Anda di halaman 1dari 26

Pemicu PBL 2

Perpindahan Kalor Konveksi

Kelompok : 1

Ananda Santia (1406607855)


Cindy Sandra (1406552881)
Muhamad Madani (1306405755)
Osel Sakadewa (1406604600)
Rickson Mauricio (1406576906)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
APRIL 2016
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Sasaran Pembelajaran ................................................................................... 1
1.2.1. Konveksi Alamiah ................................................................................ 1
1.2.2. Konveksi Paksa ...................................................................................... 2
BAB II ISI
Pembahasan Soal Kasus ...................................................................................... 3
Pembahasan Soal Perhitungan
Nomor 1 .......................................................................................................... 7
Nomor 2 ........................................................................................................ 10
Nomor 3 ........................................................................................................ 13
Nomor 4 ........................................................................................................ 17
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ........................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kalor merupakan salah satu bentuk energi yang prinsipnya sering digunakan pada
proses industri maupun kegiatan sehari-hari. Kalor dapat didefinisikan sebagai energi
yang berpindah dari suatu zat yang bersuhu tinggi ke suatu zat yang bersuhu rendah.
Penerapan prinsip energi kalor dalam bidang industri salah satunya adalah pada sistem
isolasi. Pada sistem isolasi, prinsip perpindahan energi kalor menjadi penting untuk
membuat suatu sistem yang bisa meminimalisasi hilangnya kalor ke lingkungan dari
suatu sistem.

Salah satu jenis perpindahan kalor yaitu, perpindahan kalor secara konveksi.
Perpidahan kalor secara konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai dengan
perpindahan molekul-molekul zat perantaranya. Umumnya peristiwa perpindahan kalor
secara konveksi terjadi pada zat cair atau fluida dan gas.

Ada dua jenis konveksi yaitu konveksi paksa dan konveksi alami. Konveksi
paksa ialah proses perpindahan kalor yang langsung di arahkan ke tujuan. Konveksi paksa
menggunakan pompa atau blower.peristiwa konveksi paksa terjadi pada radiator mobil
dan proses pertukaran udara pada lemari pendingin. Sedangkan konveksi alami ialah
perpindahan kalor yang terjadi secara alami akibat perbedaan massa jenis antara dua
benda. Molekul zat yang menerima kalor akan memuai dan massanya jenisnya menjadi
lebih ringan sehingga akan bergerak ke atas dan akan digantikan oleh molekul zat yang
ada diatasnya. peristiwa konveksi alami terjadi pada saat merebus air. Air yang letaknya
dekat dengan api akan mendapat panas sehingga molekul air akan saling bertumbukan
dan massa jenisnya lebih ringan, kemudian air akan bergerak ke atas dan digantikan oleh
air yang ada di atasnya.

1.2. Sasaran Pembelajaran


1.2.1. Konveksi Alamiah :
Mahasiswa dapat menjelaskan fenomena perpindahan panas konveksi
alamiah yang terjadi dari setiap kasus/keadaan sistem yang diberikan.

1
Mahasiswa dapat menerapkan penggunaan hukum newton dan
bilangan-bilangan tak berdimensi dalam kasus yang diberikan pada
berbagai bentuk/dimensi benda (plat datar. Permukaan miring,
tabung/silinder dan bola), baik pada ruang terbuka dan ruang tertutup.
Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip-prinsip dasar konveksi yang
meliputi: jenis aliran fluida, lapisan batas aliran (laminar/turbulen) dan
lapisan batas termal.
Mahasiswa dapat menentukan sifat-sifat fluida dan rejim aliran yang
terdapat dalam setiap kasus yang diberikan.
Mahasiswa dapat menentukan persamaan yang tepat berdasarkan
rejim aliran dan semua pembatasan sifat yang berlaku, pada setiap
kasus yang diberikan.
Jika diberikan kasus perpindahan kalor terkait konveksi, mahasiswa
dapat menghitung nilai (satu atau lebih) koefisien perpindahan kalor
konveksi berdasarkan persamaan-persamaan yang sesuai dengan batas
kondisi yang diberikan.

