perkembangannya, linguistik dipenuhi berbagai aliran dan paham yang dari luar tampaknya
sangat ruwet, saling berlawanan dan membingungkan terutama bagi para pemula (Chaer,
2003:332). Sejarah linguistik yang sangat panjang telah melahirkan berbagai aliran-aliran
bahasa, tapi pada prinsipnya aliran tersebut merupakan penyempurnaan dari aliran-aliran
sebelumnya. Oleh karena itu, dengan mengenal dan memahami aliran-aliran tersebut akan
menjadi pedoman bagi setiap orang untuk dapat memilih atau mengacu kepada aliran
Di antara banyaknya aliran-aliran dalam kajian teori linguistik, tim penulis akan
memfokuskan pada kajian teori linguistik aliran Kopenhaggen. Dalam kajian linguistik yang
from, dan content-form yang keduanya menjadi bagian dari sign function. Hjemslev banyak
dipengaruhi oleh ajaran Saussure, hal ini sehubungan dengan pernyataan, Saussure put at
the heart of his work the extremely problematical thesis, which was also taken up by
Kopenhaggen sendiri adalah ibukota dari Negara Denmark. Dalam bahasa Inggris ejaannya
adalah Copenhagen. Nama ini berasal dari kata Kbmandshavn yang artinya pelabuhan
saudagar. Dari ibukota Denmark ini, salah satu aliran linguistik lahir dan dikenal oleh dunia.
Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai teori, keunggulan, dan kelemahan aliran
Kopenhagen.
1.3 Tujuan
Tujuan tim penulis melakukan pembahasan pada makalah ini adalah salah satunya untuk
memenuhi tugas mata kuliah Teori-Teori Linguistik, program studi Sastra Indonesia di
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran. Selain itu, untuk menambah wawasan tim
penulis dan pembaca mengenai sejarah perkembangan aliran Kopenhaggen dalam kajian
1.4 Metode
Metode yang digunakan oleh tim penulis adalah metode pustaka dengan mencari
beberapa buku yang membahas tentang kajian linguistic, khususnya kajian aliran
Para ahli bahasa Skandinavia (J.N. Madvig, A. Noreen, H.G. Wiwel, O. Jespersen, dan
Rasmus Rask) banyak menghasilkan kajian dalam bidang linguistik umum seperti hasil kajian
(Samsuri, 1988: 41). Setelah terjadi kekhasan yang menarik akhirnya terdapat sebuah aliran yang
bernama aliran Kopenhagen berkat sekelompok ahli linguistik yang menamakan dirinya
Linguistic of Copenhagen. Dua tokoh utama dalam aliran Kopenhagen adalah Brondal dan
Hjelmslev dan Brondal sedikit banyak dipengaruhi oleh wawasan Ferdinand de Saussure.
Pengaruh de Saussure dalam Hjelmslev tampak pada pemilihan expression-form dan content-
form yang menjadi bagian dari sign function sedangkan dalam Brondal pengaruh de Saussure
tampak pada pemilihan kajian kebahasaan secara diakronis dan sinkronis (Samsuri, 1988: 42)
Dari kedua tokoh utama aliran kopenhagen, Hjelmslev lebih mempunyai pengaruh yang
mengembangkan teori linguistik, dan bersama dengan Uldall mengembangkan teori Glosematik
yang disebut sebagai aliran Glosematik setelah Hjelmslev mempublikasikan buku pertamanya
Principles de Grammaire Generale pada tahun 1928 (Samsuri, 1988: 42-43). Adanya kajian
fonologi antara Hjelmslev dan Uldall pada tahun 1931 melahirkan Glosematik yang dikenal
dunia luar pada tahun 1935 pada saat kongres internasional ilmu fonetik di London (Samsuri,
1988: 43).
2.2 Bentuk Aliran Kopenhagen
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tokoh yang terkenal yaitu Brondal dan juga
Pemikiran Hjemslev bahwa bahasa sebagai objek kajian linguistik harus didudukkan
sebagai struktur sui-generis yg memiliki totalitas dan otonominya sendiri membuat aliran
Kopenhagen ini juga berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya. Disini bahasa dibagi menjadi dua
fungsi yaitu:
1. eksternal yang meliputi unsur non linguistik dan struktur internal itu sendiri.
2. ia mendiskripsikan bahwa teori merupakan hasil abstraksi yg berkaitan dengan dunia ideasi
Terakhir ia memberi konsep tentang tata tingkat hubungan dan hubungan fungsional antar
tingkatan secara asosiatif dengan cara menjelaskan ciri hubungan fungsional antar kelas yang
dibagi menjadi 3 yaitu interdependensi, determinasi dan konstelasi, ketiga ciri ini masih dapat
diklasifikasikan lagi.
Baik Fungsi eksternal maupun fungsi internal, seperti dalam aliran Glosematik bahasa
memiliki 4 strata yang harus dimiliki yaitu rangka forma (hubungan gramatikal intern), substansi
(kategori ekstern dari obyek material), ungkapan (baik berupa wahana verbal maupun grafis) dan
isi atau makna. Keempat strata tersebut akan sejalan dengan prinsip yang dikemukakan oleh
Hjemslev yakni linguistik berkaitan dengan pengetahuan yang tersenden, esensi bahasa ada pada
sistem dalam, dan teori merupakan dedukasi murni yg harus dibebaskan dari kabut realitas.
Analisis merupakan pemerian objek kajian yang mengandung sejumlah unsur dalam
berbagai tingkatannya, yang memiliki ketergantungan hubungan yang satu dengan lainnya. Butir
awal yang memiliki ketergantungan dinamakan kelas. Jika kelas mempunyai kesatuan yang luas
maka akan tercipta komponen kelas. Dalam kelas ini dapat diklarifikasikan berdasarkan proses
dan sistem. Kelas sebagai bagian dari proses disebut chain, dengan memiliki komponen berupa
bagian dan penganalisasinya berupa partition. sedangkan kelas sebagai bagian dari system
disebut paradigm, dengan mempunyai komponen berupa anggota dan menganalisisnya berupa
articulation.
Prosedurnya dapat berupa Induktif maupun deduktif. Jika dalam induktif dilakukan
dengan sintesis untuk memperoleh pemerian tentang kelas, komponen, hubungan masing-masing
dalam keutuhan maupun pada ciri totalitas itu sendiri. Bila dilakuakan secara deduktif caranya
dengan menggunakan metode analitis. metode tersebut bertujuan untuk menyelaraskan konsep
yang bukan hanya berlaku pada segmen tetapi berlaku bagi segmen, antar segmen dan
totalitasnya.
Dalam metode ini kita juga akan menemukan sebuah cara yaitu melalui komutasi antar
segmen, tetapi hal ini mempunyai dampak yang negatif. Dampak tersebut berupa gejala
sinkretisme dan gejala oplosning. sejala sinkretisme yakni paradigma yang dapat memiliki
hubungan tumpang-tindih antara satu dengan lainnya, meskipun mereka sebenarnya tunggal.
Sedangkan gejala oplosning adalah timbulnya varian sinkretisme atau syncretism-variety yang
justru dapat dijadikan pangkal tolak dalam memberikan ciri penanda elemen-elemen tertentu.
Akhirnya dapat dikatakan, sebagaimana de Saussure maka Hjemslev juga menganggap bahasa
sebagai suatu sistem hubungan; dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan paradigmatik.
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Kopenhagen
Hjelslev dianggap tokoh yang paling berjasa dalam aliran Kopenhagen, karena beliau
mengembangkan teori yang disebut glosematik. Selain hal tersebut beberapa pemikirannya juga
membuat aliran Kopenhagen ini juga berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya, yakni bahasa
sebagai objek kajian linguistik harus didudukkan sebagai struktur sui-generis yg memiliki
totalitas dan otonominya sendiri. Disini bahasa dibagi menjadi dua fungsi yaitu eksternal yang
meliputi unsur non linguistik dan struktur internal itu sendiri. Kedua, ia mendiskripsikan bahwa
teori merupakan hasil abstraksi yg berkaitan dengan dunia ideasi dan bukan paparan deskriptif.
Dan terakhir ia memberi konsep tentang tata tingkat hubungan dan hubungan fungsional antar
tingkatan secara asosiatif dengan cara menjelaskan ciri hubungan fungsional antar kelas yang
dibagi menjadi 3 yaitu interdependensi, determinasi dan konstelasi, ketiga ciri ini masih dapat
diklasifikasikan lagi.
Baik Fungsi eksternal maupun fungsi internal, bahasa memiliki 4 strata yang harus
dimiliki yaitu rangka forma (hubungan gramatikal intern), substansi (kategori ekstern dari obyek
material), ungkapan (baik berupa wahana verbal maupun grafis) dan isi atau makna. Keempat
strata tersebut akan sejalan dengan prinsip yang dikemukakan oleh Hjelmslev yakni linguistik
berkaitan dengan pengetahuan yang tersenden, esensi bahasa ada pada sistem dalam, dan teori
Analisis merupakan pemerian objek kajian yang mengandung sejumlah unsur dalam
berbagai tingkatannya, yang memiliki ketergantungan hubungan yang satu dengan lainnya. Butir
awal yang memiliki ketergantungan dinamakan kelas. Jika kelas mempunyai kesatuan yang luas
maka akan tercipta komponen kelas. Dalam kelas ini dapat diklarifikasikan berdasarkan proses
dan sistem. Kelas sebagai bagian dari proses disebut chain, dengan memiliki komponen berupa
bagian dan penganalisasinya berupa partition. sedangkan kelas sebagai bagian dari system
disebut paradigm, dengan mempunyai komponen berupa anggota dan menganalisisnya berupa
articulation.
Prosedurnya dapat berupa Induktif maupun deduktif. Jika dalam induktif dilakukan
dengan sintesis untuk memperoleh pemerian tentang kelas, komponen, hubungan masing-masing
dalam keutuhan maupun pada ciri totalitas itu sendiri. Bila dilakukan secara deduktif caranya
dengan menggunakan metode analitis. metode tersebut bertujuan untuk menyelaraskan konsep
yang bukan hanya berlaku pada segmen tetapi berlaku bagi segmen, antar segmen dan
totalitasnya.
Dalam metode ini kita juga akan menemukan sebuah cara yaitu melalui komutasi antar
segmen, tetapi hal ini mempunyai dampak yang negatif. Dampak tersebut berupa gejala
sinkretisme dan gejala oplosning. sejala sinkretisme yakni paradigma yang dapat memiliki
hubungan tumpang-tindih antara satu dengan lainnya, meskipun mereka sebenarnya tunggal.
Sedangkan gejala oplosning adalah timbulnya varian sinkretisme atau syncretism-variety yang
justru dapat dijadikan pangkal tolak dalam memberikan ciri penanda elemen-elemen tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
pukul 11:43)
pukul 11:48)