Anda di halaman 1dari 21

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Kualitas Batubara


Klasifikasi batubara yang digunakan secara umum adalah klasifikasi menurut
ASTM (American Society for Testing Materials). Klasifikasi ASTM ini didasarkan
pada analisa proksimat batubara, yaitu untuk mengetahui karakteristik dan kualitas
batubara dalam kaitannya dengan penggunaan batubara tersebut, yang meliputi
jumlah relatif air lembab (moisture content), zat terbang (VM), abu (ash), dan karbon
tertambat (FC) yang terdapat di dalam batubara. Analisa ini didasarkan berdasarkan
derajat perubahan selama proses pembatubaraan dimulai dari lignit hingga antrasit.
Pengklasifikasian batubara bertujuan untuk mengetahui variasi mutu atau kelas
batubara. Batubara di UPTE PT. Bukit Asam (Persero), Tbk memiliki kualitas yang
bermacam-macam, kualitas yang bermacam-macam ini dikarenakan adanya intrusi
batuan beku andesit dibeberapa tempat, intrusi ini menyebabkan pemanasan yang
mengakibatkan keluarnya kandungan air dari batubara sehingga terjadi penipisan
lapisan. Faktor inilah yang menyebabkan terbentuknya batubara untuk dengan
kualitas antrasite di daerah penambangan PT. Bukit Asam (Persero), Tbk.
Kualitas batubara yang ada di Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT. Bukit
Asam (Persero), Tbk secara umum tergolong batubara kelas subbituminous hingga
antrasite. Klasifikasi kualitas batubara PT. Bukit Asam (Persero), Tbk digolongkan
berdasarkan mine brand dan market brand. Mine brand digunakan untuk batubara-
batubara yang berasal dari front penambangan atau batubara yang baru ditambang,
sedangkan market brand adalah untuk batubara-batubara yang siap untuk
dipasarkan ,dijual kepada konsumen, atau batubara hasil pencampuran atau
blending .

3.2. Parameter Kualitas Batubara

III-1
III-2

Untuk penetapan kualitas suatu batubara ditentukan oleh parameter-parameter


yang terkandung dalam batubara tersebut, parameter tersebut antara lain
(Sunarjianto dkk, 2008):

3.2.1 Analisa Proximat (Proximate Analysis)


Analisa Proximat adalah suatu cara untuk menganalisa atau
mengevaluasi batubara. Analisa proximat memberikan gambaran
banyaknya senyawa organik ringan (volatile matter) secara relative,
karbon dalam bentuk padatan (fixed carbon), kadar moisture, dan zat
anorganik (ash), hingga mencakup keseluruhan komponen batubara, yaitu
batubara murni dan ditambah dengan material-materail pengotor yang ikut
bersamanya (impurities). Analisa proximat ini merupakan cara
mengevaluasi batubara yang paling sederhana, sehingga sangat banyak
dilakukan oleh orang. (Muchjidin, 2006). Adapun analis proximat terdiri
dari:
A. Total Moisture (Kandungan Air Total)
Total moisture (TM) disebut juga dengan as received moisture
(istilah yang digunakan untuk pembeli batubara) atau as sampled
moisture (istilah yang digunakan untuk penjual batubara). Total
moisture (TM) menunjukan jumlah semua air yang tidak terikat secara
kimiawi, yaitu air yang teradsorpsi di permukaan, air yang berada di
kapiler-kapiler batubara, dan air yang terlarut (dissolved water).
(Muchjidin, 2006)
Total moisture suatu batubara harus selalu diperhatikan, dimana
total moisture suatu batubara dapat berbeda-beda, baik itu moisture
batubara pada saat batubara belum ditambang (batubara front),
moisture pada saat batubara sudah ditambang (batubara stockpile),
maupun moisture batubara pada saat mau dipasarkan (di dalam
gerbong).
B. Kandungan Air Bawaan (Inherent Moisture)
Kandungan air bawaan (Inherent Moisture) adalah air yang
memenuhi pori-pori batubara dalam keadaan alami. Kandungan air
III-3

