaskan bahwa tidak ada kompromi dalam hal
pelaksanaan agama atau kepercayaan. Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku.
Untuk lebih kongkritnya perhatikan firman Allah swt. QS. Al Mumtahanah :
8. Kata-kata berbuat baik di situ memiliki arti yang sangat luas, meliputi semua nilai-
nilai kebaikan dan pergaulan secara luas, dan Allah swt. hanya melarang terhadap
mereka yang nyata-nyata mengikrarkan memusuhi dan mngusir kaum muslim.
Dalam pengeterapan selanjutnya, ulama mengatur masalah ini dalam satu
konsep hubungan yang disebut: Ukhuwah Wathaniyah, yaitu ukhuwah atau hubungan
dan kerukunan yang tumbuh dan berkembang atas dasar kenasionalan atau berdasar
konsep-konsep falsafah negara.
Seperti terjadi di Indonesia, Pancasila yang merupakan dasar dan falsafah
bangsa, di dalamnya (sila-silanya) tidak satupun yang bertentangan dengan prinsip-
prinsip dasar Islam, pengamalan dan penghayatannya harus didukung sepenuhnya
oleh umat Islam di Indonesia.
Adapun ukhuwah yang lebih luas jangkauannya, adalah ukhuwah basyariyah,
yaitu kerukunan dan persaudaraan yang tumbuh dan berkembang atas dasar
kemanusiaan.

3. Kerukunan Umat Beragama dengan Pemerintah


Telah dijelaskan pada Bab terdahulu bahwa negara Republik Indonesia,
menurut pandangan Islam adalah negara yang sah, dan Presiden RI adalah penuasa
yang sah. Presiden memiliki wewenang sebagai waliyul amri, seperti pengangkatan
Wali hakim dan sebagainya.
Kemudian sebagai konsekwensi hukumnya setiap muslim di Indonesia
memiliki kewajiban untuk taat terhadap semua aturan pemerintah sepanjang aturan
tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam.
Pemerintah dalam istilah agama disebut dengan Ulil Amri, sebagian ahli
mengatakan bahwa ulil amri adalah penguasa negara dan alim ulama. Apabila ulil
amri atau pemerintah telah memutuskan sesuatu, apalagi keputusan yang disepakati
dan diputuskan bersama dengan Ulama, maka bagi umat Islam wajib hukumnya
untuk mentaatinya.
Di Indonesia, antara Umara dan Ulama sudah terjalin hubungan yang sangat
baik dan akrab, saling isi mengisi, dan saling membutuhkan. Umat Islam dan juga
pemeluk agama selain Islam, mutlak butuh pemerintah dalam menjalankan syariat
agamanya masing- masing, sebab di dalam menjalankan ajaran agama sangat
memerlukan keamanan dan pengamanan, sedangkan keamanan dan pengamanan ini
tidak akan terwujud tanpa adanya pemerintah yang berkuasa dan berdaulat. Demikian
pula, pemerintah mutlak membutuhkan ulama/ tokoh agama, sebab dengan bahsa
ulama/tokoh agama itulah program pemerintah akan semakin lancar dan didukung
oleh umat Islam/pemeluk agama.
Adapun dasar-dasar kewajiban taat terhadap Pemerintah, di dalam Al Quran
dan hadits, antara lain disebutkan :
59 :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul(Nya), dan
ulil amri di antara kamu... QS. An Nisa : 59


Wajib atas orang muslim patuh dan setia kepada pemerintah, baik hal yang disukai
atau dibencinya, kecuali apabila diperintahkan dengan suatu kemaksiatan. Jika ia
diperintah dengan suatu maksiat, maka tidak boleh patuh dan setia. HR. Muslim)

KH. Achmad Siddiq, Ulama Pengasuh Pesantren di Jember, membagi


ukhuwah menjadi tiga macam, yaitu:
a. Ukhuwah Islamiyah. yaitu persaudaraan yang tumbuh dan berkembang
karena persamaan keimanan/agama, baik di tingkat nasional maupun
internasional.
b. Ukhuwah Wathoniyah, yaitu persaudaraan yang tumbuh dan berkembang
atas dasar nasionalisme dan patriotisme.
c. Ukhuwah Basyariyah, yaitu persaudaraan yang tumbuh dan berkembang atas
dasar kemanusiaan/sesama manusia.

