PPKN Word
PPKN Word
Disusun oleh :
Robert Dahl tahun 1971, mengartikan demokratisasi sebagai proses perubahan dari rejim otoriter
menuju ke poliarkhi yang didalam nya member kesempatan berpartisipasi dan liberalisasi lebih
tinggi.
Negara Juml Gel 1 Gel Balik Gel 2 Gel Balik Gel 3 Gel Balik 3
1826-1926 1943- 1974 1991-
ah 1 2
(Gel. Panjang)
1922- 1962 1958-1975
Nega
1942
ra
Kategori A
Australia
Kanada
Finlandia Negara ini
Eslandia
Irlandia melakukan
Selandia Baru proses
Swedia
Swiss demokratis Demokrati Demokrati Demokrati Demokra
Inggris 10 Demokratis
sejak s s s tis
AS
gelombang dan
mengawali
sejak saat itu
Kategori D
Argentina
Cekoslovakia
Yunani Kembali Proses Kembali Proses
Proses
Hungaria 5 Otoritaria Demokrati otoriariani Demokra Demokratis
Uruguay Demokratis
nisme s sme tis
Kategori E
Jerman Timur
Polandia
Kembali Proses
Portugal Proses
Spanyol 4 otoritarian Otoriter Otoriter Demokra Demokratis
Demokratis
isme tis
Kategori F
Estoria Kembali Di
Lativa Proses
3 Otoritaria eliminasi
Uthuania Demokratis
nisme dari daftar
Ktegori H
Bolvia
Brazil
Ekuador
India
Korea Selatan
Pakistan Kembali
Peru Proses Proses
Ke
Philipina 9 Demokrati demokrat Demokratis
Turki otoriraiani
s is
sme
Indonesia
Libanon
Kenyataannya ketika komunisme runtuh dan krisis ekonomi hebat melanda, orangpun
berpaling ke demokrasi sebagai solusi. Yang jelas baik demokrasi maupun otoritarian keduanya
dapat mempengaruhi proses pembangunan, yang keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh fakor
internal dan eksternal.
Kondisi tersebut masih ditunjang oleh lemahnya Negara untuk mengeliminir kejahatan
politik akibat supermasi hukum yang rentan, kelemahan kontrol aparat penegak hukum dan
perundang-undangan yang mandul.
3. Prospek Demokrasi
Kubu skeptis sejak awal sudah mengingatkan betapa terjal jalan yang akan dilalui
demokrasi. Dikatakan bahwa demokrasi tidak mudah berkembang dalam realitas politik aktual.
Demokrasi baru bisa disemaikan jika tersedia masyarakat induvidualis yang kompetetif dan
berorientasi pasar. Robert Kaplan menemukan fakta bahwa demokrasi yang membawa
kemakmuram Eropa, ternyata tidak menyelamatkan bangsa Afrika. Sebaliknya justru
menjerumuskan mereka ke konflik antar suku dan agama yang berkepanjangan. Maraknya
kerusuhan sosial di Sudan dan Nigeria, juga di Haiti, Thailand, Birma, dan lain-lain yang
membuat militer kembali campur tangan dan sejumlah Negara berkembang kembali ke
otoriterisme menandakan bahwa demokrasi menjadi kian layu.
Sebaliknya, kubu optimistik justru berpendapat bahwa pasca Perang Dingin, orang mulai
melihat perang sebagai sesuatu yang usang. Mereka optimis bahwa sisa penghalang di jalan
liberalisme akan dapat disingkirkan dengan bantuan lembaga-lembaga intenasional.
Jika kubu skeptis memandang bahwa kawasan Timur Tengah dan kawasan sub-Sahara
Afrika yang mayoritas berpenduduk muslim sebagai penghambat laju demokratisasi, tidak
demikian dengan kubu optimistik, mereka berpendapat bahwa di Negara-negara islam tersebut
saat ini justru sedang tumbuh arus pluralis demokratis. Saat ini sebuah kelompok reformis Islam
yang baru tumbuh, sedang bergulat dengan isu utama Bagaimana memodernisasi dan
mendemokratisasi sistem politik dalam sebuah konteks islam.
Di tengah kontroversi antara sikap pro dan kontra terhadap demokrasi, perlu
dikemukakan beberapa fenomena menarik sehubungan dengan praktik-praktik demokrasi di
berbagai belahan dunia:
Pertama, ialah kisah sukses empat macan ekonomi Asia, yakni Taiwan, Korea Selatan,
Singapura, dan Hongkong yang dikenal kuat dengan tradisi otoriterisme, disamping Jepang,
Malaysia, dan Thailand. Fakta tersebut makin memperkuat kebenaran konsep Democratic
Developmental State (DOS) atau Negara Berkembang yang Demokratis. Intinya ialah
bagaimana berhasil memajukan pembangunan tanpa mengorbankan demokrasi.
Kedua, munculnya demokrasi Kosmopolitan, demokrasi ini timbul dari kondisi yang
beraneka ragam dan saling hubungan di antara rakyat dan bangsa yang berbeda-beda. Bermula
dari lahirnya pemerintahan trans-nasional, maka persoalan yang tadinya bersifat lokal, bahkan
urusan komunitas terbatas, bisa menjadai masalah global. Untuk memecahkan masalah tersebut
ternyata perlu kerjasama lintas Negara, sehingga terbentuk keputusan kolektif. Disini bukan
hanya Negara saja yang terlibat, tetapi juga organisasi antar pemerintah, kelompok penekan
internasional dll.
B. DEMOKRASI DI INDONESIA
Dalam periode ini peran parlemen dan partai-partai politik sangat dominan.
Maraknya konflik politik yang berkepanjangan dan kabinet yang jatuh bangun dalam
waktu yag relatif singkat juga mewarnai periode ini.
Demokrasi parlementer berakhir dengan kegagalan Dewan Konstituante dalam
menyusun konstitusi. Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai
Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 dan dengan sistem presidensial.
Periode ini sering disebut Orde Lama. Pada periode ini arah demokrasi di
Indonesia cenderung ke arah totalitarian. Hal ini ditandai oleh dominasi presiden, peran
parpol yang semakin terbatas, meluasnya peran ABRI sebagai unsur sosial politik, dn
berkembangnya komunis.
Bertolak dari empat indicator tersebut, dari pengamatan sepintas terlihat kemajuan
dibeberapa sektor, namun secara umum di berbagai aspek kehidupan seperti politik,
ekonomi, social, budaya, dan pendidikan belum mengalami kemajuan yang signifikan.