1.2.2. Konveksi Paksa :


Mahasiswa dapat menjelaskan fenomena perpindahan panas konveksi
paksa yang terjadi dari setiap kasus/keadaan sistem yang diberikan.
Mahasiswa dapat menerapkan penggunaan rumus-rumus empiris
untuk aliran dalam pipa dan tabung.
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang prinsip konveksi paksa yang
meliputi: aliran menyilang dalam silinder, bola dan silinder dalam
tabung.
Mahasiswa dapat menyelesaikan permasalahan kalor terkait dengan
alat penukar kalor (Heat Exchanger) yang meliputi: penentuan
koefisien perpindahan kalor menyuluruh, faktor pengotoran dan nilai
efisiensi alat.
Mahasiswa dapat menjelaskan jenis-jenis alat penukar kalor.
Mahasiswa dapat menyelesaikan permasalahan terkait alat penukar
kalor melalui pendekatan LMTD dan metode NTU-efektivitas.

2
BAB II
ISI

Pembahasan Soal Kasus

Suatu produk yang berharga terjual dengan larisnya secepat produk


tersebut dapat dibuat di pabrik kimia. Pihak manajemen ingin meningkatkan
produksi tapi tidak mampu melakukannya. Analisis setiap tahap produksi
menunjukkan bahwa yang menjadi bottleneck adalah unit refrigerasi. Unit ini
adalah unit heat exchanger yang sederhana, tempat aliran cairan panas
didinginkan dengan melewatkannya melalui sebuah pipa yang kontak dengan
aliran cair dingin. Panas berpindah dari aliran panas ke aliran dingin.
Sayangnya unit refrigerasi ini tidak mendinginkan aliran cairan panas
sampai ke suhu yang diiinginkan agar dapat diproses pada tahap selanjutnya.
Instruksi yang diberikan untuk menyelesaikan masalah ini : Rancang dan pasang
unit refrigerasi yang lebih besar. Karena instruksi ini maka rancangan unit
refrigerasi yang lebih besar segera dilakukan. Setelah anda lihat lagi sistem
tersebut, anda menemukan informasi bahwa ukuran maksimum unit refrigrerasi
adalah ukuran unit yang sekarang. Apakah membangun unit refrigerasi yang lebih
besar akan menyelesaikan masalah?

Jawab :

Heat exchanger adalah sebuah aliran panas dalam pipa yang kontak
dengan aliran cairan dingin, dapat digambarkan dengan gambar di bawah ini
dimana fluida A adalah cairan panas dan fluida B adalah cairan dingin.

Gambar 1. Alat penukar kalor aliran sejajar.

3
Dengan membangun unit refrigerasi (heat exchanger) yang lebih besar,
maka luas kontak antara fluida dingin (B) dengan fluida panas (A), akan semakin
besar. Akibatnya, nilai koefisien perpindahan kalor secara menyeluruh menjadi
lebih besar. Namun, luas kontak antara fluida panas dan dingin ini dibatasi oleh
ukuran dari heat exchanger. Apabila kita memperbesar ukuran heat exchanger
maka, akan memerlukan biaya tambahan.

Selain itu, dengan membangun unit refrigerasi (heat exchanger) yang lebih
besar, maka faktor pengotor juga akan semakin meningkat. Faktor pengotor akan
membuat aliran panas akan terhambat. Dengan meningkatnya nilai faktor
pengotor, maka aliran panas dari fluida panas ke fluida dingin mengalami
hambatan yang semakin besar seiring membesarnya nilai faktor pengotor.

