PERDAGANGAN
Oleh
Soemali, SH., MHum.1
ABSTRAK
Penyelesaian sengketa investasi perdagangan dapat dilakukan melalui dua
cara yaitu litigasi dan non litigasi. Salah satu bentuk penyelasain sengketa
nin litigasi yang biasa digunakan dalam investasi perdagangan adalah
arbtrase. Arbistrase mulai dikenal dalam sistem hukum di Indonesia
semenjak diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase didasarkan pada suatu perjanjian
yang bersifat tertulis yang disepakati oleh kedua belah pihak. Terhadap
putusan arbitrase pada dasarnya adalah bersifat final dan mengikat sehingga
dapat dieksekusi secara sederhana. Akan tetapi apabila salah satu merasa
dirugikan dapat mengajukan keberatan kepada ketua Pengadilan Negeri
setempat.
Kata Kunci: Penyelesaian sengeta Non litigasi, Arbitrase, final dan mengikat.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Era perdagangan bebas menjadikan negara seakan-akan tanpa
batas khususnya dalam bidang perdagangan internasional atau dagang
internasional, yaitu yang melibatkan beberapa negara. Dalam menyongsong
perdagangan bebas diperlukan suatu perangkat aturan yang jelas dan
memadai, yang tidak menimbulkan masalah di kemudian hari dalam
mengadakan transaksi dagang. Timbulnya masalah dari perdagangan atau
dagang internasional umumnya berkaitan dengan risiko tertentu yang terjadi
karena penerapan peraturan hukum yang berbeda, apalagi jika salah satu
negara tidak mengakui hukum nasional negara asing. 3
Dalam menjalin hubungan dagang antara para pihak, baik dalam
skala domestik maupun internasional, para pihak senantiasa menghendaki
1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
2
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya
3
1
2
agar segala apa yang telah disepakati dan dituangkan kedalam perjanjian
dapat dipenuhi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya, yaitu, sesuai
dengan tujuan diadakannya kesepakatan dalam kontrak tersebut.. Hal ini
mengandung maksud bahwa ikatan dagang yang telah disepakatinya
tersebut terdapat kepastian hukum terhadap segala hak dan kewajiban yang
timbul dari perjanjian dagang tersebut. Pemenuhan hak dan kewajiban
sebagaimana telah diperjanjikn akan menimbulkan proses resiprositas
diantara para pihak, dengan maksud agar para pihak yang telah mencapai
kata sepakat untuk mengadakan perjanjian dagangterjalin suatu hubungan
yang langgeng, sehingga dapat berlangsung untuk jangka panjang, serta
mencegah kemungkinan timbulnya sengketa.
Penyelesaian sengketa dagang baik domestik maupun internasional
semula diselesaikan oleh lembaga peradilan umum (litigasi), namun dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu, sengketa dagang internasional tersebut
diselesaikan melalui lembaga di luar sidang pengadilan (non litigasi).
Penyelesaian dagang melalui lembaga peradilan umum dilangsungkan oleh
lembaga pengadilan negeri, sedangkan penyelesaian sengketa dagang
melalui lembaga non litigasi diselenggarakan oleh lembaga arbitrase.
Penyelesaian melalui lembaga arbitrase di Indonesia diawali pada
tahun 2007 dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1968
tentang Persetujuan atas Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan antara
Negara dan Warga Negara Asing mengenai Penanaman Modal.
Diundangkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 (selanjutnya
disingkat UU No. 25 Tahun 2007) merupakan suatu bentuk ratifikasi dari
Konvensi International Centre for the Settlement of Investment Desputes
between States and Nationals of other States (ICSID). Meskipun telah ada
ketentuan yang mengaturnya, namun dibentuk juga peraturan yang mengatur
masalah arbitrase yaitu Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase (selanjutnya disingkat UU No. 30 Tahun 1999).
Rumusan Masalah
1. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dalam investasi perdagangan
ditinjau dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.
2. Upaya hukum para pihak yang menolak putusan arbitrase.
Metode Penulisan
1 . Pendekatan Masalah
Penelitian ini tergolong penelitian yuridis normatif. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Statute approach
yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengidentifikasi serta membahas
peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan materi yang
dibahas. Sedangkan conceptual approach yaitu pendekatan dengan cara
3
PEMBAHASAN
A. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dalam investasi
perdagangan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Menurut Black's Law Dictionary: "Arbitration. an arrangement for taking
an abiding by the judgement of selected persons in some disputed matter,
instead of carrying it to establish tribunals of justice, and is intended to avoid
the formalities, the delay, the expense and vexation of ordinary litigation".
Istilah arbitrase (arbitrage = arbitration) berasal dari bahasa Latin,
yakni arbitrari yang berarti suatu penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh
seorang hakim (arbitrator) atau para hakim (arbitrator) berdasarkan
persetujan bahwa mereka tunduk dan mentaati keputusan yang diberikan
oleh hakim atau para hakim yang mereka pilih atau tunjuk tersebut. 4 H.M.N.
Putwosutjipto menerjemahkan istilah arbitration (Inggris) atau arbitrage
(Belanda) dengan perwasitan. Kemudian perwasitan itu didefinisikan sebagai
suatu peradilan perdamaian dimana para pihak bersepakat agar perselisihan
mereka tentang hak pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya diperiksa
dan diadili oleh hakim yang tidak memihak, yang ditunjuk oleh para pihak
oleh hakim yang tidak memihak, yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan
putusannya mengikat kedua belah pihak.5
Arbitrase menurut Subekti diartikan sebagai berikut: Arbitrase adalah
penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para halim
berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau mentaati
keputusan yang diberikan oleh hakim atau para hakim mereka pilih atau
13
4
Ridwan Khairandy, et. all, Pengantar Hukum Dagang Indonesia I, Ghama Media,
Yogyakarta, 1999.
6
10
Subekti 1, Op. cit., h. 21
11
yang ada di Indonesia saat ini dianggap kurang dapat memenuhi rasa
keadilan masyarakat.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat dijelaskan bahwa
penyelesaian masalah secara arbitrase di Indonesia berkembang setelah
diundangkannya UU No. 30 Tahun 1999. Penyelesaian melalui arbitrase
banyak dipilih karena sifat kerahasiaannya dan waktu yang dibutuhkan jauh
lebih pendek bila dibandingkan dengan penyelesaian melalui peradilan
umum. Selain itu penyelesaian melalui arbitrase lebih menjaga kerahasiaan
pihak-pihak
13
Ibid., h. 19.
10
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penyelesaian masalah secara arbitrase di Indonesia didasarkan atas UU
No. 30 Tahun 1999 tentang arbitrase yaitu cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Penyelesaian melalui arbitrase dapat menekan lamanya
waktu, biaya dan tenaga serta sifatnya tertutup, sehingga sangat tepat
untuk para pebisnis dari negara asing.
2. Putusan Arbitrase pada hakikatnya adalah bersifat final dan mengikat
secara langsung terhadap pihak yang bersengketa. Karena
Penyelesaian menggunakan arbitrase merupakan pilihan kedua belah
pihak yang bersengketa dan seharusnya hasil keputusan arbiter tersebut
mengikat kedua belah pihak, namun jika hasil keputusan arbitrase
tersebut merugikan salah satu pihak, maka upaya hukum para pihak
yang menolak putusan arbitrase adalah mengajukan permohonan
pembatalan keputusan arbitrase tersebut pada Pengadilan Negeri.
B. Saran
1. Penyelesaian secara arbitrase di Indonesia nampaknya kurang
sosialisasi, sehingga sebagian masyarakat belum mengetahui eksistensi
lembaga arbitrase untuk itu hendaknya mengenai eksistensi lembaga
arbitrase ini disosialisasikan kepada masyarakat luas.
2. Penyelesaian secara arbitrase merupakan suatu hasil kesepakatan
kedua belah pihak yang ditungkan dalam perjanjian, untuk itu kaitannya
dengan upaya hukum permohonan pembatalan keputusan pada
Pengadilan Negeri, hendaknya Pengadilan Negeri mempertimbangkan
14
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1991.
B. Perundang-undangan