BMT merupakan salah satu model lembaga keuangan syariah yang paling
sederhana yang saat ini banyak muncul dan tenggelam di Indonesia. Sayangnya, gairah
munculnya begitu banyak BMT di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor
pendukung yang memungkinkan BMT untuk terus berkembang dan berjalan dengan
baik. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan banyaknya BMT yang tenggelam dan
bubar yang disebabkan oleh berbagai macam hal antara lain: manajemennya yang
amburadul, pengelola yang tidak amanah dan profesional, tidak dipercaya masyarakat,
kesulitan modal. Akibatnya, citra yang timbul di masyarakat sangat jelek. BMT identik
dengan jelek, tidak dapat dipercaya, dan sebagainya.
Suatu BMT tetap harus memenuhi kriteria-kriteria layaknya sebuah bank
syariah besar dengan beribu-ribu nasabahnya. Salah satu alasan yang sederhana adalah
sebuah lembaga yang mengelola uang masyarakat, tentunya harus kredibel, dapat
dipercaya oleh masyarakat.
Tingkat Kesehatan BMT
Tingkat kesehatan BMT merupakan suatu kondisi yang terlihat sebagai
gambaran kinerja dan kualitas BMT, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor dan dapat
mempengaruhi aktivitas BMT serta pencapaian target-target BMT, untuk jangka
pendek maupun jangka panjang. Penilaian tingkat kesehatan BMT sangat bermanfaaat
untuk memberikan gambaran mengenai kondisi aktual BMT kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, terutama bagi nasabah dan pengelola. selain itu, dengan mengetahui
tingkat kesehatannya akan membantu pihak-pihak tertentu dalam pengambilan
keputusan sehingga terhindar dari kesalahan pengambilan keputusan.
Beberapa faktor baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi
secara langsung maupun tidak langsung terhadap tingkat kesehatan BMT, yaitu:
1. Faktor SDM, kondisi BMT sangat dipengaruhi oleh kemampuan SDM dalam
mengelola BMT.
2. Faktor sumber daya, termasuk didalamnya adalah dana dan fasilitas kerja.
Dalam melakukan penilaian terhadap BMT terdapat 5 aspek yang menjadi
acuan dasar penilaian. Dasar penilaian ini mengacu pada sistem penilaian kesehatan
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) yang dikenal dengan istilah CAMEL
(Capital adequacy, Asset quality, Management of risk, Earning ability, dan Liquidity
sufficiency). Kelima aspek tersebut adalah modal, kualitas aktiva produktif,
manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Adapun indikator dalam penilaian tingkat kesehatan bank yang baru adalah
profil resiko, good corporate governance, rentabilitas, dan permodalan bank.
Dikhususkan pada profil resiko, ada delapan hal yang termasuk di dalamnya, antara
lain resiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, hukum, strategis, kepatuhan dan
reputasi bank. Periode penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan paling kurang setiap
semester (untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember) serta dilakukan pengkinian
sewaktu-waktu apabila diperlukan.
Berikut ini penjelasan metode CAMEL :
1. Capital
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami bank-bank di
negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat bersumber dari dua hal,
yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas
modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank
harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para
pemegang saham maupun pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas
modal yang sudah ditanamkan.
Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal
disetor sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut
diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut.
Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah nominalnya,
tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut sebagai Capital
Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan antara jumlah modal
dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat ini sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8%.
2. Assets Quality
Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan
aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi sumber pendapatan bagi bank,
sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata
lain, aktiva produktif adalah penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta
asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan
modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening
administratif. Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan
pada kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun
demikian, menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah
pentingnya. Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan
menghapus modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar,
apabila kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi
buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti
pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait, dan
sebagainya.
3. Manajemen (Management )
Penilaian terhadap faktor manajemen dilakukan dengan pendekatan kualitatif
terhadap penilaian komponen-komponen sejumlah 30 pertanyaaan dengan bobot skor
15 jika semua jawaban pertanyaan Ya untuk lebih jelasnya dapat dirinci sebagai
berikut:
a. Manajemen Umum
Dinilai atas dasar 5 pertanyaan dengan bobot nilai 3 atau setiap pertanyaan
mendapat skor 0,6 apabila jawaban pertanyaan Ya dan skor 0 jika jawaban
Tidak
b. Manajemen Kelembagaan
Dinilai dengan 5 pertanyaan dengan bobot nilai 3 atau setiap pertanyaan mendapat
skor 0,6 apabila jawaban Ya dan skor 0 Jika jawaban Tidak
c. Manajemen Permodalan
Dinilai dengan 5 pertanyaan dengan bobot nilai 3 atau setiap pertanyaan mendapat
skor 0,6 apabila jawaban Ya dan skor 0 Jika jawaban Tidak
d. Manajemen Aktiva
Dinilai dengan 5 pertanyaan dengan bobot nilai 3 atau setiap pertanyaan mendapat
skor 0,6 apabila jawaban Ya dan skor 0 Jika jawaban Tidak
e. Manajemen Likuiditas
Dinilai dengan 5 pertanyaan dengan bobot nilai 3 atau setiap pertanyaan mendapat
skor 0,6 apabila jawaban Ya dan skor 0 Jika jawaban Tidak
4. Efisiensi (Efficiency)
Aspek Efisiensi adalah penilaian aspek terhadap sejauhmana tingkat efisiensi
kinerja koperasi sehingga pada akhirnya akan dapat memperoleh keuntungan yang
optimal dengan tidak mengurangi kompetitif pelayanan kepada anggota dan non
anggota. Dalam hal ini didasarkan pada analisis Rasio Beban Operasi Anggota
terhadap Partisipasi Bruto. Analisis Rasio ini adalah perbandingan Beban Operasi
Anggota (Jumlah beban pokok ditambah Beban Usaha Anggota dan Beban
Perkoperasian / untuk USP Beban Perkoperasian dihitung secara proporsional) dibagi
dengan Partisipasi Bruto (Kontribusi anggota kepada koperasi sebagai imbalan
penyerahan barang dan jasa kepada anggota) kali 100 % . Sasaran analisis ini untuk
mengetahui tingkat efisiensi beban biaya usaha dan beban organisasi jika dibanding
pendapatan yang diperoleh dari anggota, sehingga semakin rendah rasio semakin
efisien.
5. Likuiditas (liquidity)
Aspek ini digunakan untuk menganalisa dan menginterpresentasikan posisi
keuangan jangka pendek dan juga sangat membantu bagi manajemen untuk efisiensi
modal kerja.
DAFTAR PUSTAKA
M. Nur Rianto Al Arif, pengantar ekonomi syariah teori dan praktek. CV.
Pustaka setia:Bandung 2015.
SKRIPSI Zulfa Saiban, Analisis Tingkat Kesehatan KSPS BMT Rama Tahun 2010
(STAIN: Salatiga, 2011)