J. ISLAM ANTI KEKERASAN


Ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com Rabu, 7 Mei 2014 | 05:27 WIB
menyatakan:
Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait
menegaskan, kekerasan pada anak sudah sangat mengerikan dan bisa dikatakan pada
tahap darurat. Fakta itu terungkap dari data kekerasan yang diterima Komnas
Perlindungan Anak cenderung meningkat.
Berdasarkan laporan yang diterima Komnas PA, ujar Arist, di kawasan
Jabodetabek pada 2010 mencapai 2.046 kasus. Laporan kekerasan pada anak tahun
2011 naik menjadi 2.462 kasus. Pada 2012 naik lagi menjadi 2.626 kasus dan pada
2013 melonjak menjadi 3.339 kasus.
Bahkan, dalam tiga bulan pertama 2014, kami menerima 252 laporan
kekerasan pada anak, ungkap Arist. Laporan kekerasan pada anak yang masuk ke
Komnas PA didominasi kejahatan seksual yang dari 2010 hingga 2014 angkanya
berkisar 42-62 persen.
Kekerasan sering terjadi di tempat yang selama ini dianggap sebagai surga
bagi anak-anak, yakni di rumah dan sekolah. Kekerasan sering terjadi di dua lokus
itu, rumah dan sekolah, ujarnya. Untuk mencegah kekerasan yang terjadi di tempat
yang seharusnya aman bagi anak itu, lanjut Arist, peran serta masyarakat menjadi
salah satu ujung tombaknya.
Ironisnya lagi, kematian yang menimpa Renggo Khadafi (10), setelah
dianiaya kakak kelasnya, Sy, di dalam kelas SD Negeri 9 Makasar, Jakarta Timur, tak
memberikan pelajaran bagi pengajar di sekolah itu. Kepala SDN 9 Makasar Sri
Hartini, saat ditemui Kompas, berdalih tak ada kesalahan dalam pengawasan terhadap
siswa dan menilai Sy anak yang baik.
Sri mengaku, saat terjadi penganiayaan, ada guru piket yang bertugas, yaitu
Rosmida. Namun, Sri tak bisa menjelaskan kenapa kasus itu bisa terjadi di dalam
kelas. "Ya, kasus ini kami serahkan kepada kepolisian," kata Sri.
Sri malah mengatakan selama ini tak pernah ada kasus kenakalan yang
dilakukan Sy. "Sy anak yang baik, tak pernah melakukan kenakalan," katanya.
Renggo tewas pada Minggu, 4 Mei 2014, setelah lima hari menderita sakit parah
setelah dianiaya kakak kelasnya, Sy, Senin (28/4/2014). Penganiayaan terjadi di
dalam kelas V yang berdampingan dengan ruang kepala sekolah.
Wali kelas Renggo, Prihastuti, mengaku, dua hari sebelum Renggo tewas
sempat ada kesepakatan damai antara orangtua asuh Renggo dan orangtua Sy.
Namun, saya tidak menyangka akan seperti ini (Renggo meninggal), katanya.
Menurut ibu asuh Renggo, Yessi Puspa Dewi (31), kesepakatan damai itu
ditawarkan oleh kepala sekolah karena penganiayaan yang dialami Renggo dianggap
sebagai kenakalan anak. Yessi mengaku hanya menerima kesepakatan itu jika Renggo
sembuh. Karena Renggo meninggal, dia tetap memperkarakan secara hukum.
Kepala Kepolisian Resor Jakarta Timur Komisaris Besar Mulyadi Kaharni
mengungkapkan, kepada penyidik, Sy mengakui telah memukul Renggo. Namun,
karena masih di bawah umur, Sy masih dijadikan saksi dan tidak ditahan.
Korban 89 anak
Dari Sukabumi, Jawa Barat, dilaporkan, korban pencabulan yang dilakukan
tersangka AS (24) di Kota Sukabumi berjumlah 89 anak. Senin (5/5/2014), sebanyak
16 korban melapor ke Polres Sukabumi Kota. Sehari sebelumnya, jumlah korban
tercatat sebanyak 73 anak.
Korban yang telah kami periksa sebanyak 61 anak. Dari 61 anak itu, enam
anak menderita lecet dan satu orang mengalami pendarahan. Pemeriksaan kesehatan
ditangani dinas kesehatan. Pelaku akan kami periksa lebih intensif, kata Kapolres
Sukabumi Kota Ajun Komisaris Besar Hari Santoso.
Pemeriksaan, antara lain, untuk mengetahui rentang waktu pencabulan AS.
Korban melaporkan kekerasan itu sejak Jumat akhir pekan lalu. Lokasi pencabulan di
Pemandian Air Panas Santa, Kecamatan Citamiang, Kota Sukabumi.
Pemerintah Kota Sukabumi menyiapkan tempat untuk penanganan kesehatan
fisik dan psikologis korban. Lokasinya berada di Rumah Dinas Wali Kota Sukabumi
Mohamad Muraz. Lokasi itu tertutup bagi masyarakat, termasuk wartawan.
Korban akan ditangani satu atap. Pada 2 Mei saya buat Surat Keputusan
tentang Pencegahan dan Penanganan Dampak Kekerasan Seksual terhadap Anak di
Kota Sukabumi. SK itu untuk menanggapi peristiwa luar biasa belakangan ini, kata
Mohamad Muraz tentang SK Nomor 92 Tahun 2014 itu, Senin.
Dari Tuban, Jawa Timur, dilaporkan, Sw (40), pedagang asongan buku dan
poster, ditangkap warga di Terminal Bus Pariwisata Sunan Bonang, Minggu
(4/5/2014), terkait kasus kekerasan seksual pada sembilan anak. Sw melakukan itu
dengan dalih ingin menghilangkan penyakit atau pengaruh jin yang ada pada
korbannya.
Sw mengakui perbuatan menyimpangnya sejak 2005. Pria asal Kendari,
Sulawesi Tenggara, tersebut mengakui semua itu dilakukan untuk menghilangkan
amalan jin. Korban harus mau dijadikan obyek tindak kejahatan seksual guna
menghilangkan pengaruh negatif pada tubuhnya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tuban Ajun Komisaris Wahyu
Hidayat, Senin, menuturkan, awalnya korban ditipu daya dulu. Saat korban menurut
baru dilakukan kejahatan tersebut.

A. Muqaddimah
Rabu, 06 November 2002 00:00
http://www.gusdur.net/News/Detail/?
id=78/hl=id/Gus_Dur_Sosialisasi_Islam_Anti_Kekerasan_Di_Jepang
Jakarta, gusdur.net
Gus Dur Sosialisasi Islam Anti Kekerasan di Jepang
Pemberitaan pers Jepang soal pemboman di Bali yang mengaitkan kelompok
Islam kanan sebagai pelaku, meresahkan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Karena itu dalam pertemuannya dengan tokoh masyarakat Osaka, Jepang, Gus
Dur mensosialisasikan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan anti kekerasan.
Di depan para tokoh masyarakat Osaka, Jepang Gus Dur menjelaskan bahwa
ajaran Islam tidak pernah memerintahkan tindak kekerasan. Umat Islam menentang
kekeasan dan tidak suka kekerasan, kata Gus Dur
Demikian Gus Dur mengungkapkan soal kunjungannya ke Jepang di depan
peserta Diskusi Ahli Jelang Ramadhan dengatn tema Islam and or Indonesia Under
Attack di Depok, Selasa (5/11).
Dalam kunjungannya ke Osaka, Jepang dari 1 hingga 4 November itu, Gus
Dur juga menemui sejumlah agamawan, tokoh partai politik dan pejabat pemerintah
setempat. Juga berdiskus dengan mahasiswa Indonesia di Jepang.
Selain mensosialisasikan Islam anti kekerasan, Gus Dur juga mengadakan
meminta masukkan mengenai penerapan otonomi daerah di Jepang. Tujuan lainnya
saya ke Jepang yaitu, mencari masukkan mengenai sistem pemerintahan yang harus
kita perbaiki terus menerus dan penerapan otonomi daerah.

