BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Varicela adalah suatu penyakit infeksi akut primer yang disebabkan oleh
Varicella Zoster Virus merupakan virus DNA yang mirip dengan virus Herpes
Simpleks. Varicela biasanya dikenal dengan cacar air atau chicken pox. Gejala
yang biasanya muncul yaitu ruam yang didahului demam 2 sampai 3 hari,
menggigil, malaise, sakit kepala, anoreksia, nyeri punggung, nyeri tenggorokan
dan batuk.2,3
Pada hakekatnya varicela memberikan gambaran penyakit yang berat dan
peradangan yang lebih jelas dibanding dengan penyakit herpes simpleks. Virus
tersebut dapat pula menyebabkan herpes zoster. Kedua penyakit ini mempunyai
manifestasi klinis yang berbeda. Varicella Zoster Virus dapat menyebabkan 2 jenis
infeksi, yaitu infeksi primer dan sekunder. Varicela (chicken pox) merupakan
suatu bentuk infeksi primer Varicella Zoster Virus yang pertama kali pada
individu yang kontak langsung dengan virus tersebut. Kemudian setelah penderita
varicela (infeksi primer) sembuh, virus ini memiliki kapasitas untuk bertahan
sebagai infeksi laten di ganglia saraf sensorik. Virus tersebut dapat menjadi aktif
kembali dalam tubuh individu dan menyebabkan terjadinya infeksi
sekunder/rekuren disebut Herpes Zoster (shingles).2
2.2 Epidemiologi
respirasi dan terkadang melalui transfer langsung dari lesi kulit melalui transmisi
fetomaternal.2
2.3 Etiologi
2.4 Patofisiologi
Infeksi primer varicela pada umumnya ringan, hal ini dikarenakan penyakit
ini bersifat self-limited yang biasanya ditandai dengan demam ringan dan disertai
vesikel berisi cairan yang gatal pada seluruh tubuh. Varicela ditransmisi melalui
saluran napas. Virus menginfeksi sel epitel dan limfosit melalui mukosa traktus
respiratorius atas dan orofaring. Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh
penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe (viremia primer).
Virus VZV dimusnahkan oleh sel sistem retikuloendotelial, yang merupakan
tempat utama replikasi virus selama masa inkubasi. Selama masa inkubasi infeksi
virus dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh. Replikasi virus
sekunder terjadi pada organ tubuh, terutama hepar dan limpa.6,2
Masa inkubasi berlangsung sekitar 14 hari, dimana virus akan menyebar ke
kelenjar limfe, kemudian menuju ke hati dan sel-sel mononuklear. VZV yang ada
dalam sel mononuklear mulai menghilang 24 jam sebelum terjadinya ruam kulit,
pada penderita immunocompromised, virus menghilang lebih lambat yaitu 24-72
jam setelah timbulnya ruam kulit. Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi dari
kapiler menuju ke jaringan kulit dan menyebabkan lesi makulopapular, vesikuler,
dan krusta. Infeksi ini menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel membentuk sel
5
Pada anak usia <10 tahun gejala prodormal jarang terjadi, namun pada anak
> 15 tahun dan dewasa ruam sering muncul didahului dengan demam 2 sampai 3
hari, menggigil, malaise, sakit kepala, anoreksia, sakit kepala berat dan pada
beberapa pasien ditemuakan nyeri tenggorokan dan batuk kering. Awalnya ruam
muncul mulai dari wajah dan kulit kepala dan menyebar dengan cepat ke badan
serta ekstremitas. Ruam muncul secara sentrifungal, ruam cenderung padat di
punggung dan jarang muncul pada telapak tangan dan kaki. Vesikel muncul lebih
banyak dan berukuran lebih besar pada daerah yang meradang seperti diaper rash
dan terkena sengatan matahari.8,2,1
Lesi varicela khasnya menyebar dengan cepat kurang dari 12 jam, mulai
dari makula eritema, papula, vesikel, pustul dan krusta. Diameter vesikelnya 2-3
mm dan berbentuk bulat panjang. Vesikel biasanya superficial dan berdinding tipis
serta dikelilingi oleh lesi dengan dasar eritema yang tidak teratur, terlihat seperti
dewdrop on a rose petal. Cairan vesikel cepat menjadi keruh dengan masuknya sel
inflamasi, sehingga mengubah vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian mengering
mulai dari tengah (umbilikasi) dan akhirnya menjadi krusta.2
Krusta menghilang 1-3 minggu, meninggalkan bekas luka cekung yang akan
menghilang. Apabila terjadi infeksi bakteri sekunder maka akan terbentuk
jaringan parut. Namun penyembuhan lesi dapat meninggalkan bercak
hipopigmentasi yang menetap selama beberapa minggu atau bulan. Vesikel juga
mengenai membran mukosa pada mulut, hidung, faring, laring, trachea, traktus
7
2.6 Diagnosis
Lesi varicela dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara histopatologi.
