Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
Dengan mempelajari emosi kita sebagai seorang pendidik dapat mengenali emosi
diri sendiri,sehingga dapat meningkatkan emosi positif dalam diri sendiri dan
peserta didik, dan meminimalkan atau mengendalikan emosi-emosi anak didik yang
perlu dikembangkan.
B. Rumusan masalah
3.Untuk mengetahui pengertian emosi secara umum dan pendaapat para tokoh.
BAB II
ISI MAKALAH
A. Emosi
1. Pengertian emosi
Secara etimologis emosi berasal dari kata Prancis emotion, yang berasal lagi dari
emouvoir, exicte yang berdasarkan kata Latin emovere, artinya keluar. Dengan
demikian secara etimologis emosi berati bergerak keluar.
Emosi adalah suatu konsep yang sangat majemuk sehingga tidak dapat satu pun
definisi yang diterima secara universal. Emosi sebagai reaksi penilaian(positif atau
negatif) yang kompleks dari sistem saraf seseorang terhadap rangsangan dari luar
atau dari dalam diri sendiri.[1]
Perasaan dan emosi pada dasarnya merupakan dua konsep yang berbeda tetapi
tidak bisa dilepaskan. Perasaan selalu saja menyertai dan menjadi bagian dari
emosi. Perasaan (feeling) merupakan pengalaman yang disadari yang diaktifkan
oleh rangsangan dari eksternal maupun internal (keadaan jasmaniah) yang
cenderung lebih bersifat wajar dan sederhana. Demikian pula, emosi sebagai
keadaan yang terangsang dari organisme namun sifatnya lebih intens dan
mendalam dari perasaan. Menurut Nana Syaodih Sukadinata (2005), perasaan
menunjukkan suasana batin yang lebih tenang, tersembunyi dan tertutup ibarat riak
air atau hembusan angin sepoy-sepoy sedangkan emosi menggambarkan suasana
batin yang lebih dinamis, bergejolak, dan terbuka, ibarat air yang bergolak atau
angin topan, karena menyangkut ekspresi-ekspresi jasmaniah yang bisa diamati.
Contoh: orang merasa marah atas kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM,
dalam konteks ini, marah merupakan perasaan yang wajar, tetapi jika perasaan
marahnya menjadi intens dalam bentuk angkara murka yang tidak terkendali maka
perasaan marah tersebut telah beralih menjadi emosi. Orang merasa sedih karena
ditinggal kekasihnya, tetapi jika kesedihannya diekspresikan secara berlebihan,
misalnya dengan selalu diratapi dan bermuram durja, maka rasa sedih itu sebagai
bentuk emosinya.
Perasaan dan emosi seseorang bersifat subyektif dan temporer yang muncul dari
suatu kebiasaan yang diperoleh selama masa perkembangannya melalui
pengalaman dari orang-orang dan lingkungannya. Perasaan dan emosi seseorang
membentuk suatu garis kontinum yang bergerak dari ujung yang yang paling postif
sampai dengan paling negatif, seperti: senang-tidak senang (pleasant-unpleasent),
suka-tidak suka (like-dislike), tegang-lega (straining-relaxing), terangsang-tidak
terangsang (exciting-subduing).
Karena sifatnya yang dinamis, bisa dipelajari dan lebih mudah diamati, maka para
ahli dan peneliti psikologi cenderung lebih tertarik untuk mengkaji tentang emosi
daripada unsur-unsur perasaan. Daniel Goleman salah seorang ahli psikologi yang
banyak menggeluti tentang emosi yang kemudian melahirkan konsep Kecerdasan
Emosi, yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan
perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam berhubungan dengan
orang lain.
4. Unsur-unsur perasaan
Besifat subyektif daripada gejala mengenal
Perasaan dialami sebagai rasa senang atau tidak senang yang tingkatannya tidak
sama.
Perasaan lebih erat hubungannya denga pribadi seseorang dan berhubungan pula
dengan gejala-gejala jiwa yang lain. Oleh sebab itu tanggapan perasaan seseorang
terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain terhadap hal
yang sama.
Karena adanya sifat subyektif pada perasaan inilah maka gejala perasaan tidak
dapat disamakan dengan gejaja mengenal berfikir dan lain sebagainya.[4]
5. Macam-macam emosi
Menurut Syamsu Yusuf (2003) emosi individu dapat dikelompokkan ke dalam dua
bagian yaitu:
1.Emosi sensoris
Emosi sensoris yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap
tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar
2.Emosi psikis..
1) Perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan
buruk atau etika (moral)
6. Teori-Teori Emosi
A.Teori James-Lange
Emosi yang dirasakan adalah persepsi tentang perubahan tubuh. Salah satu dari
teori paling awal dalam emosi dengan ringkas dinyatakan oleh Psikolog Amerika
William James: Kita merasa sedih karena kita menangis, marah karena kita
menyerang, takut mereka gemetar.Teori ini dinyatakan di akhir abad ke-19 oleh
James dan psikolog Eropa yaitu Carl Lange, yang membelokkan gagasan umum
tentang emosi dari dalam ke luar. Di usulkan serangkaian kejadian disaat kita emosi
: Kita menerima situasi yang akan menghasilkan emosi. Kita bereaksi ke situasi
tersebut,Kita memperhatikan reaksi kita. Persepsi kita terhadap reaksi itu adalah
dasar untuk emosi yang kita alami. Sehingga pengalaman emosi-emosi yang
dirasakan terjadi setelah perubahan tubuh, perubahan tubuh (perubahan internal
dalam sistem syaraf otomatis atau gerakan dari tubuh memunculkan pengalaman
emosi. Agar teori ini berfungsi, harus ada suatu perbedaan antara perubahan
internal dan eksternal tubuh untuk setiap emosi, dan individu harus dapat
menerima mereka. Di samping ada bukti perbedaan pola respon tubuh dalam emosi
tertentu, khususnya dalam emosi yang lebih halus dan kurang intens, persepsi kita
terhadap perubahan internal tidak terlalu teliti.
B.Teori Cannon-Bard
Emosi yang dirasakan dan respon tubuh adalah kejadian yang berdiri sendiri-sendiri.
Di tahun I920-an, teori lain tentang hubungan antara keadaan tubuh dan emosi
yang dirasakan diajukan oleh Walter Cannon, berdasarkan pendekatan pada riset
emosi yang dilakukan oleh Philip Bard. Teori Cannon-Bard menyatakan bahwa emosi
yang dirasakan dan reaksi tubuh dalam emosi tidak tergantung satu sarna lain,
keduanya dicetuskan secara bergantian. Menurut teori ini, kita pertama kali
menerima emosi potensial yang dihasilkan dari dunia luar; kemudian daerah otak
yang lebih rendah, seperti hipothalamus diaktifkan. Otak yang lebih rendah ini
kemudian mengirim output dalam dua arah: (1) ke organ-organ tubuh dalam dan
otot-otot eksternal untuk menghasilkan ekspresi emosi tubuh, (2) ke korteks
cerebral, dimana pola buangan dari daerah otak lebih rendah diterima sebagai
emosi yang dirasakan. Kebalikan dengan teori James-Lange, teori ini menyatakan
bahwa reaksi tubuh dan emosi yang dirasakan berdiri sendiri-sendiri dalam arti
reaksi tubuh tidak berdasarkan pada emosi yang dirasakan karena meskipun kita
tahu bahwa hipothalamus dan daerah otak di bagian lebih bawah terlibat dalam
ekspresi emosi, tetapi kita tetap masih tidak yakin apakah persepsi tentang
kegiatan otak lebih bawah ini adalah dasar dari emosi yang dirasakan.
Teori ini memandang bahwa emosi merupakan interpretasi kognitif dari rangsangan
emosional (baik dari luar atau dalam tubuh). Teori ini dikembangkan oleh Magda
Arnold (1960), Albert Ellis (1962), dan Stanley Schachter dan Jerome Singer (1962).
Berdasarkan teori ini, proses interpretasi kognitif dalam emosi terbagi dalam dua
langkah: 1. Interpretasi stimuli dari lingkungan. Interpretasi pada stimulus, bukan
stimulus itu sendiri, menyebabkan reaksi emosional. Contohnya, jika suatu hari
kamu menerima kado dari Wini dimana Wini adalah musuh besarmu, maka kamu
akan merasa takut atau bisa mengganggap bahwa kado tersebut berbahaya. Tetapi
akan berbeda ceritanya bila Wini adalah seorang teman karibmu, maka kamu akan
dengan senang hati menerima dan membuka kado tersebut tanpa curiga. Jadi
dalam teori kognitifpada emosi, informasi dari stimulus berangkat pertama kali ke
cerebral cortex, dimana akan diinterpretasi pada pengalaman masa kini dan
lamapau. Lalu pesan tersebut dikirim ke limbyc system dan sistem saraf otonom
yang kemudian akan menghasilkan arousl secara fisiologis. Interpretasi stimuli dari
tubuh yang dihasilkan dari arousal saraf otonom Langkah kedua dalam teori kognitif
pada emosi yaitu interpretasi stimulus dari dalam tubuh yang merupakan hasil dari
arousal otonom. Teori kognitif menyerupai teori James-Lange teori menekankan
pentingnya stimuli internal itu sendiri.
