BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan pada
anak berumur kurang dari 5 tahun (balita). Kelompok ini setiap tahunnya mengalami
lebih dari satukali kejadian diare. Sebagian dari penderita akan jatuh kedalam
dehidrasi, kalau tidak segera ditolong akan meninggal.
Penyakit diare masih menjadi masalah global dengan derajat kesakitan dan
kematian yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang, dan juga
sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak di
dunia. Secara umum, diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun
meninggal setiap tahunnya di dunia dimana sekitar 20% meninggal karena infeksi
diare (Magdarina, 2010) Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun
2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Angka
kematian balita Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-
negara anggota ASEAN, yakni 3,4 kali lebih tinggi dari Malaysia, selanjutnya 1,3 kali
lebih tinggi dari Filipina. Indonesia menduduki rangking ke-6 tertinggi setelah
Singapura (3 per 1.000), Brunei Darussalam (8 per 1.000), Malaysia (10 per 1.000),
Vietnam (18 per 1.000) dan Thailand (20 per 1.000) (Sadikin, 2011).
Masa balita ditandai dengan tingkat pertumbuhan yang sangat pesat sehingga
membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi. Dimana pada masa balita merupakan
masa paling penting sekaligus rawan bagi anak sebab anak rentan berbagai gangguan
kesehatan.Sebagai orangtua, tentu tidak hanya ingin membebaskan anak dari
deritanya, tetapi juga ingin memastikan bahwa gejala yang diderita bukanlah penyakit
serius. Beberapa penyakit memang dapat ditangani di rumah, tetapi yang lainnya
membutuhkan perawatan dokter.Orangtua yang cukup pengetahuan punya
kesempatan yang lebih baik untuk mengidentifikasi penyakit dengan tepat dan segera
memberikan penanganan yang semestinya. Namun, para orangtua yang kurang paham
perihal kesehatan anak balita, seringkali panik, bahkan bisa jadi akan memberikan
penanganan yang salah terhadap balitanya. Penanganan yang salah tersebut bisa
membuat penyakit anak bertambah parah (Sudarmoko, 2011).
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR
penyakit Diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk,
tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000
penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR
yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah
kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24
Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR
1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74%.) Salah satu langkah dalam
pencapaian target MDGs (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3
bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015.
Berdasarkan hasil survei Morbiditas Diare yang dilakukan Kementerian
Kesehatan sejak tahun 1996 2010 angka kesakitan diare meningkat dari tahun 1996
hingga 2006, kemudian menurun pada tahun 2010.Pada tahun 2010 angka kesakitan
diare sebesar 441 per 1.000 penduduk.Angka ini mengalami sedikit penurunan
dibandingkan tahun 2006 yaitu 423 per 1.000 penduduk (Wijaya, 2012).
Hasil data Riskesdas 2013, insiden diare ( 2 minggu terakhir sebelum
wawancara) berdasarkan gejala pada seluruh kelompok umur sebesar 3,5% (kisaran
menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran
provinsi 3,3%-10,2%). Sedangkan period prevalence diare pada seluruh kelompok
umur (>2 minggu-1 bulan terakhir sebelum wawancara) berdasarkan gejala sebesar
7% dan pada balita sebesar 10,2%. (Riskesdas, 2013).
Menurut Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010, dari
594.147 perkiraan kasus diare yang ditemukan dan ditangani sebanyak 243.214 kasus
atau 44,29% sehingga angka kesakitan Incident Rate (IR) akibat diare per 1.000
penduduk mencapai 18,73%. Angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2009
yaitu 12,98%. Pencapaian IR ini jauh dibawah target program yaitu 220 per 1.000
penduduk, rendahnya IR dikhawatirkan bukan merefleksikan menurunnya kejadian
penyakit diare pada masyarakat tetapi lebih dikarenakan banyaknya kasus yang tidak
terdata (under-reporting cases). Dari 33 kabupaten/kota yang ada, terdapat 2
kabupaten/kota yang melaporkan tidak ada kasus diare (nol) yaitu Kabupaten
Labuhan Batu Selatan dan Nias Utara. Penemuan dan penanganan kasus diare
tertinggi di Kabupaten Simalungun yaitu 129,39% dan terendah di Kabupaten
Labuhan Batu Utara 2,78% (Dinkes Provinsi Sumatera Utara , 2011).
