G 30 Spki
G 30 Spki
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua itu dicapai berkat pimpinan licik dari D.N Aidit, yang menjadi
ketua partai pada tahun 1951. Bukan melalui cara bersekongkol, sembunyi-
sembunyi, atau bergerak dibawah tanah, melainkan jalan parlementerlah yang
dipilih Aidit untuk memperoleh kekuasaan. Faktor tunggal terpenting yang
menyebabkan Aidit mencapai sukses, adalah persahabatannya dengan presiden
Soekarno, yang diperkokoh selama masa Demokrasi Terpimpin. Dengan pengaruh
kharismatiknya yang luar biasa terhadap seluruh bangsa, Presiden Soekarno
memberikan perlindungan kepada PKI dalam menghadapi musuh-musuhnya.1
Tugas pokok pimpinan PKI di masa pra-G 30.S, sebagai nama yang
dikenal orang selanjutnya untuk menyebut percobaan kup, terdiri dari suatu usaha
dengan tiga tujuan:
1. Memperbaiki pengaruh dan kekuasaan mereka di Angkatan Bersenjata.
2. Bersiap-siap menghadapi saat-saat presiden Soekarno tidak berkuasa
lagi.
3. Meneruskan usaha menyebarkan pengaruh mereka di semua sektor
masyarakat Indonesia.
Mengenai tugas yang pertama, pihak PKI sudah cukup puas dengan hanya
melakukan kasak-kusuknya di Angkatan Udara, karena Menteri/Panglima
Angkatan Udara Omar Dhani cenderung bersimpati kepada PKI. Dimata PKI,
Angkatan Laut tidak dianggap sebagai suatu kesatuan yang penting, sedangkan
kepolisian mengalami perpecahan dalam tubuhnya sendiri, dan karena itu, tidak
dapat diharapkan berfungsi efektif pada saat-saat darurat. Alhasil, hanya Angkatan
Darat saja yang betul-betul memusingkan pimpinan PKI.
Dari hasil pemilihan umum tahun 1955, ketika para anggota Angkatan
Bersenjata memberikan suara berdasarkan hak pemilihan tersendiri, PKI
mendapat kesimpulan, bahwa pengaruh mereka di jajaran berpangkat rendah
cukup besar. Namun korps perwira yang sebenarnya menjadi sasaran mereka,
tidak bersikap simpatik pada partai tersebut. Oleh karena itu PKI tentu berpikir
bahwa mereka harus berusaha sekuat tenaga untuk mengganti pimpinan Angkatan
Darat dengan tokoh-tokoh yang lebih memperlihatkan simpati terhadap mereka.
Tentu tidak masuk akal, untk mengharap seorang agar simpatisan PKI akan
menjabat Panglima Angkatan Darat jika Soekarno tidak bekuasa lagi. Akan tetapi
seorang Soekarnois* kiranya cukup memenuhi harapan partai. Yang diperlukan
PKI ketika itu ialah waktu untuk mengembangkan kekuatannya secara pelan-pelan
sesuai dengan siasat Aidit.
Tugas kedua dari pimpinan PKI berkaitan erat dengan tugasnya yang
pertama. Bersiap-siap menghadapi situasi, pada saat Soekarno tidak ada lagi,
berarti berjaga-jaga untuk mencegah kemungkinan partai ditaklukan oleh
kekuatan musuh, dalam hal ini adalah Angkatan Darat. Kalau dapat dipastikan,
bahwa politik NASAKOM Soekarno tidak akan dijalankan terus sesudah Presiden
tidak berkuasa lagi, PKI tidak akan lagi melanjutkan cara damai guna meraih
kekuasaan dan terpaksa mengubah strateginya.
B. Peristiwa G 30 S/PKI
2 Taufik Abdullah dkk, Malam Bencana 1965 dalam Belitan Krisis Nasional,
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012, hlm. 86
Tetapi pengumuman itu tidak sama sekali mengatakan apapun tentang
kedudukan Presiden Soekarno. Jangankan ditempatkan pada tempat yang khusus
dan terhormat, nama sang pemimpin besar revolusi itu sendiri tidak termasuk
dalam daftar itu. Pengumuman tersebut hanya menyatakan bahwa pemerintahan
resmi tidak lagi berfungsi, karena telah digantikan oleh Dewan Revolusi. Dengan
keluarnya pengumuman ini maka pembunuhan dan penculikan para jenderal tidak
lagi bisa dianggap sebagai sekedar kejahatan politik. Usaha coup dtat telah
terjadi.
Peristiwa di malam menjelang subuh yang naas itu telah dengan begitu
saja membawa Indonesia memasuki periode baru dari sejarah kontemporernya.
Peristiwa tragis itu telah mendirikan tonggak batas sejarah yang kokoh. Kini,
setelah lebih dari empat dasawarsa belalu, tampaklah bahwa peristiwa tragis
menjelang subuh itu sesungguhnya hanya satu dari sangat sedikit batas sejarah
yang berdiri disaat peristiwanya masih berjalan. Batas sejarah ini otentik pada
dirinya. Batas itu hadir begitu saja tanpa campur tangan siapa pun juga.