Anda di halaman 1dari 24

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN

TENTANG

PENYANDANG DISABILITAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan amanat Pancasila dan Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
negara mempunyai tanggung jawab untuk menghormati
dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
dengan memberikan perlindungan dan pemajuan hak
asasi manusia, termasuk didalamnya hak asasi
penyandang disabilitas;

b. bahwa penyandang disabilitas merupakan bagian dari


masyarakat Indonesia yang memiliki kesamaan
kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama,
sehingga memerlukan perlindungan dari Negara agar
tidak mengalami stigma dan diskriminasi dalam
masyarakat;

c. bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak


Penyandang Disabilitas dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The
Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai
Hak-Hak Penyandang Disabilitas);

d. bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang


Penyandang Cacat sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam
masyarakat sehingga perlu diganti;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Penyandang
Disabilitas;

Mengingat : Pasal 5 (1), Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 27 ayat(1) dan
ayat (2), Pasal 28, Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, Pasal
29 ayat(2), dan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG DISABILITAS.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam UndangUndang ini yang dimaksud dengan :

1. Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai keterbatasan


fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang
dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat
menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan
efektif berdasarkan kesamaan hak.
2. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan pangan, sandang, perumahan,
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan/atau pelayanan sosial yang dapat
diakses oleh penyandang disabilitas.
3. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang
disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan.
4. Habilitasi adalah kemampuan pada pencapaian kemandirian, perawatan
diri dan potensi kerja, bagi orang yang sejak lahir mengalami disabilitas.
5. Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan
untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
6. Perlindungan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah
dan menangani resiko dan guncangan dan kerentan sosial.
7. Jaminan Sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
8. Pemberdayaan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk
menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya,
sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
9. Bantuan langsung berkelanjutan adalah bentuk jaminan sosial berupa
pemberian uang tunai atau pelayanan dalam panti sosial bagi penyandang
disabilitas yang kebutuhan hidupnya bergantung sepenuhnya kepada orang
lain.
10. Komite Nasional Penyandang Disabilitas yang selanjutnya disingkat
KNPD adalah lembaga non pemerintah yang bersifat indenpenden,
terbuka, dan mandiri yang bertugas melakukan pengawasan, pelaporan
jika terjadi pelanggaran atau ajudikasi, pengkajian dan penelitian, mediasi,
penyuluhan, dan supervisi.
11. Derajat disabilitas adalah tingkat berat ringannya keadaan disabilitas
yang disandang seseorang
12. Anak dengan disabilitas adalah penyandang disabilitas yang belum
berusia 18 (depalan belas) tahun yang perlu mendapatkan perlindungan
khusus terkait dengan disabilitasnya dan rentan terhadap diskriminasi.
13. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PPNS adalah
Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan tindak pidana terhadap penyandang disabilitas.
14. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
15. Menteri adalah menteri yang membidangi urusan sosial.

Pasal 2

Penyelenggaraan penghormatan, pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan


hak penyandang disabilitas berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 3

Prinsip penyelenggaraan penghormatan, pemajuan, perlindungan, pemenuhan,


dan hak penyandang disabilitas meliputi :
a. penghormatan pada martabat yang melekat, otonomi individual, termasuk
kebebasan untuk menentukan pilihan, dan kemerdekaan perseorangan;
b. nondiskriminasi;
c. partisipasi penuh dan efektif dan keikutsertaan dalam masyarakat;
d. penghormatan atas perbedaan dan penerimaan penyandang disabilitas
sebagai bagian dari keragaman manusia dan kemanusiaan;
e. kesetaraan kesempatan;
f. aksesibilitas;
g. kesetaraan antara laki-laki dan perempuan;dan
h. penghormatan atas kapasitas yang terus tumbuh dari penyandang
disabilitas anak dan penghormatan hak penyandang disabilitas anak
guna mempertahankan identitas mereka.
Catatan :
Sandingkan dengan konsep kelompok PPDI.

Minta kepada ibu Maulani dan Mbak Eva. (dengan masukan tertulis)
Pasal 4

Undang-Undang ini bertujuan:


a. menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia dan
kebebasan dasar penyandang disabilitas secara penuh dan setara;dan
b. menegakkan dan memajukan penghormatan atas martabat yang melekat
pada diri penyandang disabilitas.