Pada pemeriksaan histopatologi menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel
epitel yang mengandung badan inklusi intranuklear yang asidofilik. Pemeriksaan
Tzanck Test dapat dilakukan dengan cara membuat sediaan hapus yang diwarnai,
dimana bahan pemeriksaan diambil dari kerokan dari dasar vesikel yang muncul
lebih awal, kemudian diletakkan di atas object glass, dan difiksasi dengan acetone
atau methanol, dan diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin-eosin, Giemsa,
Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon multiple stain. Hasil pemerikasaan Tzank
Test akan didapati sel datia berinti banyak.2,1,4
Dikutip dari: Straus SE, Oxman MN, Schmader, KE. Varicella and Herpes Zoster. In :
Wolff K, et all, ed. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th ed. Vol. 2, New
York : Mc. Graw Hill Medical; 2008. p: 1885-98.
Diagnosis pasti dari infeksi VZV, dan membedakan VZV dan HSV dapat
dilakukan dengan isolasi virus dalam kultur sel inokulasi dari cairan vesikel,
darah, cairan serebrospinal, dan jaringan yang terinfeksi, dapat pula diidentifikasi
langsung melalui antigen VZV maupun nucleid acid specimens. Isolasi virus
adalah satu-satunya teknik yang menghasilkan tingkat infeksius VZV sehingga
mendapatkan analisis lebih lanjut, seperti sensitivitas terhadap antivirus.2
2.9 Komplikasi
aspirin saat demam, dengan mortalitas setinggi 40%. Ataksia serebri akut lebih
umum terjadi daripada kelainan neurologi yang lainnya. Encephalitis lebih jarang
lagi terjadi yaitu pada 1 diantara 33.000 kasus, tetapi merupakan penyebab
kematian tertinggi atau menyebabkan kelainan neurologi yang menetap.
Patogenesa terjadinya ataksia serebelar dan ensephalitis tetap jelas, dimana pada
banyak kasus ditemukan adanya VZV antigen, VZV antibodi, dan VZV DNA
pada cairan cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan infeksi secara
langsung pada sistem saraf pusat.2
2.10 Penatalaksanaan
Pada anak normal varicela biasanya bersifat ringan dan dapat sembuh
sendiri. Pengobatan topikal dapat diberikan. Untuk mengatasi gatal dapat
diberikan kompres dingin, atau lotion kalamin, antihistamin oral. Cream dan
lotion yang mengandung kortikosteroid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya
tidak digunakan. Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian golongan
salisilat sebaiknya dihindari karena sering dihubungkan dengan terjadinya
sindroma Reye. Berendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi sekunder
bakterial.2,1
Antivirus pada anak dengan pengobatan dini varicela dengan pemberian
acyclovir (dalam 24 jam setelah timbul ruam) pada anak berusia 2-12 tahun
dengan dosis 4 x 20 mg/kgBB/hari selama 5 hari menurunkan jumlah lesi,
menghentikan terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam,
demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila
pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam cenderung tidak
efektif. Hal ini disebabkan karena varicela merupakan infeksi yang relatif ringan
pada anak-anak dan manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak
memerlukan pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan dimana
harga obat tidak menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai pada waktu
yang menguntungkan (dalam 24 jam dari timbulnya ruam), dan ada kebutuhan
untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua pasien dapat kembali
bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan.2,1
12
waktu 72 jam dari mulai timbulnya ruam. Acyclovir intravena menjadi standar
perawatan untuk varicela pada pasien yang disertai dengan imunodefisiensi
substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan famciclovir atau valacyclovir
mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan kekebalan tubuh,
tetapi tidak ada uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. Pada penyakit
berat atau wanita hamil dapat diberikan acyclovir IV 10 mg/kgBB tiap 8 jam
selama 7 hari.2