Menurut Soegijanto (2002), banyak faktor yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare. Penyebab tidak langsung
atau faktor-faktor yang mempermudah atau mempercepat terjadinya diare seperti:
status gizi, pemberian ASI Eksklusif, lingkungan, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS), dan sosial ekonomi. Penyebab langsung antara lain infeksi bakteri virus dan
parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun
yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran.
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan faktor tidak langsung yang
menyebabkan diare. Perilaku sehat seseorang berhubungan dengan tindakanya dalam
memelihara dan meningkatkan status kesehatan antara lain pencegahan penyakit,
kebersihan diri, pemilihan makanan sehat dan bergizi serta kebersihan lingkungan.
Keadaan kesehatan yang tidak baik mempengaruhi terhadap terjadinya penyakit diare
dibandingkan dalam kesehatan yang baik (Suriadi, 2001).Penyebab langsung diare
antara lain infeksi bakteri virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan
kimia maupun keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan
sayur-sayuran. Faktor risiko yang berhubungan dengan diarepada anak antar alain
tingkat pendidikan, pengetahuan dan tindakan pencegahan terhadap diare (Kamalia,
2005; Sinthamurniwati, 2006; Bintoro, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Khalili di Iran tahun 2006, menemukan
peningkatan risiko rawat inap pasien diare akut disebabkan oleh adanyadarah
dalamtinja, dehidrasi, ASI yang diberikan kurang dari 6 bulan,riwayat rawat inap
sebelumnya, kurangnya akses terhadap air bersih,mempunyai hewan peliharaan.
Khalili juga menjelaskan bahwa salah satu faktor risiko yang menyebabkan pasien
diare dirawat di rumah sakit di Negara berkembang adalah tingkat pendidikan dan
tingkat pengetahuan serta tindakan pencegahan orangtua yang rendah tentangdiare.
Handayani (2008) dan Asiddiqi (2010) menggambarkan tingkat pengetahuan ibu
tentang penanganan diare sebagian besar berada pada kategori rendah sampai sedang.
Menurut Dewi (2008), tingkat pendidikan formal adalah tingkat dalam
pendidikanformal yang telah tercapai, dinyatakan dengan tahun sukses. Tingkat
pendidikan mempengaruhi perilaku dan menghasilkan banyak perubahan, khususnya
pengetahuan dibidang kesehatan.Semakin tinggi tingkat pendidikan formal semakin
mudah menyerap informasi termasuk juga informasi kesehatan, semakintinggi pula
kesadaran untuk berperilaku hidup sehat. (Notoadmodjo, 2003)
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan atau praktik seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
padaperilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Praktik itu
sendiri merupakan tindakan seseorang dalam melaksanakan apa yang diketahuiatau
yang disikapinya (dinilai baik) (Notoatmodjo, 2007). Suatu sikap belum otomatis
terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Pengetahuan ibu mengenai diare
meliputi pengertian, penyebab, gejala klinis, encegahan, dan carapenanganan yang
tepat dari penyakit diare pada balita, berperan penting dalam penurunan angka
kematian dan pencegahan kejadian diareserta malnutrisi pada anak. Pengetahuan juga
mempengaruhi tindakan ibu tentang pencegahan terhadap suatu penyakit khususnya
diare.
Pendapatan Keluarga. Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata
penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Pendapatan keluarga
tergantung pada jenis pekerjaan kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya. Jika
pendapatan masih rendah maka kebutuhan pangan lebih dominan dari pada kebutuhan
non pangan. Sebaliknya, jika pendapatan meningkat maka pengeluaran untuk non
pangan akan semakin besar, mengingat kebutuhan akan pangan sudah terpenuhi
(Husaini et al. 2000 dalam kasman 2003).
Menurut Sajogyo (1994) rendahnya pendapatan merupakan faktor yang
menyebabkan orang tidak mampu membeli dan memilih pangan yang bermutu gizi
baik dan beragam. Sesuai dengan Hukum Bennet, semakin tinggi pendapatan maka
kualitas bahan pangan yang dikonsumsi pun semakin baik yang tercermin dari
perubahan pembelian bahan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang
harganya lebih mahal dengan kualitas yang baik. Sebaliknya, rendahnya pendapatan
yang dimiliki oleh seseorang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan
makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan dari tiga kali menjadi dua
kali dalam sehari. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan
terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Rendahnya pendapatan
menyebabkan daya beli terhadap makanan menjadi rendah dan konsumsi pangan
keluarga akan berkurang (Berg 1986, kasman 2007).