Faktor lain yang mempengaruhi efektifitas dari alat penukar kalor adalah
nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh U, yang merupakan kombinasi dari
beberapa parameter seperti koefisien perpindahan panas konveksi fluida kerja
yang mengalir di dalam dan di luar pipa h, konduktivitas termal bahan K, tahanan
termal pengotor atau lapisan fouling yang mungkin terbentuk di permukaan di
dalam dan di luar pipa Rf.


1 1 1 ln(1 )
= + + + +
2

Persamaan yang digunakan dalam heat exchanger adalah


= (1)
Panas yang diserap atau diterima pada heat exchanger dapat dihitung
dengan menggunakan neraca energi sebagai berikut
= ( ) (, , ) = ( ) (, , )(2)

Di dalam kasus disebutkan bahwa masalah utama yang terjadi pada heat
exchanger yang sekarang adalah cairan panas tidak dapat didinginkan sampai
suhu yang diinginkan maka
, > ,
Karena Th,out lebih besar dari yang diinginkan maka kalor yang ditransfer
pada heat exchanger yang sekarang lebih kecil dari yang diinginkan. Untuk

4
mendapat kalor yang ditransfer lebih besar berdasarkan persamaan (1) maka nilai
koefisien perpindahan kalor secara keseluruhan (U) atau luas permukaan kontak
perpindahan kalor (A) harus diperbesar.
Berdasarkan instruksi dalam merancang heat exchanger lebih besar maka
dilihat pengaruh dimensi terhadap besarnya kalor yang dipindahkan. Beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan besarnya perpindahan kalor adalah :

1. Memperbesar panjang dari heat exchanger (L)


Luas permukaan kontak perpindahan kalor berbanding lurus
dengan panjang dari heat exchanger. Berdasarkan persamaan
=
dengan Ao adalah luas permukaan heat transfer pada pipa luar, do diameter
luar pipa dan L panjang dari heat exchanger.
2. Memperbesar diameter dari heat exchanger
Dengan memperbesar diameter dari heat exchanger atau bagian
shell jika heat exchanger berbentuk shell and tube maka luas kontak
perpindahan kalor dapat diperbesar.

Pada dasarnya dengan memperbesar ukuran dari heat exchanger


perpindahan kalor juga akan meningkat akan tetapi, setelah sistem ditinjau
ternyata ukuran maksimum heat exchanger adalah ukuran yang sekarang sehingga
dengan menambah ukuran dari heat exchanger tidak akan menyelesaikan
masalah. Untuk menyelesaikan masalah tersebut ada beberapa solusi yang dapat
diterapkan diantaranya :

1. Menggunakan multiple shell


Dengan menggunakan multiple shell maka luas permukaan
perpindahan kalor (A) dapat ditingkatkan sehingga nilai perpindahan kalor
(q) juga akan meningkat. Dalam multiple shell dapat digunakan dengan
merangkai paralel atau seri. Selain meningkatkan luas area penggunaan
multiple shell juga meningkatkan faktor koreksi pada perhitungan q.

5
Gambar 2. (a) Susunan Paralel dari 2 Penukar Kalor Identik ;
(b) Susunan Seri dari 2 Penukar Kalor Identik

2. Menambah jumlah pipa (tube) yang digunakan


Banyaknya jumlah pipa (tube) yang digunakan akan berbanding
lurus dengan luas area perpindahan panas pada heat exchanger dengan
mengikuti persamaan
=

3. Mempercepat kecepatan fluida yang mengalir


Dengan mempercepat kecepatan fluida yang mengalir maka
bilangan Renault dan Nusselt akan meningkat dan besarnya koefisien
konveksi (h) berbanding lurus dengan bilangan Nusselt. Nilai (h) yang
besar akan meningkatkan koefisien perpindahan kalor menyeluruh sesuai
persamaan
1
=
1 ln( ) 1
+ 2 +

6
Pembahasan Soal Perhitungan

1. Minuman kaleng berukuran panjang 150 mm, diameter 60 mm, dengan suhu
27 oC akan didinginkan dengan meletakkanya dalam lemari pendingin pada
suhu 4 oC. Untuk memaksimalkan laju pendinginan, apakah sebaiknya kaleng
minuman tersebut diletakkan secara horizontal atau vertikal di dalam lemari
pendingin?