7. Kecerdasan emosi
Suatu terobosan teori tentang emosi dikemukakan oleh Daniel Goleman dalam
bukunya The Emotional Intelligence. Golemen melanjutkan penelitian-penelitian
sebelumnya yang sudah berlangsung sejak 1970-1980-an termasuk yang dilakukan
oleh Howard Gardener(tentang multiple intelegence), Peter Salovey, dan Jhon
Mayer.
Dalam bukunya, Golemen menyatakan tiga hal yang sangat penting sehingga
teorinya bisa dianggap sebagai terobosan. Yang pertama, emosi itu bukan bakat,
melainkan bisa dibuat dilatih dan dikembangkan, dipertahankan dan yang kurang
baik dikurangi atau dibuang sama sekali. Kedua, emosi itu bisa diukur seperti
intelegensi. Hasil pengukurannya disebut EQ (emotional Quotient). Dengan
demikian, kita tetap dapat memonitor kondisi kecerdasan emosi kita. Ketiga, dan ini
yang terpenting, EQ memegang peranan lebih penting daripada IQ. Sudah terbukti
banyak rang dengan IQ tinggi, yang di masa lalu dunia psikologi dianggap sebagai
jaminan keberhasilan seseorang, justru mengalami kegagalan. Mereka kalah daarai
orang-orang dengan IQ rata-rata saja, tetapi memiliki EQ yang tinggi. Menurut
Goleman, sumbangan IQ dalam menentukan keberhasilan seseorang hana sekitar
20-30% saj, selebihnya ditentukan oleh EQ yang tinggi.
Adapun orang yang dikatakan mempunyai EQ yang tinggi adalah jika ia memenuhi
kriteria berikut, yaitu sebagai berikut:
Emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar (Meier dalam DR.
Nyayu Khodijah, 2006). Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan
mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat
memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali. Oleh karena itu,
pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif
pada diri pembelajar. Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan
lingkungan belajar yang menyenangkan dan dengan penciptaan kegembiraan
belajar. Menurut Meier, 2002 (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006) kegembiraan
belajar seringkali merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar yang
dapat terjadi. Kegembiraan bukan berarti menciptakan suasana kelas yang ribut
dan penuh hura-hura. Akan tetapi, kegembiraan berarti bangkitnya pemahaman
dan nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Selain itu, dapat juga
dilakukan pengembangan kecerdasan emosi pada siswa. Kecerdasan emosi
merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya secara sehat
terutama dalam berhubungan dengan orang lain.[7]
9. Pertumbuhan emosi
Pertumbuhan dan perkembangan emosi seperti juga pada tingkah laku lainnya
ditentukan oleh pematangan dan proses belajar seorang bayi yang baru lahir dapat
menangis tetapi ia harus mencapai ringkas kematangan tertentu untuk dapat
tertawa setelah anak itu sudah besar maka ia akan belajar bahwa menangis dan
tertawa digunakan untuk maksud-maksud tertentu atau untuk situasi tertentu.
Makin besar anak itu makin besar pula kemampuannya untuk belajar sehingga
perkembangan emosinya makin rumit. Perkembangan emosi melalui proses
kematangan hanya terjadi sampai usia satu tahun. Setelah itu perkembangan
selanjutnya lebih banyak ditentukan oleh proses belajar.[8]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pemaparan materi tentang emosi di atas kami penulis menyimpulkan sebagai
berikut:
2.Gunakan manajemen emosi ini untuk membimbing peserta didik agar dapat
optimal dalam mengolah emosinya.
DAFTAR PUSTAKA
Saleh Rahman Abdul dan Wahab Abdul Muhbib. Psikologi Suatu Pengantar (Dalam
Prespektif Islam).Kencana. Jakarta.2009
SUMBER INTERNET :
http://s-idolaku.blogspot.com/2012/04/makalah-emosi.html
http://akhmadsudrajat.wordpress.com 14/042013 13.30
hlm 124-125.
[4] Drs.H Abu Ahmadi. Psikologi Umum.Rineka Cipta. Jakarta. 2003. hlm 101
[8] Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab. Psikologi Suatu Pengantar
(Dalam Prespektif Islam).Kencana. Jakarta.2009 hlm 172-173
TUGAS KELOMPOK
EMOSI
SEMESTER 2
UNIVERSITAS AZZAHRA
TAHUN 2017
Jakarta, 19 maret 2017