Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
1. Hipertensi
1.1 Pengertian
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, dkk., 1995). Hipertensi
diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi
sekunder (5-10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab
dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder
disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme
primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan
renovaskuler, serta akibat obat (Bakri, 2008).
Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok
normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Gray, et al. 2005).
Berikut table klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa :
1.2 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi
renal.
A. Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus.
Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan,
hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam
ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang
Kasus Hipertensi 1
meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 50 tahun (Schrier, 2000).
B. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus.
Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing,
feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan, dan lain lain (Schrier, 2000).
1.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang
peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon,
renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik
Kasus Hipertensi 2
(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan
bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang
pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah. Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat
komplek. Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi
jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume
sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas
pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu
oleh beberapa faktor meliputi factor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat
stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan
penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang
muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang
lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi,
dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan
susunan saraf pusat.
Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30
tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini
pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian
menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi
dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun (Sharma S et al, 2008).
1.5 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :
Kasus Hipertensi 3
A. Target tekanan darah yatiu <140/90 mmHg dan untuk individu berisiko
tinggi seperti diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah
<130/80 mmHg.
B. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler.
C. Menghambat laju penyakit ginjal.
Adapun terapi gizi untuk penderita Hipertensi adalah sebagai berikut :
Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.
Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap
tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat penting
dalam prevensi dan kontrol hipertensi.
Meningkatkan aktifitas fisik.
Orang yang akt ivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50%
daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit
sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
Mengurangi asupan natrium.
Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat
anti hipertensi oleh dokt er.
Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol
Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan
lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol
lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi.
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat
dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.
Kasus Hipertensi 4
Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi
lebih (Almatsier, 2005).
Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat
keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang
dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke
dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Beck,
2002). Status gizi normal merupakan keadaan yang sangat diinginkan oleh semua
orang (Apriadji, 1986).
Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition merupakan
keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energy
yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit
dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw, 2007).
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh
dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi atau
individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan
Triyanti, 2007).
Salah satu penilaian satus gizi secara langsung yaitu antropometri. Antropometri
merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang berhubungan dengan ukuran
tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya
antropometri mengukur dimensi dan komposisi tubuh seseorang (Supariasa, 2001).
Metode antropometri sangat berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi dan
protein. Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat-
zat gizi yang spesifik (Gibson, 2005).
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks
antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih
Kasus Hipertensi 5
pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah satu contoh
dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau yang disebut dengan
Body Mass Index (Supariasa, 2001). IMT merupakan alat sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang
dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. IMT hanya dapat digunakan
untuk orang dewasa yang berumur diatas 18 tahun.
Dua parameter yang berkaitan dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh,
terdiri dari :
1. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu parameter massa tubuh yang paling sering
digunakan yang dapat mencerminkan jumlah dari beberapa zat gizi seperti protein,
lemak, air dan mineral. Untuk mengukur Indeks Massa Tubuh, berat badan
dihubungkan dengan tinggi badan (Gibson, 2005).
2. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan dapat merefleksikan
pertumbuhan skeletal (tulang) (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat badan dalam satuan
kilogram dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat (Gibson, 2005). Berikut
rumus perhitungan IMT :
Dari perhitungan dengan menggunakan rumus IMT, untuk mengetahui status gizi
seseorang maka ada kategori ambang batas IMT yang digunakan, seperti yang terlihat
pada tabel 3 yang merupakan ambang batas IMT untuk Indonesia.
Tabel 3. Kategori Indeks Masa Tubuh
Kategori IMT (Kg/m2)
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,1 18,4
Normal 18,5 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat 27,0
Kasus Hipertensi 6
BAB II
DESKRIPSI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : Jakarta, 05-10-1952
Usia : 63 tahun
Kasus Hipertensi 7
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat :Jl. Asr DKI RT 011/03, No. 12, Keluraha Semper Barat,
Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
Tanggal Masuk RS : 15-05-2016
Jam : 02.02 WIB
Ruang Rawat : Abu Dzar II
Nomor RMK : 22-42-30
Dokter yang menangani : dr. Irfani Media
Keluhan : Os demam sejak 1 hari yang lalu, selit berbicara sejak 1 hari
yang lalu, dan kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan
Diagnosa Dokter : Febris ec susp demam thypoid + HT dan Riwayat Stroke.
BAB III
PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT)
DIABETES MILITUS DENGAN GINJAL
1. Assesment
a. Pengukuran Antropometri
BB : 44 Kg
TB : 164 cm
IMT : 44 = 44 = 15.43 = 15 kg/m
(1.64) 2.85
Status Gizi : Under weight (Sumber : PAGT, 2011)
BBI : (TB-100) 10%(TB-100)
Kasus Hipertensi 8
: 64 6.4 = 62.1 = 57.6 Kg Seharusnya menaikkan BB 13.6 Kg.
b. Data Biokimia
Tabel 2. Pemeriksaan Biokimia
Tanggal Nilai
Pemeriksaan Hasil Satuan Keterangan
Pemeriksaan Normal
KARBOHIDRAT :
Gula darah
100 mg/dl <120 Normal
sewaktu
NZYM :
15-5-2016 14 U/L <41 Normal
SGPT
FAAL GINJAL :
Creatinin 1.3 g/dl 11.3-15.5 Normal
HEMATOLOGI :
Hemoglobin 13.9 g/dl 11.3-15.5 Rendah
c. Pemeriksaan Fisik/Klinis
- Badan terlihat kurus
- Pucat
- Lemah
- Sulit berbicara
- Nadi : 92 x/menit
- Nafas : 18 x/menit
- TD : 170/90 mmHg (Tinggi)
- Suhu : 36C
- Lemah anggota gerak sebelah kanan.