Konveksi Bebas pada Silinder Vertikal

Mekanisme pada silinder vertikal dapat dianggap sebagai plat vertikal apabila

Menurut Bayley, pengukuran fluks kalor dihubungkan dengan persamaan :


Nu f 0,10(Grf Pr f )1/ 3

Rumus empiris untuk konveksi bebas dari permukaan vertikal pada kondisi fluks
kalor tetap dinyatakan dalam angka Grashof yaitu :
g qw x 4
Gr* Grx Nu x = 2.
kv 2

Rumus empiris untuk koefisien perpindahan kalor lokal adalah :


Aliran laminar : Nuxf = = 0,60(Grx Prf )1/5 untuk 105 < Grx < 1011


Aliran turbulen : Nuf = = 0,17(Grx Prf )1/4 untuk 2 x 1013 < Grx <

1016

Koefisien perpindahan kalor rata-rata dapat dihitung dengan :


5
=
4

7
Konveksi Bebas pada Silinder Horizontal

Untuk Ra 1012 :
2

1
0,387 6
= 0,6 + 8
9 27
0,559 16
[1 + ( ) ]
{ }

Jawab :

Gambar 3. Ilustrasi Sistem Minuman Kaleng dalam Lemari Pendingin

Diketahui :

L = 150 mm = 0,15 m
d = 60 mm = 0,06 m
Tw = 27 oC
T = 4 oC

Ditanya :

Laju pendinginan maksimum jika kaleng horizontal atau vertikal ?

8
Asumsi :

Permukaan isotermal
Udara yang terdapat di dalam ruang tersebut adalah gas ideal
Kondisi operasi dalam keadaan tunak

Pembahasan :

+ 27+4
Tf = = = 15,5 oC = 288,5 K
2 2

Pada temperatur 288,5 K, properties dari udara (berdasarkan Appendix A, Tabel


A-5, J.P. Holman, Heat Transfer 10th ed.) diperoleh :
1 1
= = 288,5 = 2,466 x 10-3 K-1

2
v = 14,68 x 10-6 m s

k = 0,025 Wm
Pr = 0,711

Konveksi Bebas dari Silinder Vertikal


Nilai Gr Pr diperoleh melalui persamaan :
g(Tw T )L3 9,8.2,466.103 .(274).(0,15)3
Gr Pr = = (0,711) = 6,361 x 106
v2 (14,48.106 )2

diperoleh melalui persamaan :


Nilai Nu
0,387(GrPr) 1/6 0,387(6,361.10 ) 6 1/6

Nu1/2 = 0,825 + [1+(0,492/Pr)9/16 ]8/27 = 0,825 + [1+(0,492/0,711)9/16 ]8/27 = 4,416

1/2)2 = (4,416)2 = 19,501


Nu = (Nu
(19,501)(0,025)
=
Nu ( )= = 3,25 Wm2
0,15

Maka laju pendinginan minuman kaleng tersebut adalah :


q = A( )
= ( 2 + )( )
0,06 2
= (3,25)( ( ) + (0,06)(0,15))(27 - 4)
2

= 2,325 W

9
Konveksi Bebas dari Silinder Horizontal
Nilai GrPr diperoleh melalui persamaan :
g(Tw T )d3 (9,8)(2,466x103 )(274)(0,06)3
GrPr = Pr = (0,711) = 4,071 x 105
v2 (14,48x106 )2

konstanta dan (berdasarkan Tabel 7-1, J.P. Holman, Heat Transfer 10th ed.)
diperoleh :
C = 0,53
1
m=
4
diperoleh melalui persamaan :
Nilai Nu

Nu = C(Gr Pr)m = (0,53)(4,071 x 105)1/4 = 13,388


13,388.0,025
=
Nu ()= = 5,578 Wm2
0,06

Maka laju pendinginan minuman kaleng tersebut adalah :


q = A( )
= dL( )
= (5,578)()(0,06)(0,15)(27- 4)
= 3,627 W

Jadi, laju pendinginan akan maksimum apabila minuman kaleng tersebut


diletakkan secara horizontal di dalam lemari pendingin.

