Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Respiratory Distress Syndrom (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan
merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan
terutama pada bayi yang baru lahir dengan masa gestasi kurang (Suriadi dan
Yulianni, 2006). Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea,
pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory
grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda
klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi
hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran
(Kompas, 2012).

Angka kejadian RDS di Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid


dan postnatal surfaktan sebanyak 2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi
hidup periode 1998 - 1987. Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa
sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan postnatal surfaktan, terdapat
angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode
1986-1987. Sedangkan jaman moderen sekarang ini dari pelayanan NICU
turun menjadi 1% di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara penyebab terbanyak
dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah RDS. Sekitar 5
-10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-
1500 gram. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat
badan dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS
didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Di negara berkembang
termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadian RDS (WHO, 2012).
Dampak lanjut dari kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan
perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal
meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan
asidosis respiratorik.
Masalah tersebut dapat diatasi dengan peran aktif petugas kesehatan baik
berupa promotif, preventiv, kuratif dan rehabilitatif. Hal ini dilakukan dengan
pendidikan kesehatan, pencegahan, pengobatan sesuai program dan
memotivasi klien agar cepat pulih sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatan secara optimal. Oleh karena itu penulis tertarik mengangkat judul
Asuhan Keperawatan pada Anak dengan RDS.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis membuat makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada
Anak dengan RDS bertujuan sebagai bahan pembelajaran keperawatan
di RS.
2. Tujuan khusus
Selesainya tugas makalah Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan RDS,
penulis di harapkan mampu:
a. Memahami isi materi mengenai Asuhan Keperawatan pada Anak dengan
RDS.
b. Dapat membagi ilmu kepada pembaca mengenai Asuhan Keperawatan
pada Anak dengan RDS.

C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan oleh penyusun dalam penyusunan makalah
ini adalah metode deskripsi untuk mendapatkan gambaran mengenai asuhan
keperawatan anak dengan RDS.

D. Ruang Lingkup
Penulis hanya membahas asuhan keperawatan pada anak dengan RDS.

E. Sistematika Penulisan
Penyusunan makalah Asuhan Keperawatan pada Anak dengan RDS terdari
dari tiga Bab, pada Bab I yaitu pendahuluan yang berisikan latar belakang,
tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup, dan sistematika penulisan.
Bab II yaitu tinjauan pustaka mengenai pengertian, etiologi, patofisiologi,
penatalaksanaan medis dan asuhan keperawatan. Bab III penutup yang
berisikan kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres Pernapasan
adalah sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama
pada bayi yang baru lahir dengan masa gestasi kurang (Malloy, 2000).
Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada
sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS
dikatakan sebagai hyalin membrane diseaser (Suriadi dan Yulianni, 2006).
Sindrom Distres Pernapasan adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis,
dan histologis yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit
pernapasan yang kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara
diantara usaha napas (Bobak, 2005).
Jadi berdasarkan dari beberapa sumber dapat disimpulkan bahwa RDS
adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakmaturan dan ketidakmampuan
sel untuk menghasilkan surfaktan yang memadai.
B. Anatomi Fisiologi Paru
Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak
sedemikian rupa sehingga setiap paru-paru berada di samping mediastinum.
Oleh karenanya, masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh
jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur-struktur lain dalam
mediastinum. Masing-masing paru-paru berbentuk konus dan diliputi oleh
pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri,
dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks pulmonalis. Masing-masing
paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas dan masuk ke
leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan medial,
terdapat hilus pulmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh
darah dan saraf ke paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-paru
kanan sedikit lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan
fisura horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior.
Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu
lobus superior dan inferior.
Paru paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang
bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan
bronkus. Proses ini terus berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga
sekitar usia 8 tahun sampai jumlah bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya
berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas
sepanjang trimester kedua dan ketiga. Ketidak matangan paru paru akan
mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia24
minggu yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus,
ketidakmatangan sistem kapiler paru paru dan tidak mencukupinya jumlah
surfaktan. Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk:
1. Mengeluarkan cairan dalam paru.
2. Mengembangkan jaringan alveolus paru paru untuk pertama kali.
Agar alveolus daoat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran
darah ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan
dan jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30 -34
minggu kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan paru dan
membantu untuk menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada
akhir pernapasan. Tanpa surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir
setiap pernapasan, yang menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan
energi ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa.
Berbagai peningkatan ini menyebabkan steress pada bayi yang sebelumnya
sudah terganggu.

Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru parunya. Pada saat
bayi melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas
keluar dari paru paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria
kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada dapat menderita paru- paru
basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan sisa cairan di dalam paru paru
dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembulu limfe dan darah. Semua
alveolus paru paru akan berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan
waktu.
C. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan
pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi
prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh
makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.

5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru


Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks
atau pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH)
6. Bayi prematur atau kurang bulan diakibatkan oleh kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan
terjadi RDS.

D. Patofisiologi
1. Proses penyakit
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku.
Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan
menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia
berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga
agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak
tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu
paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga
udara bagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding
alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya
defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan
barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan
kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah.
Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam
setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek;
pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).
Menurut Suriadi dan Yuliani (2006), Patoflow dari RDS yaitu :
a. Surfaktan menurun
b. PO2 menurun
c. Atelektasis
d. Usaha nafas meningkat
e. Metabolisme anaaerob
f. Menurunnya ventilasi
g. CO2 meningkat
h. Asidosis
i. Tekanan darah arteri menurun
j. Vasokonstriksi perifer dan pulmonal
k. Aliran darah paru menurun
l. Surfaktan menurun
m. Tekanan arteri pulmonal meningkat
itas

2. Manifestasi klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan
usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi
dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan sel
dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke dalam alveoli
sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu :
adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai
dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung, grunting,
retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam
pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel
ada 4 stadium RDS yaitu:
a. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram
udara.
b. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai
ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
c. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat
lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram
udara lebih luas. keempat, seluruh thorax sangat opaque (white lung)
sehingga jantung tak dapat dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah:
a. Pernapasan cepat
b. Pernapasan terlihat parodaks
c. Cuping hidung
d. Apnea
e. Murmur
f. Sianosis pusat
3. Komplikasi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) komplikasi yang kemungkinan
terjadi pada RDS yaitu:
a. Komplikasi jangka pendek
1) Kebocoran alveoli
Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstitial),
pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala
klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang
menetap.
2) Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi
dapat timbul kerana tindakan invasif seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular:
perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi
mekanik.
b. Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh keracunan oksigen,
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan
kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi
jangka panjang yang sering terjadi yaitu:
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan
defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya
masa gestasi.
2) Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

4. Penatalaksanaan Medis
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah
kegawatan pernafasan meliputi:
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru.
c. Fenobarbital.
d. Vitamin E menurunkan produksi radikal bebas oksigen.
e. Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
f. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari
sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru
sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).

5. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu, pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping
hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh
berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara
nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran
udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam. Pengkajian fisik
pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat dilihat dari
penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler.
Penilaian fungsi respirasi meliputi:
2) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi.
Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan
usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti
pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan
salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat
lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan
depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
3) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping
hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi
jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas,
merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi
gangguan mekanik usaha pernafasan.
4) Warna kulit/ membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan
teraba dingin.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Foto rontgen thorak
Untuk mengetahui kemungkinan adanya kardiomegali bila sistim
lain bila terkena.
2) Pemeriksaan hasil analisa gas darah
Untuk mengetahui adanya hipoksemia, hipokapnia, dan alkalosis
respiratori ( pH >7,45) pada tahap dini.
3) Tes fungsi paru
Untuk mengetahui keadaan paru kanan dan paru kiri.
c. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan
Yulianni (2006) yaitu:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan
dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
2) Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
atau pemasangan intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya
secret pada jalan napas.
3) Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan nafas
bayi dan ventilator, dan posisi bantuan bentilator yang kurang
tepat.
4) Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya
cairan yang tanpa disadari (IWL).
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan
penyerapan.
6. Akep teoritis
a. Pengkajian
Data pasien

Nama :
Umur :

Jenis kelamin :

Alamat :

Nama orang tua :

Pekerjaan orang tua :

b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang

Terdapatnya tanda dan gejala yang berhubungan dengan syndrome


gawat nafas

2) Riwayat kesehatan dahulu

Apakah pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya,


apakah klien pernah menderita penyakit yang biasanya
menyebabkan terjadinya sindome gawat nafas, biasanya bayi lahir
premature, BBLR.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang


sama.

c. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan takhipneu (> 60 x/i ), pernafasan


mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung,
sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit
bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin
normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi
parau dan pernafasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan nafas dapat
dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi
kardiovaskuler.

1) Kepala

Bentuk kepala mesosepal, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat


luka, rambut tampak bersih, rambut berwarna hitam.

2) Mata

Pupil : Reaksi cahaya (+), Isokor Kiri-kanan

Konjungtiva : anemis

Sklera : tidak ikterik

3) Telinga

Telinga simetris kiri kanan, tidak ada lesi, tidak ada cairan yang
keluar dari telinga, telinga bersih, tidak ada oedema.

4) Hidung

Pernapasan tidak menggunakan cupping hidung, mimisan, tidak


ada gangguan penciuman, tidak ada oedema.

5) Mulut

Mukosa bibir lembab, terdapat luka sariawan, tidak ada gangguan


menelan, keadaan mulut bersih, gusi berdarah.

6) Leher
Tidak ada benjolan, tidak ada peningkatan JVP, tidak ada nyeri
menelan.

7) Kulit

Warna kulit sawo matang, terlihat bintik-bintik merah pada kulit.

8) Dada

Pergerakan dada simetris kiri kanan, tidak ada luka dada, tidak ada
nyeri dada, tidak ada penggunaan otot-otot pernapasan tambahan.

9) Paru-paru

Inspeksi : Simetris kiri kanan.

Palpasi : Premitus kiri kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler di kedua paru.

10) Jantung

Inspeksi : ictus cordis normalnya terlihat.

Palpasi : ictus cordis teraba hanya dengan satu jari.

Perkusi : Perkusi batas jantung.(kiri, kanan, atas, bawah).

Auskultasi : Pekak.

11) Abdomen

Inspeksi : Abdomen tidak membuncit, tidak ada bekas luka,


warna kulit merata.
Auskultasi : Bising usus normal (Tymphani) 5-35x/i.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan


lien.

Perkusi : Perkusi semua bagian kuadran abdomen normal.

12) Genitalia

Anak-anak tidak terpasang kateter, genitalia bersih.

13) Anus dan rectum

Bersih, tidak terdapat hemoroid.

14) Muskuloskeletal

Akral hangat, nadi teraba, tidak ada nyeri, tidak terdapat pitting
oedema.

15) Aktivitas / istirahat.

Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum.

toleransi terhadap latihan rendah.

Tanda : takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.

kelemahan otot dan penurunan kekuatan.

16) Sirkulasi.

Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI


kronis, menstruasi berat.

palpitasi (takikardia kompensasi).


Tanda : TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.

17) Makanan / cairan.

Gejala : penurunan masukan diet.

muntah.

Tanda : turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.

18) Neurosensori.

Gejala : Kelemahan, Lesu

19) Nyeri / kenyamanan.

Gejala : nyeri dada.

Tanda : takipnea.

20) Pernafasan.

Gejala : nafas pendek pada istirahat dan aktivitas.

Tanda : takipnea

d. Diagnosa yang mungkin muncul ;


1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolar
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis
(defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
3) Hipotermia berhubungan dengan berada di lingkungan yang dingin
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan pengeluaran energi yang berlebihan ditandai
dengan lemak badan dan cokelat berkurang
5) Defisit volume cairan b.d tekanan arteri pulmonal meningkat
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa
Tujuan/ Kriteria
No Keperawatan Intervensi (NIC)
Hasil (NOC)
(NANDA)
1 Kerusakan Setelah dilakukan Monitor Respirasi (3350) :
pertukaran gas b.d asuhan keperawatan
1. Monitor rata-rata irama, kedalaman
perubahan mem- selama 5x 24 jam,
dan usaha untuk bernafas.
bran kapiler-alveoli pertukaran gas pasien
menjadi efektif,
2. Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan,
Batasan
dengan kriteria :
penggunaan otot bantu dan retraksi dinding
karakteristik :
dada.
Status Respirasi :
Takikardia
Ventilasi (0403) :
3. Monitor suara nafas, saturasi oksigen,
-Hiperkapnea sianosis
-Pasien
menunjukkan
-Iritabilitas 4. Monitor kelemahan otot diafragma
peningkatan ventilasai
-Dispnea dan oksigenasi adekuat 5. Catat onset, karakteristik dan durasi
berdasarkan nilai AGD batuk
-Sianosis sesuai parameter 6. Catat hasil foto rontgen
normal pasien
-Hipoksemia Terapi Oksigen (3320) :
-Menunjukkan
-Hiperkarbia 1. Kelola humidifikasi oksigen sesuai
fungsi paru yang
peralatan
normal dan bebas dari
Abnormal
tanda-tanda distres
frek, irama, 2. Siapkan peralatan oksigenasi
pernafasan
kedalaman nafas
3 Kelola O2 sesuai indikasi
-Nafas cuping
4. Monitor terapi O2 dan observasi
hidung
tanda keracunan O2

Manajemen Jalan Nafas (3140) :

1. Bersihkan saluran nafas dan pastikan


airway paten

2. Monitor perilaku dan status mental


pasien, kelemahan , agitasi dan konfusi

3. Posisikan klien dgn elevasi tempat tidur

4. Bila klien mengalami unilateral


penyakit paru, berikan posisi semi fowlers
dengan posisi lateral 10-15 derajat / sesuai
tole-ransi

5. Monitor efek sedasi dan analgetik pada


pola nafas klien

Manajemen Asam Basa (1910) :


1. Kelola pemeriksaan laboratorium

2. Monitor nilai AGD dan saturasi


oksigen dalam batas normal

2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas (3140) :


efektif b.d tindakan keperawatan
1. Bebaskan jalan nafas dengan posisi
imaturitas selama ..x 24 jam
leher ektensi jika memungkinkan.
(defisiensi diharapkan pola nafas
surfaktan dan efektif denga kriteria
2. Posisikan klien untuk memaksimalkan
ketidak-stabilan hasil :
ventilasi dan mengurangi dispnea
alveolar).
Status Respirasi :
3. Auskultasi suara nafas
Batasan Ventilasi (0403) :
karakteristik : 4. Monitor respirasi dan status oksigen
Pernapasan
-Bernafas pasien 30-60X/menit. Monitor Respirasi (3350) :
mengguna-kan otot
Pengembangan 1. Monitoring kecepatan, irama,
pernafasan
dada simetris. kedalaman dan upaya nafas.
tambahan

Irama 2. Monitor pergerakan, kesimetrisan dada,


Dispnea
pernapasan teratur retraksi dada dan alat bantu pernafasan
Nafas
Tidak ada 3. Monitor adanya cuping hidung
pendek
retraksi dada saat
4. Monitor pola nafas : bradipnea,
-Pernafasan bernapas
takipnea, hiperventilasi, respirasi kusmaul,
rata-rata < 25 atau
Inspirasi dalam apnea
> 60 kali permenit
tidak ditemukan
5. Monitor adanya lelemahan otot
Saat bernapas diafragma
tidak memakai otot
napas tambahan

Bernapas 6. Auskultasi suara nafas, catat area


mudah penurunan dan ketidak adanya ventilasi dan
bunyi nafas
Tidak ada suara
napas tambahan

3 Hipotermia b.d Setelah dilakukan Pengobatan Hipotermi (3800) :


berada di tindakan keperawatan
1. Pindahkan bayi dari lingkungan yang
lingkungan yang selama ..x 24 jam
dingin ke dalam lingkungan / tempat yang
dingin hipotermia tidak
hangat (didalam inkubator atau lampu sorot)
terjadi dengan
Batasan
kriteria :
2. Segera ganti pakaian bayi yang dingin
karakteristik :
dan basah dengan pakaian yang hangat dan
Termoregulasi
-Penurunan kering, berikan selimut.
Neonatus (0801) :
suhu tubuh di
3. Monitor gejala dari hopotermia :
bawah rentang -Suhu axila 36-37
fatigue, lemah, apatis, perubahan warna kulit
normal C

4. Monitor status pernafasan


-Pucat -RR : 30-60
X/menit
5. Monitor intake dan output
-Menggigil
-Warna kulit
-Kulit dingin
merah muda

-Dasar kuku
-Tidak ada distress
sianosis
respirasi

-Pengisian
-Tidak menggigil
kapiler lambat
-Bayi tidak gelisah
-Bayi tidak letargi

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan
saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai