Anda di halaman 1dari 17

DIABETES MILITUS DAN KELAINAN

KARBOHIDRAT

DISUSUN OLEH :

IFFAH KARINA GHASSANI ( 1413015023)

S1 A 2014

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA

1
A. PENDAHULUAN
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas
DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan
dikatakan onset atau mulai terjadinya adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan,
sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi.
Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengakibatkan
terjadinya berbagai penyakit menahun, seperti penyakit serebrovaskular, penyakit
jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyakit pada mata, ginjal, dan
syaraf. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan
semua penyakit menahun tersebut dapat dicegah, atau setidaknya dihambat. Berbagai
faktor genetik, lingkungan dan cara hidup berperan dalam perjalanan penyakit diabetes.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa kepatuhan pada pengobatan penyakit yang
bersifat kronis baik dari segi medis maupun nutrisi, pada umumnya rendah. Dan
penelitian terhadap penyandang diabetes mendapatkan 75 % diantaranya menyuntik
insulin dengan cara yang tidak tepat, 58 % memakai dosis yang salah, dan 80 % tidak
mengikuti diet yang tidak dianjurkan.
(Brunner,2002).
Jumlah penderita penyakit diabetes melitus akhir-akhir ini menunjukan kenaikan
yang bermakna di seluruh dunia. Perubahan gaya hidup seperti pola makan dan
berkurangnya aktivitas fisik dianggap sebagai faktor-faktor penyebab terpenting. Oleh
karenanya, DM dapat saja timbul pada orang tanpa riwayat DM dalam keluarga dimana
proses terjadinya penyakit memakan waktu bertahun-tahun dan sebagian besar
berlangsung tanpa gejala. Namun penyakit DM dapat dicegah jika kita mengetahui
dasar-dasar penyakit dengan baik dan mewaspadai perubahan gaya hidup. Penderita
diabetes mellitus dari tahun ke tahun mengalami peningkatan menurut Federasi
Diabetes Internasional (IDF), penduduk dunia yang menderita diabetes mellitus sudah
mencakupi sekitar 197 juta jiwa, dan dengan angka kematian sekitar 3,2 juta orang.

2
WHO memprediksikan penderita diabetes mellitus akan menjadi sekitar 366 juta
orang pada tahun 2030. Penyumbang peningkatan angka tadi merupakan negara-negara
berkembang, yang mengalami kenaikan penderita diabetes mellitus 150 % yaitu negara
penderita diabetes mellitus terbanyak adalah India (35,5 juta orang), Cina (23,8 juta
orang), Amerika Serikat (16 juta orang), Rusia (9,7 juta orang), dan Jepang (6,7 juta
orang). WHO menyatakan, penderita diabetes mellitus di Indonesia diperkirakan akan
mengalami kenaikan 8,4 juta jiwa pada tahun 2000,menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun
2030. Tingginya angka kematian tersebut menjadikan Indonesia menduduki ranking ke-
4 dunia setelah Amerika Serikat, India dan Cina
(Depkes RI, 2005).

3
B. Teori Relevan
Diabetes tipe 1 merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,
diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.
Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel
pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Namun ada pula yang
disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella,
CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi yang
dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies),
ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD (glutamic acid
decarboxylase).
Destruksi otoimun dari sel-sel pulau Langerhans kelenjar pancreas langsung
mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan
gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defisiensi insulin, fungsi sel-
sel kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada
penderita DM Tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel pulau
Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, namun
pada penderita DM Tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun
dalam keadaan hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu
manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM Tipe 1 mengalami
ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapat terapi insulin. Apabila diberikan terapi
somatostatin untuk menekan sekresi glukagon, maka akan terjadi penekanan terhadap
kenaikan kadar gula dan badan keton. Salah satu masalah jangka panjang pada
penderita DM Tipe 1 adalah rusaknya kemampuan tubuh untuk mensekresi glukagon
sebagai respon terhadap hipoglikemia. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
hipoglikemia yang dapat berakibat fatal pada penderita DM Tipe 1 yang sedang
mendapat terapi insulin. Walaupun defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama
pada DM Tipe 1, namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi
penurunan kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin yang diberikan.
Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini, salah satu
diantaranya adalah, defisiensi insulin menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas di