2. Sebuah tong besar digunakan untuk menyimpan minyak panas dengan suhu
400 oF. Di sekeliling tong dipasang selongsong yang didinginkan hingga suhu
140 oF. Ruang udara yang memisahkan tong dengan selongsong yang
mengelilinginya berukuran tinggi 35 cm dan tebal 3 cm. Ilustrasikan sistem di
atas. Perkirakan laju konveksi bebas per-meter persegi luas permukaan.

Jawab :

10
Gambar 4. Ilustrasi Sistem Tong Besar dengan Selongsong

Diketahui :

= 400
= 140
= 35cm
= 3cm
35
= = 11,67
3

Ditanya :

Laju konveksi bebas per-meter persegi luas permukaan ?

Asumsi :

Tong besar dan selongsong memiliki permukaan isotermal.


Perpindahan kalor konveksi alami terjadi pada ruang tertutup.
Tidak terjadi perubahan pada sistem di setiap waktu (kondisi selalu tetap).
Fluida yang terdapat di dalam ruang tersebut adalah udara (gas ideal).
Aliran konveksi dari udara / lingkungan mengenai bagian selimut
selongsong.

11
Pembahasan :

+ 400+140
= = = 270 = 405 K
2 2

1
= = 2,47x103 K 1

Pada temperatur 405 K, properties dari udara (berdasarkan Appendix A, Tabel A-


5, J.P. Holman, Heat Transfer 10th ed.) diperoleh :

= 0,034 Wm

Pr = 0,688

2
= 26,2x106 m s

Apabila terdapat fluida pada ruang udara, maka aliran konveksinya merupakan
konveksi bebas dalam ruang tertutup. Jika fluida tersebut diberi beda suhu, maka
terjadi perpindahan kalor dengan daerah aliran yang bervariasi (aliran asimptot,
aliran lapisan-batas laminar, transisi, dan aliran lapisan-batas turbulen). Dengan
daerah aliran tersebut, nilai Gr Pr diperoleh melalui persamaan :

3 5 3
3 (9,8)(2,47x10 )(400 140) (9) (0,03)
Gr Pr = = (0,688)
2 (26,2x106 )2

= 9,46x104

Dengan nilai Gr Pr berada pada rentang 6000200.000, nilai Pr berada pada



rentang 0,52, dan nilai berada pada rentang 1142, maka konstanta , , dan

(berdasarkan Tabel 7-3, J.P. Holman, Heat Transfer 10th ed.) diperoleh :

= 0,197

1
=
4

1
=
9

12
Hasil-hasil percobaan untuk konveksi bebas dalam ruang tertutup tidak selalu
cocok satu sama lain, tetapi pendinginan konveksi bebas dalam ruang tetutup
(Nu ) bisa dinyatakan dengan istilah konduktivitas termal efektif yang
didefinisikan oleh . Nilai Nu diperoleh melalui persamaan :

n
4 1/4
35 1/9
Nu = = (Gr Pr) ( ) = (0,197)(9,46x10 ) ( ) = 2,63
3

Maka, laju konveksi bebas per-meter persegi luas permukaan adalah :

5
( ) (2,63)(0,034)(400 140) (9)
= = = ,
0,03

3. Gas panas dialirkan dalam tabung bersirip pada alat penukar kalor aliran
silang, untuk memanaskan 2,5 air dari suhu 25 oC menjadi 85 oC.

