Batuan metamorf diartikan sebagai batuan yang terbentuk akibat perubahan suhu dan tekanan
dari batuan yang telah ada sebelumnya (protolith), baik itu batuan beku, sedimen, maupun
batuan metamorf itu sendiri (Winter, 2001; Best, 2003). Perubahan itu sendiri disebut dengan
proses metamorfisme. Batuan metamorf juga disebut sebagai batuan malihan, demikian pula
Proses metamorfisme merupakan perubahan yang terjadi pada susunan mineral, tekstur
batuan, dan komposisi kimia. Perubahan pada proses metamorfisme sangat berbeda dengan
perubahan pada batuan sedimen yang dikenal dengan diagenesis dan proses pelapukan. Proses
metamorfisme berlangsung akibat perubahan suhu dan tekanan yang tinggi di atas 200C dan
300 MPa (megapascal) pada kedalaman tekanan 3 kbar dan terjadi dalam kondisi padat. Proses
diagenesa sendiri berlangsung pada suhu di bawah 200C dan proses pelapukan pada suhu dan
Kondisi Metamorfisme
Semua proses geologi yang berskala besar seperti pergerakan lempeng tektonik, subduksi dari
lempeng oseanik, tumbukan antara lempeng kontinen dengan kontinen, dan pemekaran tengah
samudera menghasilkan pergerakan dari batuan yang akan menghasilkan tekanan dan energi
panas. Perubahan tekanan dan suhu tersebut kemudian menjadi faktor yang penting dalam
proses metamorfisme. (maulana, 2014)
Batas metamorfisme dapat dilihat pada Gambar 7.1 dan Tabel 7.1.
Gambar 7.1 Kisaran suhu dan tekanan dalam proses metamorfisme (Best, 2003) dalam
maulana, 2014
Hubungan antara derajat metamorfisme dengan batuan yang
dihasilkan.
(http://www.geologues-prospecteurs.fr/documents/classification-roches-metamorphiques/)
(dalam maulana, 2015)
Ilustrasi hubungan lingkungan pembentukan batuan metamorf dengan fasies metamorfisme
(maulana, 2015)
Penyebab suatu batuan mengalami proses metamorfisme ialah mineral pada suatu batuan hanya
akan stabil pada kisaran suhu tekanandan kondisi kimia tertentu. Jika suhu tekanan dan kondisi
kimia dari batuan tersebut mengalami perubahan yang drastis, mineral penyusun batuan
tersebut akan berubah secara kimia yang akan menghasilkan mineral baru yang lebih stabil.
Proses metamorfisme sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sering disebut dengan agen
metamorfisme (metamorphic agent) (Best, 2003) di antaranya ialah komposisi batuan asal
(protolit) selain suhu dan tekanan, cairan, dan waktu.
Jenis dari batuan asal yang mengalami metamorfisme merupakan salah satu faktor penting yang
akan menentukan hasil metamorfisme suatu batuan. Oleh karena itu, batuan hasil metamorfisme
sangat bergantung pada batuan asalnya. Proses metamorfisme akan menghasilkan atau
melepaskan zat-zat kimia baru, tetapi pada hampir semua batuan metamorf, sebagian besar
atom yang menyusun batuan asal akan tetap hadir pada batuan hasil metamorfisme.
Suhu dan Tekanan
Pada suhu di bawah 150C, umumnya mineral masih dalam kondisi stabil. Namun, kenaikan
suhu akan menyebabkan laju reaksi akan bertambah dan akan menghasilkan mineral-mineral
baru. Pada kondisi di atas 600C, mineral akan mulai melebur. Hal ini menandakan bahwa suhu
merupakan fungsi bertambahnya kedalaman dan kehadiran larutan magma (Gambar 7.4).
Bertambahnya kedalaman akan membuat batuan terpanaskan oleh material yang ada di atasnya
(burial) sementara adanya terobosan magma dapat menimbulkan perubahan suhu dan tekanan.
Peningkatan suhu dan tekanan juga akan memengaruhi derajat metamorfisme
Waktu
Dalam proses metamorfisme, waktu merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh.
Proses rekristalisasi mineral dalam fase padat berlangsung sangat lambat dan dalam waktu yang
lama. Secara umum, ukuran butir mineral akan semakin besar seiring dengan berjalannya waktu
dan sebaliknya mineral yang berbutir halus menggambarkan proses metamorfisme yang singkat
serta suhu dan tekanan rendah.
Tipe Metamorfisme
Secara umum tipe metamorfisme dapat dibagi menjadi 2, yaitu tipe metamorfisme berdasarkan
genetik atau agen metamorfisme (principal metamorphic agent) dan berdasarkan lingkungan
geologinya (geological setting). Tipe metamorfisme lainnya adalah metamorfisme yang
didasarkan pada tatanan tektonik dan hubungan antara metamorfsime dan orogenesa.
a. Metamorfisme kontak
(bawah). (http://www.tulane.edu/~sanelson/eens212/metatexture.htm)
b. Metamorfisme regional
Metamorfisme regional merupakan jenis metamorfisme yang terjadi pada daerah yang sangat
luas yang biasanya berasosiasi dengan tumbukan batas lempeng (Gambar 7.8) dengan kondisi
suhu dan tekanan yang tinggi. Jenis metamorfisme ini akan menghasilkan penyebaran batuan
metamorf yang cukup luas dengan batuan yang umumnya berfoliasi. Metamorfisme regional
dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu metamorfisme timbunan (burial), orogenik, dan ocean
floor-metamorphism.
c. Metamorfisme dinamik
Metamorfisme dinamik adalah metamorfisme yang didominasi oleh faktor tekanan yang
memengaruhi proses rekristalisasi dan pertumbuhan mineral. Biasanya jenis metamorfisme ini
terjadi di daerah yang dikendalikan oleh patahan atau pada zona patahan (fault zone) yang juga
sering diistilahkan dengan metamorfisme kataklastik (cataclastic metamorphism). Batuan yang
dibentuk oleh metamorfisme kataklastik dipengaruhi oleh tekanan dan panas yang dihasilkan
oleh pergeseran dari blok-blok batuan yang menyebabkan batuan yang dilewati oleh bidang
pergeseran tersebut akan tergerus dan membentuk batuan yang dinamakan dengan breksi sesar
(milonit, mylonite).
a. Metamorfisme hidrotermal
Metamorfisme hidrotermal terjadi pada daerah di mana endapan hidrotermal terbentuk akibat
aktivitas larutan hidrotermal. Suhu dan komposisi larutan menjadi hal yang penting dalam
proses ini. Proses ini biasanya dijumpai pada daerah rifting atau rekahan-rekahan yang baru
terbentuk sebagai tempat keluarnya energi panas bumi (geotermal). Suhu dapat mencapai 300C
atau lebih yang kemudian bereaksi dengan batuan asal untuk membentuk himpunan mineral
baru yang sangat bergantung pada komposisi batuan asal dan komposisi larutan hidrotermal
terutama CO2.
b. Pirometamorfisme
Pirometamorfisme terjadi pada daerah yang berdekatan dengan gunung api yang sangat
dipengaruhi oleh suhu yang sangat tinggi. Proses ini biasanya dicirikan o;eh kehadiran mineral
ortopiroksin dan sanidin yang menggambarkan kondisi suhu tinggi.
c. Metamorfisme benturan
Metamorfisme benturan terbentuk pada daerah yang berhubungan dengan benturan meteorit di
atas muka bumi. Metamorfisme ini dipengaruhi oleh suhu dan tekanan yang sangat tinggi akibat
benturan meteorit yang jatuh ke muka bumi dan berlangsung dalam waktu singkat. Proses ini
dicirikan oleh kehadiran shatter cones, pseudotachylites, tektites, coesite, dan stishovite.
Pada umumnya metamorfisme berlangsung di bawah tekanan turunan atau (differential stress)
yang akan menghasilkan reaksi metamorfisme. Reaksi metamorfisme kemudian akan
menghasilkan perubahan tekstur, yaitu berupa rekristalisasi, dengan batas-batas butiran akan
semakin mendekat dan bersentuhan satu sama lainnya. Apabila tekanan diferensial ini terus
berlangsung, mineral-mineral
pipih seperti mika dan klorit mulai berkembang dan tumbuh berorientasi, yang lembaran-
lembarannya berarah tegak lurus terhadap tekanan maksimum. Lembaran-lembaran mika baru
yang sejajar ini membentuk sebuah tekstur planar yang disebut dengan foliasi (foliation).
batuan metamorf akan menghasilkan tekstur yang tidak berfoliasi (non-foliated) yang dihasilkan
melalui proses metamorfisme kontak
REFRENSI
Best, M.G. 2003. Igneous and Metamorphic Petrology. Edisi ke-2. Malden : Blackwell
Publishing.
Winter, D.J. 2001. An Introduction to Igneous and Metamorphic Petrology. New Jersey: Prentice
Hall
Barker, A. J. 1990. Metamorphic Textures and Microstructures. Chapman and Hall: New York.