Anda di halaman 1dari 6

Analisis Kasus

Wilayah Indonesia sendiri berbatasan dengan sejumlah negara lain. Wilayah lautnya
dikelilingi oleh 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam,
Filipina, Australia, Timor Leste, Palau, dan Papua Nugini. Sementara itu, wilayah
daratnya berbatasan langsung dengan tiga negara, yaitu Malaysia, Timor Leste, dan
Papua Nugini sepanjang 2914,1 km. Wilayah perbatasan laut dan darat tersebut
tersebar ke 38 kabupaten/ kota di 12 provinsi.2 Panjangnya garis perbatasan
dengan 10 negara tetangga ini di satu sisi dapat menjadi potensi bagi kerja sama
antarnegara, tetapi di sisi lain dapat menjadi ancaman kedaulatan dan keamanan
negara.

Salah satu bentuk potensi yang dapat berubah menjadi existential threat adalah
masih terdapatnya sejumlah segmen perbatasan yang belum selesai dibahas dan
disepakati dengan negara tetangga. Ancaman tersebut dapat berupa agresi,
pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror
bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik komunal.

Masalah kedaulatan wilayah merupakan masalah sensitif. Tidak ada negara yang rela
kehilangan sejengkal wilayahnya. Karena itu, masalah perbatasan tidak didiamkan.
Masalah perbatasan berpotensi besar menimbulkan konflik. Hal ini sebisa mungkin
harus dihilangkan dengan menyelesaikan sengketa perbatasan. Hilangnya sengketa
perbatasan membuat kedaulatan lebih terjamin. Bagaimana menyelesaikannya?
Dibutuhkan upaya terkoordinasi dengan mekanisme lebih sederhana dan bisa
diterima semua pihak. Tanpa ini, penyelesaian masalah perbatasan sering butuh
waktu lama.

Dengan dianggap pentingnya masalah perbatasan wilayah menjadikan organisasi


internasional membahasnya menjadi agenda bersama dan memberikan solusi
penyelesaian kasus perbatasan ini yakni ASEAN. Namun, dokumen-dokumen ASEAN
hanya sedikit menyinggung solusi soal sengketa wilayah. Ini menegaskan jalan
menuju komunitas ASEAN masih jauh. Di sisi lain, sebuah komunitas membutuhkan
pengorbanan setiap anggota dengan membagi sebagian wilayah untuk dilebur ke
dalam suatu nilai-nilai bersama. Namun, ada pertanda baik. ASEAN sudah mulai
menyerap unsur-unsur kedaulatan itu menjadi suatu nilai bersama. Kemajuan lain,
prinsip non- interferensi (tidak boleh campur tangan) mulai ditembus. Akan tetapi,
ada keengganan menyentuh lebih dalam masalah sengketa perbatasan. Ini
mengindikasikan masih besarnya resistensi untuk melonggarkan urusan kedaulatan.

Dalam kasus Natuna yang diklaim secara sepihak oleh pemerintah China
mengindikasikan bahwa kekuatan dan pertahanan nasional dalam hal kedaulatan
Negara masih memiliki kekurangan dan celah yang bisa dimanfaatkan oleh Negara
lain. Disisi lain pemerintah China juga terlalu percaya diri dengan pengkklaiman
yang dilakukannya atas wilayah Natuna. Dimasukannya wilayah Natuna kedalam
Zona Ekonomi Eksklusifnya China memberikan masalah baru kepada Indonesia
meskipun kasus ini sudah lama bergulit. Kasus ini semakin membuat pemerintah
Indonesia geram yakni dengan adanya kapal China yang berlabuh dan memasuki
wilayah laut Indonesia tanpa izin. Serta beberapa kasus pencurian ikan yang
dilakukan Negara ini diatas perairan wilayah Indonesia.

