Anda di halaman 1dari 3

Good Friends

Cerpen Karangan: Aida Nur Widiana


Kategori: Cerpen Persahabatan, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 17 April 2017

Awan hitam terlihat jelas di langit SMA Merdeka, angin kencang berhembus tak tentu arah

menerbangkan dedaunan yang membuat lapangan yang biasanya bersih penuh dengan lautan daun,

gerimis gerimis kecil yang sedari tadi turun menimbulkan genangan genangan air di lapangan.

Suasana pagi ini masih begitu lenggang tidak seperti hari hari biasanya.

Bel masuk kurang 10 menit lagi namun suasana kelas XI Mipa 3 sudah ramai dengan kehadiran para
penghuninya, melakukan tradisi pagi yang selalu dilakukan anak cewek alias ngerumpi.

Namun pagi ini semburat wajah muram dan lesu terlihat, siapa lagi kalau bukan Devi, ada rasa tak

enak dan pahit yang menjalar di lidahnya, jaket tebal masih ia kenakan, sebenarnya Devi baik baik

saja tapi seruntutan peristiwa yang ia lihat kemarin sore membuat dirinya tak kuasa harus melakukan

sebuah kegiatan, hingga orang yang ia cari pun muncul.

Desi melangkah dengan acuhnya menuju bangku kebanggaannya yang terletak di pojok paling

belakang di antara bangku bangku yang lain, ia duduk seorang diri tanpa kawan, bukan karena teman

teman yang lain meninggalkannya ataupun memusuhinya, namun Desi sendiri yang menginginkannya,

sifatnya yang dingin dan cuek membuat anak cewek maupun cowok di kelas berfikir dua kali untuk

mendekatinya.

Ada rasa lega ketika Devi bisa melihat kedatangan Desi di sekolah, setelah kejadian kemaren dan

kejadian hari hari sebelumnya ketika dengan kedua matanya Devi melihat Desi mimisan dan rentetan

kejadian sebelumnya adalah kejadian yang sama namun terulang ulang.

Devi bangkit dari duduknya dan menghampiri Desi lalu duduk di sampingnya namun sikap Desi sama,

seolah olah tak ada seseorang pun yang duduk di samping

Des kamu kenapa sih kok jadi berubah gini, kamu kenapa? apa aku ada salah sampai kamu gak mau

ngomong sama aku? tanya Devi denga rasa khawatir yang mampu Desi lihat

mending kamu pergi deh ganggu tau teriak Desi yang membuat semua pasang mata

memandanganya, namun ia hanya bersikap cuek dan tak peduli

Devi bangkit dari duduknya dan kembali ke bangkunya, yang langsung dirubungi anak anak cewek

yang lainnya. Kompor gumam Devi dalam hati setelah teman teman ceweknya yang berbicara ngawur

dan sok tau.


Bel masuk akhirnya terdengar. Devi membuka jaket tebalnya setelah Bu indah masuk ke dalam kelas,

sepanjang pelajaran Devi tidak fokus, semua pikirannya tertuju pada Desi yang sekarang berubah

kepadanya, padahal yang Devi tau ia tak membuat sebuah masalah.

Desi benar benar menyesal, rasanya kosong, hampa dan kelam ketika ia memutuskan untuk menjauhi

Devi yang tak tau seluk beluk mengapa dirinya menjauhinya, rasanya jauh dan sulit ketika pilihan itu

ia pilih, banyak hal yang sudah Desi lakukan dengan Devi banyak hal menarik, banyak hal manis yang

sudah ia lewati, namun pilihan itu ia pilih karena ia tak ingin semakin membuat Devi bersedih.

Bel pulang pun terdengar Devi memilih menunggu Desi di koridor depan kelas yang membelakangi

lapangan basket.

Tak jauh dari tempat duduk Devi, diam-diam Desi memperhatikan gerak-geriknya, hingga bola

matanya melihat secara jelas bola basket melambung tinggi kearah Devi. Belum sempat Desi

meneriaki nama Devi bola itu lebih dulu mendarat cepat ke arah bahu Devi hingga ia tersungkur ke

lantai, dengan tergesa seorang cowok menghampiri Devi.

sorry gak sengaja kata si cowok lalu membantu Devi berdiri

eh kalau main bola, itu hati hati, bahaya tau tandas Desi yang membuat Devi tersenyum kearahnya

iya, tadi juga udah bilang maaf kali sambung si cowok lalu mengambil bolanya dan kembali ke

kerumunan

mending kamu pergi deh kata Desi lalu membalikan badannya namun sebelum ia melangkah

kenapa kamu giniin aku Des, apa salah aku yang buat kamu jauhin aku, bilang ke aku Des biar aku

ubah sifat aku yang salah kata Devi, yang membuat Desi kembali membalikan badannya lagi. Devi

menghampiri Desi yang penuh dengan darah yang keluar dari hidungnya,

kamu mimisan lagi Des tanya Devi lirih. Dengan tergesa Devi mengusap asal hidungnya, yang

membuat darah yang ada di sana mengotori wajahnya, lalu tanpa di duga air bening mengalir dari

kelopak matanya

ini Dev, ini yang membuat aku jauhin kamu, aku gak mau kamu nangisin aku setelah aku pergi Dev,

aku pengen buat kamu marah sama aku, kamu jauhin aku, kamu mencampakan aku, karena ini Dev

darah kanker yang selalu muncul, waktu aku udah gak panjang lagi, waktu aku udah deket Dev, cuma

kamu yang membuatku bisa bertahan hingga detik ini, tapi aku takut kalau kematian aku akan

membuat kamu sedih, aku takut tandas Desi

Air bening menetes dari kelopak mata Devi, ia tak mempedulikan darah mimisan Devi yang masih

mengalir, ia memeluk erat Desi.

kenapa kamu gak pernah ngomong sama aku, kalau kamu sakit Des, cara kamu yang kemarin

kemarin yang membuat aku sedih Des, waktu kamu masih panjang, kamu masih bisa sembuh kamu
masih harus mencapai cita cita kamu

Makasih Dev untuk selama ini, tapi aku gak sanggup lagi Dev, rasanya sakit bener bener sakit, aku

bisa berpijak di tempat ini karena kamu Dev, kamu sahabat aku yang paling baik, semoga kamu

nemuin sahabat yang lebih baik dari aku ya, aku harus pulang Devi melepas pelukan Desi lalu

melangkah menuju mobil hitam di parkiran yang ternyata mobil jemputannya.

Gundukan tanah yang masih basah menjadi tempat peristirahatan Desi yang kekal, air mata Devi

masih terus mengalir namun dengan cepat ia menghapusnya, hal yang tak ingin Devi alami pun

akhirnya datang, selama ini Desi mengalami masa sulit melawan penyakitnya, dan selama ini Devi tak

mengetahui akan hal itu, yang Devi tau jika Desi menjauhinya dan teman teman karena ia tak ingin

ada yang menangisi ketika ia pergi.

Sebagian teman teman satu kelas Desi sudah mulai membuabarkan diri mereka, ada rasa enggan

untuk pergi dari tempat ini namun gerimis kecil mulai turun dan tak mungkin jika Devi masih berada

di tempatnya. Devi meletakan bunga melati keatas makam Desi.

enggak Des bagi aku kamu satu satunya sahabat aku dan kamu yang paling terbaik kata Devi, lalu

dengan langkah berat ia meninggalkan tempat pemakaman.

Selesai

Anda mungkin juga menyukai