BAB II
HAK DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 5

(1) Penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama sebagai Warga Negara
Indonesia.

(2) Hak Penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
hak :
a. hidup;
b. kesehatan;
c. mendapatkan habilitasi dan rehabilitasi;
d. mendapatkan jaminan dan perlindungan sosial;
e. pendidikan;
f. beragama;
g. rasa aman;
h. keadilan;
i. memperoleh pekerjaan;
j. memperoleh aksesibilitas;
k. berekspresi dan berpendapat, serta akses terhadap informasi;
l. budaya, rekreasi, hiburan, dan olahraga;
m. berpolitik dan berpartisipasi dalam pemerintahan;
n. mobilitas pribadi;
o. berkeluarga dan melanjutkan keturunan;
p. kebebasan dari eksploitasi, kekerasan, dan pelecehan;
q. kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang
kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia;
r. penghormatan atas integritas;
s. perlindungan dari diskriminasi;
t. memperoleh kartu identitas diri;
u. memperoleh akte kelahiran; dan
v. perlindungan khusus.

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin pemenuhan hak penyandang


disabilitas.

Pasal 6

Penyandang disabilitas sesuai dengan sesuai dengan derajat disabilitasnya


dapat berperan serta dalam segala aspek kehidupan sebagai warga negara
Indonesia.

BAB III
PELAKSANAAN PEMENUHAN HAK

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 7

(1) Pelaksanaan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas dilaksanakan


secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah.
(2) Masyarakat berperan serta dalam pelaksanaan pemenuhan hak bagi
penyandang disabilitas.

Pasal 8

Pemenuhan hak penyandang disabilitas ditujukan kepada :


a. perseorangan;
b. keluarga;
c. kelompok;dan/atau
d. masyarakat.

Pasal 9
Pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) dilaksanakan dalam bentuk :
a. pelayanan kesehatan;
b. pelayanan sosial;
c. penyediaan pelayanan pendidikan dan keterampilan;
d. bantuan hukum;
e. penyediaan akses pekerjaan;
f. penyediaan alat bantu;
g. memperoleh aksesibilitas gedung dan transportasi;
h. memperoleh akses terhadap informasi dan teknologi;
i. menyediakan akomodasi yang layak.
j. menyediakan kouta untuk dipilih, memilih, dan penyelenggara dalam
pemilu/pemilukada.
k. menyediakan sarana dan prasarana olahraga;
l. menyediakan sarana dan prasarana rekreasi; dan
m. menyediakan sarana dan prasarana budaya.

Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan

Pasal 10

Pelayanan kesehatan merupakan hak penyandang disabilitas yang


dilaksanakan melalui :
a. jaminan kesehatan;
b. ketersediaaan fasilitas pelayanan kesehatan; dan
c. rehabilitasi medik.
Catatan :
Apakah huruf c sudah termasuk ke dalam pelayanan kesehatan.

Pasal 11

(1) Penyandang disabilitas mempunyai kesempatan yang sama dalam


pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menyediakan fasilitas dan
pelayanan kesehatan agar penyandang disabilitas dapat hidup sehat dan
produktif.

Pasal 12

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan program jaminan


kesehatan bagi penyandang disabilitas dengan kualitas dan standar
pelayanan yang sama dengan warga masyarakat pada umumnya.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan program rehabilitasi
medik bagi penyandang disabilitas.
(3) Program jaminan kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Pelayanan Sosial

Pasal 13

(1) Pelayanan sosial ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar penyandang


disabilitas.
(2) Pelayanan sosial dilaksanakan melalui rehabilitasi sosial, perlindungan
sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial terhadap penyandang
disabilitas.
Catatan : perlu definisi/penjelasan dari kebutuhan dasar.
Kebutuhan dasar meliputi kesehatan, aksesibilitas, pendidikan,
pekerjaan.

Pasal 14

(1) Pelayanan sosial melalui pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) dilakukan dalam bentuk :
a. pemberian bantuan modal usaha;
b. pemberian pelatihan ketrampilan;
c. pendirian koperasi;dan
d. pelatihan usaha mandiri.
Pasal 15

(1) Rehabilitasi sosial terhadap penyandang disabilitas dilakukan dalam


bentuk :
a. motivasi dan diagnosis psikososial;
b. perawatan dan pengasuhan;
c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;
d.bimbingan mental spiritual;
e. bimbingan fisik;
f. bimbingan sosial dan konseling psikososial;
g. pelayanan aksesibilitas;
h. bantuan dan asistensi sosial;
i. bimbingan resosialisasi;
j. bimbingan lanjut; dan/atau
k. rujukan.
(2) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga,
masyarakat maupun panti sosial.

Bagian Keempat
Penyediaan Pelayanan Pendidikan

Pasal 16

Penyediaan Pelayanan Pendidikan merupakan hak penyandang disabilitas


yang dilaksanakan dalam bentuk :
a. penyediaaan akses pendidikan inklusi;
b. penyediaan guru, pendamping;
c. penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai; dan
d. penyediaan pendidikan luar sekolah.

Bagian Kelima
Bantuan Hukum

Pasal 17
(1) Bantuan hukum bagi penyandang disabilitas diberikan untuk menghadapi
masalah hukum dalam pembelaan atas hak baik di dalam maupun di luar
pengadilan.
(2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam
bentuk pembelaan dan konsultasi hukum.
(3) Pembelaam dan konsultasi hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan :
a. melakukan investigasi sosial;
b. memberikan informasi, nasihat, dan pertimbangan hukum.
c. memfasilitasi tersedianya saksi;
d. memfasilitasi terjadinya mediasi hukum;
e. memfasilitasi tersedianya jasa bantuan hukum; dan/atau
f. memberikan pendampingan.

Bagian Keenam
Penyediaan Akses Pekerjaan

Pasal 18

(1) Penyediaan Akses Pekerjaan merupakan hak penyandang disabilitas yang


dilaksanakan dalam bentuk :
a. penyediaaan informasi tentang pekerjaan di lembaga pemerintah atau
masyarakat;
b. penyediaan aksesibilitas untuk mengikuti pelatihan kerja;
c. penyediaan lapangan kerja sesuai dengan persyaratan jabatan dan
kualifikasi pekerjaan yang diperlukan.

(2) Persyaratan dan kualifikasi pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memperhatikan faktor :
a. jenis dan derajat kecacatan;
b. pendidikan;
c. ketrampilan dan/atau ketrampilan;
d. kesehatan;
e. formasi yang tersedia;
f. jenis atau bidang usaha.

Pasal 19
Setiap penyandang disabilitas berhak memperoleh perlakuan yang sama
dengan pekerja lainnya tanpa diskriminasi.

Pasal 20
Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat wajib memperkerjakan
penyandang disabilitas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang
disabilitas yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifiukasi pekerjaan
sebagai pekerja untuk setiap 100 ( seratus) orang pekerjanya.

Bagian Ketujuh
Aksesibilitas Gedung dan Transportasi

Pasal 21

Aksesibilitas gedung dan transportasi merupakan hak penyandang disabilitas


yang dilaksanakan dalam bentuk :
a. penyusunan kebijakan yang aksesibel bagi penyandang disabilitas pada
sarana dan prasarana umum;
b. penerapan dan pengawasan terhadap pembangunan gedung dan sarana
umum yang dapat diakses oleh penyandang disabilitas;
c. penyediaan sarana dan prasarana yang aksesibel pada alat transportasi
baik darat, laut maupun udara.

Pasal 21

Penyediaan aksesibilitas dapat berbentuk:


a. fisik;
b. nonfisik.
Pasal 22

Penyediaan aksesibilitas yang berbentuk fisik sebagaimana dimaskud dalam


Pasal... huruf a dilaksanakan pada sarana dan prasarana umum yang
meliputi:
a. aksesibilitas pada bangunan umum;
b. aksesibilitas pada jalan umum;
c. aksesibilitas pada pertamanan dan pemakaman umum;
d. aksesibilitas pada angkutan umum.
Pasal 23
Penyediaan aksesibilitas nonfisik sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 huruf
b meliputi :
a. pelayanan informasi;
b. pelayanan khusus.