Kasus yang berawal pada tahun 2009 ini menurut versi China, mereka memasukan
wilayah Natuna kedalam peta wilayah mereka didasarkan pada sembilan titik
garis/ nine dash line yang selama ini diklaim Tiongkok dan menandakan perbatasan
maritimnya. Namun dari Sembilan titik garis ini Indonesia tidak mengakuinya karena
menurut Indonesia hal itu tidak memiliki dasar hukum internasional apapun.
Sembilan titik imaginer itu sendiri merupakan salah satu penyebab munculnya
konflik di wilayah Laut China Selatan. Klaim ini memancing emosi sejumlah negara
yang turut mengklaim memiliki hak di wilayah yang jadi jalur perdagangan dunia itu.
Usut punya usut, klaim yang bikin repot enam negara ini dipicu kebijakan
pemerintahan Partai Kuomintang (kini berkuasa di Taiwan). Mazhab politik
Kuomintang menafsirkan wilayah China mencapai 90 persen Laut China Selatan.

Adalah tidak lengkap untuk memahami kebijakan maritim China saat ini bila tidak
mencoba mengetahui apa yang disebut Nine-Dash Line, karena hal ini sangat erat
kaitannya dengan klaim teritorial negara-negara lain yang terletak di kawasan Laut
China Selatan. Penetapan sembilan garis terputus-putus ini sebenarnya tidak
dibuat oleh pemerintah China yang sekarang, melainkan telah ada sejak tahun
1947, ketika pemerintahan Koumintang berkuasa di daratan China yang mengklaim
wilayah teritorial yang mencakup hampir seluruh kawasan Laut China Selatan.
Ketika itu klaim ini pada dasarnya tidak ada pertimbangan politik dan strategik
tertentu karena rezim yang berkuasa pada saat itu sibuk membenahi keadaan paska
pendudukan Jepang dan dan juga sesudah itu terlibat dalam perang saudara dengan
rezim komunis. Sepeninggal Jepang, pemerintah Koumintang segera menerbitkan
peta yang berisi 11 garis terputus, sebagai klaim teritorial yang kenyataannya
berlokasi jauh dari daratan China mencakup seluruh perairan Laut China Selatan.

Sekalipun peta ini tidak memuat secara spesifik dan akurat mengenai batas-
batasnya, peta ini pun diadopsi oleh pemerintahan komunis yang mengambil alih
kekuasaan dan mendirikan negara Peoples Republic of China (PRC) sejak tahun
1949. Sejak saat itu peta ini dijadikan dasar klaim teritorial dan kebijakan politik
pemerintahan Beijing sampai pada era sekarang ini. Suatu perubahan dilakukan
pada tahun 1953, yaitu China menghapus dua garis sehingga tinggal sembilan,
kemungkinan dijadikan sebagai salah satu cara untuk menghindari atau meredakan
ketegangan dengan Vietnam sebagai negara tetangga dekat pada waktu itu.

Luas wilayah yang termasuk dalam batas sembilan garis terputus itu mencapai 3,5
juta kilometer persegi, meliputi 90 persen luas keseluruhan Laut China Selatan. Peta
laut baru China pada awal diterbitkan, tidak mendapatkan penentangan ataupun
protes dari negara-negara sekawasan/ berbatasan, karena negara-negara tersebut
sebahagian besar sedang sibuk berjuang untuk kemerdekaan nasionalnya dari
penjajah. Beijing menganggap sikap diam dari negara-negara tetangga dan bahkan
komunitas maritim internasional, sebagai suatu pengakuan dan untuk
mengimbanginya Beijing pun bersikap diam agar tidak menimbulkan penentangan
dari manapun http://www.fkpmaritim.org/strategi-maritim-china-di-laut-china-
selatan-suatu-dilema/)

Dalam kasus ini, sebenarnya Indonesia berada diposisi yang kuat daripada China
yang hanya mendasarkan pada aturan nine dash line itu. Apalagi ditambah dengan
polah China yang selama ini kerap melanggar zona eksklusif perairan Indonesia,
selain itu juga dengan beberapa kali tersangkut masalah illegal fishing yang
dilakukan oleh masyarakat China terhadap perairan Indonesia dan kapal China yang
masuk dalam wilayah perairan Indonesia dan tanpa seizin dari pihak Indoensia dan
tindakan ini jelas melanggar UU ZEE No 5 Tahun 1983 kita khususnya dalam pasal 7.
Dalam pasal ini dijelaskan bahwa barangsiapa melakukan kegiatan di perairan
wilayah Indonesia harus mendapat persetujuan dari pemerintah Indonesia.

Dari insiden illegal fishing oleh kapal China berbuntut protes resmi dari pemerintah
Indonesia karena upaya penindakan yang hendak dilakukan oleh tim KKP dihalang-
halangi oleh kapal patroli milik badan keamanan laut (coastguard) Tiongkok. Kapal
penjaga pantai (coast guard) milik Angkatan Laut China nekat menerobos
perbatasan. Tak hanya itu, mereka juga menabrak dan menarik paksa kapal yang
baru saja ditangkap operasi gabungan Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama
TNI AL. Akibat ulah dari kapal coast guard China yang menerabas wilayah perairan
Natuna, Indonesia ini belum usai. Hal ini membuat pemerintah Indonesia kini
berencana meningkatkan pengamanan wilayah perbatasan itu.

Dilihat dari segi ZEE (Zona Economy Exlucive) Pasal 3 UU ZEE No. 5 tahun 1983
ayat (1) dijelaskan bahwa Apabila Zona Ekonomi Eksklusif Indo nesia tumpang tindih
dengan zona ekonomi eksklusif negara-negara yang antainya saling berhadapan
atau berdampingan dengan Indonesia, maka batas zona ekonomi eksklusif antara
Indonesia dan negara tersebut ditetapkan dengan persetujuan antara Republik
Indonesia dan negara yang bersangkutan. Dari segi ini maka sudah jelas tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah Indoensia, yakni dengan tegas untuk
menyelesaikan kasus ini. Apalagi apabila dikaitkan dengan hak kedaulatan Negara.
Dijelaskan pula dalam Pasal (5) UU ini bahwa Dengan tidak mengurangi ketentuan
ayat (1), eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam hayati harus mentaati
ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi yang ditetapkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia.

Dengan adanya tindakan China yang melakukan illegal fishingkasus ini masih
berhubungan dengan pengklaiman Natunamaka sudah jelas bahwa China harus
mengikuti dan mematuhi segala aturan yang berlaku dalam pemerintahan
Indonesia.

Sedangkan untuk masalah pengakuan pihak China mengenai nine dash line yang
masih dipertanyakan dan ditagih oleh pemeirntah Indonesia, sampai dengan tahun
2000, China tidak pernah mengumumkan claim teritorialnya atas wilayah pulau-
pulau dan laut yang dibatasi oleh sembilan garis terputus tersebut, kecuali hanya
membatasi kedaulatannya atas kepulauan Spratley dan Paracel. Baru pada tahun
2009, secara resmi China menyampaikan sebuah peta laut yang berisi garis batas
berbentuk U dalam bentuk Note Verbal kepada Komisi PBB tentang Batas-Batas
Landas Kontinen. Penetapan ini serta merta mendapat tentangan keras dari
Vietnam, Philipina, Malaysia dan Brunei Darussalam.

Dampaknya pada pertahanan kedaulatan wilayah Indonesia

Ketegangan sejumlah Negara di wilayah Kepulauan Natuna dimulai sejak China


mereklamasi dan memperluas pulau-pulau kecil Mischief Reef dan Pulau Subi
sebagai bagian dari Kepulauan Spratly di Laut China Selaatan. Kepulauan Natuna
yang berada di antara ujung barat laut indonesia di Kalimantasn dan ujung selatan
Vietnam, memiliki 270 pulau menjadi bagian Provinsi Kepelauan Riau dengan 70.000
penduduk.

Pengklaiman kepulauan Natuna terletak pada daerah perairan di sekitar kepulauan


yang berpotensi tumbang tindih pada batas garis imajiner Nine Dash Line yang
ditetapkan oleh China. Dalan kasus ini permasalahan bukan pada klaim
kepulauannya saja tapi pada perariran sekitar Kepulauan Natuna juga. Klaim ini
akan berdampak pada hak daulat pada wilayah kedaulatan Indonesia. Dengan Nine
Dash Line yang tidak jelas batasnya mengakibatkan timbulnya masalah atas hak
berdaulat. Ketidakjelasalan NDL ini berdampak pada hak daulat kawana ZEE.

Pada 12 November, China menhgejutkan Negara-negara di kawasan itu dengan


mengeluarkan pernyataan public mengenai status Kepulauan Natuna. Peenyataan
China ini mengagetkan, karena selama ini China tidak ingin menunjukkan
kelemahannya pada Negara-negara yang menantang klaim maritimnya di Laut China
Selatan. Kegagalan pemerintah China mengklarifikasi klaim Indonesia atas
Kepulauan Natuna termasuk ZEE-nya, terletak pada akar kecemasan yang dirasakan
rakyat Indonesia beberapa decade ini.

Akibat adanya kasus lebih tepatnya seringpengklaiman wilayah oleh Negara lain
memberikan kita pelajaran penting. Betapa penitngnya melindungi wilayah
kedaulatan engara kita. Bukan hanya yang ada dipusat Negara tetapi juga wilayah
yang terluar dan terdepan. Justru bagian-bagian wilayah inilah yang peru mendapat
perhatian lebih dari pemerintah untuk terus dijaga keutuhannya. Jangan sampai
wilayah-wilayah ini diklaim oleh Negara tetangga karena kita tidak pernah
memanfaatkan dan menggunakan wilayah tersebut sebagai penambah
kesejahteraan rakyat atau bahkan Negara.

Tujuan Negara termaktub dalam alinea 4 Pembukaan UUD 1945, yakni

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yangberkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada Ketuhan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan berasab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwa-kilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan srosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam peraturan lain juga dijelaskan bahwa dalam UU ZEE bahwa dijelaskan bahwa
lingkungan laut diperairan yang ebrada di bawah kedaulatan dan yuridiksi Republik
Indonesia harus dilindungi dan dilestarikan. Dalam ketentuan umum juga dijelaskan
bahwa perlindungan dan pelestarian lingkungan laut adalah segala upaya yang
bertujuan untuk emnjaga dan memelihara keutuhan ekosistem laut di Zona Ekonomi
EKsklusif Indonesia.

Dilihat dari bebrapa peraturan diatas yang mewajibkan Negara untuk melindungi
kedaulatan rakyat serta kedaulatan wilayah maka dapat disimpulkan bahwa betapa
pentingnya kedaulatan Negara untuk terus dijaga dan dilindungi. Pertanyaannya,
bagaimana kalau kedaulatan Negara tersebut dicoreng atau dicaplok oleh Negara
lain?

Dari kasus pengklaiman Kepulauan Natuna oleh China, mengindikasikan beberapa


opini penulis. Pertama, kekuatan nasional kita masih rendah. Kedua, pemerintah
Indonesia menggampangkan masalah perbatasan. Ketiga, pemeirntah China yang
memandang rendah kekuatan nasional kita. Keempat, indonesia mempunyai
kekuatan nasional yang kuat, tetapi China mempunyai kartu As kita atau ada unsure
politik didalamnya. Dan yang terakhir pemerintah indonesia kurang tegas dalam
menakut-nakuti dan memberi peringatan kepada Negara-negara tetangga tentang
batas terotorial Negara Indonesia.

Untuk opsi pertama, maka kita dapat beranggapan bahwa memang kekuatan
nasional kita belum secangggih Negara-negara maju. Opsi kedua, mungkin kita bisa
menyetujui pernyataan tersebut. Negara kita akan cenderung untuk mengurusi
masalah-masalah yang ada dipusat saja, sedangkan masalah atau wilayah yang
berada di perbatasan lebih dikesampingkan dan ditinggalkan tanpa adanya
pengelolaan dari Negara. Oleh karenanya, penduduk yang menduduki wilayah
perbatasan tersebut beranggapan bahwa mereka kurang mendapat pengakuan dan
perhatian dari pemerintah, sehingga mereka mencari perhatian dan pengakuan dari
Negara lain. selain itu dengan didukung oleh jarak yang lebih dekat dengan engara
tetangga mereka lebih dekat dengan Negara tetangga ketimbang dengan Negara
nya sendiri. mereka merasa sing dengan negaranya sendiri.