B. Pengertian Kekerasan
Dalam Wikipedia bahasa Indonesia (ensiklopedia bebas) disebutkan bahwa :
Kekerasan atau bahasa Inggris: Violence berasal dari bahasa Latin: violentus yang
berarti kekuasaan atau berkuasa adalah dalam prinsip dasar dalam hukum publik dan
privat merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara
verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan
atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok
orang, umumnya berkaitan dengan kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara
bebas dapat diartinya bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan
penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat pula dimasukan dalam
rumusan kekerasan ini
Selanjutnya disebutkan bahwa kekerasan dapat dibedakan menjadi :
1. Kekerasan yang dilakukan perorangan, perlakuan kekerasan dengan
menggunakan fisik (kekerasan seksual), verbal (termasuk menghina), psikologis
(pelecehan), oleh seseorang dalam lingkup lingkungannya.
2. Kekerasan yang dilakukan oleh negara atau kelompok, yang oleh Max Weber
didefinisikan sebagai "monopoli, legitimasi untuk melakukan kekerasan secara sah"
yakni dengan alasan untuk melaksanakan putusan pengadilan, menjaga ketertiban
umum atau dalam keadaan perang yang dapat berubah menjadi semacam perbuatanan
terorisme yang dilakukan oleh negara atau kelompok yang dapat menjadi salah satu
bentuk kekerasan ekstrem (antara lain, genosida, dll.).
3. Tindakan kekerasan yang tercantum dalam hukum publik yakni tindakan
kekerasan yang diancam oleh hukum pidana (sosial, ekonomi atau psikologis
(skizofrenia, dll.)).
4. Kekerasan dalam politik umumnya pada setiap tindakan kekerasan tersebut
dengan suatu klaim legitimasi bahwa mereka dapat melakukannya dengan mengatas
namakan suatu tujuan politik (revolusi, perlawanan terhadap penindasan, hak untuk
memberontak atau alasan pembunuhan terhadap raja lalim walaupun tindakan
kekerasan dapat dibenarkan dalam teori hukum untuk pembelaan diri atau oleh
doktrin hukum dalam kasus perlawanan terhadap penindasan di bawah tirani dalam
doktrin hak asasi manusia.
5. Kekerasan simbolik (Bourdieu, Theory of symbolic power), merupakan
tindakan kekerasan yang tak terlihat atau kekerasan secara struktural dan kultural
(Johan Galtung, Cultural Violence) dalam beberapa kasus dapat pula merupakan
fenomena dalam penciptaan stigmatisasi.

C. Islam Anti Kekerasan


Islam adalah agama yang diturunkan Tuhan untuk menjadi rahmat bagi alam
semesta. Pesan kerahmatan dalam Islam benar-benar tersebar dalam teks-teks Islam
baik al Quranmaupun hadits.
Kata Rahmah, Rahman, Rahim dan derivasinya disebut berulang-ulang dalam jumlah
yang begitu besar. Jumlahnya lebih dari 90 ayat. Maknanya adalah kasih dan sayang.
Dalam sebuah hadits Qudsi Tuhan menyatakan : Ana Al-Rahman. Ana al-Rahim
(Aku Sang Maha Kasih. Aku Sang Maha Sayang).
Al Quran secara sangat tegas menyebutkan bahwa agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad adalah agama rahmatan li al alamin :

Aku tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai (penyebar) kasih sayang bagi
semesta (Q.S. al-Anbiya, 107).
Fungsi kerahmatan ini dielaborasi oleh Nabi dengan pernyatannya yang terang
benderang: :buitstu li utammima makarim al akhlaq (Aku diutus Tuhan untuk
menyelenggarakan pembentukan moralitas kemanusiaan yang luhur). Atas dasar
inilah Nabi Muhammad saw selalu menolak secara tegas cara-cara kekerasan dan
sekaligus tidak pernah melakukannya. Nabi Muhammad Saw. mengatakan :

Aku tidak diutus sebagai pengutuk melainkan sebagai rahmat bagi semesta.
Allah swr. telah memberikan kesaksian sekaligus merestui cara-cara atau metode
penyebaran Islam yang dijalankan Nabi saw. tersebut sambil menganjurkan agar dia
meneruskannya:


Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
(Q.S. Ali Imran, 3 :159).
Ayat Al Quran di atas dengan sangat jelas dan lugas menegaskan bahwa
Allah lah yang menganugerahkan kepada Nabi Muhammad saw. sifat dan karakter
kasih dan sayang itu, sekaligus menegaskan bahwa metode mengajak orang lain
kepada Islam dengan cara kasar dan kekerasan, justeru tidak menghasilkan apa-apa,
bahkan kegagalan. Tuhan juga memberikan jalan lain; dialog dan bermusyawarah
untuk menyelesaikan atau jalan keluar bagi segala konflik dan ketegangan antar
warga masyarakat.
Pernyataan ini tentu saja seharusnya menginspirasi kita untuk melakukan
langkah-langkah atas kehendak Islam universal itu. Yakni mewujudkan sebuah
tatanan kehidupan manusia yang didasarkan pada pengakuan atas kesederajatan
manusia di hadapan hukum, penghormatan atas martabat, persaudaraan, penegakan
keadilan, pengakuan atas pikiran dan kehendak orang lain, dialog secara santun serta
kerjasama saling mendukung untuk sebuah perwujudan kehendak-kehendak bersama.
Ini adalah pilar-pilar kehidupan bersama yang selalu dirindukan oleh setiap manusia
di manapun dan kapanpun, tanpa harus mempertimbangkan asal usul tempat
kelahiran, warna kulit, bahasa, jenis kelamin, keturunan, keyakinan agama dan
sebagainya.
Pilar-pilar banyak dikemukakan dengan sangat jelas dalam al Qurandan
dalam Hadits Nabi saw.
Dari Al-Quran, antara lain adalah :



Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu
dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.(Q.S. al Nisa, 1).
Ayat lain :


Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S. Al Hujurat 13).
Pada ayat al Quran yang lain kita menemukan sebuah pernyataan Tuhan yang
lain tentang misi kenabian Muhammad saw. : dia mengeluarkan manusia dari
kegelapan menuju dunia yang bercahaya(yukhrijuhum min al zhulumat ila al nur).
Ini sama artinya dengan mengatakan bahwa tugas Nabi Muhammad adalah
membebaskan manusia dari ketertindasan sistem sosial, budaya politik dan ekonomi
dan menciptakan sistem sosial yang bebas, berkeadilan, berkesetaraan dan dalam
persaudaraan kemanusiaan.
Nabi Muhammad saw pernah menyatakan :
Manusia adalah sederajat (setara) bagaikan gigi-gigi sisir. Tidak ada keistimewaan
antara manusia Arab dari manusia non Arab kecuali karena ketakwaannya.

Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan tubuhmu melainkan kepada hati dan
perbuatanmu.
Nabi kaum muslimin dalam banyak kesempatan bahkan pada beberapa hari sebelum
meninggalnya, juga menyampaikan pernyataan ini :
,
Wahai manusia, sungguh, darahmu, hartamu dan kehormatan (martabat) mu
adalah suci, terhormat.
Siapapun yang membaca dengan pikiran cerdas pernyataan-pernyataan
teologis di atas niscaya akan dapat menyimpulkan dengan tanpa ragu bahwa teks-teks
suci kaum muslimin ini adalah bukti paling nyata dari missi dan doktrin kemanusiaan
Islam.
Sangat meyakinkan bahwa tidak ada teks-teks keagamaan lama maupun baru
yang membicarakan prinsip-prinsip kemanusiaan secara begitu mempesona berani,
mendalam, fasih dan genuin seperti teks-teks Islam di atas. Ini semua sesungguhnya
merupakan konsekwensi paling logis dari doktrin Tauhid, sebuah kredo (keyakinan)
monoteisme paling sentral dalam sistem Islam.
Sejauh yang dapat ditelurusi dari kehidupan Nabi Muhammad, telah
ditemukan fakta-fakta historis bahwa prinsip-prinsip kemanusiaan Islam (baca :
kerahmatan Islam) tidak hanya muncul sebagai wacana yang dikhutbahkan atau
dipidatokan di mana-mana, melainkan juga telah menjadi sikap dan perilaku
keseharian beliau dan para sahabat-sahabatnya. Bahkan Tuhan sungguh-sungguh
memberikan kesaksian atas perilaku pribadi Nabi sebagaimana diungkapkan dalam
firman-Nya : Wa innaka laala Khuluqin Azhim(kamu, sungguh, berjalan di atas
moral yang luhur).
Bukti lain tentang kerahmatan Islam ditunjukkan oleh apa yang dikenal
dengan Piagam Madinah atau Traktat Madinah, sebuah konstitusi yang
dikeluarkan di Madinah. Para sarjana hari ini sering menyebut Piagam ini merupakan
Traktat atau perjanjian konstitusional tentang hak-hak asasi manusia universal yang
pertama di dunia. Salah satu butir isinya menyatakan : Orang Islam, Yahudi dan
warga Madinah yang lain, bebas memeluk agama dan keyakinan mereka masing-
masing. Mereka dijamin kebebasannya dalam menjalankan ibadah. Tidak seorangpun
dibenarkan mencampuri urusan agama orang lain. Orang Yahudi yang
menandatangani (menyetujui) piagam ini berhak memperoleh pertolongan dan
perlindungan serta tidak diperlakukan zhalim. Orang Yahudi bagi orang Yahudi dan
orang Islam bagi orang Islam. Jika di antara mereka beruat zhalim, itu akan
menyengsarakan diri dan keluarganya. Setiap bentuk penindasan dilarang. Mereka
sama-sama wajib mempertahankan negerinya dari serangan musuh.
Bernard Lewis, seorang orintalis beragama Yahudi, mengakui dengan terus
terang missi kerahmatan Islam ini. Dia mengatakan :
Pada masa-masa permulaan, banyak pergaulan sosial yang lancar terdapat di
antara kaum muslimin, Kristen dan Yahudi. Sementara menganut agama masing-
masing mereka membentuk masyarakat yang satu di mana perkawanan pribadi,
kerjasama bisnis hubungan guru-murid dalam ilmu pengetahuan dan bentuk-bentuk
afktifitas bersama lainnya berjalan normal dan sungguh,umum di mana-mana.
Kerjasama budaya ini dibuktikan dalam banyak cara. (Nurcholis Madjid, Islam
Agama Peradaban, hlm.60).
Lima Prinsip Kerahmatan Semesta Islam
Al-Imam Al-Ghazali, pemikir muslim sunni klasik terbesar mengatakan
bahwa tujuan agama adalah kesejahteraan sosial (kemaslahatan). Al-Ghazali
selanjutnya merumuskan makna ini: kemaslahatan menurut saya adalah
mewujudkan tujuan-tujuan agama yang memuat lima bentuk perlindungan. Yaitu
perlindungan terhadap ; agama (hifzh al din), jiwa dan tubuh (hifzh al nafs), akal-
pikiran (hifzh al aql), keturunan (hifzh al nasl) dan harta benda (hifzh al maal).
Segala cara yang dapat menjamin perlindungan terhadap lima prinsip ini adalah
kemaslahatan dan mengesampingkannya adalah kerusakan (mafsadah), menolak
kerusakan adalah kemaslahatan
Pandangan al Ghazali tersebut harus dielaborasi secara lebih jauh dalam
konteks yang lebih luas dan sejalan dengan gagasan besar Islam tentang kerahmatan
universal, termasuk di dalamnya tentang kebebasan dan kesetaraan manusia serta
penghapusan pandangan-pandangan dan praktik-praktik yang mendiskriminasikan
manusia atas manusia. Kita harus mampu keluar dari tafsir tradisional yang tertutup,
eksklusif, menuju tafsir yang lebih terbuka, inklusif. Pertama, perlindungan terhadap
keyakinan agama dan kepercayaan, mengandung implikasi bahwa perlindungan
bukan hanya terhadap agama dan keyakinan dirinya melainkan juga terhadap
keyakinan orang lain, sehingga tidak seorangpun boleh memaksa atau menindas
orang lain hanya karena keyakinan atau agamanya atau kepercayaannya yang berbeda
dengan dirinya. Kedua, perlindungan terhadap jiwa, mengimplikasikan perlindungan
terhadap nyawa dan tubuh siapapun, sehingga tidak boleh ada seorangpun yang
berhak melukai, membunuh atau melakukan kekerasan terhadap orang lain yang tidak
melakukan kesalahan apapun. Ketiga perlindungan terhadap akal pikiran,
mengandung implikasi penyediaan ruang yang bebas untuk mengekspresikan
pendapat, pikiran, gagasan dan kehendak-kehendak yang lain, sehingga tidak boleh
terjadi pemasungan dan penjegalan terhadap pikiran dan pendapat orang lain oleh
siapapun serta tidak boleh dirusak oleh apapun, seperti minuman keras, narkoba dan
lain-lain. Keempat perlindungan terhadap kehormatan dan keturunan, membawa
konsekwensi perlindungan dan penghormatan terhadap alat-alat reproduksi dalam
rangka menjaga kesehatannya, sehingga tidak boleh terjadi pemerkosaan, pelacuran
dan pelecehan atau eksploitasi seksual lainnya. Kelima, perlindungan terhadap hak
milik pribadi maupun masyarakat, mengandung implikasi adanya jaminan atas
pilihan-pilihan pekerjaan, profesi, hak-hak atas upah sekaligus jaminan keamaanan
atas hak milik tersebut, sehingga tidak boleh terjadi adanya larangan terhadap akses
pekerjaan, perampasan hak milik pribadi, korupsi, penyelewengan, penggelapan,
penggusuran, perusakan lingkungan dan alam serta eksploitasi-eksploitasi haram
lainnya oleh siapapun; individu, masyarakat, institusi keagamaan, sosial, maupun
institusi negara.
(Sumber Tulisan : https://lensasukabumi.wordpress.com/2011/02/11/islam-anti-
kekerasan-agama-rahmat/)

D. Tempat Terjadinya Kekerasan.


Kekerasan dalam segala bentuknya dapat terjadi di mana-mana, antara lain :
1. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
2. Kekerasan Dalam Kehidupan Bermasyarakat
3. Kekerasan Dalam Lingkungan Pendidikan
4. Kekerasan Dalam Lingkungan perkantoran
5. Kekerasan Dalam Negara, dll.

E. Bentuk-bentuk Kekerasan
Kekerasan, dimanapun terjadi akan menimbulkan kekacauan, kerugian secara fisik
maupun non-fisik.
Kebanyakan orang hanya memahami kekerasan sebagai tindakan fisik yang kasar saja
sehingga bentuk perilaku dalam bentuk kata-kata menyakitkan dan perilaku menekan
tidak pernah diperhitungkan sebagai kekerasan. Padahal yang disebut kekerasan
mencakup keseluruhannya.
Hal ini dapat dilihat dari definisi tentang tindak kekerasan dalam rumah tangga
sebagaimana disebutkan dalam bab III Pasal (1) UU No. 23 tahun 2004 tentang
tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Jadi bentuk tindak kekerasan itu setidaknya ada tiga yaitu:
a. Kekerasan Fisik
Yang di maksud dengan kekerasan fisik adalah suatu tindakan yang dilakukan
seorang kepada orang lain yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat
sehingga tidak menutup kemungkinan yang akan terjadi pada korban akan mengalami
trauma yang berkepanjangan atau gangguan psikologis diakibatkan perilaku tersebut.
b. Kekerasan Psikis
Yang dimaksud dengan kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, atau
penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan psikis dalam UU ini dapat diukur
dari akibat yang dirasakan oleh korban, dalam hal ini bahwa perbuatan tersebut
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya, penderitaan dan atau gangguan psikis berat pada
seseorang.
Untuk memastikan sejauh mana korban mengalami kekerasan psikis, bisa
dikonfirmasi kepada pihak-pihak yang kompeten dan atau berwenang mengeluarkan
Visum Psikiatrikum sebagai alat bukti.
c. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah pemaksaaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap
seseorang dalam lingkungantertentu.
Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya
dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual
dalam perkawinan dapat terjadi bila suami menghendaki istri untuk menuruti
keinginan seksnya kapan pun ia mau tanpa memperdulikan kondisi dan atau
persetujuan/kehendak istri.

F. Tafsir Ayat Nusyuz


Menurut hemat penulis, sebenarnya hukum Islam tidak melarang seorang
suami melakukan kekerasan dalam bentuk apapun terhadap Istri. Banyak ayat al-
Quran yang membicarakan tentang larangan kekerasan terhadap perempuan. Uslub
(gaya bahasa) yang digunakan pun beragam; ada yang menyuruh berbuat baik
terhadap perempuan, ada yang melarang praktik-praktik yang merugikan perempuan;
yang dikemukakan sebagai langkah preventif untuk melindungi perempuan dari
tindak kekerasan, ada pula yang dinyatakan sebagai langkah kuratif terhadap praktek
kekerasan yang dialami perempuan.
Ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang kekerasan terhadap perempuan
adalah QS Al-Nisaa': Ayat 34-35 yang artinya Laki-laki mempunyai kelayakan
memimpin kaum wanita, karena Allah telah memberikan kelebihan atas yang lain dan
karena mereka memberi nafkah.
Wanita-wanita yang salehah ialah yang taat beribadah, yang menjaga amanat
sewaktu suami berpergian, karena Allah telah memelihara mereka. Mereka yang
dikhawatirkan berbuat nusyuz berilah mereka peringatan, jauhilah mereka di tempat
tidur, pukullah mereka (ada yang mengartikan "berilah sangsi yang mendidik").
Tetapi apabila mereka telah taat kepadamu, jangan mencari jalan untuk
menyudutkan. Allah Mahatinggi lagi Mahagung. Jika kamu khawatir akan timbul
perselisihan, utuslah seorang juru penengah dari keluarga laki-laki dan dari keluarga
perempuan. Jika keduanya itu berkehendak damai Allah akan memberikan taufik
kepada yang berselisih itu. Allah sungguh Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ada perbedaan baik dikalangan para ulama' atau ahli tafsir dalam mengartikan
kata "Fadhribuhunna". Bila ditinjau dari sejarah turunnya al Qur'an, dimana
perempuan pada saat itu tidak dimanusiakan. Perempuan pra Islam berhak dibunuh
dan dijadikan benda waris tanpa boleh membela diri.
Maka pemukulan pada saat itu merupakan bentuk kekerasan yang amat ringan
dibanding perilaku yang dilakukan oleh masyarakat pra Islam. Dan pernyataan dalam
al Qur'an menjadikan pemukulan sebagai alternatif terakhir bagi suami yang istrinya
nusyuz. Dengan setting sosial budaya demikian, menurut Badriyah Fayumi,
pemukulan terhadap istri yang nusyuz bukanlah tujuan atau cara yang
direkomendasikan melainkan justru merupakan tradisi yang secara bijaksana
dikehendaki oleh al Qur'an untuk ditinggalkan.
Berbeda dengan pengertian di atas, Muhammad Abduh sebagaimana dikutib
Musdah, kata memukul dalam ayat tersebut metaforis, yakni dalam pengertian
mendidik atau memberi pelajaran. Perlu digarisbawahi, mesti ada sejumlah ulama'
dan ahli tafsir yang mengartikan kata memukul dalam pengertian fisik. Hal itu hanya
boleh dalam kondisi yang amat terpaksa, sifatnya darurat bukan kewajiban. Untuk itu
ada beberapa ketentuan yang diperhatikan suami, diantaranya:
1. Dilarang memukul dengan menggunakan alat, seperti tongkat dan sebagainya.
2. Tidak boleh pada bagian wajah.
3. Tidak boleh hanya satu bagian tertentu saja.
4. Tidak boleh memukul yang berakibat cidera.
Namun kemudian para ulama' baik yang memahami ayat tersebut secara
harfiah maupun metaforis, bahwa sikap suami yang menjauhi pemukulan dan
tindakan fisik serta memberi maaf adalah sebuah tindakan yang terpuji.
Mauidlah (memberikan nasihat yang baik) dan pisah ranjang (bukan pisah
rumah dan bukan saling mendiamkan) sungguh merupakan metode jitu yang
diperkenalkan Al-Quran untuk meminimalisir tindak kekerasan berupa pemukulan.
Dalam konteks sosial budaya yang begitu permisif terhadap kekerasan, kedua metode
yang dikemukakan ayat ini benar-benar menawarkan sesuatu yang melawan arus
sekaligus mengakomodir kepentingan perempuan.
Sayyid Qutb dalam Abdul Moqsit Ghozali, menyatakan ayat ini merupakan
satu di antara banyak ayat Al-Quran yang menginformasikan adanya pergulatan
antara tradisi masyarakat versus ajaran Islam di mana Islam dalam posisi perombak
tradisi.
(memberikan nasihat yang baik) dan pisah ranjang (bukan pisah rumah dan
bukan saling mendiamkan) sungguh merupakan metode jitu yang diperkenalkan Al-
Quran untuk meminimalisir tindak kekerasan berupa pemukulan. Dalam konteks
sosial budaya yang begitu permisif terhadap kekerasan, kedua metode yang
dikemukakan ayat ini benar-benar menawarkan sesuatu yang melawan arus sekaligus
mengakomodir kepentingan perempuan. Sayyid Qutb dalam Abdul Moqsit Ghozali,
menyatakan ayat ini merupakan satu di antara banyak ayat Al-Quran yang
menginformasikan adanya pergulatan antara tradisi masyarakat versus ajaran Islam di
mana Islam dalam posisi perombak tradisi.
M.Quraisy shihab mengatakan bahwa tidak semua istri taat kepada Allah,
demikian juga suami. Maka ayat ini memberikan tutunan kepada suami, bagaimana
seharusnya bersikap dan berlaku terhadap istri yang membangkang. Jangan sampai
pembangkangan mereka berlanjut, dan jangan sampai juga sikap suami berlebihan
sehingga mengakibatkan runtuhnya kehidupan rumah tangga.
Dalam suatu riwayat disebut bahwa Nabi Muhammad SAW ketika melakukan
haji wada' (haji terakhir yang bertepatan dengan hari jum'at) setelah memuji Allah
SWT dan menasehati orang-orang yang hadir ketika itu, beliau bersabda yang
artinya:"Ketahuilah! Hendaklah kamu melaksanakan wasiatku untuk melakukan yang
terbaik bagi kaum wanita, karena mereka itu laksana tawanan yang berada di sisimu.
Kamu tidak dapat berbuat apa-apa terhadap mereka kecuali apa yang telah aku
wasiatkan ini. Lain halnya jika mereka melakukan tindakan keji secara terang-
terangan.
Apabila mereka melakukannya, maka tindaklah mereka dengan pisah ranjang
dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Tetapi apabila
mereka patuh, maka jangan menacari alasan untuk memukul mereka. Ketahuilah
bahwa kamu mempunyai hak atas mereka, dan mereka mempunyai hak atasmu.
Adapun hakmu atas mereka adalah mereka tidak diperkenankan untuk membawa
orang yang tidak kamu sukai menginjak tempat tidurmu dan mengizinkannya
memasuki rumahmu. Ketahuilah bahwa hak mereka atasmu adalah perlakuanmu yang
baik dalam memberikan sandang dan pangan".
Dalam hadits di atas, Nabi mengingatkan agar kita melaksanakan wasiatnya
berkenan dengan istri, yaitu mengasihi dan memperlakukannya dengan baik, karena
mereka adalah orang-orang yang lemah dan membutuhkan orang lain untuk
menyediakan hal-hal yang menjadi keperluan mereka. Nabi mengumpamakan mereka
dengan tawanan, karena pada dasarnya mereka adalah tahanan suami atau pinjaman
yang diamanatkan oleh Allah. Akan tetapi, jika mereka melakukan perbuatan keji
seperti nusyuz, maka suami diperbolehkan melakukan tindakan berupa pisah ranjang
dalam waktu yang tidak terbatas sesuai dengan kebutuhan.
Jika sudah ada tanda-tanda membaik, maka pisah ranjang dihentikan.
Demikian pula, suami diperbolehkan memukul dengan pukulan yang tidak berbahaya
jika pisah ranjang tidak membuat mereka sadar. Akan tetapi, apabila mereka kembali
patuh kepada suami, maka suami dilarang mencari berbagai kesalahan untuk
memukul mereka secara zalim. Sebab istri yang telah menyadari kesalahannya dan
bertaubat seperti orang yang tidak pernah berbuat dosa.
Hadits diatas diriwayatkan oleh At-Turmudzi (hadits No. 1163) dan Ibn Majah
(hadits No. 1851) dari jalur Sulayman bin Amr bin al-Ahwash dari ayahnya secara
marfu'. Menurut At-Turmuzi hadits ini hasan sahih. Menurut al-Albani dalam sanad
hadits ini terdapat "kesamaran" tetapi ia memiliki beberapa penguat (syahid) yang
menguatkannya.
Dalam hal pembuktian, sebagian ulama ada yang memahami bahwa nusyuz di
sini diartikan dengan "yang dapat dibuktikan", sedangkan ulama lain memahaminya
sebagai nusyuz yang diketahui oleh suami. Akan tetapi kalau diberikan interpretasi
serupa itu, mengapa Allah SWT "mengganti'" kata ulama= diketahui (nusyuznya)
dengan kata khaafa= dikhawatirkan (nusyuznya)? Mengapa misalnya, Allah Swt tidak
menyatakan: "dan wanita-wanita yang nusyuz" saja? Dengan demikian, tak bisa lain,
pasti ada hikmah yang tersembunyi, yakni: Allah SWT menghendaki agar kehidupan
suami-istri itu merupakan kehidupan yang penuh cinta-kasih, sayang-menyayangi,
dan penuh kerelaan timbal-balik, Allah pun tidak menghendaki nusyuz ini dikaitkan
dengan sikap kaum wanita yang betul-betul terjadi dalam kehidupan suami-istri itu.
Justru sebaliknya, Allah mengharapkan sikap seperti itu jangan sampai terjadi, sebab,
jelas merupakan sikap yang keluar dari prinsip yang padanya setiap fitrah itu
ditegakkan dan di atasnya kebaikan rumah tangga yang dibangun.
Allah SWT berfirman yang artinya: Para istri mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf, akan tetapi suami mempunyai satu
derajad kebaikan atas mereka (para istri) (QS. Al Baqoroh: 228).
Derajad itu adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk
meringankan sebagian kewajiban istri. Karena itu, Syaikh al Mufassirin Imam Ath
Thobari menulis:
Walau ayat ini disusun dalam redaksi berita, tetapi maksudnya adalah anjuran
bagi para suami untuk memperlakukan istrinya dengan sifat terpuji, agar mereka
dapat memperoleh derajad itu.
Imam Ghozali menulis:
Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan perlakuan baik terhadap istri,
bukanlah tidak mengganggunya, tetapi bersabar dari kesalahannya, serta melakukan
dengan kelembutan dan maaf, saat ia menumpahkan emosi dan kemarahannya.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Berwasiatlah kepada perempuan
dengan baik. Karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang paling bengkok.
Dan tulang yang paling bengkok adalah atasnya. Jika engkau dengan keras
meluruskannya, niscaya engkau akan mematahkannya. Tetapi kalau engkau biarkan
niscaya akan tetap bengkok (H.R. Bukhari dan Muslim).
Hadits diatas difahami oleh para ulama' terdahulu secara harfiah. Namun tidak
sedikit ulama' ulama' kontemporer memahaminya secara metafora, bahkan ada yang
menolak keshohihan (kebenaran) hadits tersebut. Yang memahami secara metafora
bahwa hadits di atas memperingatkan kepada laki laki agar menghadapi perempuan
dengan bijaksana karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak
sama dengan laki laki, hal mana jika tidak disadari akan dapat mengantarkan kaum
laki laki bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu merubah karakter dan sifat
bawaan perempuan, kalaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana
fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.
Maka Islam mengajurkan agar suami menimbang dengan adil antara sifat-
sifatnya yang baik dan yang buruk. Karena apabila ia melihat sifat yang tidak
disenanginya tentu ia akan melihat juga sifat yang disenanginya.
K. PENUTUP
Demikianlah pandangan beberapa mufassir mengenai ayat nusyuz, yaitu
sebagaimana terdapat dalam surat An Nisa' ayat 34-35. Ada sebagian ulama' yang
menafsirkan kata "fadhribuhunna" dengan " mendidik atau memberi pelajaran", ada
pula yang memahami berdasarkan konteks sosial historis bahwa pemukulan terhadap
istri yang nusyuz bukanlah tujuan atau cara yang direkomendasikan melainkan justru
merupakan tradisi yang secara bijaksana dikehendaki oleh al Qur'an untuk
ditinggalkan. Bahkan lama' yang tetap mengartikan "fadhribuhunna" dengan
"memukul" pun harus dengan syarat syarat tertentu sebagaimana yang telah diuraikan
dalam pembahasan di atas. Sedangkan penulis sendiri sepakat dengan pendapat
kedua, karena dalam memahami nas kita pun harus memahami konteks sosial cultural
dimana nash itu turun.
Kalau kita melihat jenis jenis KDRT dalam UU No. 23 tahun 2004, nampak
bahwa memukul istri, biarpun dikarenakan nusyuz tetap merupakan kekerasan dalam
rumah tangga yang dilarang oleh UU tersebut. Menurut penulis Undang-undang
KRDT dibuat dengan tujuan menjaga kemaslahatan, yaitu melindungi setiap anggota
keluarga atau rumah tangga dari tindak kekerasan, hal ini sesuai dengan kaidah
ushuliyah:"Tashorruful Imam Manuthun bil Mashlahah".

Sumber Bacaan:
http://kamilia-milestones.blogspot.com/2010/01/pandangan-islam-terhadap-
kekerasan.html
http://pesantren.uii.ac.id/content/view/29/52/1/1/

Dalam http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5378ba7058483/lima-belas-
bentuk-kekerasan-seksual, dijelaskan bahwa ada 15 bentuk kekerasan seksual:
1. Perkosaan, bisa dimaknai sebagai serangan dalam bentuk pemaksaan hubungan
seksual. Dalam serangan seksual itu ada upaya paksa, kekerasan, tekanan psikologis,
penyalahgunaan kekuasaan, atau mengambil kesempatan dari lingkungan yang penuh
paksaan. Pencabulan sering diidentikkan dengan perkosaan dalam hukum Indonesia.
2. Intimidasi seksual, termasuk ancaman atau percobaan perkosaan. Di sini, ada
tindakan yang menyerang seksualitas untuk menimbulkan rasa takut atau penderitaan
psikis pada korban. Bisa disampaikan langsung atau melalui pesan singkat. Ancaman
atau percobaan perkosaan termasuk kategori ini.
3. Pelecehan seksual. Ini adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik atau nonfisik
dengan sasaran organ seksual korban. Komnas Perempuan memasukkan siulan, main
mata, ucapan bernuansa seksual, dan menunjukkan materi pornografi ke dalam
kategori ini.
4. Eksploitasi seksual, yakni tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang timpang, atau
penyalahgunaan kepercayaan, untuk tujuan kepuasaan seksual, atau untuk
memperoleh keuntungan. Bentuk yang kerap terjadi adalah menggunakan kemiskinan
keluarga perempuan untuk memasukkannya ke dalam prostitusi atau bisnis
pornografi.
5. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, meliputi tindakan merekrut,
mengangkut, menampung, mengirim memindahkan, atau menerima seseorang dengan
paksaan atau rayuan untuk tujuan prostitusi atau ekspolitasi seksual lainnya.
6. Prostitusi paksa. adalah situasi dimana korban mengalami tipu daya, ancaman, atau
kekerasan untuk menjadi pekerja seks.
7. Perbudakan seksual, adalah situasi dimana pelaku merasa menjadi pemilik atas
tubuh korban sehingga berhak untuk melakukan apapun termasuk memperoleh
kepuasan seksual melalui pemerkosaan atau cara lain.
8. Pemaksaan perkawinan. Pernikahan dini atau pernikahan yang dipaksakan kepada
orang yang belum dewasa karena di dalamnya akan ada pemaksaan seksual. Cerai
gantung termasuk juga dalam kategori ini.
9. Pemaksaan kehamilan. Situasi ketika perempuan dipaksa untuk melanjutkan
kehamilan yang tidak dia inginkan. Misalnya dialami oleh perempuan korban
perkosaan.
10. Pemaksaan aborsi, yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya
tekanan, ancaman, atau paksaan dari pihak lain.
11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi. Disebut pemaksaan ketika pemasangan alat
kontrasepsi atau pelaksanaan sterilisasi tanpa persetujuan utuh dari pasangan,
mungkin karena minim informasi atau karena belum cakap secara hukum untuk
memberi persetujuan. Bisa menimpa perempuan yang terkena HIV/AIDS.
12. Penyiksaan seksual, adalah tindakan khusus menyerang organ atau seksualitas
korban, yang dilakukan dengan sengaja sehingga menimbulkan rasa sakit atau
penderitaan hebat.
13. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual. Masuk kategori
kekerasan sesual karena cara menghukum yang menyebabkan penderitaan, kesakitan,
ketakutan, atau rasa malu yang luar biasa. Termasuk di dalamnya hukuman cambuk
atau hukuman lain yang mempermalukan.
14. Praktek tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi
perempuan. Kebiasan masyarakat, kadang ditopang alasan agama dan tradisi, yang
bernuansa seksual, yang dapat menimbulkan cedera fisik, psikologis atau seksual
pada korban dimasukkan Komnas Perempuan sebagai salah satu bentuk kekerasan
seksual.
15. Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan
agama. Pandangan yang menuduh perempuan sebagai penyebab kekerasan seksual
menjadi landasan untuk mengendalikan seksual perempuan.

Anda mungkin juga menyukai