Setelah dirawat :
- Porsi makan kecil
- Nafsu makan menurun
- Makan hanya 4 sdm bubur
- Tidak makan lauk hewani
- Recall hari pertama dirawat :
Tabel 4. Recall hari ke-1 dirawat tanggal 15-05-2016 Menu ke-6
2. Diagnosa Gizi
a. Domain Klinis
(NC.3.1.)
BB kurang (P) berkaitan dengan inadekuat oral intake dan porsi makan kecil (E)
ditandai dengan IMT 15 kg/m2, asupan energy rendah sebesar 45% dari kebutuhan
seharusnya(S).
b. Domain Prilaku-Lingkungan
(N.B.1.1.)
Kurangnya pengetahuan mengenai makanan dan gizi (P) berkaitan dengan
pemilihan bahan makanan yang salah (E) ditandai dengan tidak mengkonsumsi
lauk hewani S).
Kasus Hipertensi 11
3. Intervensi Gizi
1. Perencanaan Intervensi Gizi
Tujuan intervensi gizi :
- Menurunkan tekanan darah menjadi normal.
- Meningkatkan BB menjadi ideal.
- Meningkatkan nafsu makan.
- Meningkatkan asupan energy dan zat gizi.
- Meningkatkan pengetahuan terkait makanan dan gizi.
- Pola hidup sehat.
Preskripsi Diet :
1. Syarat Diet :
- Energi cukup sebesar 1800 kkal sesuai dengan kebutuhan.
- Protein sebesar 15% dari kebutuhsn energy total.
- Lemak cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan energy total.
- Kebutuhan protein normal, yaitu sebesar 10-15% dari kebutuhan
energy total.
- Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kbutuhan energy total, yaitu
60-70%.
- Penggunaan natrium pada pengolahan makanan sebanyak 1 sdt (4
grm) garam dapur.
2. Rute pemberian : Oral
3. Bentuk makanan : Lunak (Bubur)
4. Prinsip Diet : Rendah Garam 3 (RG3).
5. Frekuensi Makan : 3x makan utama 3x selingan
6. Waktu pemberian : - Makan pagi 06.00-07.00 WIB
- Selingan siang 09.00 WIB
- Makan siang 11.15-13.00 WIB
- Selingan sore 15.00 WIB
- Makan sore 16.00-19.00 WIB
7. Kebutuhan sehari :
Rumus Persamaan Mifflin :
Energi = 10(BB) + 6.25 (TB) 5(U) + 5
= 10 (58) + 6.25 (164) 5(63) + 5
= 580 + 1025 315 + 5
= 1605 - 320
= 1285 Kkal = 1300 Kkal
Kasus Hipertensi 12
= 270 = 67.5 gram
4
Lemak = 25% x 1800
= 450 = 50 gram
9
CHO = 60% x 1800 Kkal
= 1080 Kkal = 270 gram
4
8. Rencana Diet hari ke-2 dirawat dengan menu ke-7 Tanggal 16-05-2016
Jenis Diet : Diet RG3
Bentuk makanan : Bubur
Intervensi : Penambahan Susu Entramix 500cc pada 3x pemberian
yaitu sarapan 100cc, selingan siang 200cc, dan selingan malam 200cc.
9. Rencana Diet hari ke-3 dirawat dengan menu ke-8 Tanggal 17-05-
2016
Jenis Diet : Diet RG3
Bentuk makanan : Bubur
Intervensi : Penambahan Susu Entramix 500cc pada 3x pemberian
yaitu sarapan 100cc, selingan siang 200cc, dan selingan malam 200cc.
b. Program Evaluasi
Kasus Hipertensi 13
1. Asupan Makanan
Mengevaluasi apakah asupan makan pasien baik dan ketaatannya dalam
menjalankan diet.
- Asupan hari ke-2 dirawat
Jenis Diet : RG
Bentuk : Lunak (Bubur)
Sisa Makan : Pagi , bubur 4 sendok, lauk hewani 2 sdm, lauk
nabati , sayur habis, sncak habis, dan buah hanya potong,
Intervensi : Susu Entramix 500ml (habis).
Kasus Hipertensi 14
Adanya peningkatan asupan hari kedua dirawat sebesar 66% dari kebutuhan
seharusnya dengan penambahan susu entramix total 500cc pada sarapan snack sore
200cc dan snack malam 200cc, namun masih dikategorikan kurang.
Kasus Hipertensi 15
Asupan hari ketiga dirawat mengalami peningkatan dari sebelumnya sebesar
95% dengan penambahan susu entramix 500cc pada sarapan pagi 100cc, snack sore
200cc dan snack malam 200cc, namun masih dikategorikan kurang.
2. Fisik/Klinis
Mengevaluasi apakah ada penurunan tekanan darah selama dirawat.
Tabel 8. Evaluasi tekanan darah pasien (Tensi) selama dirawat
Tanggal Tekanan Darah
15/05/2016 170/90 mmHg
16/05/2016 150/90 mmHg
17/05/2016 -
Pada table diatas adanya penurunan teknan darah pada hari pertama dirawat
sebesar 170/90 mmHg dikategorikan tinggi dan pada hari kedua dirawat
mengalami penurunan sebesar 150/90 mmHg namun masih dikategorikan
tinggi.Pada hari ketiga tidak didapatkan data adanya pemeriksaan tekanan darah
dari buku kardek.
BAB IV
KESIMPULAN
Kasus Hipertensi 16
Zat gizi Keb.
Hari ke-1 Hari ke-2 % Hari ke-3
makro Sehari % %
Energi
1800 810 45 1237 66 1706 95
(Kkal)
Protein (g) 67.5 23 34 41 61 61 90
Lemak (g) 50 20 40 33 66 68 136
CHO (g) 270 131 49 199 74 225 83
7. Pada hari ke 3 pengamatan keadaan kondisi pasien seperti dada sesak, perut
bengkak, batuk berdahak sudah menurun.
8. Hari rawatan ketiga nafsu makan os mulai membaik.
9. Tekanan darah pada hari pertama dan kedua menurun, namun masih dikategorikan
tinggi atau belum sampai pada batas normal. Pada hari ketiga rawatan tidak
ditemukan hasil pemeriksaan tekanan darah.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S., 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Apriadji,WH. (1986). Gizi Keluarga. Seri Kesejahteraan Keluarga. Jakarta : PT
Penebar Swadaya.
Beck. 2002. Status Gizi. [Online] http://www.creasoft.com. Tanggal akses : 3 Agustus
2016.
Bakri, 2008. Genetika Hipertensi. Dalam: Lubis, H.R., dkk., eds. 2008. Hipertensi dan
Ginjal: Dalam Rangka Purna Bakti Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PDKGH.
Medan: USU Press, 19-31.
Gibson, R. S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford
University Press Inc, New York.
Gray, et al, 2005. Lecture Notes Kardiologi edisi 4. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Hartriyanti, Y., & Triyanti. 2007. Penilaian Status Gizi, dalam Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Julius, S, 2008. Clinical Implications od Phatophysiologic Change in the Midlife
Hypertensive Patients. American Heart Jurnal, 122: 886-891.
Kasus Hipertensi 17
Nix, S. 2005. Williams Basic Nutrition & Diet Therapy, Twelfth Edition. Elsevier
Mosby Inc, USA.
Pramino, 2009. Kebutuhan Energi Pada Pasien Akut.
https://s1gizistikeshusadaborneo.com/2009/07/22/kebutuhan-energi-pada-
pasien-akut/. Tanggal akses : 3 Agustus 2016.
Schrier, R. W., 2000. Manual of Nephrologi. 5 ed. USA: Lippincott Williams and
wilkins.
Sharma .S et al., 2008. Hypertension, Avilable at; http//:www.wmedicine.com.
Tanggal akses : 29 Mei 2016.
Supariasa, I. D. N., Bakhyar, B. & Ibnu F. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Wardlaw, G.M. & Jeffrey, S. H. 2007. Perspectives in Nutrition. Seventh Edition. Mc
Graw Hill Companies Inc, New York.
Wilson, L.M., dan Price, A.P., 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi ke-4. Jakarta: EGC.
Makan Sore
Nasi
Saruwit Lampung
Sayur Sup Kacang
Merah
Kasus Hipertensi 18
Gula 3 30 118 0 0 28.2
Minyak 3 35 16 0 1.75 0
Susu 50 65 3 0 3.5
Total 1841 83.55 34.45 270.9
Garam/ hari 4 gram
Kasus Hipertensi 19
Gula
20 78.8 0 0 18.8
pasir
Santan
30 36.6 0.6 3 2.28
Encer
Sub Total 397.3 48.5 6.35 160.93
Nasi Nasi 100 180 2 0.3 39.8
Ikan
75 80 10.96 1.2 6.4
Tongkol
Seruwit Mangga
10 8.6 0.07 0.05 1.98
Lampung Kuweni
Tomat 21 5.04 0.27 0.1 0.98
Makan Sore Minyak 5 45 0 5 0
Sub Total 318.64 13.3 6.65 49.16
Wortel 24 7.56 0.21 0.12 1.65
Sayur sup Kc.
75 236 16.5 0.82 42.1
kacang merah Merah
Buncis 21 7.14 0.5 0.06 1.51
Sub Total 250.7 17.21 1 45.26
1888.6
Total Keseluruhan 286.92 80.2 367.2
8
Kasus Hipertensi 20
21