Anda di halaman 1dari 12

KRITIK ARSTEKTUR

Nama : FARIDZAL
NIM : 2014 46 0006
Semester : III

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015
Kritik Dalam Arsitektur

Kritik merupakan rekaman dari tanggapan terhadap lingkungan buatan (built


environment). Kritik meliputi semua tanggapan termasuk tanggapan negatif dan
pada hakekatnya kritik bermaksud menyaring dan melakukan pemisahan. Ciri inti
pokok kritik adalah pembedaan dan bukan penilaian

Jenis Kritik Arsitektur

1. Kritik Normatif
Kritik ini berdasarkan pada pedoman baku normatif. Kritik normatif

mempunyai dasar berupa doktrin, sistem, tipe atau ukuran tertentu.

Kritik ini bergantung pada keyakinan yang digunakan sebagai

pedoman baku untuk menilai rancangan bangunan atau kota.


Hakikat kritik normatif adalah adanya keyakinan (conviction) bahwa di

lingkungan dunia manapun, bangunan dan wilayah perkotaan selalu

dibangun melalui suatu model, pola, standard atau sandaran sebagai

sebuah prinsip. Dan melalui ini kualitas dan kesuksesan sebuah

lingkungan binaan dapat dinilai. Norma bisa jadi berupa standar yang

bersifat fisik, tetapi adakalanya juga bersifat kualitatif dan tidak dapat

dikuantifikasikan. Norma juga berupa sesuatu yang tidak konkrit dan

bersifat umum dan hampir tidak ada kaitannya dengan bangunan

sebagai sebuah benda konstruksi. Karena kompleksitas, abstraksi dan

kekhususannya kritik normatif perlu dibedakan dalam metode sebagai

berikut :
a. Doktrin ( satu norma yang bersifat general, pernyataan prinsip yang

tak terukur)

b. Sistem ( suatu norma penyusunan elemen-elemen yang saling

berkaitan untuk satu tujuan)

c. Tipe ( suatu norma yang didasarkan pada model yang digenralisasi

untuk satu kategori bangunan spesifik)

d. Ukuran ( sekumpulan dugaan yang mampu mendefinisikan bangunan

dengan baik secara kuantitatif)

a. D O K T R I N A L

Doktrin sebagai dasar dalam pengambilan keputusan desain

arsitektur yang berangkat dari keterpesonaan dalam sejarah

arsitektur.

Sejarah arsitektur dapat meliputi : nilai estetika, etika, ideologi

dan seluruh aspek budaya yang melekat dalam pandangan

masyarakat.

Melalui sejarah, kita mengenal terjadinya bentuk dalam

arsitektur melalui norma yang berkembang seperti :

o Form Follow Function

o Function Follow Form

o Form Follow Culture

o Form Follow World View

o Less is More
o Less is Bore

o Big is beauty

o Buildings should be what they wants to be

o Building should express : Structure, Function, Aspiration,

Construction Methods, Regional Climate and Material

o Ornament is Crime

o Ornament makes a sense of place, genius loci or extence of

architecture.

Doktrin bersifat tunggal dalam titik pandangnya dan biasanya

mengacu pada satu ISME yang dianggap paling baik untuk

mengukur kualifikasi arsitektur yang diharapkan.

Tidak etik menggunakan keberhasilan arsitektur masa lalu untuk

bangunan fungsi mutakhir

Tidak etik memperlakukan teknologi secara berbeda dari yang

dilakukan sebelumnya

Jika akan mereproduce objek yang muncul pada masa lalu untuk

masa kini harus dipandang secara total dan dengan cara

pandang yang tepat

Bahwa desain arsitektur selalu mengekspresikan keputusan

desain yang tepat

Secara sosial bangunan akan tercela bila ia merepresentasikan

sikap seseorang dan tidak didasarkan pada hasrat yang tumbuh

dari kebutuhan masyarakatnya


b. S I S T E M A T I K

Bagi Kritikus dan Desainer bergantung pada hanya satu doktrin

sangat riskan untuk mendukung satu keputusan desain

Menggantungkan pada hanya satu prinsip akan mudah diserang

sebagai : menyederhanakan (simplistic), tidak mencukupi

(inadequate) atau kadaluarsa (out of dated )

Alternatifnya adalah bahwa ada jalinan prinsip dan faktor yang

dapat dibangun sebagai satu system untuk dapat menegaskan

rona bangunan dan kota.

Systematic Criticsm dipandang cukup lebih baik daripada doktrin

yang tunggal untuk dihadapkan pada kompleksitas kebutuhan

dan pengalaman manusia

c. T E R U K U R

Kritik terukur menyatakan satu penggunaan bilangan atau angka

hasil berbagai macam observasi sebagai cara menganalisa

bangunan melalui hukum-hukum matematika tertentu. Norma yang

terukur digunakan untuk memberi arah yang lebih kuantitatif. Hal

ini merupakan satu bentuk analogi dari ilmu pengetahuan alam

yang diformulasikan untuk tujuan kendali rancangan arsitektural.


Pengolahan melalui statistik atau teknik lain secara matematis

dapat mengungkapkan informasi baru tentang objek yang terukur

dan wawasan tertentu dalam studi arsitektur.

Perbedaan dari kritik normatif yang lain adalah terletak pada

metode yang digunakan yang berupa standardisasi desain yang

sangat kuantitatif dan terukur secara amtematis.

Bilangan atau standard pengukuran secara khusus memberi norma

bagaimana bangunan diperkirakan pelaksanaannya.

Standardisasi pengukuran dalam desain bangunan dapat berupa :

a. Ukuran batas minimum atau maksimum

b. Ukuran batas rata-rata (avarage)

c. Kondisi-kondisi yang dikehendaki

Adakalanya standard dalam pengukuran tidak digunakan secara

eksplisit sebagai metoda kritik karena masih belum cukup

memenuhi syarat kritik sebagai sebuah norma

Norma atau standard yang digunakan dalam kritik terukur

bergantung pada ukuran minimum/maksimum, rata-rata atau

kondisi yang dikehendaki yang selalu merefleksikan berbagai

tujuan dari bangunan itu sendiri.

Tujuan dari bangunan biasanya diuraikan dalam tiga ragam

petunjuk sebagai berikut:

1. Tujuan Teknis ( Technical Goals)


Kesuksesan bangunan dipandang dari segi standardisasi

ukurannya secara teknis. Contoh : Sekolah, dievaluasi dari segi

pemilihan dinding interiornya. Pertimbangan yang perlu

dilakukan adalah :

a. Stabilitas Struktur

- Daya tahan terhadap beban struktur

- Daya tahan terhadap benturan

- Daya dukung terhadap beban yang melekat terhadap bahan

- Ketepatan instalasi elemen-elemen yang di luar sistem

b. Ketahanan Permukaan Secara Fisik

- Ketahanan permukaan

- Daya tahan terhadap gores dan coretan

- Daya serap dan penyempurnaan air

c. Kepuasan Penampilan dan Pemeliharaan

- Kebersihan dan ketahanan terhadap noda

- Timbunan debu yang mungkin menempel

- Kemudahan dalam penggantian terhadap elemen-elemen

yang rusak

- Kemudahan dalam pemeliharaan baik terhadap noda atau

kerusakan teknis dan alami.

2. Tujuan Fungsi ( Functional Goals)


Berkait pada penampilan bangunan sebagai lingkungan aktifitas

yang khusus maka ruang harus dipenuhi melalui penyediaan

suatu area yang dapat digunakan untuk aktifitas tersebut.

Pertimbangan yang diperlukan :

- Keberlangsungan fungsi dengan baik

- Khusus yang perlu dipenuhi

- Kondisi-kondisi khusus yang harus diciptakan

- Kemudahan-kemudahan penggunaan

- Pencapaian dan sebagainya.

3. Tujuan Perilaku ( Behavioural Goals)

Bangunan tidak saja bertujuan untuk menghasilkan lingkungan

yang dapat berfungsi dengan baik tetapi juga lebih kepada

dampak bangunan terhadap individu. Kognisi mental yang

diterima oleh setiap orang terhadap kualitas bentuk fisik

bangunan.

d. T I P I K A L

Studi tipe bangunan saat ini telah menjadi pusat perhatian para

sejarawan arsitektur. Hal ini dapat dipahami karena desain akan

menjadi lebih mudah dengan mendasarkannya pada type yang telah

standard, bukan pada innovative originals (keaslian inovasi).


Studi tipe bangunan lebih didasarkan pada kualitas, utilitas dan

ekonomi dalam lingkungan yang telah terstandarisasi dan

kesemuanya dapat terangkum dalam satu typologi.

Menurut Alan Colquhoun (1969), Typology & Design Method, in

Jencks, Charles, Meaning in Architecture, New York: G. Braziller :

Type pemecahan standard justru disebut sebagai desain inovatif.

Karena dengan ini problem dapat diselesaikan dengan

mengembalikannya pada satu convensi (type standard) untuk

mengurangi kompleksitas.

March, Lionel and Philip Steadman (1974), The Geometry of

Environment, Cambridge : MIT Press, bahwa pendekatan tipopolgis

dapat ditunjukkan melalui tiga rumah rancangan Frank Lloyd Wright

didasarkan atas bentuk curvilinear, rectalinear dan triangular untuk

tujuan fungsi yang sama.

Kritik Tipikal diasumsikan bahwa ada konsistensi dalam pola

kebutuhan dan kegiatan manusia yang secara tetap dibutuhkan untuk

menyelesaikan pembangunan lingkungan fisik

Elemen Kritik Tipikal

Typical Criticsm didasarkan atas :

1. Struktural (Struktur)

Tipe ini didasarkan atas penilaian terhadap lingkungan dikaitkan

dengan lingkungan yang dibuat dengan material yang sama dan pola

yang sama pula.


2. Function (Fungsi)
Hal ini didasarkan pada pembandingan lingkungan yang didesain

untuk aktifitas yang sama.


3. Form (Bentuk)
Diasumsikan bahwa ada tipe bentuk-bentuk yang eksestensial

dan memungkinkan untuk dapat dianggap memadai bagi fungsi

yang sama pada bangunan lain.


Penilaian secara kritis dapat difocuskan pada cara bagaimana

bentuk itu dimodifikasi dan dikembangkan variasinya.


Sebagai contoh bagaimana Pantheon telah memberi inspirasi

bagi bentuk-bentuk bangunan yang monumental pada masa

berikutnya.
2. Kritik Penafsiran
Kritik ini merupakan penafsiran dan bersifat pribadi. Kritik ini

menafsirkan dengan pandangannya sendiri dan bukan dengan

pedoman-pedoman baku dari luar. Tujuannya adalah untuk menjadikan

oran lain melihat lingkungan buatan seperti yang dilihatnya. Unsur

kritik penafsiran ada 3, yaitu:


a. Kritik Pembelaan
Menafsirkan dengan menggunakan cara baru untuk memandang

obyek, biasanya dengan mengubah hiasan atau analogi yang

kita gunakan untuk mengamati obyek bangunan.


b. Kritik Evokatif
Mempunyai maksud menimbulkan perasaan atau emosi yang

serupa dengan yang dialami kritikan ketika mengamati

bangunan atau suasana kota


c. Kritik Impresionistib
Kritikus menggunakan obyek yang diamati sebagai dasar untuk

menciptakan karya seni yang lain. Masih terdapat unsur


penafsiran tetapi fokus kritikan terletak pada penciptaan sesuatu

yang baru.

3. Kritik Deskriptif
Bersifat tidak menilai, tidak menafsirkan, semata-mata membantu

orang melihat apa yang sesungguhnya ada. Kritik ini berusaha

mencirikan fakta-fakta yang menyangkut sesuatu lingkungan

tertentu.
Dibanding metode kritik lain descriptive criticism tampak lebih

nyata(factual)
* Deskriptif mencatat fakta-fakta pengalaman seseorang

terhadap bangunan atau kota

* Lebih bertujuan pada kenyataan bahwa jika kita tahu apa yang

sesungguhnya suatu kejadian dan proses kejadiannya maka kita

dapat lebih memahami makna bangunan.

* Lebih dipahami sebagai sebuah landasan untuk memahami

bangunan melalui berbagai unsur bentuk yang ditampilkannya

* Tidak dipandang sebagai bentuk to judge atau to interprete.

Tetapi sekadar metode untuk melihat bangunan sebagaimana

apa adanya dan apa yang terjadi di dalamnya.


Jenis Metode Kritik Deskriptif

* Depictive Criticism (Gambaran bangunan)

Static (Secara Grafis)

* Depictive criticism dalam aspek static memfokuskan perhatian

pada elemen-elemen bentuk (form), bahan (materials) dan

permukaan (texture).
Dynamic (Secara Verbal)

Tidak seperti aspek statis, aspek dinamis depictive mencoba

melihat bagaimana bangunan digunakan bukan dari apa

bangunan di buat.

Aspek dinamis mengkritisi bangunan melalui : Bagaimana

manusia bergerak melalui ruang-ruang sebuah bangunan? Apa

yang terjadi disana? Pengalaman apa yang telah dihasilkan dari

sebuah lingkungan fisik?

Process (Secara Prosedural)

Merupakan satu bentuk depictive criticism yang

menginformasikan kepada kita tentang proses bagaimana sebab-

sebab lingkungan fisik terjadi seperti itu.

Biographical Criticism (Riwayat Hidup)

Contextual Criticism ( Persitiwa)

Anda mungkin juga menyukai