Anda di halaman 1dari 48

Klinik Dokter Keluarga FK UWKS No Berkas :

Berkas Pembinaan Keluarga No RM : 24391


Puskesmas Buduran Nama KK : Ny. S

Tanggal kunjungan pertama kali 21 Agustus 2014


Nama pembina keluarga pertama kali : dr. Atiyah Marzuki
DM Home Visite : I Nyoman Yudiartono S.Ked
Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu
periode pembinaan )
Tanggal Tingkat Paraf Paraf Keterangan
Pemahaman Pembimbing

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA


Nama Kepala Keluarga : Ny. S
Alamat lengkap : Entalsewu RT 11/RW03
Bentuk Keluarga : Nuclear Family

1
Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No Nama Kedudukan L Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien Ket
dalam /P Klinik
keluarga (Y/T)
1 Ny. S KK P 70 SD Ibu Rumah
T
Tangga
2 Ny. I Anak 1 P 45 SMA Penjual Kue T
3 Ny. L Anak 2 P 39 SMP Ibu Rumah
Y
Tangga
4 Nn. Y Cucu 1 P 22 SMP Pegawai
Y
Swasta
5 Sdr. A Cucu 2 L 16 SD Kernet Bus T
6 An. D Cucu 3 P 11 SD Pelajar T
7 An. R Cucu 4 L 6 SD Pelajar T
8 An. F Cucu 5 L 4,5 - - T

Sumber : Data Primer, Agustus 2014

2
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

BAB I
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang
penderita Bells Palsy dengan Furunkulosis, berjenis kelamin perempuan dan
berusia 22 tahun, dimana penderita merupakan salah satu dari penderita Bells
Palsy dengan Furunkulosis yang berada di wilayah Puskesmas Buduran,
Kabupaten Sidoarjo. Mengingat kasus Furunkulosis masih sering ditemukan di
masyarakat dengan sanitasi buruk khususnya di daerah Puskesmas Buduran,
Kabupaten Sidoarjo serta pengetahuan masyarakat yang kurang mengenai
penyakit Bells Palsy sehingga penting kiranya bagi penulis untuk memperhatikan
dan mencermatinya untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di
lapangan.

B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. Y
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Alamat : Entalsewu, RT 11/RW 3
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 21 Agustus 2014

3
C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Bagian wajah kanan terasa susah digerakkan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Bagian wajah kanan terasa susah digerakkan dialami penderita sejak 3
hari yang lalu. Hal ini dikatakan penderita terjadi secara tiba-tiba. Bila
penderita makan, makanan cenderung berkumpul di sisi kanan. Bila
penderita minum/berkumur, air keluar menetes dari sudut mulut kanan.
Nyeri di belakang telinga disangkal oleh penderita. Penderita tidak
mengalami gangguan pengecapan ataupun gangguan pendengaran.
Penderita mengaku sering terpapar kipas angin yang keras saat tidur,
dimana letak kipas angin yang berada di sebelah kanan.
Selain mulut yang tertarik ke kiri, pasien juga mengeluh terdapat bisul
di beberapa tempat di kaki dan tangannya. Bisul ini terasa sedikit nyeri
tanpa penekanan, berukuran diameter 7 mm . Bisul ini timbul sejak 5
hari yang lalu.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat darah tinggi : disangkal
- Riwayat Imunisasi : tidak ingat
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat alergi obat/makanan : riwayat alergi udang/kerang
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat penyakit Diabetes : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal
- Riwayat sakit sesak nafas : disangkal
- Riwayat hipertensi : kakek dan bibi pasien
- Riwayat sakit gula : kakek dan bibi pasien

4
5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok : disangkal
- Riwayat olah raga : tidak pernah berolahraga
- Riwayat pengisian waktu luang dengan berbincang bincang dengan
keluarga, berekreasi jarang

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Penderita tinggal di
sebuah rumah yang berpenghuni 8 orang (penderita, nenek, ibu, bibi, 2
orang adik dan 2 orang sepupu). Penderita adalah seorang pegawai swasta
di suatu tempat hiburan di sidoarjo, pasien sering bekerja malam dan
bekerja di beberapa tempat kerja. Sumber pendapatan keluarga didapatkan
dari pasien sendiri, adik pasien yang bekerja sebagai kernet bus dan usaha
kue ibu pasien dengan penghasilan rata-rata 100.000/hari. Pasien tinggal di
rumah yang berukuran 12m x 3m dengan ventilasi yang kurang dan pasien
menggunakan air sumur untuk mandi.

7. Riwayat Gizi.
Penderita makan sehari-harinya biasanya antara 3 kali sehari dengan
nasi sepiring, dan lauk pauk seperti tahu, tempe dan ikan mujair, pasien
jarang memakan sayur. Kesan status gizi berlebih.

D. ANAMNESIS SISTEM
1.Kulit : warna kulit sawo matang, kulit terasa
nyeri tanpa ditekan pada bisul di tangan dan kaki
2.Kepala : sakit kepala (-), pusing (-), rambut
kepala tidak rontok, luka pada kepala (-), benjolan/borok
di kepala (-)
3.Mata : pandangan mata berkunang-kunang
(-), penglihatan kabur (-), alis mata kanan sulit
dinaikkan

5
4.Pipi : pipi kanan terasa tebal dan sulit digerakkan.
5.Hidung : tersumbat (-), mimisan (-)
6.Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung
(-), keluar cairan (-)
7.Mulut : sariawan (+), mulut kering (-), lidah
terasa pahit, saat tersenyum hanya tertarik ke kiri saja
8.Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-)
9.Pernafasan : sesak nafas (-), batuk lama (-), mengi
(-), batuk darah (-)
10. Kadiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada
(-)
11. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare (-),
nafsu makan menurun (-), nyeri perut (-), BAB tidak
ada keluhan
12. Genitourinaria : BAK lancar, 3-4 kali/hari
warna dan jumlah biasa
13. Neuropsikiatri : Neurologik : kejang (-),
lumpuh (-)
Psikiatrik : emosi stabil, mudah marah (-)
14. Muskuloskeletal : kaku sendi (-), kesemutan
pada kaki dan tangan (-)
15. Ekstremitas : Atas : bengkak (-), sakit (-)
Bawah : bengkak (-), sakit (-)

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan lebih.
2. Tanda Vital dan Status Gizi
Tanda Vital
Nadi : 80 x/menit, reguler, isi cukup, simetris
Pernafasan : 20 x/menit

6
Suhu : 36,7oC
Tensi : 120/80 mmHg
Status gizi ( Kurva NCHS ) :
BB : 64 kg
TB : 160 cm
IMT = BB = 64 = 25
(TB)2 (1,6) 2

BMI 18,5 23,9 = Normal


BMI 24 26,9 = Gemuk (gizi lebih)
BMI 27 = Obesitas
Status gizi Gemuk (gizi lebih)

3. Kulit
Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), nodus eritematosa
berbentuk kerucut berukuran 7 mm, ditengahnya terdapat
pustul pada beberapa tempat di kaki dan tangan penderita
4. Kepala
Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut tidak mudah dicabut, atrofi m.
temporalis(-), makula (-), papula (-), nodula (-)
5. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek
kornea (+/+), warna kelopak (coklat kehitaman), katarak (-/-),
radang/conjunctivitis/uveitis (-/-)
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-), saddle nose (-)
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi
lidah hiperemis (-), tremor (-), tampak ketidaksimetrisan pada mulut
pasien, dimana saat tersenyum hanya mulut bagian kiri saja yang bergerak.
8. Telinga

7
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping
telinga dalam batas normal
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
- Cor :I : ictus cordis tak tampak
P : ictus cordis tak kuat angkat
P : batas kiri atas : ICS II 1 cm lateral parasternal line sinistra
batas kanan atas : ICS II parasternal line dextra
batas kiri bawah : ICS V 1 cm lateral midclavicula line sinistra
batas kanan bawah : ICS IV parasternal line dextra
batas jantung kesan tidak melebar
A: suara jantung III intensitas normal, regular, bising (-)
- Pulmo:
I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
P : fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A: suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBK (-/-), whezing (-/-)

12. Abdomen
I :dinding perut sejajar dengan dinding dada
P :supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
P :timpani seluruh lapang perut
A :peristaltik (+) normal
13. Sistem Collumna Vertebralis
I :deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)

8
P :nyeri tekan (-)
14. Ektremitas: palmar eritema(-/-) hiperemi pada jari (-)
akral dingin oedem
- - - -
- - - -

15. Sistem genetalia: dalam batas normal


16. Pemeriksaan Neurologik
Nervus VII :
Kanan kiri
Waktu diam :
Kerutan dahi - +
Tinggi alis Lebih rendah Normal
Lipatan nasolabial - +

Waktu gerak :
Mengerut dahi - +
Menutup mata - +
Memperlihatkan gigi Lebih rendah Lebih tinggi

Fungsi Luhur : dalam batas normal


Fungsi Vegetatif : dalam batas normal

Fungsi motorik :
K 5 5 T N N RF 2 2 RP - -
5 5 N N 2 2 - -

17. Pemeriksaan Psikiatrik


Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis
Afek : appropriate
Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : bentuk :realistik

9
isi :waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
arus :koheren
Insight : baik

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Gula darah acak : tidak dilakukan
Pemeriksaan Gula darah 2 jam PP : tidak dilakukan
Pemeriksaan Gula darah puasa : tidak dilakukan
Pemeriksaan Asam Urat : tidak dilakukan
Pemeriksaan foto x - ray : tidak dilakukan

G. RESUME
Bagian wajah kanan terasa susah digerakkan dialami penderita sejak 3
hari yang lalu. Hal ini dikatakan penderita terjadi secara tiba-tiba. Bila
penderita makan, makanan cenderung berkumpul di sisi kanan. Bila
penderita minum/berkumur, air keluar menetes dari sudut mulut kanan.
Nyeri di belakang telinga disangkal oleh penderita. Penderita tidak
mengalami gangguan pengecapan ataupun gangguan pendengaran.
Penderita mengaku sering terpapar kipas angin yang keras saat tidur,
dimana letak kipas angin yang berada di sebelah kanan. Selain mulut yang
tertarik ke kiri, pasien juga mengeluh terdapat bisul di beberapa tempat di
kaki dan tangannya. Bisul ini terasa sedikit nyeri tanpa penekanan,
berukuran diameter 7 mm . Bisul ini timbul sejak 5 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan gangguan pada nervus VII kanan
dan terdapat nodus eritematosa berbentuk kerucut, ditengahnya terdapat
pustul pada kaki serta tangannya. Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan.

H. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS


Diagnosis Biologis
- Bells palsy + Furunkulosis

10
Diagnosis Psikologis
- (-)
Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya
1. Status ekonomi kurang.
2. Penyakit mengganggu aktifitas sehari-hari.
3. Kondisi lingkungan dan rumah kurang sehat.

I. PENATALAKSANAAN
1. Terapi non-farmakologis
Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar
penyakitnya tidak bertambah semakin parah dan berulang kembali.

2. Terapi Farmakologis
- Prednison 4 x 20 mg selama 10 hari, kemudian diturunkan dosisnya
menjadi 3 x 20 mg, 1 minggu kemudian diturunkan menjadi 2 x 20 mg
dan yang terakhir menjadi 1 x 20 mg
- Salep Natrium Fusidat

J. FOLLOW UP
Tanggal 21 Agustus 2014
S :bagian wajah kanan susah digerakkan (+), bisul di kaki dan tangan (+)
O :KU sedang, compos mentis, gizi lebih
Tanda vital :T : 120/80 mmHg R :20 x/menit
N : 80 x/menit S :36,7 0C
Status Generalis :
Kulit : nodus eritematosa berbentuk kerucut, ditengahnya terdapat pustul
pada beberapa tempat di kaki dan tangan penderita

11
Status Neurologis : parese nervus VII dextra.
Status Mentalis : dalam batas normal
A : Bells Palsy + Furunkulosis
P : Terapi medikamentosa berupa salep natrium fusidat, non medikamentosa
selain itu juga dilakukan patient centered management: dukungan
psikologis, penentraman hati, penjelasan, basic konseling pada keluarga
dan edukasi pasien

FLOW SHEET
Nama : Nn. Y
Diagnosis : Bells Palsy + Furunkulosis

NO T Tensi BB TB Status Foto sinar x KET


G mm Gizi
L Hg Kg Cm
1 21/08/14 120/80 64 160 Lebih Tidak Salep Natrium
dila Fusidat
2 28/08/14 130/80 64 160 Lebih ku
kan