Dari Data Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2012, angka
kesakitan diare pada semua golongan umur pada tahun 2011 berjumlah 98.184 kasus
(20,8/1000 penduduk). Jumlah kasus diare pada balita 40.611 kasus sedangkan jumlah
kasus diare yang dilaporkan disarana kesehatan sebesar 92.794 kasus dan jumlah yang
diterima kader 5.390 kasus. Pada tahun 2012 telah terjadi KLB diare dipropinsi
Sulawesi Selatan pada 4 kabupaten dengan jumlah penderita seluruhnya 429 orang
dengan kematian 19 orang (CFR 4,4%).
Profil kesehatan kota Makassar 2013, Kasus diare yang dilaporkan oleh 39
puskesmas se Kota Makassar sampai dengan desember 2013 sebanyak 28.908 kasus.
Angka kesakitan (Incidence Rate/IR) penyakit diare pada tahun 2013 sebesar 21,3 per
1.000 penduduk, angka ini menurun dari tahun 2012 sebesar 21,6 per 1.000 penduduk
dengan jumlah kasus 29.265 kasus.
Profil kesehatan puskesmas Maccini Sombala tahun 2014. Dari 10 jenis
penyakit terbesar di puskesmas Maccini Sombala penyakit diare berada pada posisi ke
6. pada bulan januari 2014 kejadian diare pada balita sebanyak 12 orang, bulan
Februafri 6 orang, bulan Maret 18 orang, bulan April 18 orang, bulan Mei 23 orang,
bulan Juni 11 orang, bulan Juli 20 orang, bulan Agustus 11 orang, bulan Sebtember 19
orang, bulan Oktober 24 orang, bulan November 26 orang, bulan Desember 24 orang.
Berdasarkan uraian diaras maka penelitian ini dilakukan guna untuk
mengetahuui faktor-faktoryang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di
Puskesmas Maccini Sombala kota Makassar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data yang diperoleh maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita terutama dalam
menganalisis apakah ada hubungan, Kebiasaan Mencuci tangan, pendidikan orangtua,
pengetahuan orangtua dan pendapatan keluarga dengan kejadian diare pada balita di
Puskesmas Maccini Sombala kota Makassar 2015?
C. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada
balita di puskesmas Maccini sombala kota Makassar.
Tujuan Khusus
Untuk mengetahui hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare
pada balita
Untuk mengetahui hubungan pendidikan orangtua dengan kejadian diare pada
balita
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita
Untuk mengetahui hubungan pendapatan keluarga dengan kejadian diare pada
balita
D. Manfaat Penelitian
Bagi peneliti
Membantu penulis dalam mencari hubungan penyebab kejadian diare pada balita.
Bagi Institusi Kesehatan
Agar dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan tambahan pustaka bagi
institussi kesehatan.
Bagi Masyarakat
Agar menambah pengetahuan masyarakat terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian diare pada balita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
anak di negara berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan buang
air besar (BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga
kali sehari.
Sedangkan menurut Depkes RI (2005), diare adalah salah penyakit dengan tanda-
tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih
dalam sehari.
Jenis-jenis Diare
Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari
tujuh hari) yang mengakibatkan dehidrasi sebagai penyebab utama kematian.
Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya yang mengakibatkan
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan kemungkinan terjadinya
komplikasi pada mukosa.
Diare persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus
yang mengakibatkan penurunan berat badan dan gangguan metabolism.
Diare dengan masalah lain adalah anak yang menderita diare (diare akut dan diare
persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti: demam, gangguan gizi
dan penyakit lainnya.
Penyebab Diare
Penyebab diare bermacam-macam antaralain infeksi mikroorganisme seperti bakteri,
virus, parasit, faktor psikologis misalnya, karena ketakutan atau kecemasan, dan
bahkan kadang sama sekali tidak ditemukan mikro organisme penyebab, (Sabrina
Maharani).
Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan resiko terjadinya diare pada balita, yaitu
(Depkes RI, 2007):
a. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan. Pada
balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar dari pada yang diberi
ASI penuh, dan kemungkinan menderita dehidrasi berat lebih besar.
b. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencermaran oleh
kuman karena botol susu dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah
dipakai selama berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang panas, sering menyebabkan
infeksi usus yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-kuman/bakteri
penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi
diare.
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan beberapa
jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak.
d. Menggunakan air minum yang tercemar
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak
atau sebelum makan dan menyuapi anak.
f. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja tidak
berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.
Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
Etiologi atau Faktor penyebab
Penyebab diare berkisar 70% sampai 90% sudah dapat diketahui dengan pasti, dimana
penyebab diare ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu (Suharyono, 2003).
Penyebab tidak langsung
Penyebab tidak langsung atau faktor-faktor yang mempermudah atau mempercepat
terjadinya diare seperti, keadaan gizi, hygiene dan sanitasi, social budaya, kepadatan
penduduk, social ekonomi dan factor-faktor lain. Ditinjau dari sudut patofisiologi,
penyebab diare akut dapat dibagi 2 golongan yaitu, Suharyono, (2003):
1. Diare sekresi
a.) Disebabkan oleh infeksi dari golongan bakteri seperti Shingella, Salmonella,
E.coli, Golongan Vibrio, Bacillus Cereus, Clostridium, Golongan virus seperti:
Protozoa, Entamoeba histolicia, Giardia lamblia, Cacing perut, Ascaris, Jamur.
b) Hiperperistaltik usus halus yang berasal dari bahan-bahan
makanan, kimia misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas,terlalu asam,
gangguan psikik, gangguan syaraf, hawa dingin, alergi.
c) Defisiensi imun yaitu kekurangan imun terutama yang mengakibatkan terjadinya
berlipat gandanya bakteri atau flora usus dan jamur.
2.) Diare osmotic yaitu malabsorbi makanan, kekurangan kaloriprotein dan berat
badan lahir rendah.
5. Mekanisme Penularan diare
Kuman penyebab diare ditularkan melalui :
Makanan dan minuman yang terkontaminasi tinja atau muntahan yang mengandung
kuman penyebab diare.
Melalui tangan yang terkontaminasi kotoran dan diprgunakan untuk memasukkan
makanan kedalam mulut.
Alat-alat rumah tangga yang tidak bersih.
Gejala spesifik
Vibro cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis.
Disenteriform:tinja berlendir dan berdarah.
Gejala-gejala Yang Timbul Akibat Diare
Bila terjadi diare akan mengakibatkan kehilangan cairan tubuh dan kehilangan
elektrolit tubuh. Gejala-gejala yang timbul akibat kehilangan cairan tubuh adalah:
Turgor kulit berkurang, nadi lemah atau tidak teraba, taki kardi, mata cekung, ubun-
ubun cekung, suara parau, jari-jari scanosis, mebram mucosa, kering dan anuri.
Sedangkan akibat kehilangan eletrolit tubuh adalah: defesiensi bikarbonat tubuh
(muntah, nafas cepat dan dalam), defesiensi kalium (lemah otot, aritmia, henti
jantung, ileus paralitik) dan hipoglikemia (kejang atau koma).
Upaya Pencegahan Penyakit Diare
Cara pencegahan penyakit diare yang benar-benar efektif yang dapat dilakukan adalah
:
Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam
bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh
bayi.ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4 bulan.
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 4 bulan pertama resiko untuk
terkena diare 30 kali ebih besar dari pada yang diberi ASI. Pemberian susu formula
merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk pemberian susu formula,
biasanya menyebabkan resiko tinggi terkena diare sehingga mengakibatkan terjadinya
gizi buruk. Anak diare harus diberi banyuak minuman, jiika anak masih menyusui
tetap diberi ASI. (Hadi Siswanto dalam Amin Rahman Hardi 2012)
Makanan Pendamping ASI
Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping
ASI yang lebih baik, yaitu :
Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4 bulan tetapi teruskan pemberian
ASI. Tambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Berikan
makanan lebih sering 4 kali sehari, teruskan pemberian ASI bila mungkin. (Hadi
Siswanto dalam Amin Rahman Hardi 2012).
2).Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan (Kognitif) merupakan domain yang sangat penting untuk dibentuknya
suatu tindakan seseorang. Menurut Notoadmodjo (2003), dimana tingkat pengetahuan
didalam domain kognitif, meliputi :
a) Tahu (Know)
Pengetahuan (tahu) yaitu mengingat kembali materi yang dipelajari sebelumnya.
Termasuk didalam pengetahuan yang paling rendah dengan cara menyebutkan,
mendefinisikan dan menyatukan sesuatu. Pengetahuan ibu balita tentang diare yang
baik akan mempengaruhi ibu balita dalam memahami tentang bahaya dari diare bagi
anaknya.
b) Memahami (comprehension)
Memahami yaitu sesuatu untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang
telah paham terhadap objek untuk materi, harus dapat menjelaskan, contohnya ibu
balita dapat memahami dan mengetahui cara penanganan diare yang benar.
c) Aplikasi (application)
Aplikasi yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasidisini dapat diartikan penggunaan
hukum-hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam kondisi yang lain,
misalnya ibu balita dapat menggunakan cara pencegahan atau tindakan awal dalam
mencegah terjadinya diare pada balita serta dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah dalam penanganan diare.
d) Analisis (analysis)
Analisis yaitu kemampuan untuk materi atau suatu objek kedalam komponen-
komponen, tetapi didalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya
dengan yang lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan dari kata-
kata kerja yang dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, serta
mengelompokkan tentang penanganan diare.
e) Sintesis (synthesis)
Sintesis yaitu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam suatu
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada, misalnya dapat
menyusun, merencanakan, menyesuaikan. Dimana pada ibu yang memilki balita yang
diare maka dapat melakukan penanganan secara benar agar diare dapat berhenti.
f) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek.Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengaruh pengetahuan terhadap seseorang sangat penting sebab mempunyai cukup
pengetahuan dan pendidikan yang tinggi akan lebih memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangan serta kesehatan setiap anggota keluarganya, Notoadmodjo, (2003).
3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003), yaitu :
a) Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia akan mudah menerima dan
menyesuaikan hal-hal yang baru.
b) Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi banyak akan memberikan pengetahuan
yang lebih jelas.
c) Kultur Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena informasi
yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan agama yang dianut. Pada ibu balita
melakukan penanganan terjadinya diare sesuai dengan apa yang mereka lihat
dilingkungannya.
d) Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan, dimana pada remaja
dengan umur yang bertambah dan pendidikan yang lebih baik akan memudahkan
dalam menyerap informasi yang diberikan serta besikap lebih bijak. Pengalaman ibu
balita dengan kejadian diare mempengaruhi dalam penanganan diare selanjutnya.
Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita sangat banyak. Untuk itu kerangka
konsep ini hanya mengambil beberapa factor saja karena keterbatasan dalam hal biaya
dan waktu. Oleh karena itu kerang kakonsepnya dapat diuraikan sebagai berikut:
Keterangan: : variable independen
: variable dependen
5. Pendapatan keluarga
Adalah: jumlah penghasilan yang diperoleh anggota keluarga selama satu bulan yang
diukur selama satu bulan.
Kreriteria objektif:
Tinggi : apabila penghasilan rata-rata sama atau diatas upah minimum kota (UMK)
kota makassar Rp.2.075.000
Rendah: apabila penghasilan rata-rata dibawah UMK
Hipotesis Penelitian
Seperti yang telah digambarkan dalam kerang kakonsep, maka rumusan hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
Hipotesis alternative (Ha)
Ada hubugan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare pada balita Di
puskesmas Maccini Sombala kota Makassar
Ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian diare pada balita Di puskesmas
Maccini Sombala kota Makassar
Ada hubungan antara Pengetahuan Orangtua dengan kejadian diare pada balita di
puskesmas Maccini Sombala kota Makassar
Ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian diare pada balita di
puskesmas Maccini Sombala kota Makassar
Hipotesa Null (Ho)
Tidak ada hubugan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare pada balita di
puskesmas Maccini Sombala kota Makassar
Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian diare pada balita Di
puskesmas Maccini Sombala kota Makassar
Tidak ada hubungan antara Pengetahuan Orangtua dengan kejadian diare pada balita
di puskesmas Maccini Sombala kota Makassar
Tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian diare pada balita di
puskesmas Maccini Sombala kota Makassar