4
dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak terkendali di jaringan adiposa. Asam
lemak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme glukosa di jaringan-jaringan
perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka, dengan perkataan lain akan
menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh. Defisiensi insulin juga akan menurunkan
ekskresi dari beberapa gen yang diperlukan sel-sel sasaran untuk merespons insulin
secara normal, misalnya gen glukokinase di hati dan gen GLUT4 (protein transporter
yang membantu transpor glukosa di sebagian besar jaringan tubuh) di jaringan adiposa.
(Depkes RI, 2005).

C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Diabetes mellitus

5
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan atau kerja insulin,
sehingga terjadi abormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Secara klinik
Diabetes mellitus adalah sindroma yang merupakan gabungan kumpulan gejala-gejala
klinik yang meliputi aspek metabolik dan vaskuler yaitu hiperglikemi puasa dan post
prandial, aterosklerotik dan penyakit vaskuler mikroangiopati, serta hampir semua
organ tubuh akan terkena dampaknya.
Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak normal, suatu
resiko komplikasi spesifik perkembangan mikrovaskular dan ditandai dengan adanya
peningkatan komplikasi perkembangan makrovaskuler. Secara umum, ketiga elemen
diatas telah digunakan untuk mencoba menemukan diagnosis atau penyembuhan
diabetes
(Mogensen, 2007).
2. Jenis Jenis Diabetes Mellitus
Menurut Brunner & Sudddart (2002) patofisiologi terjadinya penyakit diabetes
mellitus tergantung kepada tipe diabetes yaitu :
a. Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
b. Diabetes Tipe II
Resistensi insulin menyebabkan kemampuan insulin menurunkan kadar gula darah
menjadi tumpul. Akibatnya pankreas harus mensekresi insulin lebih banyak untuk
mengatasi kadar gula darah. Pada tahap awal ini, kemungkinan individu tersebut
akan mengalami gangguan toleransi glukosa, tetapi belum memenuhi kriteria
sebagai penyandang diabetes mellitus. Kondisi resistensi insulin akan berlanjut dan
semakin bertambah berat, sementara pankreas tidak mampu lagi terus menerus
meningkatkan kemampuan sekresi insulin yang cukup untuk mengontrol gula darah.
Peningkatan produksi glukosa hati, penurunan pemakaian glukosa oleh otot dan
lemak berperan atas terjadinya hiperglikemia kronik saat puasa dan setelah makan.

6
Akhirnya sekresi insulin oleh beta sel pankreas akan menurun dan kenaikan kadar
gula darah semakin bertambah berat.
c. Diabetes Gestasional yaitu terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes
sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi
hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada
wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.

3. Mekanisme Kerja Insulin


Lemak dan Karbohidrat dari makanan, ada beberapa yang langsung digunakan
untuk menghasilkan energi, namun beberapa disimpan untuk digunakan kemudian.
Lemak disimpan di sel lemak dan karbohidrat disimpan sebagai glikogen dalam sel hati
dan otot. Insulin dibutuhkan untuk mentransport glukosa ke dalam sel untuk digunakan
sebagai bahan bakar atau untuk disimpan. Insulin juga memfasilitasi pengambilan dan
penyimpanan asam lemak oleh sel lemak dan pengambilan asam amino oleh semua sel.
Insulin diproduksi oleh sel pancreas, pengeluaran insulin dipengaruhi oleh level
glukosa darah. Pada level sellular, insulin akan berinteraksi dengan protein di
permukaan sel, yang bernama insulin receptor. Interaksi ini menstimulasi reaksi
didalam sel dan memproduksi GLUT4 (glucose transporter). GLUT4 merupakan
transporter untuk membawa glukosa dan protein dari permukaan sel ke dalam sel.
Enzim utama dalam proses ini adalah PPAR- (peroxisome proliferator-activated
receptor-), enzim ini di nucleus sel, dan bekerja untuk memproduksi RNAm (RNA
messenger) yang akan membentuk GLUT1-5.
Insulin juga berfungsi untuk menstimulasi enzim untuk memecah glikogen dan
lemak. Tidak adanya insulin, hati akan memproduksi glukosa baru (glukoneogenesis)
dari protein dan gliserol hasil pemecahan lemak. Glukosa hasil produksi hati merupakan
salah proses penyebab hiperglikemia pada DM selain karena defisiensi insulin dan
resistensi insulin
(Guthrie, 2004).
Peran insulin dalam metabolism karbohidrat antara lain, insulin dapat menaikkan
pengambilan glukosa oleh otot. Sel otot membutuhkan glukosa sebagai energi. Ada dua
kondisi dimana sel otot menggunakan glukosa dalam jumlah besar, kondisi yang
pertama saat melakukan latihan yang sedang dan berat, karena saat latihan serabut otot

7
menjadi lebih permeabel oleh glukosa meskipun tidak ada insulin. Kondisi yang kedua
selama beberapa jam setelah makan, dimana kadar gula darah meningkat sehingga
pancreas mengeluarkan insulin dalam jumlah banyak. Insulin dalam jumlah ini
menyebabkan transpor glukosa ke otot makin cepat. Glukosa tersebut ada yang
disimpan dalam sel otot dalam bentuk glikogen, sebagai cadangan energi.
Peran insulin selanjutnya adalah menaikkan pengambilan, penyimpanan, dan
penggunaan glukosa oleh hati. Saat kadar gula darah menurun, hati mengubah glikogen
menjadi glukosa yang akan dialirkan kedarah. Mekanisme pengambilan dan
penyimpanan glukosa di dalam hati, yaitu:
1. Insulin menonaktifkan fosforilase hati, enzim ini yang menyebabkan glikogen di
hati dipecah menjadi glukosa.
2. Insulin menyebabkan peningkatan pengambilan glukosa ke hati dengan
meningkatkan aktivitas enzim glukokinase.
3. Insulin meningkatkan aktivitas enzim glikogen sintetase untuk membentuk glikogen
sehingga kadar glikogen dalam hati meningkat.
Jika glukosa darah menurun, hati akan melepaskan glukosa. Penurunan glukosa
darah menyebabkan pancreas mensekresi insulin dalam jumlah sedikit, mencegah
pengambilan glukosa oleh hati, mengaktifkan enzim fosforilase mengeluarkan glukosa
fosfat, sehingga glukosa berdifusi kembali kedalam darah. Dalam metabolisme
karbohidrat, insulin juga berperan dalam menghambat gluconeogenesis dan merubah
kelebihan glukosa menjadi asam lemak.
Peran insulin dalam penyimpanan lemak di sel adipose, bekerja dengan cara
menghambat kerja hormone-sensitive lipase. Enzim ini menyebabkan hidrolisis dari TG
yang tersimpan di sel lemak dan menghambat pengeluaran asam lemak dari jaringan
adipose. Insulin juga menaikkan transpor glukosa ke dalam membrane sel lemak, yang
digunakan untuk sintesis asam lemak dan -gliserol fosfat yang bergabung dengan asam
lemak membentuk TG yang disimpan di jaringan adiposa (Guyton, 2011).
4. Insulin dan Glukagon
Insulin dan glukagon merupakan hormon yang berkerja secara antagonis
(berlawanan) dalam pengaturan kadar gula darah. Efek antagonik dari glukagon dan
insulin sangat vital bagi keseimbangan glukosa, yang merupakan suatu kontrol
pengaturan metabolisme dalam penggunaan energi. Glukosa merupakan senyawa kimia

8
penting dalam penghasilan energi, bahan utama dari reaksi respirasi di dalam sel.
Pengontrolan pemakaian glukosa akan disesuaikan dengan kebutuhan energi. Jika
pengaturan konsentrasi glukosa tidak dilakukan dengan baik akan menimbulkan
masalah dalam tubuh. Insulin berperan dalam pengaturan kadar glukosa yang
berlawanan dengan glukagon. Insulin aka menurunkan kadar glukosa darah, sedangkan
glukagon berperan dalam meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Kadar glukosa
dalam darah berkisar antara 90mg dalam 100mL darah (90mg/100mL), jika jumlahnya
berlebih ataupun berkurang maka kedua hormon ini akan mengatur agar jumlahnya
kembali normal. Insulin dilepas ke dalam pembuluh darah dan akan terbawa oleh aliran
pembuluh darah sampai ke hati, yang merupakan pos kerja insulin. Hati merupakan
portal pertama asupan makanan dan senyawa yang masuk melalui saluran pencernaan.
Hati ibarat pos pengecekan barang-barang yang masuk sebelum diedarkan ke dalam
tubuh. Glukosa salah satunya, hasil perombakan karbohidrat kompleks dari sistem
pencernaan. Ketika glukosa ini masuk di dalam hati, akan disesuaikan dengan kadar
glukosa di dalam darah. Jika kadar glukosa di dalam darah dalam kondisi yang
seimbang (dideteksi oleh hipotalamus), maka pembebasan insulin akan semakin banyak
ke dalam hati untuk mengubah glukosa ( karbohidrat sederhana) menjadi glikogen
(polimer glukosa, karbohidrat kompleks) yang akan disimpan di dalam hati atau sel
sel otot menjadi cadangan glukosa, atau dapat juga insulin merangsang sel sel tubuh
mengambil lebih banyak glukosa. Dengan demikian, kadar glukosa darah menurun,
kembali ke keadaan yang seimbang. Sampai pada titik ini, pankreas akan dirangsang
untuk mengurangi sekresi insulin. Cadangan glukosa yang tersimpan (glikogen)
sewaktu waktu akan dirombak kembali menjadi glukosa ketika tubuh mengalami
kekurangan asupan glukosa yang mana dapat metabolisme ini dirangsang oleh hormon
glukagon.
( Norman, 2008).
5. Metode Enzimatik

Prinsip dari metode enzimatik adalah enzim glukosa oksidase mengkatalis reaksi
glukosa menjadi glukonolakton dan hydrogen peroksida. Enzim glukosa oksidase yang
digunakan pada reaksi pertama menyebabkan reaksi spesifik untuk glukosa, sedangkan

9
reaksi kedua tidak spesifik karena zat yang bisa teroksidase menyebabkan hasil
pemeriksaan rendah. Asam urat, asam askorbat, bilirubin, dan glutation akan
menghambat reaksi karena zat-zat ini akan berkompetisi dengan kromogen bereaksi
dengan hidrogen peroksida sehingga hasil pemeriksaan akan lebih rendah.
Metode heksokinase. Prinsip dari metode ini adalah enzim heksokinase akan
mengkatalis reaksi fosforilasi glukosa dengan ATP membentuk glukosa 6- fosfat dan
ADP. Enzim kedua yaitu glukosa 6-fosfat dehidrogenase akan mengkalis oksidasi
glukosa 6-fosfat dengan nikolinamide adenine dinucleotide phosphate ( NAPP+).
( Sheerwood, 2006)
Reagen kering ( Glucodr). Prinsip dari metode ini tes strip menggunakan enzim
glukosa oksidase dan didasarkan pada teknologi biosensor yang spesifik untuk
pengukuran glukosa, tes strip mempunyai bagian yang dapat menarik darah utuh dari
lokasi pengambilan/ tetesan darah ke dalam zona reaksi. Glukosa oksidase dalam zona
reaksi akan mengoksidasi glukosa di dalam darah. Intensitas arus elektron akan terukur
oleh alat dan terbaca sebagai konsentrasi glukosa dalam darah
6. Diagnostik DM
Kriteria untuk diagnosis termasuk pengukuran kadar A1c hemoglobin (HbA1c),
kadar glukosa darah sewaktu atau puasa, atau hasil dari pengujian toleransi glukosa
oral. The American Diabetes Association mendefinisikan diabetes mempunyai dua
kemungkinan yaitu pada pengukuran kadar glukosa darah puasa,ia menunjukkan bacaan
sebanyak minimal 126 mg / dL setelah puasa selama 8 jam. Kriteria lainnya adalah
kadar glukosa darah sewaktu minimal 200 mg / dL dengan adanya kelainan berupa
poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, kelelahan, atau gejala karakteristik lain dari
diabetes. Pengujian kadar glukosa sewaktu dapat digunakan untuk skrining dan
diagnosis, namun sensitivitas hanyalah 39% hingga 55% (Barclay,2010). Uji diagnostik
yang utama untuk diabetes adalah tes toleransi glukosa oral, di mana pasien akan
diminta untuk berpuasa selama 8 jam dan kemudian ditambah dengan beban 75 g
glukosa. Diagnosis terhadap diabetes akan ditegakkan sekiranya kadar glukosa darah
melebihi 199 mg / dL. Selain itu, kadar glukosa darah puasa dianggap abnormal
sekiranya berkisar antara 140-199 mg / dL selepas 2 jam mengambil beban glukosa.

10
American Diabetes Association mendefinisikan terdapat gangguan pada kadar glukosa
darah puasa sekiranya KGD diantara 100-125 mg / dL. Pengujian tingkat HbA1c, yang
tidak memerlukan puasa sangat berguna baik untuk diagnosis atau skrining. Diabetes
dapat didiagnosa sekiranya kadar HbA1c adalah minimum 6,5% pada 2 pemeriksaan
yang terpisah. Antara keterbatasannya adalan, mempunyai uji sensitivitas yang rendah
dan terdapat perbedaan pada interpretasi mengikut ras, ada tidaknya anemia, danpada
penggunaan obat-obatan yang tertentu. Dengan demikian, meminum larutan glukosa 50
g (Glucola; Ames Diagnostik, Elkhart, Indiana) adalah tes yang paling umum dilakukan
untuk Gestational Diabetes dimana diperlukan 75-g atau 100-g uji toleransi glukosa oral
untuk mengkonfirmasi hasil tes skrining yang positif ( Barclay L, 2010).
Diagnostik DM apat ditegakkan melalui tiga cara dengan melihat dari tabel dibawah
ini :
Tabel 2.2. Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus
Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus
Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl
Gejala klasik DM + Glukosa plasma puasa > 126 mg/dl atau
Glukosa plasma 2 jam pada TTGO (Test Toleransi Glukosa Oral) > 200
mg/dl, menggunakan beban glukosa 75gr anhidrus yang dilarukan
dalam air
(Perkeni, 2006)
Modalitas yang ada pada penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari; pertama
terapi non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan
pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas
jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang
dilakukan secara terus menerus, kedua terapi farmakologis, yang meliputi pemberian
obat anti diabetes oral dan injeksi insulin. Terapi farmakologis ini pada prinsipnya
diberikan jika penerapan terapi non farmakoogis yang telah dilakukan tidak dapat
mengendalikan kadar glukosa darah sebagaimana yang diharapkan. Pemberian terapi
farmakologis tetap tidak meninggalkan terapi non farmakologis yang telah diterapkan
sebelumnya (Yunir E, Soebardi S. 2009).
7. Uji Diabetes

11
HbA1c adalah spesifik hemoglobin terglikasi yang terbentuk akibat adanya
penambahan glukosa terhadap asam amino valin N-terminal pada rantai -hemoglobin.
Konsentrasi hemoglobin terglikasi (HbA1c) ini tergantung paada konsentrasi glukosa
darah dan masa hidup eritrosit. HbA1c biasanya dinyatakan sebagai persentase dari
total hemoglobin. Korelasi antara nilai HbA1c dengan perkiraan rata-rata glukosa
plasma adalah sebagai berikut
Kolerasi HbA1c Dengan Perkiraan Rata-Rata Glukosa Plasma
HbA1c (%) eAG (mg/dl) eAg (mmol/dl)
6 126 7,0
7 154 8,6
8 183 10,1
9 212 11,8
10 240 13,4
11 269 14,9
12 298
Korelasi antara nilai HbA1c dengan rata-rata glukosa plasma tersebut berdasarkan
hitungan formula konversi yang merupakan hasil studi multinational ADAG (A1c
Derived Average Glucose) yang didukung oleh American Diabetes Association (ADA),
European Association for the Study of Diabetes (EASD) dan International Diabetes
Federation (IDF):
a. Average plasma glucose (mg/dl) = 28,7xHbA1c46,7
b. Average plasma glucose (mmol/L) = 1,59xHbA1c2,59
(Setiawan M, 2011).
Uji Diabetes Melitus metode enzimatik, antara lain
a. Metode glukosa oksidase. Prinsip dari metode enzimatik adalah enzim glukosa
oksidase mengkatalis reaksi glukosa menjadi glukonolakton dan hydrogen
peroksida. Enzim glukosa oksidase yang digunakan pada reaksi pertama
menyebabkan reaksi spesifik untuk glukosa, sedangkan reaksi kedua tidak spesifik
karena zat yang bisa teroksidase menyebabkan hasil pemeriksaan rendah. Asam
urat, asam askorbat, bilirubin, dan glutation akan menghambat reaksi karena zat-zat
ini akan berkompetisi dengan kromogen bereaksi dengan hidrogen peroksida
sehingga hasil pemeriksaan akan lebih rendah.
b. Metode heksokinase. Prinsip dari metode ini adalah enzim heksokinase akan
mengkatalis reaksi fosforilasi glukosa dengan ATP membentuk glukosa 6- fosfat

12
dan ADP. Enzim kedua yaitu glukosa 6-fosfat dehidrogenase akan mengkalis
oksidasi glukosa 6-fosfat dengan nikolinamide adenine dinucleotide phosphate
( NAPP+).
c. Reagen kering ( Glucodr). Prinsip dari metode ini tes strip menggunakan enzim
glukosa oksidase dan didasarkan pada teknologi biosensor yang spesifik untuk
pengukuran glukosa, tes strip mempunyai bagian yang dapat menarik darah utuh
dari lokasi pengambilan/ tetesan darah ke dalam zona reaksi. Glukosa oksidase
dalam zona reaksi akan mengoksidasi glukosa di dalam darah. Intensitas arus
elektron akan terukur oleh alat dan terbaca sebagai konsentrasi glukosa dalam
darah.
(Soegondo, 2011).
8. Penyakit
Komplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor:
(1) komplikasi metabolik akut, dan (2) komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang
(Price, 2005).
a. Komplikasi metabolik akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari
konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes
tipe 1 adalah ketoasidosis diabetik (KAD). Apabila kadar insulin sangat menurun,
pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis,
peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan
benda keton (asetosal, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen
dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan
diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat
menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan
oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat
KAD saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari
potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan KAD dapat dilakukan sedini mungkin
(Price, 2005).

13
KAD ditangani dengan (1) perbaikan kekacauan metabolik akibat kekurangan
insulin, (2) pemulihan keseimbangan air dan elektrolit, dan (3) pengobatan keadaan
yang mungkin mempercepat ketoasidosis. Pengobatan dengan insulin (regular) masa
kerja singkatdiberikan melalui infus intravena kontinu atau suntikan intramuskular
yang seringdan infus glukosa dalam air atau salin akan meningkatkan penggunaan
glukosa, mengurangi lipolisis dan pembentukan benda keton, serta memulihkan
keseimbangan asam-basa. Selain itu, pasien juga memerlukan penggantian kalium.
Karena infeksi berulang dapat meningkatkan kebutuhan insulin pada penderita diabetes,
maka tidak mengherankan kalau infeksi dapat mempercepat terjadinya dekompensasi
diabetik akut dan KAD. Dengan demikian, pasien dalam keadaan ini mungkin perlu
diberi pengobatan antibiotika (Price, 2005).
Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK) adalah komplikasi
metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes melitus tipe
2. Hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa
serum lebih besar dari 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas,
diuresis osmotik, dan dehidrasi berat. Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal
bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%.
Pengobatan HHNK adalah rehidrasi, penggantian elektrolit, dan insulin regular.
Perbedaan utama antara HHNK dan KAD adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis
(Price, 2005).
b. Komplikasi kronik
Komplikasi jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-pembuluh kecil
mikroangiopatidan pembuluh-pembuluh sedang dan besarmakroangiopati.
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola
retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer
(neuropati diabetik), otot-otot serta kulit. Dipandang dari sudut histokimia, lesi-lesi ini
ditandai dengan peningkatan penimbunan glikoprotein. Selain itu, karena senyawa
kimia dari membran dasar dapat berasal dari glukosa, maka hiperglikemia
menyebabkan bertambahnya kecepatan pembentukan sel-sel membran dasar.
Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis.

14
Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat
menjadi penyebab jenis penyakit vaskular ini. Gangguan-gangguan ini berupa: (1)
penimbunan sorbitol dalam intima vaskular, (2) hiperlipoproteinemia, dan (3) kelainan
pembentukan darah. Pada akhirnya, makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan
penyumbatan vaskular. Jika mengenai arteri-arteri perifer, maka dapat mengakibatkan
insufisiensi vaskular perifer yang disertai klaudikasio intermiten dan gangrene pada
ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteria
koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium (Price,
2005).

D. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan atau kerja insulin,
sehingga terjadi abormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
b. Diabetes melitus dapat dibagi menjadi, diabetes melitus tipe I, diabetes melitus tipe
II, diabetes gestasional dan diabetes dengan tipe spesifik lain.
2. Saran
Sebaiknya selalu menjaga kesehatan dengan pola makan yang teratur dan olahraga
dan pola hidup yang baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.

Depkes,RI. 2005. Pharmaceutical Care Diabetes Melitus. Depkes RI: Jakarta.

Guthrie, D. W and Guthrie, R.A. 2004. The Diabetes Source Book. Mc Graw Hills
Company : New York.
Guyton AC, Hall JE. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Kedokteran. EGC : Jakarta.
Guyton, A.C. 1990. Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit. EGC: Jakarta.

James Norman, M.D., F.A.C.S., The Importance of Insulin and Glucagon . Diabetes and
Hypoglicemia, Endocrine Web. 2008.
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi dan Klinik. Airlangga Press: Surabaya.

Kendran, A.A.S, dkk. 2013. Toksisitas Ekstrak Daun Sirih Merah padaTikus Putih
Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Veteriner Vol. 14 No.4.
Manaf, Asman.2007. Insulin : Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Jurnal
Kesehatan Vol.1 No.1

16
PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe di
Indonesia. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia : Jakarta.
Price, SA. 2005. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes mellitus. Konsepklinis
proses-proses: Jakarta.
Setiawan, Meddy. 2011. Pre-Diabetes dan Peran HbA1c dalam Skrinning dan Diagnosis
Awal Diabetes Melitus. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Malang vol.7 No.14
Sherwood L.2003. Fisiolofi Manusia: dari Sel ke Sistem. EGC: Jakarta.
Soegondo, S. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. FKUI: Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai