Anda di halaman 1dari 8

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Linguistik adalah bidang keilmuaan tentang tata Bahasa. Dalam sejarah

perkembangannya, linguistik dipenuhi berbagai aliran dan paham yang dari luar tampaknya

sangat ruwet, saling berlawanan dan membingungkan terutama bagi para pemula (Chaer,

2003:332). Sejarah linguistik yang sangat panjang telah melahirkan berbagai aliran-aliran

linguistik. Masing-masing aliran tersebut memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang

bahasa, tapi pada prinsipnya aliran tersebut merupakan penyempurnaan dari aliran-aliran

sebelumnya. Oleh karena itu, dengan mengenal dan memahami aliran-aliran tersebut akan

menjadi pedoman bagi setiap orang untuk dapat memilih atau mengacu kepada aliran

linguistik apa yang menurutnya baik.

Di antara banyaknya aliran-aliran dalam kajian teori linguistik, tim penulis akan

memfokuskan pada kajian teori linguistik aliran Kopenhaggen. Dalam kajian linguistik yang

dikembangkan Hjemslev, pengaruh pandangan Saussure tampak pada pemilihan expression-

from, dan content-form yang keduanya menjadi bagian dari sign function. Hjemslev banyak

dipengaruhi oleh ajaran Saussure, hal ini sehubungan dengan pernyataan, Saussure put at

the heart of his work the extremely problematical thesis, which was also taken up by

Hjemslev in his Prolegomena to a Theory of Language (Innis, 1985:28).

Kopenhaggen sendiri adalah ibukota dari Negara Denmark. Dalam bahasa Inggris ejaannya

adalah Copenhagen. Nama ini berasal dari kata Kbmandshavn yang artinya pelabuhan

saudagar. Dari ibukota Denmark ini, salah satu aliran linguistik lahir dan dikenal oleh dunia.
Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai teori, keunggulan, dan kelemahan aliran

Kopenhagen.

1.2 Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalahnya antara lain:

1. Bagaimana sejarah perkembangan aliran Kopenhaggen dalam kajian linguistik?

2. Bagaimana bentuk aliran Kopenhaggen?

3. Apa saja keunggulan dan kelemahan aliran Kopenhaggen?

1.3 Tujuan

Tujuan tim penulis melakukan pembahasan pada makalah ini adalah salah satunya untuk

memenuhi tugas mata kuliah Teori-Teori Linguistik, program studi Sastra Indonesia di

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Selain itu, untuk menambah wawasan tim

penulis dan pembaca mengenai sejarah perkembangan aliran Kopenhaggen dalam kajian

linguistik, mengetahui bentuk serta keunggulan dan kelemahannya.

1.4 Metode

Metode yang digunakan oleh tim penulis adalah metode pustaka dengan mencari

beberapa buku yang membahas tentang kajian linguistic, khususnya kajian aliran

Kopenhaggen. Serta mencari beberapa bahan referensi melalui situs internet.


PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan Aliran Kopenhaggen

Para ahli bahasa Skandinavia (J.N. Madvig, A. Noreen, H.G. Wiwel, O. Jespersen, dan

Rasmus Rask) banyak menghasilkan kajian dalam bidang linguistik umum seperti hasil kajian

mereka yang menunjukkan terdapat kekhasan dalam mengembangkan teori kebahasaan

(Samsuri, 1988: 41). Setelah terjadi kekhasan yang menarik akhirnya terdapat sebuah aliran yang

bernama aliran Kopenhagen berkat sekelompok ahli linguistik yang menamakan dirinya

Linguistic of Copenhagen. Dua tokoh utama dalam aliran Kopenhagen adalah Brondal dan

Hjemslev yang dalam perkembangannya menunjukkan beberapa perbedaan meskipun

mempunyai wawasan dasar yang sama.

Hjelmslev dan Brondal sedikit banyak dipengaruhi oleh wawasan Ferdinand de Saussure.

Pengaruh de Saussure dalam Hjelmslev tampak pada pemilihan expression-form dan content-

form yang menjadi bagian dari sign function sedangkan dalam Brondal pengaruh de Saussure

tampak pada pemilihan kajian kebahasaan secara diakronis dan sinkronis (Samsuri, 1988: 42)

Dari kedua tokoh utama aliran kopenhagen, Hjelmslev lebih mempunyai pengaruh yang

besar terutama setelah Hjelmslev mengembangkan wawasan prolegomena dalam

mengembangkan teori linguistik, dan bersama dengan Uldall mengembangkan teori Glosematik

yang disebut sebagai aliran Glosematik setelah Hjelmslev mempublikasikan buku pertamanya

Principles de Grammaire Generale pada tahun 1928 (Samsuri, 1988: 42-43). Adanya kajian

fonologi antara Hjelmslev dan Uldall pada tahun 1931 melahirkan Glosematik yang dikenal

dunia luar pada tahun 1935 pada saat kongres internasional ilmu fonetik di London (Samsuri,

1988: 43).
2.2 Bentuk Aliran Kopenhagen

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tokoh yang terkenal yaitu Brondal dan juga

Hjelmslev. Hjemslev mengembangkan wawasan prolegomena dalam mengembangkan teori

linguistik dan mengembangkan teori glosematik ini.

Pemikiran Hjemslev bahwa bahasa sebagai objek kajian linguistik harus didudukkan

sebagai struktur sui-generis yg memiliki totalitas dan otonominya sendiri membuat aliran

Kopenhagen ini juga berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya. Disini bahasa dibagi menjadi dua

fungsi yaitu:

1. eksternal yang meliputi unsur non linguistik dan struktur internal itu sendiri.

2. ia mendiskripsikan bahwa teori merupakan hasil abstraksi yg berkaitan dengan dunia ideasi

dan bukan paparan deskriptif.

Terakhir ia memberi konsep tentang tata tingkat hubungan dan hubungan fungsional antar

tingkatan secara asosiatif dengan cara menjelaskan ciri hubungan fungsional antar kelas yang

dibagi menjadi 3 yaitu interdependensi, determinasi dan konstelasi, ketiga ciri ini masih dapat

diklasifikasikan lagi.

Baik Fungsi eksternal maupun fungsi internal, seperti dalam aliran Glosematik bahasa

memiliki 4 strata yang harus dimiliki yaitu rangka forma (hubungan gramatikal intern), substansi

(kategori ekstern dari obyek material), ungkapan (baik berupa wahana verbal maupun grafis) dan

isi atau makna. Keempat strata tersebut akan sejalan dengan prinsip yang dikemukakan oleh

Hjemslev yakni linguistik berkaitan dengan pengetahuan yang tersenden, esensi bahasa ada pada

sistem dalam, dan teori merupakan dedukasi murni yg harus dibebaskan dari kabut realitas.
Analisis merupakan pemerian objek kajian yang mengandung sejumlah unsur dalam

berbagai tingkatannya, yang memiliki ketergantungan hubungan yang satu dengan lainnya. Butir

awal yang memiliki ketergantungan dinamakan kelas. Jika kelas mempunyai kesatuan yang luas

maka akan tercipta komponen kelas. Dalam kelas ini dapat diklarifikasikan berdasarkan proses

dan sistem. Kelas sebagai bagian dari proses disebut chain, dengan memiliki komponen berupa

bagian dan penganalisasinya berupa partition. sedangkan kelas sebagai bagian dari system

disebut paradigm, dengan mempunyai komponen berupa anggota dan menganalisisnya berupa

articulation.

Prosedurnya dapat berupa Induktif maupun deduktif. Jika dalam induktif dilakukan

dengan sintesis untuk memperoleh pemerian tentang kelas, komponen, hubungan masing-masing

dalam keutuhan maupun pada ciri totalitas itu sendiri. Bila dilakuakan secara deduktif caranya

dengan menggunakan metode analitis. metode tersebut bertujuan untuk menyelaraskan konsep

yang bukan hanya berlaku pada segmen tetapi berlaku bagi segmen, antar segmen dan

totalitasnya.

Dalam metode ini kita juga akan menemukan sebuah cara yaitu melalui komutasi antar

segmen, tetapi hal ini mempunyai dampak yang negatif. Dampak tersebut berupa gejala

sinkretisme dan gejala oplosning. sejala sinkretisme yakni paradigma yang dapat memiliki

hubungan tumpang-tindih antara satu dengan lainnya, meskipun mereka sebenarnya tunggal.

Sedangkan gejala oplosning adalah timbulnya varian sinkretisme atau syncretism-variety yang

justru dapat dijadikan pangkal tolak dalam memberikan ciri penanda elemen-elemen tertentu.

Akhirnya dapat dikatakan, sebagaimana de Saussure maka Hjemslev juga menganggap bahasa

sebagai suatu sistem hubungan; dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan paradigmatik.
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Kopenhagen

Hjelslev dianggap tokoh yang paling berjasa dalam aliran Kopenhagen, karena beliau

telah mengembangkan wawasan prolegomena dalam mengembangkan teori linguistik dan

mengembangkan teori yang disebut glosematik. Selain hal tersebut beberapa pemikirannya juga

membuat aliran Kopenhagen ini juga berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya, yakni bahasa

sebagai objek kajian linguistik harus didudukkan sebagai struktur sui-generis yg memiliki

totalitas dan otonominya sendiri. Disini bahasa dibagi menjadi dua fungsi yaitu eksternal yang

meliputi unsur non linguistik dan struktur internal itu sendiri. Kedua, ia mendiskripsikan bahwa

teori merupakan hasil abstraksi yg berkaitan dengan dunia ideasi dan bukan paparan deskriptif.

Dan terakhir ia memberi konsep tentang tata tingkat hubungan dan hubungan fungsional antar

tingkatan secara asosiatif dengan cara menjelaskan ciri hubungan fungsional antar kelas yang

dibagi menjadi 3 yaitu interdependensi, determinasi dan konstelasi, ketiga ciri ini masih dapat

diklasifikasikan lagi.

Baik Fungsi eksternal maupun fungsi internal, bahasa memiliki 4 strata yang harus

dimiliki yaitu rangka forma (hubungan gramatikal intern), substansi (kategori ekstern dari obyek

material), ungkapan (baik berupa wahana verbal maupun grafis) dan isi atau makna. Keempat

strata tersebut akan sejalan dengan prinsip yang dikemukakan oleh Hjelmslev yakni linguistik

berkaitan dengan pengetahuan yang tersenden, esensi bahasa ada pada sistem dalam, dan teori

merupakan dedukasi murni yg harus dibebaskan dari kabut realitas.

Analisis merupakan pemerian objek kajian yang mengandung sejumlah unsur dalam

berbagai tingkatannya, yang memiliki ketergantungan hubungan yang satu dengan lainnya. Butir

awal yang memiliki ketergantungan dinamakan kelas. Jika kelas mempunyai kesatuan yang luas
maka akan tercipta komponen kelas. Dalam kelas ini dapat diklarifikasikan berdasarkan proses

dan sistem. Kelas sebagai bagian dari proses disebut chain, dengan memiliki komponen berupa

bagian dan penganalisasinya berupa partition. sedangkan kelas sebagai bagian dari system

disebut paradigm, dengan mempunyai komponen berupa anggota dan menganalisisnya berupa

articulation.

Prosedurnya dapat berupa Induktif maupun deduktif. Jika dalam induktif dilakukan

dengan sintesis untuk memperoleh pemerian tentang kelas, komponen, hubungan masing-masing

dalam keutuhan maupun pada ciri totalitas itu sendiri. Bila dilakukan secara deduktif caranya

dengan menggunakan metode analitis. metode tersebut bertujuan untuk menyelaraskan konsep

yang bukan hanya berlaku pada segmen tetapi berlaku bagi segmen, antar segmen dan

totalitasnya.

Dalam metode ini kita juga akan menemukan sebuah cara yaitu melalui komutasi antar

segmen, tetapi hal ini mempunyai dampak yang negatif. Dampak tersebut berupa gejala

sinkretisme dan gejala oplosning. sejala sinkretisme yakni paradigma yang dapat memiliki

hubungan tumpang-tindih antara satu dengan lainnya, meskipun mereka sebenarnya tunggal.

Sedangkan gejala oplosning adalah timbulnya varian sinkretisme atau syncretism-variety yang

justru dapat dijadikan pangkal tolak dalam memberikan ciri penanda elemen-elemen tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

http://lilinsukanaruto.blogspot.com/2009/12/aliran-aliran-linguistik-dan.html (diakses pada 18

September 2014, pukul 11:38)

http://gin2gina.blogspot.com/p/sejarah-kajian-linguistik.html (diakses pada 18 September 2014,

pukul 11:43)

http://adiel87.blogspot.com/2009/06/aliran-kopenhagen.html (diakses pada 18 September 2014,

pukul 11:48)

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai