Anda di halaman 1dari 34

Epidemiologi Penyakit Menular

Tuberkulosis

Kelompok 5

Disya Disti Mahyuza 1511212006


Dinia Hafizah Z 1511212009
Annisa Safitri 1511212011
Kevin Oktra Gilang 1511212012
Qori Andayani Putri 1511212021

IKM A2

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Tuberkulosis dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu dr.
Fauziah Elytha, M.Sc selaku Dosen mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular Fakultas
Kesehatan Masyaraka, Unand yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Tuberkulosis. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Padang, Agustus 2016

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Halama
n
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................1
BAB II ISI..................................................................................................................................2
2.1 Penyebab Tuberkulosis................................................................................................2
2.1.1 Epidemiologi........................................................................................................3
2.1.2 Gejala Penyakit....................................................................................................5
2.1.3 Diagnosis dan Klasifikasi.....................................................................................6
2.2 Etiologi Tuberkulosis...................................................................................................9
2.2.1 Karakteristik Biologi Mycobacterim tuberculosis.............................................10
2.2.2 Transmisi Mycobacterium tuberculosis.............................................................10
2.3 Alur Penularan Tuberkulosis.....................................................................................11
2.3.1 Riwayat Alamiah Penyakit.................................................................................11
2.3.2 Mekanisme Penularan........................................................................................15
2.3.3 Cara Penularan...................................................................................................16
2.4 Pencegahan dan Penanggulangan..............................................................................18
2.4.1 Pencegahan.........................................................................................................18
2.4.2 Penanggulangan.................................................................................................20
BAB III PENUTUP..................................................................................................................24
2.5 Kesimpulan................................................................................................................24
2.6 Saran..........................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................26

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan
bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru
dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Insidensi TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade
terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis /
TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian
(mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan
terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati
urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara
22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992,
menunjukkan bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit
kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan
penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance
memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC
baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130
per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan
menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah penderita TBC paru dari
tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan
setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular.
Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di
Indonesia. Sehingga kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi
lengkap tentang penyakit TBC.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja penyebab dari Penyakit Tuberkulosis?

1
2. Bagaimanakah etiologi dari Penyakit Tuberkulosis?
3. Bagaimana alur dari Penyakit Tuberkulosis?
4. Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan Penyakit Tuberkulosis?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui penyebab dari Penyakit Tuberkulosis.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Penyakit Tuberkulosis.
3. Untuk mengetahui alur dari Penyakit Tuberkulosis.
4. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan Penyakit
Tuberkulosis.

2
BAB II
ISI
2.1 Penyebab Tuberkulosis
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis.Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam
(BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal
24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi
nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut
sebagai Koch Pulmonum (KP).

Bakteri Mycobacterium
tuberculosis.
Tuberkulosis
paru (Tb paru) adalah
penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru.Nama
tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang
terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri
dalam paru.Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat
menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk,
bersin atau bicara .
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki,
perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja.Setiap tahunnya, Indonesia
bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000
kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC.Bahkan, Indonesia
adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun
1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar
antara 0,2 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC
Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC

3
pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk),
dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

2.1.1 Epidemiologi
1. Person / Orang
a. Umur
TB Paru Menyerang siapa saja Tua,Muda baahkan anak-anak,
sebagian besar penderita TB Paru di Negara berkembang berumur
dibawah 50 tahun.Data WHO menunjukkan bahwa kasus TB di
Negara berkembang banyak terdapat pada umur produktif 15-29
tahun,Sejalan dengan penelitian Rizkiyani (2008) yang menunjukkan
jumlah penderita baru TB Paru positif 87,6% berasal dari usia
produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia lanjut (
55 tahun).
b. Jenis Kelamin
Penyakit TB Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak,laki-
laki dan perempuan.TB Menyerang sebagian besar wanita pada usia
produktif.Serupa dengan WHO yang menunjukkan lebih dari 900
juta wanita di seluruh dunia tertular oleh kuman TB dan satu juta di
antaranya meninggal setiap tahun.
c. Status Gizi
Status nutrisi merupakan salah satu factor yang menetukan
fungsi seluruh system tubuh termasuk system imun.Sistem
kekebalan dibutuhkan manusia untuk memproteksi tubuh terutama
mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Bila daya tahan tubuh sedang rendah,kuman TB Mudah masuk
ke dalam tubuh.kuman ini akan berkumpul dalam paru-paru
kemudian berkembang biak,Tapi orang yang terinfeksi Kuman TB
Paru belum tentu menderita TB paru,Tergantung daya tahan
tubuh.bila daya tahan tubuh kuat maka kuman akan terus tertidur di
dalam tubuh (dormant)dan tidak berkembang menjadi penyakt
namun apabila daya tahan tubuh lemah makan kuman TB akan
berkembang menjadi penyakit.penyakit TB Lebih dominan terjadi
pada masyarakat yang status gizi rendah karna system imun yang