Gas panas tersebut (Cp = 1,09 ) masuk pada suhu 200 oC dan keluar

pada 93 oC. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh sebesar 180 2 .


Hitunglah luas area perpindahan kalor dengan menggunakan pendekatan : (a)
LMTD, dan (b) NTU-efektivitas.

Jawab :

Diketahui :

= 2,5

. = 25C
. = 85C
, = 200C
, = 93C

= 1,09

= 4,184

= 180 2

13
Ditanya :

Luas area perpindahan kalor dengan menggunakan pendekatan LMTD dan


NTU-efektivitas ?

Pembahasan :

(a) Pendekatan menggunakan LMTD digunakan apabila temperatur masuk dan


keluar diketahui.

Asumsi-asumsi yang diperlukan adalah :

Energi internal (U) konstan untuk seluruh energi panas


Cp and m bernilai konstan.
Heat Exchanger terinsulasi sempurna.
Penampang aliran seragam.
Tidak ada konduksi panas sepanjang Heat Exchanger.
Energi kinetik dan energi potensial diabaikan.
Kondisi alirannya adalah steady state.

Untuk alat penukar kalor aliran silang digunakan faktor koreksi dimana
perbedaan suhu rata-rata logaritma dirumuskan sebagai: = ,

dimana F adalah faktor koreksi, , adalah perbedaan suhu rata-rata


logaritma untuk heat exchanger counter flow, dan adalah perbedaan suhu
rata-rata logaritma yang sebenarnya.

Faktor koreksi untuk single-pass cross-flow dengan kedua fluida yang


tidak bercampur dapat dicari menggunakan grafik berikut :

14
Misal 1 adalah . = 25C
2 adalah . = 85C
1 adalah , = 200C
2 adalah , = 93C

Maka, berdasarkan grafik maka diperoleh faktor koreksi = 0,9.

(1 1 ) (2 2 ) (200 25) (93 85)


, = = = 54,13
200 25
ln 1 1 ln
2 2 93 85

= , = (0,9)(54,13) = 48,72C

(, , ) =


(2,5 ) (4184 ) (85C 25C) = (180 2 )(A)(48,72C)

= ,

(b) Pendekatan NTU-efektivitas merupakan metode yang berdasarkan atas


efektifitas penukar panas dalam memindahkan sejumlah panas tertentu.
Perbedaan temperatur maksimal yang mungkin adalah = , , ,
yang mana hanya satu fluida yang memiliki nilai yang lebih kecil yang
memiliki .

Sedangkan nilai efektifitas didefinisikan sebagai = = .

= min( , )

15
=
(, , ) = (, , )

(1,09 ) (200C 93C) = (2,5 ) (4,184 ) (85C 25C)


= 5,38


= = (5,38 ) (1,09 ) = 5,86


= = (2,5 ) (4,184 ) = 10,46

= 5,86

= 10,46

= (, , ) = (, , )


= (2,5 ) (4,184 ) (85C 25C) = 627,6


= = (5,86 ) (200C 25C) = 1025,5


627,6

= = = 61,2%
1025,5


Nilai NTU = untuk heat exchanger aliran silang dapat diperoleh

menggunakan grafik berikut :

16

Untuk nilai = = 0,56 dan efektivitas 61,2%, maka diperoleh nilai

NTU = 1,2

NTU =

As (180 2 )
1,2 =
5,86

= ,

4. 75.000 lb/jam etilen glikol dipanaskan dari suhu 100oF menjadi 200oF
menggunakan uap pada suhu 250oF. Untuk tujuan tersebut, telah disediakan
HE 1-2 dengan diameter dalam 17 inch. HE tersebut memiliki 224 tabung
jenis 14 BWG dengan diameter luar tabung inch dan panjang 16,0.
Tabung disusun dengan susunan triangular pitch 15/16 inch dan jarak antar
baffles 7 inch. Berapakah faktor pengotor dari HE tersebut?

Jawab :

17
Gambar 5. Heat Exchanger 1-2 dengan aliran fluida bolak-balik

Diketahui :

= 75.000 lb/hr
Tc,in (ethylene glycol) = 100 0F
Tc,out (ethylene glycol) = 200 0F
Th,in (steam) = 250 0F
T h,out (steam) = 250 0F
Karakteristik alat penukar kalor :
Diameter dalam shell (ID) = 17,25 inch
Diameter luar tube (OD) = 0.75 inch
Panjang tube (L) = 16 ft
Jarak antar baffles (B) = 7 inch
Jenis tube = 14 BWG
Pitch tube (Pt) = 15/16 inch
Jumlah tube (Nt) = 224
One passes shell
Two passes tube

Ditanya :
Faktor pengotor dari Heat Exchanger tersebut ?

18
Asumsi :
Steam memiliki sifat yang sama dengan air untuk menentukan variabel
intensifnya pada suhu tertentu.
Sistem terinsolasi sempurna (tidak ada kalor yang keluar ke lingkungan).
Steam (hot fluid) mengalir pada bagian tube, sedangkan ethylene glycol
(cold fluid) pada shell.
Kalor yang dilepaskan oleh steam (yang dipindahkan ke ethylene glycol)
hanya akan merubah wujudnya menjadi cair (tidak menurunkan suhunya).
Maka dari itu Th,in (steam) = Th,out (steam).
Tidak ada penurunan tekanan pada aliran ethylene glycol maupun steam.

Pembahasan :
Basis: 1 jam
Langkah 1: Menentukan besarnya massa steam yang masuk dengan
menggunakan hukum Asas Black
cethylene glycol = 0,63 Btu/lb.0F
Lsteam = 900 Btu/lb
Qterima = m.c. T = 75.000 lb . (0,63 Btu/lb.0F) . (200-100)0F = 4.725.000 Btu
Qlepas (steam) = Qterima (ethylene glycol)
ms . L = me . c . T
ms. 900 Btu/lb = 4.725.000 Btu
msteam = 5.250 lb

Langkah 2: Menghitung Tm dengan metode LMTD


1 2 (, , ) (, , )
= =
( , )
ln(1 ) ln( , )
2 ( )
, ,

(250 100) (250 200)


= = 91,02
250 100
( )
250 200

19
Langkah 3: Mencari koefisien perpindahan kalor steam
Steam mengalir pada bagian tube, dan melalui tabel 10 pada buku Process
Heat Transfer karya D.Q.Kern kita bisa mendapatkan beberapa karakteristik
untuk tube (OD tube = inch dan 14 BWG) yaitu:
at' (flow area per tube) = 0,268 in2 dan ID = 0,584 in = 0,049 ft
2240,268
= = = 0,20842 = 0,00144 2
144 1442
.
Gt = m steam/ at = (5.250 lb) / 0,00144 ft2 = 3.645.833,33 lb/ft2

Re = ID.Gt / = 0,049 ft x 3.645.833,33lb / ft 2 0,013cp x 2,42lb / ft = 5.678.507
Bisa dilihat melalui bilangan Reynoldnya bahwa aliran steam bersifat turbulen,
sehingga nilai koefisien perpindahan kalor steam (hio) adalah 1500 Btu/ft2.oF

Langkah 4: Mencari koefisien perpindahan kalor ethylene glycol


Ethylene glycol mengalir pada bagian shell, dan karena ada tube pitch (yaitu
penjumlahan dari diameter tube dan jarak ruangan (C) maka:
C = pitch tube OD = 15
16 = 0,1875 in

17,250,18757
= = = 0,1677 2
144 15 144
16

.
Gs = m ethylene glycol / as = (75.000 lb) / 0,1677 ft2 = 447.227,2 lb/ft2
= (5,5 cp) (2.42 lb/ft) = 13,31 lb/ft

Re = De.Gs / =
0,55 12 ft x 447.227,2lb / ft 2 = 1540
13,31lb / ft
Bisa dilihat melalui bilangan Reynoldnya bahwa aliran ethylene glycol bersifat
laminar, sehingga untuk mencari koefisisen perpindahan kalornya, kita akan
menggunakan persamaan:
1
c x 3
= ( )( )
k
1
0,1503 0,6313,31 3
= 20 ( )( ) = 250,6Btu/ft 2 .
0,55/12 0,1503

20
*Nilai JH = 20 bisa didapat melalui gambar 28 di bagian lampiran pada buku
Process Heat Transfer, D.Q.Kern. Nilai bisa didapat melalui tabel
A.4 di bagian lampiran pada buku Heat Transfer 10th edition, J.P.Holman.

Langkah 5: Menghitung faktor pengotor


1500250,6
= = = 214,7/ 2 .
+ 1500 + 250,6
A = Nt.L.a = 224. 16 ft . 0,1963 ft = 703.54 ft2
*nilai a bisa didapat melalui tabel 11 di bagian lampiran pada buku Process
Heat Transfer, D.Q.Kern
Q 4.725.000 Btu
U dirt = 73,79 Btu / ft 2 .o F
A . Tm 703,54 ft .91,02 F
2 o

21
Uclean Udirt 214,7 73,79
Rf = 0,0089 ft 2 .o F / Btu
(Uclean)(Udirt) 214,7 x 73,79


Jadi nilai faktor pengotor dari heat exchanger tersebut adalah 0,0089 .

22
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan soal pemicu, dapat disimpulkan bahwa :

Perpindahan terjadi karena adanya perbedaan suhu. Perpindahan kalor


konveksi adalah proses perpindahan panas yang disertai dengan perpindahan
partikel media transfernya. Konveksi dapat terjadi pada objek dengan berbagai
geometri (plat, tabung, bola) dan dalam berbagai kondisi (suhu isotermal dan fluks
kalor tetap). Konveksi dapat dibedakan menjadi konveksi alami dan konveksi
paksa. Perbedaan keduanya berada penggunaan alat bantu pada konveksi paksa.
Sementara itu, pada konveksi alamiah, faktor yang mempengaruhi perpindahan
panasnya hanya perbedaan suhu dan jenis fluidanya. Peninjauan konveksi paksa
dapat dilakukan dengan metode LMTD dan NTU-efektivitas. Alat bantu konveksi
paksa yang ditinjau berupa heat exchanger juga dapat diefisiensikan dengan
menaikkan nilai koefisien konveksinya dan meningkatkan area dari HE itu sendiri.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bergman, Lavine, Incropera and DeWitt, Introduction to Heat Transfer (sixth


edition), Wiley, 2011.
Cengel, Yunus A. 2003. Heat Transfer: A Practical Approach, 2nd ed. New York:
McGraw-Hill.
Edwards, John E. 2008. Design and Rating of Shell and Tube Heat Exchangers.
[Online] Terdapat di:
http://www.chemstations.com/content/documents/Technical_Articles/shell.p
df [Diakses pada 23 April 2016]
Holman, J.P. 2010. Heat Transfer, 10th ed. New York: McGraw-Hill.
Incropera, F. P. and DeWitt, D. P. (1990) Introduction to Heat Transfer, 2nd ed.,
John Wiley & Sons, New York.
Kern, D. Q., 1965. Process Heat Transfer. Paris: McGraw-Hill Book Company,
Inc.
Lienhard, J.H. (2006). A Heat Transfer Textbook, 3rd Edition. New York:
Phlogiston Press.
McAdams, W.H. (1954). Heat Transmission, 3rd Edition. New York: McGraw-
Hill.
Som, S.K. (2008). Introduction to Heat Transfer. New Delhi: PHI Learning
Private Ltd.

Anda mungkin juga menyukai