12
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA

A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari penderita, nenek, ibu, bibi, 2 orang adik dan
2 orang sepupu.
2. Fungsi Psikologis.
Sdr Y. tinggal serumah dengan nenek, ibu, bibi, 2 orang adik dan 2
orang sepupu. Hubungan keluarga mereka terjalin cukup akrab, terbukti
dengan permasalahan-permasalahan yang dapat diatasi dengan baik dalam
keluarga ini. Hubungan diantara mereka cukup dekat antara satu dengan
yang lain.
Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara
musyawarah dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong
menolong baik fisik, mental, maupun jika ada salah seorang di antaranya
yang menderita kesusahan. Salah satu contoh saat penderita sakit, ibu
senantiasa selalu memberi semangat agar penderita cepat sembuh dalam
segala hal.
3. Fungsi Sosial
Penderita adalah orang yang cukup bergaul dengan banyak teman
dalam berbagai golongan. Dalam masyarakat penderita tidak masuk dalam
berbagai organisasi dan tidak memiliki kedudukan tertentu dalam
organisasi tersebut.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan dari pasien, ibu dan
adik pasien dengan total penghasilan sebesar + Rp 100.000 perhari.
Penghasilan tersebut digunakan untuk membiayai kehidupan keluarga
sehari-hari dan membiayai pengobatan penderita. Untuk biaya hidup sehari-
hari seperti makan, minum,atau iuran membayar listrik. Untuk kebutuhan air

13
dengan menggunakan sumur. Serta untuk memasak memakai kompor gas.
Makan sehari-hari dengan nasi, lauk pauk tahu tempe, jarang makan buah,
frekuensi makan 3 kali sehari. Kalau ada keluarga yang sakit biasanya
berobat ke puskesmas atau bidan desa setempat.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita termasuk orang yang terbuka sehingga jika mendapat
masalah sering bercerita kepada ibunya.

B. APGAR SCORE
ADAPTATION
Selama ini dalam menghadapi masalah keluarga, penderita selalu pertama kali
membicarakannya kepada ibunya dan mengungkapkan apa yang diinginkannya dan
menjadi keluhannya, baik keluhan tentang masalah sehari-hari maupun penyakitnya.
Penyakit yang dideritanya sekarang lumayan mengganggu aktifitasnya sehari-hari.
Dukungan dari keluarga dan petugas kesehatan yang sering menjaganya sangat
memberi motivasi untuk sembuh dan teratur minum obat.

PARTNERSHIP
Nn. Y mengerti bahwa ia adalah bagian penting keluarga. Selain itu keluarga
lainnya dapat memberi dukungan bahwa dia akan cepat sembuh kembali,
komunikasi antar keluarga berjalan dengan baik.

GROWTH
Nn. Y sadar bahwa ia harus bersabar menghadapi penyakitnya walaupun
mengganggunya terutama saat bekerja karena sering mengganggu aktifitas

AFFECTION
Nn. Y merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan keluarganya
cukup meskipun akhir-akhir ini ia sering menderita sakit. Bahkan perhatian yang
dirasakannya bertambah dari keluarga ke dirinya, begitu pula sebaliknya.

14
RESOLVE
Nn. Y merasa cukup puas dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari
kedua anggota keluarganya karena pada hari minggu atau hari libur besar anggota
keluarganya kadang menyempatkan untuk pergi ke tempat rekreasi walaupun jarang
sekali.

APGAR Ny Y Terhadap Keluarga Sering/ Kadang- Jarang/tidak


selalu kadang
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama
Total poin = 9 fungsi keluarga dalam keadaan baik
Nn. Y, ibu dan adiknya juga bekerja sehingga tidak banyak waktu
luang untuk berkumpul dengan keluarga di rumah. Kadang mereka
sekeluarga berpergian bersama untuk rekreasi.

APGAR Ny. I Terhadap Keluarga Sering/ Kadang- Jarang/tidak


selalu kadang
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya

15
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama
Total poin = 10, fungsi keluarga dalam keadaan baik

Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga Sdr Y adalah 19,
sehingga rata-rata APGAR dari keluarga Nn. Y adalah 9,5. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga Nn. Y dan
keluarganya dalam keadaan baik. Hubungan antar individu dalam keluarga
tersebut terjalin baik.

C. SCREEM
SUMBER PATHOLOGY KET
Sosial Interaksi sosial yang baik antar anggota -
keluarga, juga partisipasi di dalam
masyarakat baik, dimana penderita masuk
dalam berberapa organisasi di masyarakat.
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya -
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan
sehari-hari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang
masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara
yang bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll.
Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan
kesopanan
Religius Pemahaman agama baik. Penerapan ajaran -
Agama menawarkan agama baik, hal ini dapat dilihat dari
pengalaman spiritual yang baik penderita dan keluarga menjalankan sholat

16
untuk ketenangan individu yang dengan tepat waktu. Sebelum sakit penderita
tidak didapatkan dari yang lain memang rutin mengaji sore hari di masjid
dekat rumah. Di dalam rumah penderita juga
memiliki tempat beribadah khusus yang
tidak tercampur dengan ruangan lain.
Ekonomi Ekonomi keluarga ini tergolong menengah +
kebawah, untuk kebutuhan primer bisa
terpenuhi dan mampu mencukupi kebutuhan
sekunder tanpa mengabaikan skala prioritas
kebutuhan sehari-hari.
Edukasi Pendidikan anggota keluarga kurang +
memadai. Kemampuan memperoleh dan
memiliki fasilitas pendidikan seperti buku-
buku, koran terbatas
Medical Mampu menggunakan pelayanan kesehatan -
Pelayanan kesehatan puskesmas yang memadai. Dalam mencari pelayanan
memberikan perhatian khusus kesehatan keluarga ini biasanya
terhadap kasus penderita menggunakan Puskesmas atau bidan desa
setempat

Keterangan :
Ekonomi (+) artinya keluaga Nn. Y masih menghadapi masalah dalam hal
perekonomian keluarga. Hal ini dapat dilihat dari pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang pas-pasan dan belum memenuhi kebutuhan sekunder dan
tertiernya.
Edukasi (+) artinya keluarga Nn. Y menghadapi masalah dalam bidang
pendidikan. Penderita hanya tamatan SD, Ibu hanya tamatan SMP dan adik
hanya tamatan SMP. Hal ini akan mempengaruhi pengetahuan dan pola
berpikir anggota keluarga Nn. Y

D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA


Alamat lengkap : Entalsewu, RT 11/RW 3

17
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Diagram 1. Genogram Keluarga Nn. Y
Dibuat tanggal 26 Agustus 2014

Ny. S
70 Th

Ny. I Ny. L
45 Th 39 Th

Nn. Y Sdr. A An. F An. D An. R


22 Th 16 Th 4,5 Th 11 Th 6 Th

Sumber : Data Primer

Keterangan :
Penderita
Ny. S : Nenek Penderita
Ny. I : Ibu Penderita
Ny. L : Bibi Penderita
Nn. Y : Penderita
Sdr. A : Adik Penderita
An. F : Adik Penderita
An. D : Sepupu Penderita
An. R : Sepupu Penderita

18
E. Informasi Pola Interaksi Keluarga

Keterangan : : hubungan baik


: hubungan tidak baik

Hubungan antara Nn. Y dan ibu sangat dekat. Dalam keluarga ini tidak sampai
terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga.

F. Pertanyaan Sirkuler
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh ibu?
Jawab :
Ibu merawat penderita dan menyiapkan kebutuhan penderita

2. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?


Jawab :
Dibutuhkan ijin ibu, karena ia yang akan merawat nanti. Namun
sebelumya melalui musyawarah dengan anggota keluarga lainnya
atau mungkin juga melibatkan keluarga besarnya.

3. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?


Jawab :
Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah ibu.
Penderita selalu menyampaikan keluhan dan keinginannya pada
ibu.

4. Selanjutnya siapa ?
Jawab :
Selanjutnya adalah adik penderita.

19
5. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita ?
Jawab :
Tidak ada

6. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien?


Jawab :
Nenek, karena kadang suami mempunyai pertimbangan lain
mengenai suatu hal.

20
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN

A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga


1. Faktor Perilaku Keluarga
Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat
adalah keadaan bebas dari sakit, yaitu keadaan yang menghalangi aktivitas
sehari-hari. Keluarga ini menyadari pentingnya kesehatan karena apabila
mereka sakit, hal itu akan mengganggu pekerjaan dan menjadi beban di
keluarga. Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh makanan,
bukan dari guna-guna, sihir, atau supranatural/ takhayul. Mereka tidak terlalu
mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit, lebih
mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada mantri, bidan, atau
dokter di puskesmas yang terletak dekat dengan rumah.
Walaupun perabot rumah tidak tertata dengan rapi namun. Keluarga
ini berusaha menjaga kebersihan lingkungan rumahnya misalnya dengan
menyapu rumah dan halaman paling tidak sehari dua kali, pagi dan sore.
Keluarga ini memiliki fasilitas sumur dan jamban sehingga apabila
ingin MCK ( mandi, cuci, kakus) sudah tersedia dirumah.

2. Faktor Non Perilaku


Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga
menengah kebawah. Rumah yang dihuni keluarga ini kurang memadai
karena belum memenuhi dalam pemenuhan standar kesehatan. Lantai
sebagian di tegel, pencahayaan ruangan yang kurang, ventilasi kurang, dan
memiliki fasilitas MCK bagi keluarga. Sampah keluarga dibuang ditempat
pembuangan sampah yang ada di belakang rumah. Fasilitas kesehatan yang
sering dikunjungi oleh keluarga ini jika sakit adalah Puskesmas Buduran.

21
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 12m x 3m yang
berdempetan dengan rumah tetangganya dan menghadap ke utara. Memiliki
pagar pembatas. Terdiri dari ruang tamu yang digunakan untuk menerima
tamu., 4 kamar tidur, 1 mushola, 1 ruang belakang dan dapur serta 1 kamar
mandi yang juga sebagai jamban keluarga. Terdiri dari 1 pintu keluar, yaitu
pintu depan. Jendela ada 2 buah, yaitu di ruang tamu. Di depan rumah terdapat
halaman yang berukuran 3m x 1m. Lantai rumah sebagian besar terbuat dari
semen. Ventilasi dan penerangan rumah kurang. Atap rumah tersusun dari
genteng dan ditutup langit-langit. Kamar memiliki satu kasur dan diletakkan
di dipan. Dinding rumah terbuat dari batubata dan sudah dicat sebagian.
Perabotan rumah tangga cukup. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya
keluarga ini menggunakan air sumur. Secara keseluruhan kebersihan rumah
kurang. Sehari-hari keluarga memasak menggunakan kompor gas.

22
Denah Rumah :

3m

Keterangan :

Teras Pintu :

Jendela :
Pagar
Pagar :

Ruang Tamu

Kamar

Kamar
12 m

Kamar

Kamar

Mushola

Dapur

Kamar
Sumur
Mandi

23
BAB IV
DAFTAR MASALAH

1. Masalah aktif :
a. Bells Palsy
b. Furunkulosis
c. Kondisi ekonomi lemah
d. Pengetahuan yang kurang tentang penyakit penderita

2. Faktor resiko :
a. Kebiasaan
b. Higiene

DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN


(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada
dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

Bells Palsy
Furunkulosis

Kebiasaan tidur dengan paparan kipas angin Higiene Buruk


Nn. Y
22th

24
BAB V
PATIENT MANAGEMENT

A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT


1. Suport Psikologis
Pasien memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor
yang dapat menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada
dokternya. Antara lain dengan cara :
a. Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi.
b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada.
c. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan
kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter.
Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan YME, misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon
hanya kepada Tuhan YME.
Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal
yang harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi
kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi psikososial.
2. Penentraman Hati
Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem
psikologis antara lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang
penyakitnya, kecemasan, kekecewaan dan keterasingan yang dialami
akibat penyakitnya. Menentramkan hati penderita dengan memberikan
edukasi tentang penyakitnya bahwa penyakitnya tersebut dapat
disembuhkan. Faktor yang paling penting untuk kesembuhannya adalah
ketekunan dalam menjalani pengobatan sesuai petunjuk dokter. Selain itu
juga didukung dengan makan makanan yang bergizi tinggi yang sesuai
dengan anjuran dokter, istirahat yang cukup. Diharapkan pasien bisa
berpikir positif, tidak berprasangka buruk terhadap penyakitnya, dan

25
membangun semangat hidupnya sehingga bisa mendukung penyembuhan
dan meningkatkan kualitas hidupnya.
3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien
Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah
tentang penyakitnya. Pasien dan keluarganya perlu tahu tentang penyakit,
pengobatannya, pencegahan dan penularannya. Sehingga persepsi yang salah
dan merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling
setiap kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter
maupun oleh petugas Yankes. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap
berbagai masalah penderita termasuk akibat penyakitnya terhadap hubungan
dengan keluarganya, pemberian konseling jika dibutuhkan. Penderita juga
diberi penjelasan tentang pentingnya menjaga diet yang benar dalam rangka
mencapai berat badan ideal, pentingnya olah raga yang teratur dan
sebagainya.
4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiri
Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri
pasien bahwa ia bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain
itu juga ditanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai
kepatuhan dalam jadwal kontrol, keteraturan minum obat, diet yang
dianjurkan dan hal-hal yang perlu dihindari serta yang perlu dilakukan.
5. Pengobatan
Medikamentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera
dalam penatalaksanaan.
6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi
kesehatan berupa perubahan tingkah laku (berolahraga), lingkungan
(tempat tinggal yang tidak boleh lembab dengan penggunaan ventilasi
yang cukup, pemakaian genteng kaca sehingga pencahayaan cukup dan
kebersihan lingkungan rumah dan luar rumah yang bersih dengan disapu
2x/hari), meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara diet makanan
bergizi sesuai anjuran dokter dan olah raga yang teratur. Dengan

26
demikian paradigma yang salah tentang penyakit osteoarthritis di
masyarakat dapat diluruskan.

B. PREVENSI BELLS PALSY DAN FURUNKULOSIS UNTUK


KELUARGA LAINNYA
Prevensi untuk Bells Palsy dan furunkulosis untuk keluarga lainya
dengan memberi penjelasan pencegahan penyakit yaitu mengurangi paparan
terus menerus terhadap kipas angin dan menjaga higiene.

27
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA

A. BELLS PALSY
I DEFINISI
Bells palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-
supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin
akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus
atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat
sembuh sendiri tanpa pengobatan.6,7

II EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang
dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi
Bells palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada
usia 21 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak
didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada
beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau
angin berlebihan.1

III ETIOLOGI
Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bells palsy, tetapi ada 4 teori
yang dihubungkan dengan etiologi Bells palsy yaitu : 1,5
1 Teori Iskemik vaskuler
Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena
gangguan regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis.
2 Teori infeksi virus
Virus yang dianggap paling banyak bertanggungjawab adalah Herpes
Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV
(khususnya tipe 1).
3 Teori herediter

28
Bells palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada
keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi
untuk terjadinya paresis fasialis.
4 Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap
infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.

IV PATOFISIOLOGI
Apapun sebagai etiologi Bells palsy, proses akhir yang dianggap
bertanggungjawab atas gejala klinik Bells palsy adalah proses edema yang
selanjutnya menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan
pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi edema dan permeabilitas
kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi
edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah
sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan kematian sel.
Kerusakan sel ini mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya
peptida-peptida toksik dan pengaktifan kinin dan kallikrein sebagai
hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat terjadi kerusakan
jaringan yang permanen.

V GAMBARAN KLINIS
Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya
kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi,
bercermin atau saat sikat gig/berkumur atau diberitahukan oleh orang
lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah. Bells palsy hampir
selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan
volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan
menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut
menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata
tidak dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi
menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka
kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus)

29
dan bola mata berputar ke atas. Keadaan ini dikenal dengan tanda dari Bell
(lagoftalmus disertai dorsorotasi bola mata). Karena kedipan mata yang
berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga
menimbulkan epifora.1,6 Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi
yang lumpuh tidak mengembung.6 Disamping itu makanan cenderung
terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh.1 Selain kelumpuhan
seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya,
bila paresisnya benar-benar bersifat Bells palsy.6

VI DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan
fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis.
A Anamnesa :
1 Rasa nyeri.
2 Gangguan atau kehilangan pengecapan.
3 Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam
hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan.
4 Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi
saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.
B Pemeriksaan :
1 Pemeriksaan neurologis ditemukan paresis N.VII tipe perifer.
2 Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal : 6,8
a Mengerutkan dahi
b Memejamkan mata
c Mengembangkan cuping hidung
d Tersenyum
e Bersiul
f Mengencangkan kedua bibir
C Diagnosa Klinis : Ditegakkan dengan adanya paresis N.VII perifer dan
bukan sentral. Umumnya unilateral

Diagnosa Topik :
Letak Lesi Kelaina Gangguan Gangguan Hiposekres Hiposekres

30
n pengecapa pendengaran i saliva i
motorik n lakrimalis
Pons-meatus + + + + +
akustikus tuli/hiperakusi
internus s
Meatus + + + + +
akustikus Hiperakusis
internus-
ganglion
genikulatum
Ganglion + + + + -
genikulatum- Hiperakusis
N. Stapedius
N.stapedius- + + + + -
chorda
tympani
Chorda + + - + -
tympani
Infra chorda + - - - -
tympani-
sekitar
foramen
stilomastoideu
s

D Diagnosa etiologi : Sampai saat ini etiologi Bells palsy yang jelas tidak
diketahui.

VII DIAGNOSA BANDING 1,6


1 Otitis Media Supurativa dan Mastoiditis
2 Herpes Zoster Oticus
3 Trauma kapitis
4 Sindroma Guillain Barre

31
5 Miastenia Gravis
6 Tumor Intrakranialis
7 Leukimia

VIII PROGNOSIS 9
Sembuh spontan pada 75-90 % dalam beberapa minggu atau dalam 1-2
bulan. Kira-kira 10-15 % sisanya akan memberikan gambaran kerusakan
yang permanen.

IX KOMPLIKASI
1 Crocodile tear phenomenon
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul
beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi
yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi
menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion
genikulatum.1
2 Synkinesis
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri;
selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan
mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,
kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi.1,4 Penyebabnya adalah innervasi
yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan
serabut-serabut otot yang salah.1
3 Hemifacial spasm
Timbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan
tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. 1,4 Pada
stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat
mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat
memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak
sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.1
4 Kontraktur
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis
lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat.
Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak

32
pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah
bergerak.4

X TERAPI
1 Terapi Farmakologi
Penggunaan steroid dapat mengurangi kemungkinan paralisis
permanen dari pembengkakan pada saraf di kanalis fasialis yang sempit.
Steroid, terutama prednisolon yang dimulai dalam 72 jam dari onset. Dosis
pemberian prednison (maksimal 40-60 mg/hari) dan prednisolon
(maksimal 70mg) adalah 1 mg per kg per hari peroral selama enam hari
diikuti empat hari tappering off. Efek toksik dan hal yang perlu
diperhatikan pada penggunaan steroid jangka panjang, berupa retensi
cairan, hipertensi, diabetes, ulkus peptikum, osteoporosis, supresi
kekebalan tubuh (rentan terhadap infeksi), dan Cushing syndrome.
Ditemukannya genom virus di sekitar saraf ketujuh menyebabkan
preparat antivirus digunakan dalam penanganan Bells palsy. Penelitian
mengindikasikan bahwa hasil yang lebih baik didapatkan pada pasien yang
diterapi dengan asiklovir/ valasiklovir dan prednisolon dibandingkan yang
hanya diterapi dengan prednisolon. Untuk dewasa diberikan dengan dosis
oral 2 000-4 000 mg per hari yang dibagi dalam lima kali pemberian
selama 7-10 hari, sedangkan pemberian valasiklovir (kadar dalam darah 3-
5 kali lebih tinggi) untuk dewasa adalah 1000-3000 mg per hari secara oral
dibagi 2-3 kali selama lima hari. Efek samping jarang ditemukan pada
penggunaan preparat antivirus, namun kadang dapat ditemukan keluhan
berupa adalah mual, diare, dan sakit kepala.
2 Terapi operatif : Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi 1,2
3 Rehabilitasi Medik

XI REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA BELLS PALSY


Sebelum kita membahas mengenai rehabilitasi medik pada Bells palsy
maka akan dibicarakan mengenai rehabilitasi secara umum. Rehabilitasi
medik menurut WHO adalah semua tindakan yang ditujukan guna

33
mengurangi dampak cacat dan handicap serta meningkatkan kemampuan
penyandang cacat mencapai integritas sosial.
Tujuan rehabilitasi medik adalah : 10
1 Meniadakan keadaan cacat bila mungkin
2 Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin
3 Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan
bekerja dengan apa yang tertinggal.

Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan


efisien maka diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter,
fisioterapis, okupasi terapis, ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas
sosial medik dan perawat rehabilitasi medik.
Sesuai, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi wicara tidak
banyak berperan. dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan
terpadu dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik
pada Bells palsy adalah untuk mengurangi/mencegah paresis menjadi
bertambah dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar
penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Program-
program yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial
medik, psikologi dan ortotik prostetik
A Program Fisioterapi
1 Pemanasan 1, 10
a Pemanasan superfisial dengan infra red.
b Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave
Diathermy
2 Stimulasi listrik 1,8
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk
mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses
regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan
faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi
dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta

34
mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah
onset.
3 Latihan otot-otot wajah dan massage wajah
Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut.
Latihan berupa mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi,
menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum,
bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh).
Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh
dengan maksud untuk perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bells
palsy diberi gentle massage secara perlahan dan berirama. Gentle
massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi
otot dan mempertahankan tonus otot.1,3 Setelah lewat fase akut diberi
Deep Kneading Massage sebelum latihan gerak volunter otot wajah.
Deep Kneading Massage memberikan efek mekanik terhadap
pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa
metabolik, asam laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi
serabut-serabut otot dan meningkatkan gerakan intramuskuler sehingga
melepaskan perlengketan.11 Massage daerah wajah dibagi 4 area yaitu
dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan keatas,
lamanya 5-10 menit.
B Program Terapi Okupasi
Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot wajah.
Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk
permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat
kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat
berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan,
latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan
cermin.5
C Program Sosial Medik
Penderita Bells palsy sering merasa malu dan menarik diri dari
pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat
kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan

35
menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu dapat bekerja
pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk
masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat
kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa
kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk
kesembuhan penderita.5
D Program Psikologik
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol,
rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda,
wanita atau penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia
sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang psikolog sangat
diperlukan.5
E Program Ortotik Prostetik
Dapat dilakukan pemasangan Y plester dengan tujuan agar sudut
mulut yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam.
Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan
Y plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan pada
penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah
teregangnya otot Zygomaticus selama parese dan mencegah terjadinya
kontraktur.

HOME PROGRAME
1 Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit
2 Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari
sisi wajah yang sehat
3 Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit,
minum dengan sedotan, mengunyah permen karet
4 Perawatan mata :
1 Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari
2 Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari
3 Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur

36
B. FURUNKULOSIS
I. DEFINISI DAN TERMINOLOGI
Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan sekitarnya.Lesi ini
ditandai oleh adanya nodul eritematosa berbentuk kerucut. Pada bagian tengahnya
lesi terdapat puncak (core) yang biasanya berupa pustul (central necrotic)
Furunkel biasanya diawali oleh infeksi yang lebih superfisial, seperti folikulitis
(peradangan pada ostium folikel rambut) yang seringkali berkembang menjadi
suatu abses. 12,13 Bila pada satu area tubuh ditemukan lebih dari satu lesi furunkel,
maka keadaan tersebut disebut furunkulosis.
Biasanya terdapat faktor predisposisi yang membuat seseorang rentan mengalami
penyakit ini, misalnya : pasien-pasien yang sedang menjalani pengobatan
glukokortikoid jangka panjang dan pengobatan sitotoksik, pasien dengan
defisiensi imun (misalnya: HIV AIDS), malnutrisi, diabetes mellitus. Peranan
faktor predisposisi ini terutama terjadi pada kasus-kasus furunkulosis yang
berulang. 12,14
Karbunkel adalah gabungan dari beberapa furunkel yang membentuk lesiinfiltratif
yang lebih luas dan dalam. Karaktersitik dari lesi ini adalah adanya beberapa
puncak pada permukaan lesinya. Karbunkel sangat mungkin terbentuk bila terjadi
supurasi pada kulit yang tebal dan tidak elastis. 12,13

II. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Penyakit infeksi ini terutama disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.
Proses infeksi bakteri pada kulit manusia, melibatkan tiga faktor utama,yaitu: (1)
tersedianya jalan masuk bagi bakteri; (2) adanya mekanisme pertahanan host dan
respon inflamasi terhadap invasi bakteri; serta (3) patogenesitas bakteri.
a. Tersedianya Jalan Masuk Bagi Bakteri :
Kulit khususnya lapisan epidermis memiliki peran yang sentraldalam
fungsi proteksi yang dimiliki oleh kulit. Lapisan epidermis yang intak akan
menjadi barier alamiah bagi tubuh manusia terhadap gangguan fisis dan
mekanis, gangguan kimia, panas serta infeksi dari luar terutama oleh bakteri
dan jamur. Kulit normal juga menghasilkan sejumlah protein yang memiliki

37
sifat antimikrobial yang turut mencegah infeksi bakteri. Sebagian besar infeksi
muncul setelah terjadi ketidak utuhan barier kulit. 12,13
Pada kasus-kasus infeksi staphylococcal, adanya riwayat cedera atau
inflamasi pada jaringan kulit (misalnya: luka pasca operasi, trauma, luka bakar,
dermatitis) menjadi pintu masuk bagi infeksi bakteri. Secara spesifik,furunkel
dapat timbul sebagai penyulit dari lesi kulit yang telah ada sebelumnya, seperti:
dermatitis atopik, ekskoriasi, abrasi, scabies maupun pedikulosis, namun
sebagian besar kasus furunkel terjadi tanpa adanya faktor predisposisi lokal
sebelumnya. 12,14

b. Mekanisme Pertahanan Host :


Innate Imune Response yang diperankan oleh neutrofil adalah mekanisme
pertahanan tubuh yang paling besar peranannya dalam infeksi staphylococcal.
Sejumlah peptida yang tersedia secara lokal di kulit (seperti: dermicidin, LL-
37, protegrin, -defensins, -defensins, lactoferin, cascocidin) adalah
komponen utama dari respon imun ini.12
Mekanisme pertahanan tubuh ini akan bekerja dengan baik apabila setiap
komponennya ada pada kondisi optimal. Sejumlah faktor host berhubungan
dengan terjadinya infeksi staphylococcal, seperti: kondisi imunosupresif, terapi
glukokortikoid, dan adanya riwayat atopik. Kondisi-kondisi ini menurunkan
fungsi dari komponen-komponen innate immune response, sehingga tidak
dapat memainkan peranannya secara optimal dalam mencegah infeksi
mikroorganisme. 12,14

c. Patogenesitas Bakteri :
Salah satu faktor virulensi penting dari bakteri Staphylococcus aureus
adalah kemampuannya untuk menghasilkan adhesin yang akan memfasilitasi
ikatannya dengan permukan sel epidermis kulit. Sejumlah strain
staphylococcus juga akan menghasilkan satu atau lebih eksoprotein,
meliputi : staphylococcal enterotoxins, TSST toxins-1, exvoliative toxins,

38
III. MANIFESTASI KLINIS
Area tubuh yang menjadi daerah predileksi lesi adalah area tubuh yang
berambut, sering mengalami gesekan, oklusi dan berkeringat, seperti:leher, wajah,
ketiak dan bokong. Bila lesi timbul pada daerah segitiga yang dibentuk oleh kedua
sudut mata bagian lateral dan kedua sudut bibir, makalesi disebut sebagai furunkel
maligna. 15
Lesi kulit awalnya berupa nodul eritematous berbentuk kerucut,dimana pada
bagian tengahnya dijumpai adanya puncak (core) yang biasanya berupa pustul
(central necrotic). Nodul ini keras dan teras nyeri bila diraba. Setelah beberapa
hari lesi akan bertambah besar dan nyeri,diikuti oleh pembentukan abses yang
berisi pus dan jaringan nekrotik, lalu pecah membentuk fistula. Keadaan ini
biasanya akan diikuti oleh semakin berkurangnya rasa nyeri. Edema dan
kemerahan yang terjadi, secara perlahan juga akan berkurang, biasanya hilang
secara spontan dalam beberapa hari atau minggu. 14

IV. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan temuan klinis dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien pada umumnya datang dengan keluhan
munculnya nodul pada kulit yang keras dan terasa nyeri bila disentuh. Awalnya
nodul muncul di satu tempat, tapi kemudian dapat muncul lagi di tempat yang
lain.nodul tersebut tampak mengandung nanah, yang kadang-kadang dapat pecah
secaraspontan. Daerah predileksi adalah area tubuh yang berambut, sering
mengalami gesekan, oklusi dan berkeringat, seperti: leher, wajah, ketiak,
punggung, bokong dan paha. 12,13
Furunkel atau furunkulosis biasanya tidak disertai dengan gejala konstitusi.
Karbunkel dapat diikuti gejala konstitusi berupa demam atau malaise.
Pada beberapa kasus sering dijumpai adanya kondisi-kondisi yang memudahkan
terjadinya penyakit ini atau memperberat manifestasi klinisnya. Sejumlah
faktor predisposisi tersebut, antara lain: higienitas yang buruk, malnutrisi, kondisi
defisiensi imun, adanya penyakit kronis atau keganasan (seperti: diabetes mellitus,
kanker), serta adanya penyakit atau peradangan kulit sebelumnya (seperti: trauma,

39
luka bakar, dermatitis, folikulitis). Maka pada anamnesis juga perlu digali tentang
higienitas pasien, status nutrisi, riwayat penyakit kronis, serta riwayat penggunaan
obat-obat imunosupresan (seperti: glukokortikoid atau obat sitotoksik).
Pertanyaan seputar faktor predisiposisi ini semakin penting untuk ditanyakan pada
kasus-kasus yang kronis dan berulang. Meskipun demikian, harus diingat bahwa
sebagian besar kasus furunkel timbul secara spontan tanpa adanya faktor
predisposisi lokalsebelumnya. 12,13
Pada pemeriksaan fisik dilakukan evaluasi terhadap lesi kulit, ditentukan
lokasi dan effloresensinya. Hampir semua kasus furunkel/karbunkel dapat
ditegakkan diagnosisnya berdasarkan gambaran klinis yang dijumpai. 12,13
Pemeriksaan penunjang hanya dikerjakan pada kasus-kasus dengan
manifestasi klinis yang berat atau kasus-kasus rekuren. Beberapa
pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan, meliputi 12,13,14 :
a Pemeriksaan gram : merupakan pemeriksaan penunjang standar yang paling
sering dikerjakan. Karena penyebab tersering dari infeksi kulit ini adalah
bakteri Staphylococcus aureus, maka pada sediaan gram akan dapat
dijumpai bakteri coccus (bulat) gram positif.
b Pemeriksaan darah lengkap : Kasus-kasus furunkulosis atau karbunkel yang
ekstensif sering disertaidengan leukositosis.
c Pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas : Tidak rutin dikerjakan, biasanya
hanya dilakukan pada kasus-kasus yang kronis dan rekkuren, yang tidak
memberikan respon baik terhadap pengobatan biasa.
d Pemeriksaan gula darah : Untuk menemukan faktor predisposisi (diabetes
mellitus) pada kasus yang berulang.

V. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya terapi furunkel/furunkulosis/karbunkel dibedakan menjadi 2 tipe,
yaitu 4 :
a. Pengobatan topikal :
- -Pada lesi yang kering diberikan salep/krim yang mengandung asamfusidat
atau mupirosin atau kombinasi neomisin-basitrasin.

40
- Bila terbentuk abses, dilakukan insisi dan drainase, lalu lesi
dikompresterbuka dengan rivanol 0,1% atau kalium permanganas 1/5000
ataularutan povidone iodine 7,5% yang dilarutkan 10x.
b. Pengobatan Sistemik :-
- Pemberian antibiotik sistemik berupa :
Kloksasilin 3 x 500 mg p.o/hari selama 5-7 hari, atau
Sefadroksil 2 x 500 mg p.o/hari selama 5-7 hari
- Bila pasien alergi terhadap penisilin, antibiotik dapat diganti dengan :
Eritromisin 4 x 500 mg p.o/hari selama 5-7 hari, atau
Linkomisin 3 x 500 mg p.o/hari selama 5-7 hari, atau
Klindamisin 3 x 300 mg p.o/hari selama 5-7 hari

Indikasi pemberian terapi topikal antara lain: furunkel yang tidak


disertai penyulit seperti selulitis, serta tidak ada gejala konstitusi seperti demam.
Indikasi terapi sistemik antara lain: karbunkel, furunkel yang disertai penyulit
seperti selulitis, furunkulosis, atau terdapat gejala konstitusi seperti demam.
Selain pemberian antibiotik, sebagai terapi simptomatis dapat diberikan analgetik
atau antipiretik sesuai kebutuhan. 12,15
Pada kasus furunkel maligna, dimana lesi dianggap muncul pada area yang
berbahaya, perlu dilakukan tindakan agresif berupa 15 :
Pasien harus MRS
Diberikan sefotaksim 1 gram iv/8 jam selama 7-10 hari, atau
Diberikan penisilin G prokain 1,2 juta IU im 1x/hari selama 10 hari
Bila pasien alergi terhadap penisilin dapat diberikan :
- siprofloksasin 2 x 400 mg iv selama 7 hari (hanya untuk usia > 13 tahun)
- klindamisin 2 x 600 mg iv selama 7 hari.
Diberikan analgetik/antipiretik berupa asam mefenamat 3 x 500 mg.

VI. PROGNOSIS

41
Masalah utama dari lesi furunkulosis atau karbunkel adalah bakteremia dan
infeksi yang rekuren. Lesi yang terdapat disekitar mulut dan hidung dapat
menyebar ke dalam darah melalui vena emisari angular dan fasial, yang
akan bermuara ke sinus kavernosus. Penyebaran kuman ke aliran darah dapat
terjadi kapan saja, tanpa dapat diramalkan sebelumnya. Kuman yang masuk ke
aliran darah selanjutnya dapat menimbulkan infeksi baru pada host seperti :
osteomyelitis, endokarditis akut, hingga abses otak. Tindakan memanipulasi
lesi berbahaya, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya bakteremia.
Untungnya segala komplikasi yang disebutkan tadi sangat jarang terjadi. Pada
kasus furunkulosis yang berulang perlu digali sejumlah faktor predisposisi,
misalnya diabetes mellitus di keluarga.

42
BAB VII
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Segi Biologis :
Nn. Y (22 tahun), menderita penyakit Bells Palsy dengan
Furunkulosis
Status gizi Nn. Y berdasarkan NCHS termasuk dalam kategori Gizi
Lebih
Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Nn. Y tidak sehat.
2. Segi Psikologis :
Hubungan antara anggota keluarga terjalin cukup akrab
Pengetahuan akan penyakit yang masih kurang yang berhubungan
dengan tingkat pendidikan yang masih rendah
3. Segi Sosial/Ekonomi :
Status ekonomi Nn. Y tergolong kurang
4. Segi Fisik :
Rumah dan lingkungan sekitar tampak kurang sehat.

B. SARAN
1. Untuk masalah medis dilakukan langkah-langkah :
Preventif: makan makanan bergizi sehari-hari, olahraga secara rutin,
menjaga higiene, menghindari paparan kipas angin/udara dingin
yang terus menerus.
Promotif : edukasi penderita dan keluarga mengenai Bells Palsy dan
Furunkulosis serta pencegahannya oleh petugas kesehatan atau
dokter yang menangani.
Kuratif : saat ini penderita memasuki pengobatan rawat jalan
Rehabilitatif : mengembalikan kepercayaan diri Nn Y sehingga tetap
memiliki semangat untuk sembuh.

43
2. Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat
dilakukan langkah-langkah :
o Promotif : edukasi penderita dan anggota keluarga untuk membuka
jendela tiap pagi, penggunaan genteng kaca, dan menjaga kebersihan
rumah dan lingkungan rumah. Lantai hendaknya dibersihkan.

3. Untuk masalah persepsi mengenai penyakit Bells Palsy dan Furunkulosis,


dilakukan langkah-langkah :
o Promotif : Memberikan pengertian kepada penderita dan anggota
keluarga mengenai penyakit Bells Palsy dan Furunkulosis.

44
DAFTAR PUSTAKA

1 Sabirin J. Bells Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I.


Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1990 : 171-81

2 Maisel RH, Levine SC. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam : Adams dkk. Boies
Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit EGC, 1997 : 139-52

3 Rusk HA. Disease of the Cranial Nerves. In : Rehabilitation Medicine. 2 nd ed.


New York : Mc Graw Hill, 1971 : 429-31

4 Lumbantobing SM. Saraf Otak : Nervus Fasial. Dalam : Neurologi Klinik


Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : FK Universitas Indonesia, 2004 : 55-
60

5 Thamrinsyam. Beberapa Kontroversi Bells Palsy. Dalam : Thamrinsyam dkk.


Bells Palsy. Surabaya : Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo/FK
UNAIR, 1991: 1-7

6 Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2. Jakarta :


Dian Rakyat, 1985 : 311-17

7 Walton SJ. Disease of Nervous System, 9th ed. English : ELBS, 1985 :113-6

8 Thamrinsyam. Penilaian Derajat Kekuatan Otot Fasialis. Dalam :


Thamrinsyam dkk. Bells Palsy. Surabaya : Unit Rehabilitasi Medik RSUD
Dr. Soetomo/FK UNAIR, 1991 : 31-49

9 Raymond D, Adam S, Maurice V. Disease of the Cranial Nerves. In :


Principles of Neurology. 5th ed. New York : Mc Graw Hill, 1994 : 1174-5

10 Kendall FP, Mc Creary EK. Muscle Testing and Function; 3th ed. Baltimore :
William & Wilkins, 1983 : 235-48

11 Reyes TM, Reyes OBL. Hydrotherapy, Massage, Manipulation and Traction.


Volume 2 Philippines : U. S. T Printing Office, 1977 : 78-84, 210

12 Noah C. Peter KL, Matthew TZ, Arnold NW, Morton NS, Richard
AJ.Superficial cutaneous infection and pyodermas. In: Wolf K, Goldsmith
LA,Katz S (eds). Fitzs Patrick Dermatology in General Medicine. 7 th ed.
NewYork: McGraw Hill; 2008. p. 1694-1710.

45
13 Djuanda, A. Pioderma. Dalam: Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 5.
Jakarta: FKUI; 2007. hal. 57-63

14 Dennis LS, Alan LB, Henry FC, Dale E, Patchen D, Ellie JC, Sherwood
LG,Jan VH, Edward LK, Jose GM, James CW. Practice guidelines for
thediagnosis and management of skin and soft-tissue infections. CID 2005;
41:1373-1406.

15 Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah
Denpasar tahun 2007.

46
Lampiran

1. Teras Depan

2. Ruang Tamu

3. Kamar Tidur

47
4. Kamar Tidur

5. Kamar Mandi

6. Sumur + Dapur

48

Anda mungkin juga menyukai