1. DEFINISI
1
3. Fenomena addition syndrome (crofton, 1987), yaitu suatu obat ditambahkan
dalam suatu panduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu
terjadi karena kuma TB telah resisten pada panduan yang pertama, maka
penambahan (addition) satu macam obat hanya akan menambah
panjangnya daftar obat yang resisten saja.
4. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara
baik sehingga mengganggu bioavailabilitas obat. Hal ini dilaporkan terjadinya di
India.
5. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang obat datang ke suatu
daerah dan kadang-kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan.
6. Pemberian obat TB yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga
minggu lalu stop, lalu setelah dua bulan berhenti lalu berpindah dokter
mendapat obat kembali untuk dua atau tiga bulan lalu stop lagi, dan demikian
seterusnya.
2. EPIDEMIOLOGI
3. ETIOLOGI
2
LIMA PENYEBAB TERJADINYA TB-MDR (SPIGOTS ):
1. Pemberian terapi TB yang tidak adekuat akan menyebabkan mutants resisten.
Hal ini amat ditakuti karena dapat terjadi resisten terhadap OAT lini pertama
2. Masa infeksius yang terlalu panjang akibat keterlambatan diagnosis akan
menyebabkan penyebaran galur resitensi obat. .Penyebaran ini tidak hanya
pada pasien di rumah sakit tetapi juga pada petugas rumah sakit, asrama,
penjara dan keluarga pasien
3. Pasien dengan TB-MDR diterapi dengan OAT jangka pendek akan tidak
sembuh dan akan menyebarkan kuman. Pengobatan TB-MDR sulit diobati serta
memerlukan pengobatan jangka panjang dengan biaya mahal
4. Pasien dengan OAT yang resisten terhadap kuman tuberkulosis yang mendapat
pengobatan jangka pendek dengan monoterapi akan menyebabkan bertambah
banyak OAT yang resisten ( The amplifier effect). Hal ini menyebabkan seleksi
mutasi resisten karena penambahan obat yang tidak multipel dan tidak efektif
5. HIV akan mempercepat terjadinya terinfeksi TB mejadi sakit TB dan akan
memperpanjang periode infeksious
1. FAKTOR MIKROBIOLOGIK
Resisten yang natural
Resisten yang didapat
Ampli fier effect
Virulensi kuman
Tertular galur kuman MDR
2. FAKTOR KLINIK
A. Penyelenggara kesehatan
Keterlambatan diagnosis
Pengobatan tidak mengikuti guideline
Penggunaan paduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena jenis
obatnya yang kurang atau karena lingkungan tersebut telah terdapat
3
resitensi yang tinggi terhadap OAT yang digunakan misal rifampisin
atau INH
Tidak ada guideline/pedoman
Tidak ada / kurangnya pelatihan TB
Tidak ada pemantauan pengobatan
Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat yang ditambahkan
pada satu paduan yang telah gagal. Bila kegagalan ini terjadi
karena kuman tuberkulosis telah resisten pada paduan yang
pertama maka penambahan 1 jenis obat tersebut akan menambah
panjang daftar obat yang resisten.
Organisasi program nasional TB yang kurang baik
B. Obat
Pengobatan TB jangka waktunya lama lebih dari 6 bulan sehingga
membosankan pasien
Obat toksik menyebabkan efek samping sehingga pengobatan
kompllit atau sampai selesai gagal
Obat tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin diminum
setelah makan, atau ada diare
Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat kombinasi dosis
tetap yang mana bioavibiliti rifampisinnya berkurang
Regimen / dosis obat yang tidak tepat
Harga obat yang tidak terjangkau
Pengadaan obat terputus
C. Pasien
Kurangnya informasi atau penyuluhan
Kurang dana untuk obat, pemeriksaan penunjang dll
Efek samping obat
Sarana dan prasarana transportasi sulit / tidak ada
Masalah sosial
Gangguan penyerapan obat
3. FAKTOR PROGRAM
Tidak ada fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan
Ampli fier effect
Tidak ada program DOTS-PLUS
Program DOTS belum berjalan dengan baik
Memerlukan biaya yang besar
4. FAKTOR AIDSHIV
Kemungkinan terjadi TB-MDR lebih besar
4
Gangguan penyerapan
Kemungkinan terjadi efek samping lebih besar
5. FAKTOR KUMAN
Kuman M. tuberculosis super strains
Sangat virulen
Daya tahan hidup lebih tinggi
Berhubungan dengan TB-MDR
6. PATOFISIOLOGI
Mekanisme TB MDR
Multidrug resistant tuberculosis (MDR Tb) adalah Tb yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis (M. Tb) resisten in vitro terhadap isoniazid (H) dan
rifampisin (R) dengan atau tanpa resisten obat lainnya. Terdapat 2 jenis kasus
resistensi obat yaitu kasus baru dan kasus telah diobati sebelumnya. Kasus baru
resisten obat Tb yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien baru didiagnosis
Tb dan sebelumnya tidak pernah diobati obat antituberkulosis (OAT) atau durasi terapi
kurang 1 bulan. Pasien ini terinfeksi galur M. Tb yang telah resisten obat disebut
dengan resistensi primer. Kasus resisten OAT yang telah diobati sebelumnya yaitu
terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien selama mendapatkan terapi Tb
sedikitnya 1 bulan. Kasus ini awalnya terinfeksi galur M Tb yang masih sensitif obat
tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat atau disebut dengan resistensi
sekunder (acquired).
Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini
membuat obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi spontan dan berdiri
sendiri menghasilkan resistensi OAT. Sewaktu terapi OAT diberikan galur M. Tb wild
type tidak terpajan. Diantara populasi M. Tb wild type ditemukan sebagian kecil mutasi
resisten OAT. Resisten lebih 1 OAT jarang disebabkan genetik dan biasanya
5
merupakan hasil penggunaan obat yang tidak adekuat. Sebelum penggunaan OAT
sebaiknya dipastikan M. Tb sensitif terhadap OAT yang akan diberikan. Sewaktu
penggunaan OAT sebelumnya individu telah terinfeksi dalam jumlah besar populasi M.
Tb berisi organisms resisten obat. Populasi galur M. Tb resisten mutan dalam jumlah
kecil dapat dengan mudah diobati. Terapi Tb yang tidak adekuat menyebabkan
proliferasi dan meningkatkan populasi galur resisten obat. Kemoterapi jangka pendek
pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih resisten terhadap obat yang digunakan
atau sebagai efek penguat resistensi. Penularan galur resisten obat pada populasi juga
merupakan sumber kasus resistensi obat baru. Meningkatnya koinfeksi Tb HIV
menyebabkan progresi awal infeksi MDR Tb menjadi penyakit dan peningkatan
penularan MDR Tb.
Mekanisme Klinis
Gejala Respiratorik :
1. Batuk kering yang berangsur-angsur menjadi produktif lebih dari 3 minggu,
kadang-kadang bercampur dengan dahak
2. Sesak napas dan nyeri dada
Gejala Sistemik :
Demam terutama dimalam hari
Berkeringat dingin malam hari tanpa aktivitas atau sebab yang jelas
Penurunan napsu makan
Penurunan berat badan
6
PATOFISIOLOGI
Sumber penularan M. Tuberkulosis
Saluran Pernafasan
(Droplet Nuclei, Airbone Infection)
Jaringan paru dan Alveoli Kekebalan Spesifik terhadap MTB Sintesa dan pelepasan zat pyrogen
Ghon Fokus
(kuman dorman) TB primer Peningkatan suhu tubuh/ demam
Proses destruktif paru Eksudasi cairan, deposit fibrin, infiltrasi leukosit PMN Pembesaran kelenjar limfe Basil TB meluas
(hilus, trakea, leher)
Lesi parenkim paru Penebalan alveolar capilari membran
Penekanan sal. Nafas/ bronkus Menembus vena pulmonalis
(infiltrat,fibroinfiltrat/ fibrosis, konsolidasi (restriksi/obstruksi)
eksudatif, tuberculoma, kavitas) Gas tidak dapat berdifusi dgn baik Basil masuk sistem vaskuler
Batuk Sesak
Ekskavasi+ulserasi dinding kavitas Kerusakan Parenkim paru MK: Gangguan pertukaran gas Menginfeksi organ selain paru
Pecahnya aneurisma rasmussen MK: Gangguan pola istirahat tidur, kelelahan
Penurunan complience paru Pleuritis dan penebalan pleura fiseralis/parietalis TB ekstra pulmoner
Batuk darah Penurunan ekspansi paru
Gesekan pleura dgn dinding paru/dinding dada
MK: Potensial Sumbatan Nafas Sesak
Cemas Nyeri pleuritik
Syok hipovolemik MK: Pola nafas tidak efektif
MK: Gangguan rasa nyaman nyeri
Penurunan kapasitas ventilas Sembuh Pengobatan TB Paru Gagal Pengobatan Suspek TB MDR
(9 kriteria suspek)
Penurunan suplai O2 tubuh Pemeriksaan DST
Positif MDR
Peningkatan kebutuhan O2 jaringan
Pengobatan
Ketidakseimbangan antara suplai O2 dgn kebutuhan
MK: Resiko terjadinya efek samping obat
MK: Intoleransi aktivitas Resiko penyebaran infeksi
Gangguan ADL Kecemasan
Anoreksia Gangguan konsep diri
7
7. SUSPEK TB-MDR
8. DIAGNOSIS TB-MDR
8
Bila kecurigaan resistensi sangat kuat kirim sampel sputum ke laborstorium untuk
uji resitensi kemudian rujuk ke pakar.
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi :
Gambaran thorax menunjukkan adanya lesi berupa infiltrat, fibroinfiltrat/
fibrosis, konsolidasi/ kalsivikasi, tuberkuloma, dan kavitas.
2. Bronchografi :
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau
kerusakan paru karena TB.
3. Laboratorium :
Darah : leukositosis/ leukopenia, LED meningkat
Sputum : BTA S/P/S, kultur sputum gram sensitivity, sputum media LJ,
DST, Gene-Xpert
Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
Saat ini uji kepekaan M.tuberculosis secara tepat ( rapid test ) sudah direkomendasikan
oleh WHO untuk digunakan sebagai penampisan.
Metode yang tersedia adalah:
Gene Xpert
Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 1-2 jam
9
Kelompok 2: Bersifat bakterisidal (Kanamisin atau kapreomisin
jika alergi terhadap kanamisin)
Kelompok 3: Fluorokuinolon yang bersifat bakterisidal tinggi
(Levofloksasin)
Kelompok 4: Bersifat bakteriostatik tinggi (PAS, Ethionamid,
Sikloserin)
Kelompok 5: Obat yang belum jelas efikasinya. Tidak
disediakan dalam program ini.
Kriteria utama berdasarkan data biologi dibagi menjadi 3 kelompok OAT :
1. Obat dengan aktiviti bakterisid : amnoglikosid, tionamid dan pirazinamid yang
bekerja pada pH asam
2. Obat dengan aktiviti bakterisid rendah : fluorokuinolon
3. Obat dengan aktiviti bakteriostatik : etambutol, cycloserin, dan PAS
Resistensi silang
Pada pengobatan MDR TB harus dipertimbangkan resistensi silang dalam
memilih jenis OAT. Tidak efektif memberikan OAT dari golongan yang sama atau
paduan OAT yang berpotensi terjadi resistensi silang.
Fluorokuinolon
Fluorokuinolon (moksifloksasin, levofloksasin, ofloksasin dan siprofloksasin)
dapat digunakan untuk kuman TB yang resisten terhadap lini-1.
10
Ofloksasin dan siprofloksasin dapat menginduksi terjadinya resistensi silang
untuk semua fluorokuinolon. Itulah sebabnya penggunaan ofloksasin harus hati-hati
karena beberapa kuinolon yang lebih aktif (levofloksasin dan moksifloksasin) dapat
menggantiakn ofloksasin di masa datang.
Tionamid dan tiosetason
Etionamid adalah golongan tionamid yang dapat menginduksi terjadinya
resistensi silang dengan proteonamid karena satu golongan. Sering ditemukan
resistensi silang antara tionamid dengan tiosetason, galur yang biasanya resisten
dengan tiosetason biasanya masih sensitif dengan etionamid dan proteonamid. Galur
yang resisten terhadap etionamaid dan proteonamid biasanya juga resisten terhadap
tiosetason pada lebih dari 70% kasus.
Aminoglikosid
Galur yang resisten terhadap streptomisin biasanya sensitif terhadap kanamisin
dan amikasin. Galur yang resisten terhadap kanamisin dapat menyebabkan resisten
silang terhadap amikasin. Galur yang resisten terhadap kanamisin dan amikasin juga
menimbulkan resisten terhadap steptomisin. Galur yang resisten terhadap streptomisin,
kanamisin, amikasin biasanya masih sensitif terhadap kapreomisin.
Kesimpulan :
- Resistensi terhadap streptomisin gunakan kanamisin atau amikasin
- Resisten terhadap kanamisin atau amikain gunakan kapreomisin
Strategi Pengobatan
11
Strategi program pengobatan sebaiknya berdasarkan data uji kepekaan dan frekuensi
penggunaan OAT dinegara tersebut. Dibawah ini beberapa strategi pengobatan TB-
MDR
Pengobatan standar. Data drugs resistancy survey (DRS) dari populasi pasien
yang representatif digunakan sebagai dasar regimen pengobatan karena tidak
tersedianya hasil uji kepekaan indivisual. Seluruh pasien akan mendapatkan
regimen pengobatan yang sama. Pasien yang dicurigai TB-MDR sebaiknya
dikonfirmasi dengan uji kepekaan.
Pengobatan empiris. Setiap regimen pengobatan dibuat berdasarkan riwayat
pengobatan TB pasien sebelumnya dan data hasil uji kepekaan populasi
representatif. Biasanya regimen empiris akan disesuaikan setelah ada hasil uji
kepekaan individual.
Pengobatan individual. Regimen pengobatan berdasarkan riwayat
pengobatan TB sebelumnya dan hasil uji kepekaan.
Pilihan berdasarkan :
Ketersediaan OAT lini kedua (second-line)
Pola resistensi setempat dan riwayat penggunaan OAT lini kedua
Uji kepekaan obat lini pertama dan kedua
Pilihan paduan OAT TB MDR saat ini adalah paduan terstandar, yang pada
permulaan pengobatan akan diberikan sama kepada semua pasien TB MDR
(standardized treatment). Adapun paduan yang akan diberikan adalah :
a. Paduan ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB MDR secara
laboratoris.
b. Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap
lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan dengan lama paling
sedikit 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan. Apabila hasil
pemeriksaan biakan bulan ke-8 belum terjadi konversi maka disebut gagal
pengobatan. Tahap lanjutan adalah pemberian paduan OAT tanpa suntikan
setelah menyelesaikan tahap awal.
c. Etambutol tidak diberikan jika terbukti sudah resisten.
d. Paduan OAT akan disesuaikan paduan atau dosis pada:
Pasien TB MDR yang diagnosis awal menggunakan Rapid Test, setelah
ada konfirmasi hasil uji resistensi M.tuberculosis dengan cara konvensional,
paduan OAT akan disesuaikan.
12
Bila ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut di atas sebelumnya
sehingga dicurigai telah ada resistensi, misalnya : pasien sudah pernah
mendapat kuinolon pada pengobatan TB sebelumnya, maka diberikan
levofloksasin dosis tinggi. Apabila sudah terbukti resisten terhadap
levofloksasin maka paduan pengobatan ditambah PAS dan levofloxacin
diganti dengan moksifloksasin, hal tersebut dilakukan dengan
pertimbangan dan persetujuan dari tim ahli klinis atau tim ad hoc.
Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang sudah dapat
diidentifikasi sebagai penyebabnya.
Terjadi perburukan keadaan klinis, sebelum maupun setelah konversi
biakan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah kondisi umum, batuk,
produksi dahak, demam, penurunan berat badan.
e. Penentuan perpindahan ke tahap lanjutan ditentukan oleh tim ahli klinis.
f. Jika terbukti resisten terhadap kanamisin, maka paduan standar disesuaikan
sebagai berikut:
1. Setiap rejimen TB MDR terdiri dari paling kurang 4 macam obat dengan
efektifitas yang pasti atau hampir pasti.
2. PAS ditambahkan ketika ada resistensi diperkirakan atau hampir dipastikan
ada pada fluorokuinolon. Kapreomisin diberikan bila terbukti resisten
kanamisin.
3. Dosis obat berdasarkan berat badan.
13
Obat suntikan (kanamisin atau kapreomisin) digunakan sekurang-kurangnya
selama 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan. Periode ini dikenal
sebagai fase intensif. Lama fase intensif: Pemberian obat suntik atau fase
intensif yang direkomendasikan adalah berdasarkan kultur konversi. Obat suntik
diteruskan sekurang-kurangnya 6 bulan dan minimal 4 bulan setelah hasil
sputum atau kultur yang pertama menjadi negatif. Pendekatan individual
termasuk hasil kultur, sputum, foto thorax dan keadaan klinis pasien juga dapat
membantu memutuskan menghentikan pemakaian obat suntik.
4. Lama pengobatan minimal adalah 18 bulan setelah konversi biakan
5. Definisi konversi dahak: pemeriksaan dahak dan biakan 2 kali berurutan
dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif. `
6. Suntikan diberikan 5x/minggu selama rawat inap dan rawat jalan. Obat per oral
diminum setiap hari. Pada fase intesif obat oral diminum didepas petugas
kesehatan kecuali pada hari libur diminum didepan PMO. Sedangkan pada
fase lanjutan obat oral diberikan maksimum 1 minggu dan diminum didepan
PMO. Setiap pemberian suntikan maupun obat oral dibawah pengawasan
selama masa pengobatan.
7. Pada pasien yang mendapat sikloserin harus ditambahkan Piridoxin (vit.B6),
dengan dosis 50 mg untuk setiap 250 mg sikloserin
8. Semua obat sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal
Dosis OAT
14
Kanamisin 15-20 mg/kg/hari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg
Etambutol 20-30 mg/kg/hari 800-1200 mg 1200-1600 mg 1600-2000 mg
Kapreomisin 15-20mg/kg/hari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg
Levoflosasin 7,5-10 mg/kg/hari 750 mg 750 mg 750-1000 mg
Moksifloksasin 7,5-10 mg/kg/hari 400 mg 400 mg 400 mg
Sikloserin 15-20 mg/kg/hari 500 mg 750 mg 750-1000 mg
Etionamid 15-20 mg/kg/hari 500 mg 750 mg 750-1000 mg
PAS 150 mg/kg/hari 8g 8g 8g
15
Pasien harus dipantau secara ketat untuk menilai respons terhadap pengobatan dan
mengidentifikasi efek samping pengobatan. Gejala klasik TB batuk, berdahak,
demam dan BB menurun umumnya membaik dalam beberapa bulan pertama
pengobatan. Penilaian respons pengobatan adalah konversi dahak dan biakan. Hasil
uji kepekaan TB MDR dapat diperoleh setelah 2 bulan. Pemeriksaan dahak dan biakan
dilakukan setiap bulan pada fase intensif dan setiap 2 bulan pada fase lanjutan.
Evaluasi pada pasien TB MDR adalah:
Penilaian klinis termasuk berat badan
Penilaian segera bila ada efek samping
Pemeriksaan dahak setiap bulan pada fase intensif dan setiap 2 bulan pada
fase lanjutan
Pemeriksaan biakan setiap bulan pada fase intensif sampai konversi biakan
Uji kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus kecurigaan akan
kegagalan pengobatan
Periksa kadar kalium dan kreatinin sepanjang pasien mendapat suntikan
(Kanamisin dan Kapreomisin)
Pemeriksaan TSH dilakukan setiap 6 bulan dan jika ada tanda-tanda hipotiroid
Konversi dahak
definisi konversi dahak : pemeriksaan dahak dan biakan 2 kali berurutan dengan jarak
pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif. `Tanggal set pertama dari sediaan
apus dahak dan kultur yang negatif digunakan sebagai tanggal konversi (dan tanggal
ini digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan fase intensif dan lama
pengobatan).
Lama pengobatan
Lama pengobatan yang dianjurkan ditentukan oleh konversi dahak dan kultur
Anjuran minimal adalah pengobatan harus berlangsung sekurangkurangnya 18
bulan setelah konversi kultur sampai ada bukti-bukti lain untuk memperpendek
lama pengobatan
16
Sembuh. Pasien kategori IV yang telah menyelesaikan pengobatan sesuai protokol
program dan telah mengalami sekurang-kurangnya 5 kultur negatif berturut-turut dari
sampel dahak yang diambil berselang 30 hari dalam 12 bulan terakhir pengobatan. Jika
hanya satu kultur positif dilaporkan selama waktu tersebut, dan bersamaan waktu tidak
ada bukti klinis memburuknya keadaan pasien, pasien masih dianggap sembuh,
asalkan kultur yang positif tersebut diikuti dengan paling kurang 3 hasil kultur negatif
berturut-turut yang diambil sampelnya berselang sekurangnya 30 hari
Pengobatan lengkap. Pasien kategori IV yang telah menyelesaikan pengobatan
sesuai protokol program tetapi tidak memenuhi definisi sembuh karena tidak ada hasil
pemeriksaan bakteriologis
Meninggal. Pasien kategori IV meninggal karena sebab apapun selama masa
pengobatan TB MDR.
Gagal. Pengobatan dianggap gagal jika 2 atau lebih dari 5 kultur yang dicatat dalam 12
bulan terakhir masa pengobatan adalah positif, atau jika salah satu dari 3 kultur terakhir
hasilnya positif. Pengobatan juga dapat dikatakan gagal apabila tim ahli klinis
memutuskan untuk menghentikan pengobatan secara dini karena perburukan respons
klinis, radiologis atau efek samping.
Lalai/Defaulted. Pasien kategori IV yang pengobatannya terputus selama berturut-
turut dua bulan atau lebih dengan alasan apapun tanpa persetujuan medik
Pindah. Pasien kategori IV yang pindah ke unit pencatatan dan pelaporan lain dan
hasil pengobatan tidak diketahui
17
Pasien dengan efek samping berat atau serius dan pasien yang tidak
menunjukkan perbaikan setelah penanganan efek samping ringan atau sedang
harus segera dirujuk ke Tim Klinis RS rujukan MDR dengan transportasi dari
Puskesmas
18
Jika ibu dengan BTA positif, pisahkan bayinya beberapa waktu sampai BTA nya
menjadi negatif atau ibu menggunakan masker N-95
Penerapan strategi DOTS plus mempergunakan kerangka yang sana dengan strategi
DOT , dimana setiap komponen yang ada lebih ditekankan kepada penanganan TB
MDR
Strategi DOTS plus juga sama terdiri dari 5 komponen kunci :
1. Komitmen politis yang berkesinambungan untuk masalah MDR/XDR.
2. Strategi penemuan kasussecara rasional yang akurat dan tepat waktu
menggunakan pemeriksaan hapusan dahak secara mikroskopis ,biakan dan uji
kepekaan yang terjaminmutunya.
3. Pengobatan standar dengan menggunakan OAT lini kedua ,dengan
pengawasan yang ketat (Direct Observed Treatment/DOT).
4. Jaminan ketersediaan OAT lini kedua yang bermutu
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang baku
Setiap komponen dalam penanganan TB MDR lebih kompleks dan membutuhkan
biaya lebih banyak dibandingkan dengan pasien TB bukan MDR Pelaksanaan program
DOTS plus akan memperkuat Program Penanggulangan TB Nasional.
Prosedur pengobatan yang paling sering dilakukan pada pasien TB-MDR. Dari hasil
beberapa penelitian pembedahan efektif dan relatif aman. Pembedahan tidak
diindikasikan pada penderita dengan gangguan paru luas bilateral. Pembedahan
dilakukan pada kasus awal-awal seperti kelainan suatu lobus atau paru dan setelah
pemberian pengobatan selama 2 bulan untuk menurunkan infeksi bakteri dalam paru.
Setelah pembedahan, pengobatan tetap diberikan selama 12-24 bulan.
20
ASUHAN KEPERAWATAN
21
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-
kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan
infornmasi kurang / tidak akurat.
Intervensi
Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
Mendemontrasikan batuk efektif.
Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan
sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi
sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
22
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan
hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila
tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan
mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi
perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur.
Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi
pada sisi yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps
paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
23
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Rencana tindakan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan
dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI
dan menurunkan kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan
sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa
paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori
adekuat.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan
metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7. Konsul dengan dokter/ahli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
24
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau
makanan per sonde.
DAFTAR PUSTAKA
Amin M, Alsagaff H, Saleh T. Infeksi. Dalam : Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press, 1989 ; 13-7.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed 3. Balai Penerbit FKUI; 2001.
25
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 2006.
PDPI. Standard Pelayanan Medik Paru. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia cabang
Jakarta; 1998
Rasad sjahrir, Sukonto Kartoleksono, dan Iwan Ekayuda. Radiologi Diagnostik. Balai
Penerbit FKUI; 2000.
Tam MC, Yew WW, Yuen YK. Treatment of Multidrug-Resistant and Extensively Drug-
Resistant Tuberculosis: Current Status and Future Prospects. [Online]. 2009.
[cited 2011 November 20]. Available from URL : http://www.medscape.com/
Tuberkulosis diagnosis, terapi dan masalahnya, ed III. Lab Mikrobiologi RSUP
Persahabatan / WHO Collaborating Center for Tuberculosis ; 2000
Tuberkulosis pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia ; 2006.
World Health Organization. Guideline for the programmatic management of
drugresistant tuberculosis . Emergency Update 2008
Priantini NN. MDR-TB masalah dan penanggulangannya. Medicinal 2003;4:27-33
Why DOTS-Plus for MDR-TB (cited 2008 april).
http://www.who.int/gtb/publication/busdocs/
index.html
Rabia J, Elizabeth MS, Gail EL, Warren RM, Paul DH, Thomas CV . Drug Resistance in
Mycobacterium tuberculosis. Curr. Issues Mol.Biol.8:97-112
26