bawaan ini berhubungan erat dengan nilai kalori, dimana bila


kandungan air bawaan berkurang maka nilai kalori meningkat
(Sukandar Rumidi, 1995).
C. Kadar Abu (Ash Content)
Merupakan sisa-sisa zat organik yang terkandung dalam batubara
setelah dibakar. Kandungan abu tersebut dapat dihasilkan dari pengotor
bawaan dalam proses pembentukan batubara maupun dari proses
penambangan (Sukandar Rumidi, 1995).
D. Kandungan Zat Terbang (Volatile Matter)
Volatile matter (VM) adalah banyaknya zat yang hilang bila
sampel batubara dipanaskan pada suhu dan waktu yang telah ditentukan
(setelah dikoreksi oleh kadar moisture). Volatile yang menguap pada
pengujian sebagian besar terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar,
seperti hidrogen, karbon monoksida, dan methane, serta sebagian kecil
uap yang dapat mengembun seperti tar dan karbon dioksida.
(Muchjidin, 2006).
Zat terbang merupakan zat aktif yang menghasilkan energi atau
panas apabila batubara tersebut dibakar. Pembakaran batubara dengan
zat terbang tinggi akan mempercepat pembakaran karbon padatnya
(CV), sebaliknya zat terbang rendah akan mempersulit proses
pembakaran (Sukandar Rumidi, 1995).
E. Kandungan karbon Tertambat (Fixed Carbon)
Merupakan banyaknya karbon yang terdapat dalam material sisa
setelah volatile matter dihilangkan. Fixed carbon ini mewakili sisa
penguraian dari komponen organik batubara ditambah sedikit senyawa
nitrogen, belerang, hidrogen dan mungkin oksigen yang terserap atau
bersatu secara kimiawi.
Dengan adanya pengeluaran kandungan air dan zat terbang maka
karbon tertambat secara otomatis akan naik, sehingga makin tinggi
kandungan karbonnya kelas batubara makin baik (Sukandar Rumidi,
1995).
III-4

3.2.2 Analisa Ultimat (Ultimate Analysis)


Analisa Ultimat didefinisikan sebagai suatu analisa mengenai
batubara yang untuk mengetahui seberapa besar kandungan unsur karbon,
hydrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur dalam suatu batubara. Dalam
analisi ultimat setiap unsur ditentukan dalam suatu sampel analitik dan
hasil penentuan dinyatakan dalam basis kering, bebas mineral matter.
(Muchjidin, 2006)

3.2.3 Nilai Kalori (Calorific Value)


Nilai kalori merupakan kemampuan panas yang mampu dihasilkan
dari pembakaran suatu batubara per kilogramnya. Nilai kalori ini
dinyatakan dalam satuan Kcal/kg, BTU/lb, MJ/kg (Muchjidin, 2006).
Besar nilai kalori batubara berbanding lurus dengan jumlah atau persentase
karbon yang menyusun batubara tersebut. Semakin banyak jumlah karbon
maka semakin tinggi kalori yang dimiliki suatu batubara.
Dalam suatu proses pembakaran batubara, panas yang dihasilkan
merupakan hal yang sangat penting dalam menganalisis suatu batubara.
Energi panas yang dibebaskan ini berasal dari adanya interaksi eksotermis
antara senyawa hidrokarbon dan senyawa oksigen yang ada di dalam
batubara. Material lainnya seperti moisture, nitrogen, sulphur, dan zat
mineral juga mengalami perubahan kimia, tetapi kebanyakan reaksinya
adalah endotermis dan mengurangi energi yang sebenarnya didalam
batubara. (Muchjidin, 2006)
Tabel 3.1 Proximate & Ultimate Analysis
Proximate Analysis Ultimate Analysis
Moisture content Carbon
ash Hydrogen
Volatile Metter Sulphur
Fixed Carbon Nitrogen