Dengan adanya pengklaiman ini sangat ebrakibat pada ketahanan dan keamanan
Negara kita. Ketahanan Negara akan terusik oleh adanya konflik ini. Selain itu
Negara kita akan dipandang lemah dan tidak mampu melindungi wilayahnya sendiri
oleh Negara-negara lain. dengan dipandang lemah tersebut, maka kemungkinan
bahwa kita selamnya akan dianggap rendah oleh Negara-negara lain. semakin
berkurangnya sedikit demi sedikit wilayah territorial kita juga menjadi salah satu
dampak adanya pengklaiamn wilayah. lebih ekstrim lagi, masyarakat Indoensia tidak
akna percaya lagi pada pemerintah karena kasus ini. Tujuan Negara yakni
melindungi keutuhan NKRI menjadi tersendat dan tidak berjalan sesuai rencana.
Sedang untuk masalah keamanan Negara, jelas hal ini akan berdampak. Dengan
adanya pengklaiman ini, dari penduduk Natuna sendiir pasti memiliki tekanan dan
rasa takut karena mereka menjadi subjek dari perebutan oleh Negara China. Selain
itu, mereka juga akan mempnyai tekanan batin dan takut, apabila sewaktu-waktu
China mengancam mereka untuk menyetujui mereka masuk ke wilayah China. Lebih
luas lagi dalam kawasan Negara, hal ini menjadi perhatian nasional. Dimana
keamanan Negara, karena kita terlalu berkutat pada masalah perbatasan ini,
ditakutkan bahwa rakyat semakin merasa tidak aman. Mereka akan mengira bahwa
Negara tidak mampu melindungi mereka dari pengaurh Negara lain khususnya
dalam hal keamanan Negara.

Seperti yang diungkapkan oleh menteri luar negeri kita retno Pinasti bahwa
pemerintah Poin kedua dari protes Indonesia ke negeri Tirai Bambu itu, mengenai
upaya yang dilakukan oleh coast guard China untuk mencegah upaya penegakan
hukum yang dilakukan oleh otoritas Indonesia di wilayah ZEE dan landas kontinen.
Di mana, salah satu kapal coast guard China tiba-tiba mengejar Kapal Pengawas
(KP) Hiu 11 milik Indonesia dan kapal tangkapan KM Kway Fey 10078 China dengan
kecepatan 25 knots. Kapal cost guard itu justru menabrak kapal tangkapan hingga
rusak. Akhirnya, petugas meninggalkan kapal tangkapan tersebut demi
keselamatan.

Indonesia menyampaikan tiga prots terhadap pemerintah China terkait kasus


Natuna Pertama adalah mengenai masalah pelanggaran hak berdaulat dan yuridiksi
Indonesia di kawasan ZEE (Zona Eekonomi Ekslusif) dan landas kontinen, jelas
Retno, di Istana Negara, Jakarta, Senin 21 Maret 2016.

Dengan melihat betapa seriusnya Negara dalam hal mempertahankan wilayah kita
dan menyelesaikan konflik ini, maka bisa disimpulkan bahwa dengan adanya
pengklaiaman wilayah Kepulauan Natuna ini berdampak sangat besar pada
ketahanan dan keamanan Negara. Selain itu yang terpenting adalah kedaulatan
Negara yang dilanggar oleh China. Dengan beraninya mereka melanggar kedaulatan
Negara yang dapat diasumsikan itu merupakan rumah atau kekuasaan Indoensia.
Bisa dibayangkan bagaimana kacaunya apabila suatu Negara wilayahnya diambil dan
diklaim oleh Negara tetangga yang itu merupakan sudah jelas miliknya Negara
tersebut.

Dan, yang ketiga adalah keberatan kita atau protes kita terhadap pelanggaran
kedaulatan laut teritorial Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai