Secara etimologi etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti watak,
adat ataupun kesusilaan. Jadi etika pada dasarnya dapat diartikan sebagai suatu kesediaan
jiwa seseorang untuk senantiasa patuh kepada seperangkat aturan-aturan kesusilaan (Kencana
Syafiie, 1993). Dalam konteks filsafat, etika membahas tentang tingkah laku manusia
dipandang dari segi baik dan buruk. Etika lebih banyak bersangkut dengan prinsip-prinsip
dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986).
Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti
suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai
ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut :
1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan
berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun mahluk
sosial (etika sosial)
Beberapa motivasi manusia berprilaku baik dan berprilaku buruk dan jahat.
1. Keberadaan dan tumbuhnya hati nurani di dalam hati, supaya kita, mau dan berani untuk
intropeksi, jawa: mulat sariro hangrosowani (mau dan berani memeriksa bathin dan perbuatan
kita, dan sekaligus berani menyalahkan dan memberi hukuman untuk diri sendiri). Jika
melakukan kesalahan, cepat diketahui dan cepat minta maaf dan bertobat serta berjanji tidak
akan mengulangi lagi.
2. Terhindar dari prilaku dosa dan buruk/jahat, kita harus selalu sadar bahwa kita sebagai
makhluk Tuhan dan makhluk beragama, maka sebagai konsekuensinya harus taat hukum
Tuhan (hubungan secara vertikal antara Tuhan dan manusia).
Selain itu kita juga harus sadar secara kodrati manusia adalah makhluk sosial (Zoon
Politicon, Homo Socius), maka kita harus hidup bersama orang lain, bahkan berbuat
sesuatu untuk kebaikan/kesejahteraan lain orang lain. Konsep mencintai sesama itu bisa kita
temukan dalam filosofis jawa, yakni Asih mring sesamaning dumadi (mencintai sesama
ciptaan Tuhan), dalam agama Kristiani (konsep cinta kasih): Kasihilah sesamamu seperti
dirimu sendiri, dalam agama Hindu: Tat Twam Asi (Itulah Kamu) Ahimsa (tanpa kekerasan
dari Mahatma Gandhi) Sosro Kartono( Tokoh Kebatinan Jawa): Adanya aku karena engkau,
dalam agama Islam: Rahmatan lil alamin( untuk kesejahteraan seluruh umat manusia), Homo
homini sallus: Aku ada, kalau berguna bagi orang lain. Dari konsep ini semua akan
menumbuhkan rasa simpati dan empati pada orang lain, sehingga jika berbuat jahat pada
orang lain, kita akan merasakan sebaliknya, bagaimana kalau kita yang mengalami sendiri,
dalam jawa disebut tepo sliro (seandainya saya sendiri yang mengalami).
Pada dasarnya etika membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai seperti
nilai baik dan buruk, nilai susila atau tidak susila, nilai kesopanan, kerendahan hati dan
sebagainya.
Good (baik)
Good persetujuan, pujian, keunggulan atau ketepatan
Kebaikan ilmu pengetahuan objektivitas. Kemanfaatan dan rasionalitas.
Kebaikan tatanan sosial sadar hukum, saling hormat
tribuendi
e. Prinsip Kebebasan (library)
Kebebasan keleluasaan untuk bertindak/tidak bertindak berdasarkan
Nilai dasar yang fundamental suatu Negara dalam hukum mempunyai hakikat
dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengna jalan hukum apapun
tidak mungkin lagi untuk dirubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-nilai
dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila
tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran Negara
Proklamasi 17 Agustus 1945.
Tataran nilai yang terkandung dalam Pancasila sesuai dengan system nilai dalam
kehidupan manusia. Secara teoritis nilai-nilai Pancasila dapat dirinci menurut jenjang
dan jenisnya.
a. Sila pertama: menghormati setiap orang atau warga negara atas berbagaikebebasannya dalam
menganut agama dan kepercayaannya masing- masing, serta menjadikan ajaran-ajaran
sebagai anutan untuk menuntun ataupun mengarahkan jalan hidupnya.
b. Sila kedua: menghormati setiap orang dan warga negara sebagai pribadi (personal)
utuh sebagai manusia, manusia sebagai subjek pendukung, penyangga, pengemban,
serta pengelola hak-hak dasar kodrati yang merupakan suatu keutuhan dengan eksistensi
dirinya secara bermartabat.
c. Sila ketiga: bersikap dan bertindak adil dalam mengatasi segmentasi- segmentasi
atau primordialisme sempit dengan jiwa dan semangat Bhinneka Tunggal Ika-bersatu
dalam perbedaan dan berbeda dalam persatuan.
d. Sila keempat: kebebasan, kemerdekaan, dan kebersamaan dimiliki dan dikembangkan
dengan dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan secara jujur dan terbuka dalam
menata berbagai aspek kehidupan.
e. Sila kelima: membina dan mengembangkan masyarakat yang berkeadilan sosial yang
mencakup kesamaan derajat (equality) dan pemerataan (equity) bagi setiap orang atau
setiap warga negara.
Sila-sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan integral dan integrative menjadikan
dirinya sebagai sebagai referensi kritik sosial kritis, komprehensif, serta sekaligus evaluatif
bagi etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa ataupun bernegara. Konsekuensi dan
implikasinya ialah bahwa norma etis yang mencerminkan satu sila akan mendasari dan
mengarahkan sila-sila lain.