3.3. Pencampuran Batubara (Coal Blending)


III-5

Pencampuran batubara atau coal blending merupakan penggabungan atau


penimbunan bersama-sama dan secara simultan dalam waktu tertentu dari dua atau
lebih material (batubara beda kualitas) yang dianggap mempunyai komposisi yang
konstan (parameter kualitas yang konstan) dan terkontrol.
Dalam ilmu pembatubaraan, blending juga diartikan sebagai pekerjaan
pencampuraan dua jenis batubara atau lebih, dengan kualitas yang berbeda untuk
memperoleh satu jenis batubara yang memiliki kualitas yang lebih baik, yang sesuai
dengan spesifikasi kontrak. (Muchjidin, 2006).
3.4. Metode Pencampuran Batubara
Dalam pelaksanaan pencampuran batubara ada beberapa hal yang harus
menjadi perhatian :
a. Sebelum blending dilakukan, yang perlu diperhatikan adalah target parameter
kualitas batubara yang ingin dicapai dari blending tersebut.
b. Hanya satu target parameter kualitas batubara yang bisa dicapai dengan tepat
(homogen) dalam satu blending. Parameter lainnya mengikuti sesuai dengan
proporsi blendingnya.
c. Diantara parameter kualitas batubara, ada yang bersifat addictive (dapat
dikalkulasi secara kuantitatif pada saat blending). Dan ada juga parameter
yang tidak bersifat addictive atau tidak dapat dihitung secara kuantitatif
berdasarkan proporsi blendingnya.
d. Parameter yang bersifat addictive termasuk didalamnya semua parameter
yang dinyatakan dalam % dan satuan berat, contoh : Total Moisture,
Proximate, Sulfur, CV, Ultimate, dan lain-lain.
e. Parameter yang bersifat non addictive biasanya parameter yang bersifat
kualitatif seperti : Ash Fusion Temperature, Swelling, HGI, dan parameter
lain yang tidak dinyatakan dalam satuan % berat dan satuan berat. Ada juga
parameter yang sebenarnya addictive, tetapi tidak bisa dikalkulasikan secara
langsung. Parameter ini adalah parameter kuantitatif yang bukan sebagai in
coal. Contoh : Ash Analisis.
Dalam melakukan blending dapat dilakukan dengan kalkulasi kualitas blending
dengan rumusan berikut:
III-6

( K1 xW1 ) ( K 2 xW2 ) ...( KnxWn )


KC
(W 1 W 2 ) ...Wn

Keterangan :
KC = Kualitas Hasil Blending
K1 = Kualitas Batubara 1 (kcal/Kg)
K2 = Kualitas Batubara 2 (kcal/Kg)
Kn = Kualitas Batubara n
W1 = Berat Batubara 1 (Kg)
W2 = Berat Batubara 2 (Kg)
Wn = Berat Batubara n

Maka dalam penanganan blending kualitas batubara hal-hal yang menjadi


perhatian/pertimbangan utama adalah :
a. Hasil suatu blending yang homogen sangat diperlukan terutama terhadap
konsumen.
b. Ketidak Homogenan dalam suatu blending akibatnya akan terasa langsung oleh
konsumen pada saat batubara tersebut digunakan.
c. Kesempurnaan dari suatu blending adalah ketepatan dalam pencapaian target
kualitas hasil blending dan Homogenitas hasil blending.
Dengan demikian maka yang menentukan kualitas blending adalah :
a. Proporsi blending yang akurat
b. Sistem blending yang baik dan terkontrol
Perhitungan hasil blending yang komperhensip sesuai dengan tipical parameter
yang benar.

3.5. Metode Pelaksanaan Blending


Dalam pelaksanaan proses blending di stockpile harus mengikuti hasil
perhitungan secara teoritis yang telah didukung dengan analisa skala laboratorium,
agar didapat kualitas yang diharapkan. Untuk menerapkan perhitungan secara teoritis
dilapangan perlu diperhatikan bahan baku batubara yang digunakan sebagai
blending, mengingat setiap batubara asal berbeda kualitas.
III-7

Prinsip kerja blending di stockpile adalah mencampur dua jenis atau lebih
kualitas batubara dengan proporsi perbandingan yang telah ditentukan. Hasil yang
diperoleh harus benar-benar homogen sehingga dapat memenuhi kualitas permintaan
konsumen.

a. Pelaksanaan Blending dengan Stacker Reclamer (SR)


Dalam pelaksanaa blending mengunakan SR dapat dilakukan di stockpile.
Pelaksanaan blending tersebut dapat dikelompokan dalam beberapa kegiatan.
Ada beberapa metode yang dapat dilakukan pada saat membuat tumpukan
yang sekaligus membentuk formasi blending:
1. Roof type Stockpile (Chevron Method)
Material yang akan diblending ditumpahkan selapis demi selapis secara
bergantian sepanjang blending bed.(Gambar 3.1)

Gambar 3.1
Roof type Stockpile (Chevron Method)

2. Line Type Stacking


Metode ini dilakukan dengan mencurahkan material batubara bagian demi
bagian dalam urutan yang berselang-seling dengan bagian atas atau bawah,
sehingga membentuk seperti batubata.(Gambar 3.2)

Gambar 3.2
Line type Stacking
III-8

3. Areal Stockpiling
Material yang akan diblending dicurahkan selapis demi selapis secara
horisontal dimana setiap perlapisan diratakan dulu baru kemudian dicurahkan
lapisan berikutnya demikian seterusnya.(Gambar 3.3)

Gambar 3.3
Areal Stockpiling
4. Axial Stockpiling
Lapisan material yang dicurahkan disusun secara longitudinal dilakukan
dengan menggeser posisi curahan lebih tinggi dan menyamping.(Gambar 3.5)

Gambar 3.4
Axial Stockpiling
5. Continous stockpiling
Hampir sama dengan metode axial stockpiling tetapi ukuran material
tumpukan yang dicurahkan relatif sama tiggi dan sejajar ke samping.
(Gambar 3.6)
III-9

Gambar 3.5
Continous Stockpiling

6. Alternatif Stockpiling
Material blending ditumpahkan pada dua tempat dalam jarak tertentu, lapisan
selanjutnya dicurahkan secara bergantian sehingga bertemu ditengah.
( Gambar 3.6)

Gambar 3.6
Alternatif Stockpiling

b. Metode Blending yang Sesuai Dengan Kondisi Stockpile


Metode ini disesuaikan dengan kondisi dan situasi tumpukan bahan bleding
yang ada pada stockpile. Dan akan berpengaruh terhadap kerja alat-alat bantu.
Adupun peralatan yang digunakan adalah bulldozer, conveyor, afron feeder dan
lainnya.
1. Metode Curah langsung
Alat yang digunakan dua alat penumpah, dua afron feeder dan satu conveyor.
Afron feeder harus dikontruksi sedemikian rupa sehingga debit batubara yang
keluar dapat diatur sesuai denagn proporsi yang diharpakan. Cara kerja yang
dilakukan adalah dua alat penumpah batubara masing masing
III-10

menumpahkan batubara ke apron feeder yang berlainan. Setelah dua apron


feeder penuh maka AF 1 dibuka dengan aliran tertentu, setelah batubara
sampai di AF 2, AF 2 dibuka sesuai dengan proporsi yang ditentukan.
(Gambar 3.7)

Keterangan :
AF : Apron Feeder
Gambar 3.7
Metode Curah Langsung

2. Metode Dua Conveyor


Dengan Metode ini harus disiapkan dua lahan utnuk dau kualitas atau lebih
yang berbeda sebagai bahan blending. Beberapah hal yang harus diperhatikan
adalah :
Kecepatan conveyor 1 dan conveyor 2 harus sama
AF 1 dan AF 2 harus dikonsruksi seperti metode curahan langsung
Curahan dari conveyor 1 dan conveyor 2 harus bertabrakan pada saat
posisi curhana masih agak lurus. (Gambar 3.9)
III-11

Gambar 3.7
Metode Dua Conveyor
3.6. Riset Operasi Sebagai Landasan Teori Optimasi
Kompleksitas suatu permasalahan baik ditinjau dari segi manajemen maupun
teknis menimbulkan kebutuhan akan teknis riset operasi. Teknis riset operasi ini
adalah metode pendekatan ilmiah dengan dasar kuantitatif untuk menemukan cara
pemecahan masalah yang lebih baik, atau dengan kata lain dapat didefinisikan
sebagai peralatan manajemen yang menyatukan ilmu pengetahuan matematis dan
logika dalam kerangka pemecahan masalah secara optimal.

3.6.1. Metode Grafik


Metode grafik hanya dapat digunakan dalam pemecahan masalah LP yang
berdimensi 2 x m atau m x 2, karena keterbatasan kemampuan suatu grafik dalam
menyampaikan sesuatu. Hal ini merupakan persyaratan mutlak untuk dapat
digunakannya metode grafik, selain persyaratan dan asumsi-asumsi dasar dimuka.
Langkah-langkah penggunaan metode grafik dapat ditunjukan secara ringkas sebagai
berikut:
a. Menentukan fungsi tujuan dan memformulasikannya dalam bentuk matematis.
b. Mengindentifikasi batasan-batasan yang berlaku dan memformulasikannya dalam
bentuk matematis.
c. Menggambarkan masing-masing garis fungsi batasan dalam satu sistem salib
sumbu.
d. Mencari titik yang paling menguntungkan (optimal) dihubungkan denga fungsi
tujuan.
III-12

Adapun tanda funsi batasan yang dipakai adalah tanda < (lebih kecil sama
dengan) yang berarti daerah yang memenuhi persyaratan berada disebelah kiri bawah
garis lurus fungsi batasannya. Tanda > (lebih besar sama dengan) berarti daerah
yang memenuhi syarat berada disebelah kanan atas garis lurus fungsi batasannya.
Tanda = (sama dengan) berarti daerah yang memenuhi persyaratan adalah titik-
titik sepanjang garis lurus fungsi batasan tersebut. Jadi fungsi batasan dalam program
linier metode grafik secara matematik dapat dituliskan sebagai brikut:

am1.x1 + am2.x2 < bm


am1.x1 + am2.x2 > bm
am1.x1 + am2.x2 = bm

3.6.2. Program Linier


Program linier adalah salah satu teknis analisis dari kelompok teknis riset
operasi yang memakai model matematis dalam pemecahan masalah pengalokasian
sumberdaya yang terbatas secara optimal. Tujuannya adalah untuk menentukan
alternatif yang lebih baik antara sekian banyak alternatif yang layak dalam rangka
menyusun strategi dan langkah-langkah kebijaksanaan lebih lanjut tentang alokasi
sumber yang terbatas guna mencapai sasaran yang diinginkan secara optimal. Model
dasar PL dapat dirumuskan sebagai berikut (Pangestu Subagyo, 1999) :
Optimumkan (bisa maksimal atau minimum )
untuk j = 1,2,...,n
n
Z Cj . X j ,
j 1

Fungsi kendala ( Syarat ikatan )


untuk i = 1,2,...,n dan
n
Xj 0
a
j 1
1 . x j atau b1

Parameter yang dijadikan kriteria optimasi atau variabel


Cj

pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan.


Variabel pengambilan keputusan atau kegiatan ( yang ingin dicari)
Xj
III-13

Kegiatan yang bersangkutan dalam kendala kesatu.


a1
Sumber daya terbatas yang membatasi kegiatan atau usaha yang
b1
bersangkutan , disebut juga nilai sebelah kanan dari kendala kesatu.
Z = Nilai kriteria pengambil keputusan suatu fungsi tujuan.
Asumsi-asumsi dasar LP dapat diperinci sebagai berikut:
a. Proporsionalitas
Asumsi ini berarti bahwa naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumber atau
fasilitas yang tersedia akan berubah secara sebanding (proportional) dengan
perubahan tingkat kegiatan.
b. Aditivitas
Asumsi ini berarti bahwa nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi,
atau dalam LP dianggap bahwa kenaikan dari nilai tujuan (Z) yang diakibatkan
oleh kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai
Z yang diperoleh dari kegiatan lain.
c. Divisibilitas
Asumsi ini menyatakan bahwa keluaran (output) yang dihasilkan oleh setiap
kegiatan dapat berupa bilangan pecahan. Demikian juga dengan nilai Z yang
dihasilkan.
d. Deterministik
Asumsi ini menyatakan bahwa semua parameter yang terdapat dalam model LP
(aij, bi, cj) dapat diperkirakan dengan pasti, meskipun jarang dengan tepat.
Beberapa pengertian dasar yang digunakan dalam PL untuk membicarakan
metode simplek adalah sebagai berikut:
1. Penyelesaian (solution) adalah jawaban akhir suatu masalah.
2. Feasible Solution adalah penyelesaian optimum yang tidak melanggar batasan-
batasan yang ada.
3. No Feasible Solution berarti tidak ada penyelesaian yang logis.
4. Optimal Solution adalah feasible solution yang mempunyai nilai tujuan (nilai Z
dalam fungsi tujuan) yang optimal atau yang terbaik (maksimum atau minimum).
III-14

5. Multiple Optimal Solution berarti terdapatnya beberapa alternatif optimal dalam


suatu masalah.
6. Boundary Equation adalah suatu batasan dengan tanda sama dengan.
7. Corner Point Feasible Solution adalah feasible solution yang terletak pada titik
(perpotongan) antara dua garis
8. Corner Point Infeasible Solution adalah titik yang terletak padaperpotongan dua
garis tetapi diluar daerah feasible.
9. No Optimal Solution terjadi apabila suatu masalah tidak mempunyai jawaban atau
penyelesaian optimal.

3.6.3. Metode Simplek


Metode simplek merupakan suatu cara yang lazim dipakai untuk menentukan
kombinasi optimal dari tiga variabel atau lebih. Pada masa sekarang masalah-
masalah LP yang melibatkan banyak variabel-variabel keputusan (decision variable)
dapat dengan cepat dipecahkan dengan bantuan komputer. Bila variabel keputusan
yang dikandung tidak mengandung terlalu banyak masalah tersebut dapat
diselesaikan dengan suatu alogaritma yang biasanya sering disebut dengan metode
simpleks tabel.
Langkah-langkah metode simplek tabel:
a. Mengubah fungsi tujuan dan batasan-batasannya.
Fungsi tujuan diubah menjadi fungsi implisit, artinya semua Cj Xij kita geser
kekiri. Pada bentuk standar, semua batasan mempunyai tanda < .
ketidaksamaan ini harus diubah menjadi kesamaan.
b. Menyusun persamaan-persamaan didalam tabel
Setelah formasi diubah kemudian disusun kedalam tabel dalam bentuk simbol
seperti tampak pada tabel 3.3.
c. Memilih kolom kunci
Kolom kunci adalh kolom yang merupakan dasar untuk mengubah tabel 3.3.
Pilihlah kolom yang mempunyai nilai pada garis fungsi tujuan yang bernilai
negatif dengan angka terbesar.
d. Memilih baris kunci
III-15

Baris kunci adalah baris yang merupakan dasar untuk mengubah tabel 3.3. untuk
itu terlebih dahulu carilah indeks tiap-tiap baris dengan cara membagi nilai-nilai
pada kolom NK dengan nilai yang sebaris pada kolom kunci.
Nilai kolom NK
Indeks
Nilai kolom kunci
e. Mengubah nilai-nilai baris kunci
Nilai-nilai baris kunci diubah dengan cara membaginya dengan angka kunci.

Tabel 3.3
Tabel Simplek dalam Bentuk Simbol

VD Z X1 X2 X3 Xn X n 1 X n2 X nm NK
Z 1 - - - - 0 0 0 0
C1 C2 C3 Cn
X n 1 0 a11 a12 a13 a1n 1 0 0 b1
X n2 0 a 21 a 22 a 23 a 2n 0 1 0 b2
: : : : : : : : : :
: : : : : : : : : :
X n m 0 a m1 am2 a m3 a mn 0 0 1 bn

NK adalah nilai persamaan, yaitu nilai dibelakang tanda sama dengan.

f. Ketentuan-ketentuan tambahan
Jika masalah yang dihadapi menghasilkan dua kolom kunci, dua baris kunci dan
multiple solution (penyelesaian berganda). Hal ini dibicarakan satu persatu :
1. Terdapat lebih dari satu nilai negatif dengan angka terbesar, maka ada dua
kolom yang bias terpilih menjadi kolom kunci. Dengan memilih dua itu secara
bebas, akan mengahsilkan keputusan yang sama.
2. Dua baris atau lebih mempunyai indeks positif terkecil, maka ada beberapa
baris yang dapat terpilih sebagai baris kunci. Dengan memilih ua itu secara
bebas, akan menghasilkan keputusan yang sama.
Mengingat perhitungan dengan menggunakan metode linier ini bersifat
iterasi (perhitungan berulang), maka untuk mempermudah perhitungan
digunakan perangkat lunak komputer linier programming. Program linier yang
digunakan yaitu POM-QM for Windows adalah sebuah paket program
III-16

komputer untuk menyelesaikan persoalan-persoalan metode kuantitatif,


manajemen sains dan riset operasi
Dalam pelaksanaannya, blending harus memperhatikan kualitas dan
proporsi dari masing-masing batubara yang akan di blending. Untuk menerapkan
perhitungan secara teoritis dilapangan perlu diperhatikan asal batubara yang
akan di blending, mengingat setiap front penambangan mempunyai kualitas
yang beragam yang akan mempengaruhi kualitas batubara yang akan dihasilkan.

3.7 Metode Pengambilan Sampel


Sampling adalah proses pengambilan conto batubara baik itu di front
penambangan (batubara in-situ yang terlihat/tertutup overburden), pemboran inti
atau cutting, dan dari massa batubara yang telah lepas seperti dari ban berjalan
(belt conveyor), kereta api atau tempat penimbunan batubara (stockpile).
Terdapat beberapa macam acuan yang digunakan dalam pengambilan conto,
diantaranya ISO, BSI dan ASTM. Acuan ini bertujuan memberikan pedoman
agar proses pengambilan conto ini mewakili kualitas batubara secara
keseluruhan. (Diktat Kontrol Kualitas PT.Bukit Asam (Persero), Tbk).
Kualitas batubara sangat bergantung dengan proses sampling, berdasarkan
perhitungan statistik, para ahli menyebutkan bahwa 80% kecermatan pengukuran
kualitas batubara ditentukan oleh sampling, sedangkan 20% lainnya ditentukan
oleh sample preparation dan analysis.
Sampling yang baik ialah sampling yang disamping dilakukan dengan
akurat dan presisinya tinggi, sehingga conto mewakili seluruh populasi dengan
baik, jumlah conto yang terambilnya pun harus ditangani. Karena tak seorang pun
tahu berapa nilai kualitas sesungguhnya suatu komoditas, maka metode sampling,
sample preparation, dan analysis dianggap tidak pernah ada yang 100%
sempurna. Nilai kualitas yang didapat dari suatu pengukuran hanyalah nilai
pendekatan. Nilai yang paling dekat dengan nilai sesungguhnya adalah nilai rata-
rata hasil analisis yang didapat oleh sebanyak mungkin pemeriksa, dengan
menggunakan metode standar yang sama. (Yakub, 2012)
Berdasarkan tempat pengambilan contonya, sampling dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, yaitu:
III-17

a. Insitu Sampling
Insitu sampling adalah metode pengambilan sampel untuk batubara
yang masih dalam keadaaan asli atau belum terbongkar, metode ini biasa
digunakan pada saat eksplorasi.
` - Grab Sampling
Metode grab sampling digunakan untuk adalah metode yang
digunakan pada salah satu permukaan batubara. Contoh dari metode ini
adalah pembuatan parit uji (trenching), yaitu pembuatan parit memanjang
memotong jurus (strike) pelapisan batubara dengan lebar 2 meter dan
panjang tergantung pada ketebalan dan kemiringan lapisan.
- Channel sampling
Channel sampling dilakukan dari suatu sumur/parit uji. Luas minimal
potongan melintang 100 cm2 dan conto yang diambil + 15 kg batubara
untuk setiap ketebalan lapisan.
- Pillar Sampling
Pillar sampling biasa diambil pada front (coal expose) yaitu pembuat
puritan yang tegak lurus pada bidang pelapisan. Pada pilar sampling dibuat
blok-blok yang berukuran lebar 30-45 cm dan luas 450 cm2 (luas potongan
melintang). Cara ini jarang digunakan karena memerlukan waktu yang lama
dan sukar dalam penanganannya hingga dengan sendirinya biaya menjadi
mahal
- Drilling Sampling
Sampling dengan pemboran ini biasa dilakukan pada endapan
batubara yang jauh dari permukaan yaitu harus menggunakan inti (core),
sedangkan untuk endapan yang dangkal bisa dilakukan pemboran tanpa inti
(cutting), walaupun cara ini kurang baik karena adanya kontaminasi.
b. Non-Insitu Sampling
Non-Insitu sampling adalah sampling yang dilakukan pada batubara
lepas atau keadaan sudah terbongkar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengambilan conto pada batubara lepas adalah sebagai berikut :
- lokasi pengambilan conto
- jumlah increment yang harus diambil;
III-18

- berat setiap increment yang harus diambil, bergantung pada ukuran


maksimum partikel;
- dilakukan replikasi sampling sebagai sampling check, bilamana
diperlukan
Pengambilan sampel non-insitu dapat dilakukan di tumpukan stockpile,
dump truck, diatas gerbong ataupun diatas conveyor tempat batubara berada.
Pengambilan sampel ini harus memperhatikan ketetapan jumlah increment.
Pengambilan setiap sampel PT Bukit Asam (Persero), Tbk dilakukan
berdasarkan standart BSI (British Standart ) 1017.

Tabel 3.1. Jumlah increment minimal berdasarkan standart ISO


Pengambilan Contoan Jumlah Minimal Increment
< 1000 Ton > 1000 Ton
- Pada Tumpahan (Dump
Truck)
65
65

Tonase
1000
- Pada Tumpukan Stockpile 65
65

Tonase
1000
- Diatas Gerbong 50
65

Tonase
1000
- Diatas Conveyor 50
65

Tonase
1000

3.8 Basis Pelaporan Hasil Analisis


Pelaporan Hasil analisis dapat dilaporkan dalam beberapa basis, seperti
As Received (ar), Air Dry Based (adb), Dry Based (db), Dry Ash Free (daf), Dry
Mineral Matter Free (dmmf). Secara umum batubara terbentuk atas moisture,
mineral matter, dan batubara murni (pure coal). Moisture terdiri dari air bebas
dan air lembab, mineral matter terdiri dari abu dan zat terbang, sedangkan
batubara murni terdiri dari bahan organic, zat terbang dan karbon tertambat.
Hubungan antara moisture, mineral matter dan batubara murni dapat dijabarkan
sebagai berikut:
III-19

Gambar 3.9
Komponen Batubara dan Dasar Pelaporan
Untuk analisa batubara, dasar pelaporan yang dilakukan oleh PT Bukit
Asam (Persero) Tbk didasarkan menurut SK Direksi No. 093/KEPT/Int-
0100/PB.02.03/2015 yaitu menggunakan basis as received (ar) sebagai basis
pelaporannya. Basis pelaporan kualitas batubara yang adalah sebagai berikut :

As Received (ar)
Basis as received berarti hasil analisis dihitung dengan memasukkan
kandungan air total dari sampel. Hal ini mungkin dilakukan jika batubara
dalam keadaan basah. As Receive (Ar) dikatakan juga sebagai analisis
batubara yang didasarkan pada kondisi batubara dalam keadaan baru diterima
atau disampling.
Air Dry Based (adb)
Pada basis Air Dry Based (adb), sampel batubara yang dianalisis
ditempatkan di udara terbuka, kandungan air totalnya secara perlahan akan
mencapai kesetimbangan dengan kelembaban udara pada atmosfir
laboratorium. Jika kandungan air permukaan dari sampel ini kemudian
ditentukan maka diperoleh kandungan air dalam basis adb.
Dry Based (db)
III-20

Pada basis Dry Based, sampel batubara dalam keadaan kering yaitu
kandungan air permukaan dan kandungan air bawaannya adalah nol atau
bebas air total.
Dry Ash Free (daf)
Pada basis daf, analisis dilakukan dengan mengabaikan kandungan abu
(ash content) dan kandungan air (moisture content) yang ada dalam sampel,
artinya kandungan abu dan kandungan air dianggap nol. Analisis dengan
basis daf berkaitan dengan material organik murni.
Dry Mineral Matter Free (dmmf)
Pada basis dmmf analisis dilakukan untuk memberikan gambaran
mengenai komposisi organik murni, artinya mineral matter yang terkandung
dianggap sama dengan nol, yaitu bebas air total (Total Moisture) dan bahan
mineral (Mineral matter)

Tabel 2. Formula konversi analisis batubara


III-21

Anda mungkin juga menyukai