4
lemah sehingga memudahkan kuman TB Masuk dan berkembang
biak.
d. Tingkah Laku
Faktor perilaku juga berpengaruh pada kesembuhan dan
bagaimana mencegah untuk tidak terinfeksi dan tidak
menyebarkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Dimulai dari
perilaku hidup sehat dengan tidak meludah sembarangan,
menutup mulut menggunakan sapu tangan atau tissue apabila
batuk atau bersin sebagai upaya pencegahan dini penyakit TB
paru. Sebagaimana hasil penelitian Putra (2011), mengatakan
bahwa perilaku mempunyai hubungan yang signifikan terhadap
kejadianpenyakit TB paru yang lebih banyak di derita oleh mereka
yang tidak bisa berprilaku sehat.
2. Place / tempat
a. Lingkungan
TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan
yang di tularkan melalui udara.Keadaan berbagai lingkungan yang
dapat mempengaruhi penyebaran TBC salah satunya adalah
lingkungan yang kumuh,kotor .Penderita TB Paru lebih banyak
terdapat pada masyarakat yang menetap pada lingkungan yang
kumuh dan kotor.
b. Kondisi Sosial Ekonomi
Sebagai Penderita TB Paru adalah dari kalangan Miskin.Data
WHO yang menyatakan bahwa angka kematian akibat TB sebagai
besar berada di Negara berkembang yang relative miskin
c. Wilayah
Resiko mendapatkan infeksi dan berkembangnya klinis penyakit
TB Paru bergantung pada keberadaan infeksi dalam masyarakat
misalnya Imigran dari daerah prevalensi tinggi TB, Ras yang
beresiko tinggi dan kelompok etnis minorias(misal
Afrika,Amerika,Amerika Indian,Asli Alaska,Asia,Kepulauan Pasifik
dan Hispanik)

3. Time / Waktu
Penyakit TB Paru dapat menyerang siapa saja,dimana saja dan
kapan saja tanpa mengenal waktu,Apabila Kuman telah masuk ke

5
dalam tubuh maka pada saat itu kuman akan berkembang biak dan
berpotensi untuk terjadinya penyakit TB Paru.

2.1.2 Gejala Penyakit


Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan
gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang
terlibat.Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus
baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik / umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai
sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan
nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)
dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya
adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-
kejang.

6
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat
terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC
dewasa.Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC
paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan - 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan
pemeriksaan serologi/darah.
2.1.3 Diagnosis dan Klasifikasi

Beberapa istilah dalam definisi kasus:


Kasus TB: Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis
atau didiagnosis oleh dokter.
Kasus TB pasti (definitif): pasien dengan biakan positif untuk
Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan,

7
sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:


- Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
- Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu
pada TB Paru:
- Tuberkulosis paru BTA positif.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
- Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA
positif.Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
o Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negativ
o Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
o Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT

8
o Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk
berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced),
dan atau keadaan umum pasien buruk.
TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
o TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi,
dan kelenjar adrenal.
o TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang,
TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan:
Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru,
maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus
dicatat sebagai pasien TB paru.
Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa
organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang
penyakitnya paling berat.
d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi
menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
i. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
ii. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau

9
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
iii. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
iv. Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
v. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
2.2 Etiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit granulamatosa kronis
menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tidak hanya
mengenai paru, penyakit ini juga dapat mengenai organ lain. Penularan
langsung terjadi melalui inhalasi mikroaerosol ekspektorasi (droplet) atau
pajanan ke sekresi pasien TB. Selain M. tuberculosis, M.bovis juga
menyebabkan TB orofaring dan usus yang berjangkit melalui susu sapi
perah yang mengidap tuberkulosis.
Sedangkan M.avium-intracellulare merupakan strain yang sering
ditemukan pada pasien AIDS, mengenai 10 hingga 30% pasien. Penularan
strain ini melalui tanah, air, unggas, babi, dan hewan ternak. Namun, di
antara semuanya M.tuberculosis merupakan penyebab tersering.
Persamaan antara M.tuberculosis hominis dan M.bovis adalah
keduanya aerob obligat yang pertumbuhannya dihambat oleh pH kurang
dari 6,5 dan asam lemak rantai panjang. Oleh karena itu, kuman TB jarang
ditemukan di tengah lesi nekrosis perkijuan karena pH yang rendah, kadar
asam lemak yang meningkat, dan anaerobiosis.
WHO memperkirakan TB menyebabkan 6% kematian di seluruh
dunia.Pada tahun 2004, penanggulangan global TB oleh WHO menyatakan
bahwa 265 kasus/ 100.000 (555.000 kasus) yang 46% di antaranya

10
merupakan kasus baru. Berdasarkan umur, tampak TB bergerak ke
kelompok usia tua sekitar 55-64 tahun. Meskipun, sebagian besar kasus saat
ini ditemukan pada kelompok usia 15-64 tahun.
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ketiga tertinggi di
dunia setelah China dan India. Berdasarkan survei kesehatan nasional 2001,
TB menempati posisi ketiga sebagai penyebab kematian tertinggi di
Indonesia. Angka kejadian TB di Indonesia terlepas dari angka kejadian
infeksi HIV hingga kini. Akan tetapi, hal ini dapat berubah pada masa
mendatang mengingat laporan kasus HIV yang terus meningkat. Provinsi
Nusa Tenggara Timur memiliki prevalensi tertinggi TB pada survei tahun
1979-1982.
Kejadian TB berkaitan erat dengan kemiskinan, kepadatan
penduduk, dan penyakit kronis. Insiden kejadiannya juga meningkat pada
pasien AIDS. Disamping itu, penyakit tertentu seperti diabetes mellitus,
penyakit Hodgkin, penyakit paru kronis, gagal ginjal kronis, malnutrisi, dan
alkoholisme mampu meningkatkan faktor risiko.Progresivitas penyakit pada
pasien yang terinfeksi mungkin terkait genetic.

2.2.1 Karakteristik Biologi Mycobacterim tuberculosis


M. tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang langsing
berukuran 0.4 x 3m yang tahan asam dan bersifat aerobik. Disebut
basil tahan asam karena sulit didekolorisasi dengan alkohol ataupun
asam. Oleh karena sulit didekolorisasi dengan alkohol (95% etil
alkohol yang mengandung 3% asam hidroklorat) , mikobakterium
tidak dapat diklasifikasikan gram positif atau negatif. Teknik
pewarnaan yang digunakan adalah teknik Ziehl Neelsen.

11
Mikobakteri memperoleh energi dari oksidasi senyawa karbon
sederhana dimana peningkatan PCO2 memacu pertumbuhan.
Pembelahan biner basil TB adalah 18 jam dan cenderung lebih lambat
dibandingkan bakteri lainnya. Perbedaan dengan bakteri umum
lainnya adalah mikobakterium resisten terhadap agen antibakterial
seperti penisilin dan mampu bertahan dalam kondisi kekeringan dalam
waktu yang lama (pada sputum yang kering).
Dinding sel M. tuberculosis sebagian besar disusun oleh:
o Lipid : Mikobakteri kaya akan lipid khususnya asam
mikolat (asam lemak rantai panjang C78- C90), wax, dan
fosfatidat. Di dalam sel, sebagian besar lipid berikatan dengan
protein dan polisakarida.Kompleks muramil peptida (dari
peptidoglikan) dengan asam mikolat membentuk granuloma,
sedangkan fosfolipid merangsang pembentukan nekrosis
perkijuan. Disamping itu, lipid juga membentuk sifat tahan
asam pada mikobakteri.
o Protein : Tiap mikobakteri memiliki protein yang terikat
dengan wax dan menginduksi reaksi tuberkulin. Dengan kata
lain, protein tersebut dapat menyebabkan pembentukan berbagai
antibodi.
o Polisakarida : Peran polisakarida dalam menimbulkan
penyakit TB masih belum pasti. Polisakarida bisa menginduksi
hipersentivitas tipe cepat dan berperan sebagai antigen ketika
bereaksi dengan serum pasien.
2.2.2 Transmisi Mycobacterium tuberculosis
Droplet yang berdiameter 1 hingga 5 m dapat mengandung 2-
3 M.tuberculosis. Droplet dihasilkan oleh pasien TB paru atau laring
yang batuk, bersin, berbicara, dan bernyanyi. Selain itu, dapat pula
dihasilkan ketika pengobatan aerosol, induksi sputum, dan
pemeriksaan jaringan atau sputum di laboratorium. Droplet yang
berukuran besar bukan merupakan kendaraan yang efektif karena
tidak dapat menembus alveoli. Untuk itu, partikel droplet yang

12
berukuran besar terlebih dahulu terperangkap di mukosa dan dibawa
ke orofaring untuk dibatukkan keluar atau ditelan.
Adapun faktor yang menentukan kecenderungan transmisi M.
tuberculosis adalah:
1. Jumlah organisme yang keluar ketika batuk,
2. Konsentrasi organisme di udara yang ditentukan oleh volume
ruangan dan ventilasi,
3. Lama waktu pajanan seseorang menghirup udara yang
tercemar,
4. Daya tahan tubuh dari individu yang terekspos.
Pada kehamilan, ibu dengan TB cenderung melahirkan
prematur dan anak dengan berat badan yang rendah. Disamping itu,
TB juga meningkatkan aborsi spontan dan kematian perinatal.
Keparahan sangat bergantung pada waktu diagnosis atau pengobatan.
TB kongenital merupakan komplikasi yang jarang terjadi akibat
penyebaran hematogen maternal. Sulit untuk mengidentifikasi TB
kongenital yang mana gejala baru akan tampak pada usia dua atau tiga
minggu setelah lahir.

2.3 Alur Penularan Tuberkulosis


2.3.1 Riwayat Alamiah Penyakit
Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah
deskripsi tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada
individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga
terjadinya akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa
terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapetik.Tahapan
riwayat alamiah penyakit Tuberkulosis adalah sebagai berikut.

1. Tahap Peka/ Rentan/ Pre pathogenesis


Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit
penyakit.Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia, dalam arti
bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam
tubuh pejamu.Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda tanda

13
penyakit dan daya tahan tubuh pejamu masih kuat dan dapat menolak
penyakit.Keadaan ini disebut sehat.Risiko terinfeksi tuberkulosis
sebagian besar adalah faktor risiko eksternal, terutama adalah faktor
lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat dan
kumuh.Sedangkan risiko menjadi sakit tuberkulosis, sebagian besar
adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yang disebabkan
oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti
kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, dan pengobatan dengan
immunosupresan.

2. Tahap Pra gejala/Masa Inkubasi/ Sub-Klinis

Pada tahap ini telah terjadi infeksi, tetapi belum menunjukkan


gejala dan masih belum terjadi gangguan fungsi organ. Pada penyakit
Tuberkulosis paru sumber infeksi adalah manusia yang mengeluarkan
basil tuberkel dari saluran pernapasan, kontak yang rapat (misalnya
dalam keluarga) pasien TB dapat mengeluarkan kuman TB dalam
bentuk droplet yang infeksius ke udara pada waktu pasien TB tersebut
batuk (sekitar 3.000 droplet) dan bersin (sekitar 1 juta droplet). Droplet
tersebut dengan cepat menjadi kering dan menjadi partikel yang sangat
halus di udara.Ukuran diameter droplet yang infeksius tersebut hanya
sekitar 1 5 mikron.
Pada umumnya droplet yang infeksius ini dapat bertahan dalam
beberapa jam sampai beberapa hari. Pada keadaan gelap dan lembab
kuman TB dalam droplet tersebut dapat hidup lebih lama sedangkan
jika kena sinar matahari langsung (sinar ultra-violet) maka kuman TB
tersebut akan cepat mati. Pasien TB yang tidak diobati maka setelah 5
tahun akan: 50% meninggal, 30% akan sembuh sendiri dengan daya
tahan tubuh yang tinggi, dan 20% menjadi kasus kronik yang tetap
menular. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali
dengan kuman tuberkulosis, droplet yang terhirup sangat kecil
ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier

14
bronkus,dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap
disana.
Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis paru berhasil berkembang
biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan
peradangan didalam paru, saluran limfe di sekitar hilus paru, dan ini
disebut sebagai komplek primer. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukan komplek primer adalah 4-6 minggu.
Infeksi TB dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberculin dari negatif menjadi positif.Kelanjutan setelah infeksi
primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan
tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis.
Meskipun demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman
persistent atau dormant (tidur), kadang-kadang daya tahan tubuh tidak
mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam
beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita
tuberkulosis paru. Masa inkubasinya yaitu waktu yang diperlukan
mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan selama 6 bulan.
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi
TB.Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik
(droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya
kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non
spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya
sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman
TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam
makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk
koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan
paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai
saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan
terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru
bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar

15
limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru,
yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer
merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang
membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa
inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada
proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya
kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-
12 minggu.Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler.

3. Tahap Klinis (stage of clinical disease)


Tahap klinis merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan
fungsi organ yang terkena dan menimbulksn gejala.Gejala penyakit
TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat.Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum:
a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah.
b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah
Gejala khusus:
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-
paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar,

16
akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang
disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru),
dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus
otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak),
gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran
dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat
terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC
dewasa.Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC
paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan
pemeriksaan serologi/darah.

Gejala klinis pada penyakit Tuberculosis dibagi menjadi dua yaitu:

a. Gejala klinik .
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena
adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala
lokal sesuai organ yang terlibat), dimana gejala tersebut adalah
batuk lebih dari 3 minggu, batuk berdarah, sesak nafas dan
nyeri pada bagian dada. Gejala ini sangat bervariasi: tegantung
dari berat atau tidaknya luas lesi yang ditimbulkan oleh kuman
tersebut. Gejala Sistemik, dapat berupa demam, keringat
malam, anoreksia, dan berat badan menurun.

b. Gejala tuberkulosis ekstra paru

17
c. Misalnya pada lifadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran
pada organ limfa, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat
gejala meningitis, sesuai dengan organ yang terserang.

4. Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan.


Tahap Penyakit Lanjut/ Ketidakmampuan merupakan tahap saat akibat
dari penyakit mulai terlihat. Pasien yang menderita penyakit
Tuberkulosis semakin bertambah parah dan penderita tidak dapat
melakukan pekerjaan sehingga memerlukan perawatan (bad rest).

5. Tahap Terminal (Akhir Penyakit)


Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya
perjalanan penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu :
sembuh sempurna, sembuh dengan cacad (fisik, fungsional, dan
social), karier, penyakit berlangsung kronik, berakhir dengan kematian.
Menurut Depkes RI (2008), Riwayat alamiah penyakit Tuberkulosis,
apabila tidak mendapatkan pengobatan sama sekali, dalam kurun
waktu lima tahun adalah sebagai berikut:
a. Pasien 50 % meninggal
b. 25% akan sembuh dengan daya tahan tubuh yang tinggi
c. 25 % menjadi kasus kronik yang tetap menular (Herlina, 2007).

2.3.2 Mekanisme Penularan


Sumber penularan adalah penderita TB. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk droplet.
Droplet yang mengandung bakteri dapat bertahan di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi apabila droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama bakteri TB
masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, bakteri TB
tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui
sistem peredaran darah, sistem saluran napas, atau penyebaran
langsung ke bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya bakteri yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi
derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita

18
tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif, maka penderita
tersebut dianggap tidak menular.Kemungkinan seseorang terinfeksi
TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara danlamanya
menghirup udara tersebut.
Resiko penularan setiap tahun Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi
antara 1 - 2 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap
tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi.
Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi
penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi
penderita TB.
Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa
daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata
terjadi 100 (seratus) penderita TB setiap tahun, dimana 50 % penderita
adalah BTA positif.
Penyakit TB banyak menyerang orang yang memiliki
kekebalan tubuh yang lemah. Orang-orang lanjut usia yang pada pada
masa kanak-kanaknya pernah terserang tuberkulosis dan mereka yang
hasil tes HIV-nya positif menjadi sasaran utama TB. Janin bisa tertular
dari ibunya sebelum atau selama proses persalinan karena menghirup
atau menelan cairan ketuban yang terkontaminasi.
Sistem kekebalan seseorang yang terinfeksi oleh TB biasanya
menghancurkan bakteri atau menahannya di tempat terjadinya infeksi.
Kadang bakteri tidak dimusnahkan tetapi tetap berada dalam bentuk
tidak aktif (dorman) di dalam makrofage (sejenis sel darah putih)
selama bertahun-tahun. Individu yang demikian telah terinfeksi namun
tidak mengalami penyakit yang aktif dengan demikian tidak dapat
menyebarkan ke organisme lain. Namun bila pertahanan tubuh
menurun infeksi tersebut dapat diaktifkan kembali dan dapat menular
yang secara potensial mengancam kehidupan.
Sekitar 80% infeksi TB terjadi akibat pengaktifan kembali
bakteri yang dorman. Bakteri yang tinggal di dalam jaringan parut

19
akibat infeksi sebelumnya (biasanya di puncak salah satu atau kedua
paru-paru) mulai berkembang biak. Seseorang yang terinfeksi oleh TB
memiliki peluang sebesar 5% untuk mengalami suatu infeksi aktif
dalam waktu 1-2 tahun.
TB aktif dimulai di paru-paru (tuberkulosis pulmoner). TB yang
menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner)
berasal dari TB pulmoner yang telah menyebar melalui darah. Infeksi
bisa tidak menyebabkan penyakit, tetapi bakteri tetap hidup dorman di
dalam jaringan parut.
TB yang bisa berakibat fatal dapat terjadi jika sejumlah besar
bakteri menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Infeksi ini
disebut tuberkulosis milier. Pelepasan bakteri sewaktu-waktu ke dalam
aliran darah dari luka yang tersembunyi bisa menyebabkan demam
yang hilang-timbul disertai penurunan berat badan secara bertahap.

2.3.3 Cara Penularan


Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar
dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat
penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya
berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan
terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan
dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh
organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan,
tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ
tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

20
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-
paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk
globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis
bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan
dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme
pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat).
Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai
tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini
akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang
dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan
mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak.
Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-
paru.Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum
(dahak).Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat
diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan
positif terinfeksi TBC.

21
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini,
banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain
memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas
pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk
yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi
HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi
dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting
dalam terjadinya infeksi TBC.

2.4 Pencegahan dan Penanggulangan


2.4.1 Pencegahan
Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host
dan Environment dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat
dilakukan antara lain :
a. Pencegahan Primer
Dengan promisi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC
paling efektif, walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran
umum dan mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang
sudah tinggi. Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC
yang meliputi :

o Imunisasi aktif, melalui vaksinasi Basil Calmette Guerin (BCG)


secara nasional dan internasional pada daerah dengan kejadian
tinggi dan orang tua penderita atau berisiko tinggi dengan nilai
proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan
Environment
o Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika
kontak dijalankan dan tetap harus dikombinasikan dengan
pasteurisasi produk ternak
o Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada
pencegahan dan pengobatan diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit
kronis dan mental.
b. Pencegahan Sekunder

22
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar
pengontrolan kasus TBC yang timbul dengan 3 komponen utama :
Agent, Host dan Environment.
Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk
kesuksesan aplikasi modern kemoterapi spesifik, walau terasa berat
baik dari finansial, materi maupun tenaga.Metode tidak langsung
dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC
sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan.Selain itu,
pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting
untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif.
Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan
rantai infeksi TBC, dengan imunisasi TBC negatif dan
Chemoprophylaxis pada TBC positif.Kontrol lingkungan dengan
membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat
mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan
bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan terhadap
epidemic TBC.Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk
membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan
menghindari tekanan psikis.
c. Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan
TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang
menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi
penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien,
kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi
individu.Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan
penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari
TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.
Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan
untuk mengurangi perbedaan pengetahuan tentang TBC, yaitu
dengan jalan sebagai berikut:
o Perkembangan media.
o Metode solusi problem keresistenan obat.
o Perkembangan obat Bakterisidal baru.
o Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin. \

23
o Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang
fleksibel.
o Studi lain yang intensif.
o Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang
terkontrol.
Tindakan pencegahan terhadap TB harus melibatkan semua
pihak mulai dari penderita, masyarakat dan petugas kesehatan.
Adapun upaya pencegahan yang harus dilakukan yaitu :
a. Penderita tidak menularkan kepada orang lain
Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu

tangan atau tissu


Tidur terpisah dari keluarga terutama pada dua minggu
pertama pengobatan
Tidak meludah di sembarang tempat, tetapi dalam wadah
yang diberi lysol, kemudian dibuang dalam lubang dan
ditimbun dalam tanah
Menjemur alat tidur secara teratur pada pagi hari
Membuka jendela pada pagi hari, agar rumah mendapat
udara bersih dan cahaya matahari yang cukup sehingga
bakteri penyebab TB dapat mati
Pengobatan dini bagi penderita

b. Masyarakat tidak tertular dari penderita TB


Meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain dengan
makan-makanan yang bergizi
Tidur dan istirahat yang cukup
Tidak merokok dan tidak minum-minuman yang
mengandung alkohol
Membuka jendela dan mengusahakan sinar matahari masuk
ke ruang tidur dan ruangan lainnya
Imunisasi BCG pada bayi
Imunisasi orang-orang yang kontak dengan penderita.
Tindakan pencegahan bagi orang-orang sangat dekat
(keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan
lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG
Segera periksa bila timbul batuk lebih dari tiga minggu
Menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
Meningkatkan pendidikan kesehatan pada masyarakat

24
Memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang
meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya
terhadap petugas kesehatan
Tersedia sarana-sarana kedokteran dan tempat pemeriksaan
penderita
Adanya sistem pelaporan kasus dan pencatatan
Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada
kelompok beresiko tinggi, seperti para imigran, orang-
orang kontak dengan penderita seperti keluarga, petugas
kesehatan dan petugas di rumah sakit serta tindak lanjut
bagi yang positif TB

2.4.2 Penanggulangan
Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah
berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada
kelompok tertentu.Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi
melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4).Sejak tahun
1969 penanggulangan dilakukan secara nasional melalui Puskesmas.
Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah paduan standar
INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua tahun.Para Amino
Acid (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid.Sejak 1977 mulai
digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH,
Rifampisin dan Etambutol selama 6 bulan.
Berbagai variasi regimen telah diperkenalkan selama ini.Pada
dasarnya semuanya mengandung dua fase, yaitu fase awal intensif dan
fase lanjutan. Fase awal intensif biasanya diberikan sedikitnya 3 atau
4 obat, sedangkan fase lanjutan dapat diberikan 2 obat saja baik setiap
hari maupun intermitten.
Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT
Jenis Obat Sifat Dosis yang Direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3x Seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-5) 10 (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 25 (20-30) 15 (12-18)
Pyrazinamide Bakterisid 15 (15-20) 10 (8-12)

25
(Z)
Streptomycin (S) Bakterisid 10 (8-12) 35 (30-40)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (12-18) 30 (20-35)

Tabel 2.Dosis Untuk Paduan OAT Kategori II


Berat Badan Tahap intensif tiap hari RHZE Tahap Lanjutan 3 kali seminggu
(150/75/400/275)+S RH(150/150)+E(400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selam 20 minggu

30 37 Kg 2 tab 4KDT 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT


+500 mg streptomisin inj. +2 tab Etambutol
38 54 Kg 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
+750 mg Streptomisin Inj. +Etambutol
55 70 Kg 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT
+1000mg streptomisin Inj. +4 tab Etambutol
271 Kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT tab 2KDT +5 tab Etambutol
+1000 mg Streptomisin
inj.

Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Etambulot Strepto Jumla


Pengo Pengo Isoniasid Rifam Pirazinam misin h
batan batan @300 pisin id @500 Inj hari/k
(Bula mgr @450 mgr ali
n) mgr mene
lan
obat
Tablet Tablet
@250 mgr @400
mgr

26
Tahap 2 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
intensi 1 1 1 3 3 - - 28
f
(dosis
harian)
Thap 4 2 1 - 1 2 - 60
lanjuta
n
(dosis
3%
seming
gu)
Tabel 3.Paduan OAT Kategori III

Penderita yang menghentikan pengobatannya <2 minggu pengobatan OAT


dapat dilanjutkan sesuai jadwal. Jika penderita menghentikan pengobatannya 2
minggu :
Berobat 4 bulan, BTA negatif dan klinis, radiologis negatif OAT STOP
Berobat 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang sama.
Berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan, BTA negatif, akan tetapi klinis
dan radiologis positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang sama.
Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2 4 minggu pengobatan
dilanjutkan kembali sesuai jadwal.
Pengobatan tuberkulosis dapat dibagi kedalam 2 kategori yaitu OAT primer dan
OAT sekunder.
a. OAT Primer
Prognosis baik jika pasien tidak mengalami gangguan imun. Nutrisi yang
baik, pengurangan konsumsi alkohol, dan kepatuhan pada terapi obat
merupakan faktor-faktor penting.

27
Penyembuhan penyakit umumnya terjadi setelah pengobatan selama 6
bulan.Pada awalnya sekurang-kurangnya digunakan tiga obat, untuk
mencegah perkembangan strain yang resisten.Regimen yang dianjurkan
adalah rifampisin, dan isoniazid selama 2 bulan, diikuti rifampisin dan
isoniazid selama 4 bulan.Tambahan piridoksin mencegah neuropati perifer
akibat isoniazid.Fungsi hati sebaiknya dipantau, karena rifampisin dan
pirazinamid dapat menyebabkan disfungsi hati.Jika dicurigai terjadi resistensi
obat (rekurensi TB pada pasien yang tidak patuh), maka regimen empat obat
(tambahkan etambutol) dapat dimulai. Bila ada hasil kultur, obat alternatif
akan menggantikan obat yang tidak sensitif untuk mikrobakterium. Etambutol
(pantaulah penglihatan warna untuk neuritis optikus), streptomisin (pantaulah
kadar plasma untuk mneghindari gangguan pendengaran) atau siprofloksasin
dapat digunakan. Pada TB paru berat, kortikosteroid kadang-kadang
memperbaiki hasil.
Di beberapa organ (misalnya tulang), TB diobati lebih lama, sering
dengan obat-obat tambahan. Pada TB meningeal atau serebral, regimen empat
obat selama 12 bulan dengan tambahan steroid dianjurkan, untuk memastikan
penetrasi otak yang adekuat dan mencegah kompresi nervus kranialis akibat
pembentukan parut meningeal.
Bila dengan OAT primer timbul resistensi, maka yang resisten itu
digantikan dengan paling sedikit 2-3 macam OAT sekunder yang belum
resisten, sehingga penderita menerima 5 atau 6 macam obat sekaligus.
Strategi pengobatan yang dianjurkan oleh WHO adalah DOTs (directly
observed treatment, short course) untuk penggunaan OAT primer dan DOTS-
plus untuk penggunaan OAT sekunder.
b. OAT Sekunder
OAT sekunder adalah asam para-aminosalisilat, ethionamide, thioacetazone,
fluorokinolon, aminoglikosida dan capreomycin, cycloserine, penghambat
betalaktam, clarithromycin, linezolid, thioacetazone, dan lain-lain.
Asam Para-Amino Salisilat (PAS)
Ditemukan tahun 1940, dahulu merupakan OAT garis pertama yang
disunakan bersama dengan isoniazid dan streptomycin; kemudian
kedudukannya digantikan oleh ethambutol.PAS memperlihatkan efek

28
bakteriostatik terhadap M.tuberculosis dengan menghambat secara
kompetitif pembentukan asam folat dari asam para-amino benzoate.
Thioacetazone
Secara in-viro dan in-vivo diperlihatkan mempunyai khasiat bakteriostatik
terhadap M. tuberculosis. Resistensi silang sering terlihat antara
thioacetazone dengan isoniazid dan ethioonamide. Karena kerap
menimbulkan reaksi hipersensitifitas berat (sindroma Steven-Johnson),
thioacetazone tak dianjurkan untuk digunakan pada penderita dengan HIV.

29
BAB III
PENUTUP
2.5 Kesimpulan
Dengan demikian, bahwa penyakit tuberculosis (TBC) itu
disebabkan karena adanya bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Oleh karena
itu untuk mencegah penularan penyakit ini sebaiknya harus menjaga
kebersihan diri dan lingkungan. Tuberkulosis juga penyakit yang harus
benar-benar segera ditangani dengan cepat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan menyeluruh, yang meliputi
anamnesis (yang juga mencakup tanda dan gejala serta riwayat penyakit),
maka pasien didiagnosis menderita tuberkulosis jika telah menunjukkan
gejala gejalanya. Pasien harus minum obat secara teratur dan melanjutkan
terapi pengobatan hingga dinyatakan benar sembuh. Pasien harus sabar dan
taat. Anggota keluarga harus memeriksakan dahaknya dan gar harus
memperhatikan serta motifasi pasien tetap konsisten dalam menjalani
pengobatan.

2.6 Saran
Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, kedepannya kami akan lebih terperinci dalam menganalisis
materi dengan sebaik-baiknya.

30
DAFTAR PUSTAKA

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Panduan Nasional Penularan
Tuberkulosis. Edisi ke-2.Jakarta : Depkes RI
Chandra, Budiman dr, 1996.Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia.2006. Jurnal Tuberkulosis Indonesia.
Vol._3 No._2 September 2006.
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/Jurnal_TB_Vol_3_No_2_PPTI.pdf diakses pada 28
Oktober 2016
Waspadji, Sarwono, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.Edisi ke-3 FKUI.
http://www.searo.who.int/indonesia/topics/tb/stranas_tb-2010-2014.pdf diakses
pada 28 Oktober 2016
www.tbindonesia.or.id/opendir/Buku/buku-saku-tb-revfinal.pdf diakses pada 28
Oktober 2016
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40165/4/Chapter%20II.pdf
diakses pada 28 Oktober 2016
http://spiritia.or.id/dokumen/pedoman-tbnasional2014.pdf diakses pada 28 Oktober
2016

Anda mungkin juga menyukai