Pasal 24

Aksesibilitas pada bangunan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22


huruf a dilaksanakan dengan menyediakan:
a. akses ke, dari, dan di dalam bangunan;
b. pintu, tangga, lift khusus bangunan bertingkat;
c. tempat parkir dan tempat turun penumpang;
d. toilet;
e. tempat minum;
f. tempat telepon;
g. peringatan darurat; dan
h. tanda-tanda atau signase.

Pasal 25
Aksesibilitas pada jalan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf
b dilaksanakan dengan menyediakan:
a. akses ke, dan dari jalan umum;
b. akses ke tempat pemberhentian bus atau kendaraan;
c. jembatan penyeberangan;
d. jalur penyeberangan bagi pejalan kaki;
e. tempat parkir dan naik turun penumpang;
f. tempat pemberhentian kendaraan umum;
g. tanda-tanda atau rambu-rambu dan/atau marka jalan;
h. trotoar bagi pejalan kaki atau pemakai kursi roda;
i. terowongan penyeberangan;

Pasal 26

Aksesibilitas pada pertamanan dan pemakaman umum sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 22 huruf c dilaksanakan dengan menyediakan:
a. akses ke, dari, dan di dalam bangunan;
b. tempat parkir dan tempat turun penumpang;
c. toilet;
d. tempat minum;
e. tempat telepon;
f. peringatan darurat; dan
g. tanda-tanda atau signase

Pasal 27

Aksesibilitas pada angkutan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22


huruf d dilaksanakan dengan menyediakan :
a. tangga naik atau turun;
b. tempat duduk;
c. tanda-tanda atau signase.

Bagian Kedelapan
Akses Terhadap Teknologi dan Informasi

Pasal 28

Akses terhadap teknologi dan informasi merupakan hak penyandang


disabilitas yang dilaksanakan dalam bentuk penyediaan teknologi dan
informasi pada sarana dan prasarana umum.

Bagian Kesebelas
Hak berpolitik

Pasal 29

Penyandang disabilitas dapat memilih dan dipilih sebagai anggota legislatif,


yudikatif dan eksekutif.

Bagian Keduabelas
Sarana dan Prasarana Olahraga;

Pasal 30
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan sarana dan prasarana
olahraga yang bagi penyandang disabilitas.

BAB IV
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 31

(1) Masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berperan serta


dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan oleh :
a. perseorangan;
b. keluarga;
c. organisasi keagamaan;
d. organisasi sosial kemasyarakatan;
e. lembaga swadaya masyarakat;
f. organisasi profesi;
g. badan usaha;
h. lembaga kesejahteraan sosial; dan
i. lembaga kesejahteraan sosial asing.

Pasal 32

(1) Setiap keluarga, yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas,


wajib melindungi, memajukan, dan menghormati hak asasi penyandang
disabilitas.

(2) Setiap keluarga yang memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas


dan/atau organisasi orang tua penyandang disabilitas dapat dilibatkan
dalam perumusan kebijakan dan program yang berkaitan dengan
penyandang disabilitas.

Pasal 33

(1) Untuk melaksanakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan


pemajuan, perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan hak penyandang
disabilitas, dapat dibentuk suatu komite nasional penyandang disabilitas
yang bersifat terbuka, independent, dan mandiri.

(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bentuk pada tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

(3) Komite baik tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota bersifat otonom
dan bukan merupakan lembaga yang memiliki hierarki.

Pasal 34

Tugas komite nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 bertugas


melakukan pengawasan, pelaporan jika terjadi pelanggaran atau ajudikasi,
pengkajian dan penelitian, mediasi, penyuluhan, dan supervisi.

Pasal 35

Ketentuan lebih lanjut mengenai KNPD diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB V
MEKANISME PENGADUAN

Pasal 36

Pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan/atau kebebasan dasar manusia


penyandang disabilitas dapat dilakukan oleh:
a. penyandang disabilitas yang hak asasi manusia dan/atau kebebasan dasar
manusia penyandang disabilitas dilanggar; atau
b. perwakilan dari penyandang disabilitas yang hak asasi manusia dan/atau
kebebasan dasar manusia penyandang disabilitas dilanggar.

Pasal 37

Ketentuan lebih lanjut mengenai Mekanisme Pengaduan akan diatur dengan


Peraturan Presiden.

BAB VII
KOORDINASI DAN RENCANA AKSI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 38

(1) Pemerintah menyelenggarakaan pemajuan, perlindungan, pemenuhan,


dan penghormatan hak penyandang disabilitas secara terkoordinasi dengan
menyusun Rencana Aksi Nasional.

(2) Rencana Aksi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
menteri/pimpinan lembaga terkait sesuai tugas dan fungsinya.

Bagian Kedua
Koordinasi

Pasal 39

(1) Menteri mengoordinasikan pelaksanaan penyelenggaraan pemajuan,


perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan hak penyandang disabilitas
pada tingkat nasional.

(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:


a. pelaksanaan penyelenggaraan pemajuan, perlindungan, pemenuhan,
dan penghormatan hak penyandang disabilitas yang dilaksanakan
oleh kementerian/lembaga sesuai dengan tugas dan fungsinya;
b. penyusunan rencana aksi nasional; dan
c. evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan pemajuan, perlindungan,
pemenuhan, dan penghormatan hak penyandang disabilitas oleh
kementerian/lembaga.

Pasal 40

(1) Gubernur mengoordinasikan pelaksanaan penyelenggaraan pemajuan,


perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan hak penyandang disabilitas
pada tingkat provinsi.

(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:


a. pelaksanaan penyelenggaraan pemajuan, perlindungan, pemenuhan,
dan penghormatan hak penyandang disabilitas yang dilaksanakan
oleh satuan kerja perangkat daerah provinsi sesuai dengan tugas dan
fungsinya; dan
b. monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan penyelenggaraan
pemajuan, perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan hak
penyandang disabilitas oleh satuan kerja perangkat daerah provinsi.

Pasal 41

(1) Bupati/walikota mengoordinasikan pelaksanaan penyelenggaraan


pemajuan, perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan hak
penyandang disabilitas pada tingkat kabupaten/kota.

(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:


a. pelaksanaan penyelenggaraan pemajuan, perlindungan, pemenuhan,
dan penghormatan hak penyandang disabilitas yang dilaksanakan
oleh satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota sesuai dengan
tugas dan fungsinya; dan
b. monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan penyelenggaraan
pemajuan, perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan hak
penyandang disabilitas oleh satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/kota.

Bagian Ketiga

Rencana Aksi Nasional

Pasal 42

(1) Upaya penyelenggaraan pemajuan, perlindungan, pemenuhan, dan


penghormatan hak penyandang disabilitas dilaksanakan secara
terencana, terarah, terukur, dan terpadu dengan berdasarkan pada
rencana aksi nasional.
.
(2) Menteri mengoordinasikan penyusunan rencana aksi nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersama menteri/pimpinan lembaga
terkait sesuai tugas dan fungsinya.
(3) Rencana aksi nasional penyelenggaraan pemajuan, perlindungan,
pemenuhan, dan penghormatan hak penyandang disabilitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan sinkronisasi dan keterpaduan
program dan kegiatan antarkementerian/lembaga dalam upaya
penyelenggaraan pemajuan, perlindungan, pemenuhan, dan
penghormatan hak penyandang disabilitas.

(4) Rencana aksi nasional penyelenggaraan pemajuan, perlindungan,


pemenuhan, dan penghormatan hak penyandang disabilitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disusun untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun.

(5) Rencana aksi nasional penyelenggaraan pemajuan, perlindungan,


pemenuhan, dan penghormatan hak penyandang disabilitas diatur
dengan Peraturan Presiden.

Pasal 43

(1) Gubernur menyusun rencana aksi provinsi dengan berpedoman pada


rencana aksi nasional penyelenggaraan pemajuan, perlindungan,
pemenuhan, dan penghormatan hak penyandang disabilitas.

(2) Bupati/walikota menyusun rencana aksi kabupaten/kota dengan


berpedoman pada rencana aksi nasional dan rencana aksi provinsi
penyelenggaraan pemajuan, perlindungan, pemenuhan, dan
penghormatan hak penyandang disabilitas.

BAB VIII

KERJASAMA REGIONAL DAN INTERNASIONAL

Pasal 44

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan lembaga
regional dan lembaga internasional dalam pemenuhan hak- hak
penyandang disabilitas.
(2) Bentuk kerjasama sebagaiumana dimaksud pada ayat (1) dapat
dituangkan dengan kesepakatan bersama. MOU atau Perjanjian kerjasama.
(3) Pelaksanaan kerjasama regional dan internasional diklaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IX
PENGHARGAAN
Pasal 45

(1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dapat memberikan


penghargaan kepada perorangan,kelompok, lembaga yang berjasa dalam
perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas yang
berjasa dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.

(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :


a. piagam atau sertifikat
b. lencana atau medali
c. Tropy atau miniatur kemanusiaaan
d. pemberian insentif
(3)Pemberian penghargaan sebagaimna dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 46
(1) Pemerintah memberikan penghargaan kepada badan hukum dan lembaga
negara yang memperkerjakan penyandang disabilitas
(2) Pemerintah memberikan penghargaan kepada penyedia fasilitas publik
yang aksesibel dan ramah terhadap penyandang disabilitas.
(3) Ketentuan mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 47

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan upaya pembinaan


dan pengawasan terhadap perlindungan dan pemenuhan hak-hak
penyandang disabilitas di pusat dan daerah
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
peningkatan kapasitas dan pengembangan serta pemberian informasi pada
unsur pemerintah, penyandang disabilitas dan seluruh komponen
masyarakat
(3) Pengawasan tsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.

BAB XI
PENDANAAN
Pasal 48

(1) Pendanaan dalam penyelenggaraan pemajuan, perlindungan, pemenuhan,


dan penghormatan hak penyandang disabilitas, meliputi:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan;
d. dana hibah baik dari dalam maupun luar negeri; dan
e. sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.

(2) Dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf c digunakan sebesar-besarnya untuk penyelenggaraan
pemajuan, perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan hak
penyandang disabilitas.
(3) Sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf c, dan huruf d dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB XII
PENYIDIKAN

Pasal 49

Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, PPNS diberi


wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Pasal 50

Wilayah hukum atau wilayah kerja PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 51

PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 memberitahukan dimulainya


penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum
setelah berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia.

Pasal 52

PPNS penyandang disabilitas berwenang:


a. menerima laporan tentang adanya tindak pidana terhadap pemenuhan hak
penyandang disabilitas;
b. mencari keterangan dan alat bukti;
c. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
d. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
e. memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, atau menahan
seseorang yang disangka melakukan tindak pidana terhadap penyandang
disabilitas;
f. menyuruh berhenti orang yang dicurigai atau tersangka dan memeriksa
identitas dirinya;
g. memeriksa atau menyita surat, dokumen atau benda yang ada
hubungannya dengan tindak pidana terhadap penyandang disabilitas;
h. memanggil seseoarang untuk diperiksa dan didengar keterangannya sebagai
tersangka atau saksi;
i. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dalam
pemeriksaan perkara;
j. melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat surat,
dokumen atau benda lain yang ada hubungannya dengan tindak pidana
penyandang disabilitas;
k. mengambil foto dan sidik jari tersangka;
l. meminta keterangan dari masyarakat atau sumber yang berkompeten;
m. melakukan penghentian penyidikan; dan/atau
n. mengadakan tindakan lai menurut hukum.

BAB XIII

KETENTUAN PIDANA

Catatan :
Perlu ada Pasal-pasal tentang larangan yang berkaitan dengan
ketentuan pidana.

Pasal 53
Setiap orang yang. melanggar ketentuan ...........sebagaimana dimaksud dalam
Pasal... dipidana paling singkat .... (....) tahun dan paling lama .... (....)tahun
penjara atau denda paling sedikit Rp..... (.......) dan paling banyak Rp........
( .....)

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 54

Ketentuan Peralihan, yang berisikan semua peraturan pelaksanaan dari


Rancang Undang Undang ini tetap berlaku, hingga terbitnya peraturan
pelaksanaan yang baru.

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 55

Pada saaat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 4


Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republi Indonesia
Tahun 1997, Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3670) di cabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 56

Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang


Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republi Indonesia Tahun 1997, Nomor 9,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3670) yang ada pada
saat diundangkannya Undang-Undang ini, masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan atau diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 57

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang ini harus sudah ditetapkan paling


lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.

Pasal 58
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-


Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Repubik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal.

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDDIN

Anda mungkin juga menyukai