Anda di halaman 1dari 18

Validasi Metode Analisa (VMA)

Tujuan dari pelaksanaan Validasi Metode Analisa (VMA) adalah untuk menunjukkan bahwa
semua metode tetap yang digunakan sesuai dengan tujuan penggunaannya dan selalu
memberikan hasil yang dapat dipercaya. Jadi, dalam Validasi metode analisa yang diuji atau
divalidasi adalah PROTAP (prosedur tetap) pengujian yang bersangkutan. Misalnya, Validasi
Metode Analisa Penetapan Kadar Zat Aktif Paracemol dalam Tablet Biogesic dengan Metode
Spektrofotometri UV/Vis, maka yang divalidasi atau diuji validitasnya adalah Prosedur Tetap
Penetapan Kadar Zat Aktif Paracemol dalam Tablet Biogesic dengan Metode
Spektrofotometri UV/Vis.

PROTAP tersebut bisa disusun oleh Bagian QC atau oleh Bagian R&D. Apabila PROTAP-nya
belum tersedia maka harus dibuat terlebih dahulu, baru divalidasi. PROTAP metode analisa
tersebut, bisa jadi disusun berdasarkan :

1. Diambil (di-adopsi) dari berbagai literatur resmi, misalnya Farmakope


Indonesia (FI), Unite State Pharmacopea (USP), British Pharmacopea
(BP) dan lain-lain (kompendial)

2. Berasal dari pengembangan sendiri (Eksporasi)

3. Modifikasi dari prosedur pengujian yang telah ada (Modifikasi).

Ruang Lingkup

Validasi Metode Analisa dilakukan untuk SEMUA metoda analisa yang


digunakan untuk pengawasan kegiatan produksi, termasuk metode
analisis yang digunakan dalam menetapkan residu zat aktif pada
validasi prosedur pembersihan.

Validasi metode analisa umumnya dilakukan terhadap 4 jenis, yaitu :

1. uji identifikasi;

2. uji kuantitatif kandungan impuritas (impurity);

3. uji batas impuritas; dan

4. uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau obat
atau komponen tertentu dalam obat.
Note : Metode analisis lain, seperti uji disolusi untuk obat atau penentuan ukuran partikel untuk
bahan aktif obat, hendaklah juga divalidasi

Dilakukan dengan semua peralatan yang telah dikalibrasi dan diuji


kesesuaian sistemnya (alat dan sistem sudah dikualifikasi).

Menggunakan bahan baku pembanding yang sudah dibakukan dan


disimpan ditempat yang sesuai.

Parameter Uji

Dalam bahasa yang sederhana, dalam VMA ini kita akan MENGUJI cara-cara PEMERIKSAAN
atau PENGUJIAN yang kita lakukan (misalnya identifikasi, penetapan kadar zat aktif, menguji
sisa/residu, dan sebagainya) agar kita YAKIN bahwa PENGUJIAN yang kita lakukan tersebut
SUDAH BENAR dan HASIL PENGUJIAN yang dilakukan benar-benar TERPERCAYA. Untuk
melakukan PENGUJIAN tersebut, kita menggunakan apa yang disebut dengan PARAMETER
UJI. Parameter uji ini meliputi, antara lain :

akurasi (Accuracy);

presisi (precision);

o ripitabilitas (repeatibilty);

o Presisi antara (intermediate precision);

o reprodusibilitas/keterulangan (reproducibility)

spesivisitas (specify)/Selektifitas (selectivity);

batas deteksi (limit of detection/LOD);

batas kuantitasi (limit of quantitation/LOQ);

linearitas (Linearity); dan

rentang (range).

Penentuan Parameter uji yang dilakukan, sangat tergantung dari jenis Pengujian yang dilakukan
serta sumber dari prosedur pengujian tersebut. Lihat tabel berikut :
Pengertian Parameter Uji

1. Spesifitas/Selektifitas
Merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk membedakan
senyawa yang diuji dengan derivat/metabolitnya.

Adanya perbedaan nyata antara resolusi antara dua puncak yang


berdampingan dan kemurnian tiap puncak dalam kromatogram.

Untuk HPLC, Rs : 1,2 1,5.

Untuk Spektrofotometer UV/Vis: jarak dua puncak berdampingan:


resolution factor (Rf) > 2,5.

Lakukan scanning (pemindaian) sampel yang diuji lihat kromatogram


dari dua puncak yang berdekatan (Rs) harus tidak kurang dari 1,5 atau
terlihat adanya puncak yang terpisah dari scanning dengan
spektrofotometer UV/Vis.

Pemisahan dua puncak yang berdekatan dalam kromatogram, resolusi


(R) ditentukan dengan persamaan :

Di mana t2 dan t1 adalah waktu retensi dua komponen, W1 dan W2 adalah lebar puncak.
Komponen pertama dan komponen kedua yang diukur dengan jalan ekstrapolasi sisi puncak
yang relatif lurus sampai garis dasar (base line).

Resolusi harus lebih besar dari 1,5.


Hasil Kromatogram Uji Selektifitas/Spesifitas yang memenuhi persyaratan

Hasil Kromatogram uji selektifitas yang tidak memenuhi persyaratan

2. Linearitas
Merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk menunjukkan
hubungan secara langsung atau proporsional antara respons detektor
dengan perubahan konsentrasi analit

Diuji secara statistik, yaitu Linear Regression (y = a + bx); dimana b


adalah kemiringan slope garis regresi dan a adalah perpotongan
dengan sumbu y.

(x Xbar)(y- Ybar)

Koefisien korelasi (r) =

[ (x Xbar) (y- Ybar)]

x adalah pengukuran individual dalm N pengukuran x (bar) adalah nilai rata-rata pengukuran; y
adalah nilai individual sebenarnya dalam N nilai sebenarnya dan y (bar) adalah nilai rata-rata
sebenarnya.

Pengujian dilakukan paling tidak dengan menggunakan 5 kadar yang


berbeda, kemudian dilihat apakah memberikan respons yang linear
apa tidak, yang ditunjukkan dengan nilai r 0,98.

3. Akurasi (ketepatan)
Merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk memperoleh nilai
yang sebenarnya (ketepatan pengukuran).

Terdapat 5 metode penentuan akurasi untuk penetapan kadar bahan


aktif obat dalam bahan baku dan produk obat, yaitu :

1. Menggunakan metode analisis untuk menetapkan kadar analit


dalam bahan baku berkhasiat yang diketahui kemurniannya
(misalnya bahan baku pembanding sekunder).

2. Bahan baku berkhasiat atau cemaran dalam jumlah yang


diketahui ditambahkan kedalam plasebo. Metode analisis ini akan
digunakan untuk penetapan kadar bahan baku
berkhasiat/cemaran dalam produk obat.

3. Bila plasebo tidak bisa diperoleh, verifikasi akurasi metode dapat


dilakukan dengan teknik standar adisi, yaitu dengan
menambahkan sejumlah tertentu analit kedalam produk obat
yang telah diketahui kadarnya. Metode analisis ini digunakan
untuk penetapan kadar bahan baku berkhasiat/cemaran dalam
produk obat

4. Menambahkan cemaran dalam jumlah tertentu ke dalam bahan


baku berkhasiat/produk obat. Metode analisis ini digunakan
untuk penetapan kadar cemaran dalam bahan baku berkhasiat
dan produk obat

5. Membandingkan dua metode analisis untuk mengetahui


ekivalensinya, yaitu membandingkan hasil yang diperoleh dari
metode analisis yang divalidasi terhadap hasil yang diperoleh
dari metode analisis yang valid (akurasi metode analisis yang
valid ini telah diketahui). Metode analisis ini digunakan untuk
penetapan kadar bahan baku berkhasiat dalam bahan baku
berkhasiat, produk obat dan penetapan kadar cemaran.

Akurasi dinyatakan sebagai prosentase (%) perolehan kembali


(recovery).

Akurasi dinilai dengan menggunakan sedikitnya 9 penentuan dengan


sedikitnya 3 tingkat konsentrasi dalam rentang pengujian metode
analisis tersebut (misalnya 3 konsentrasi/3 replikasi untuk tiap
prosedur analisis lengkap).
Ketepatan metode analisa dihitung dari besarnya rata-rata (mean, x)
kadar yang diperoleh dari serangkaian pengukuran dibandingkan
dengan kadar sebenarnya.

Hasil analisis

Recovery = x 100%

Nilai sebenarnya

Syarat recovery : 98 102 %

4. Presisi (Ketelitian)

Merupakan kemampuan suatu metode analisis untuk menunjukkan


kedekatan dari suatu seri pengukuran yang diperoleh dari sampel yang
homogen.

Terdapat 3 kategori pengujian presisi, yaitu :

1. Keterulangan (repeatability), dinilai dengan menggunakan


minimum 9 penentuan dalam rentang penggunaan metode
analisis tersebut (misalnya 3 konsentrasi/3 replikasi).

2. Presisi Antara, yaitu perbedaan antar operator/analis dengan


sumber reagensia dan hari yang berbeda.

3. Reprodusibilitas, dengan menggunakan beberapa laboratorium


untuk validasi metode analisis, agar diketahui pengaruh
lingkungan yang berbeda terhadap kinerja metode analisis.
Macam-macam Presisi

Presisi dinyatakan dalam bentuk RSD (relative standart deviation) atau


SRB (sebaran baku relatif) .

Persyaratan RSD sebagai berikut :

5. Batas Deteksi (Limit of Detection/LOD)

Merupakan jumlah analit terkecil yang masih bisa dideteksi namun


tidak perlu dapat terukur.

Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan batas


deteksi tergantung pada jenis metode analisis apakah metode analisis
instrumental atau noninstrumental.
1. Berdasarkan evaluasi visual

Evaluasi visual dapat digunakan untuk metode analisis


noninstrumental, tapi dapat juga digunakan untuk metode
analisis instrumental. Batas deteksi ditentukan dengan
melakukan analisis terhadap sampel yang diketahui
konsentrasinya dan menetapkan kadar terendah yang dapat
dideteksi dengan baik.

2. Berdasarkan rasio signal terhadap Noise Pendekatan ini hanya


dapat diterapkan pada metode analisis yang memberikan
baseline noise. Penentuan signal to noise dilakukan dengan
membandingkan pengukuran signal sampel yang diketahui
mengandung analit dalam konsentrasi rendah dan blanko,
kemudian dapat ditetapkan konsentrasi minimum analit yang
dapat dideteksi dengan baik. Rasio signal to noise sama dengan
3 atau 2 : 1 umumnya dianggap dapat diterima untuk
memperkirakan batas deteksi.

Simpangan respon dan kemiringan (slope) kurva kalibrasi :


Batas deteksi dapat dinyatakan sebagai :

LOD

6. Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation/LOQ)


Merupakan jumlah analit terkecil yang yang masih bisa diukur dengan
akurat (tepat) dan presisi (teliti)/reprodusible.

Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk penentuan batas


kuantitasi
tergantung pada jenis metode analisis instrumental atau
noninstrumental.

1. Berdasarkan evaluasi visual : Evaluasi visual dapat digunakan


untuk metode analisis noninstrumental, tapi dapat juga
digunakan untuk metode analisis instrumental. Batas kuantitasi
ditentukan dengan melakukan analisis terhadap sampel yang
diketahui konsentrasinya dan menetapkan kadar terendah analit
yang dapat ditentukan secara kuantitatif dengan akurasi dan
presisi yang dapat diterima

2. Berdasarkan rasio signal terhadap noise : Pendekatan ini hanya


dapat digunakan pada metode analisis yang memberikan
baseline noise. Penentuan rasio signal terhadap noise dilakukan
dengan membandingkan signal yang diukur dari sampel yang
mempunyai konsentrasi analit yang rendah dan blankonya,
kemudian ditentukan konsentrasi terendah analit yang dapat
ditetapkan secara kuantitatif dengan baik, umumnya pada rasio
signal terhadap noise 10:1.

3. Simpangan baku dari respon dan kemiringan (slope) kurva


kalibrasi :
Batas kuantitasi dapat dinyatakan sebagai :
LOQ

7.Kesegaran (robustness)

Merupakan kapasitas suatu metode analisis untuk TIDAK terpengaruh


oleh variasi-variasi kecil dalam parameter metode analisa.

Contoh variasi kecil dalam metode analisa secara HPLC, antara lain: pH
fase gerak, suhu, tekanan, stabilitas, jumlah pelarut organik yang
dimodifikasi, konsentrasi buffer, konsentrasi additive, flow rate, suhu
kolom, dan lain-lain.

8.Kriteria Penerimaan

Metode Analisa dinyatakan memenuhi syarat (valid), jika :

Seluruh parameter uji (Spesifitas/selektifitas, Linearitas, Akurasi,


Presisi, LOD, LOQ dan Robustness) memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan.

Tidak ada perbedaan bermakna antar analis atau antar dosis yang diuji
atau antar lab. (t uji < t tabel).

9. Validasi Ulang

Validasi ulang mungkin diperlukan pada kondisi sebagai berikut:


perubahan sintesis bahan aktif obat;

perubahan komposisi produk jadi; dan

perubahan prosedur analisis.

Langkah dan Karakteristik dalam Validasi Metode Analisis


Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa
metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis.
Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter
kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis, karenanya suatu metode harus
divalidasi, ketika :

Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu

Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau karena
munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku tersebut harus direvisi.

Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring
dengan berjalannya waktu

Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis yang
berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.

Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara metode baru dan
metode baku.

Menurut USP (Unites States Pharmacopeia), ada 8 langkah dalam validasi metode
analisis: presisi, akurasi, batas deteksi, batas kuantifikasi, spesifikasi, linearitas dan rentang,
kekasaran (ruggedness), ketahanan.

Sementara itu ICH (International Conference on Harmanization) membagi


karakteristik validasi metode yang sedikit berbeda dengan USP, yaitu; presisi, akurasi, batas
deteksi, batas kuantifikasi, spesifikasi, linearitas, kisaran (range), ketahanan (robutness),
kesesuaian sistem.

1. Ketepatan (akurasi)
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan
nilai yang diterima baik nilai konversi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi dikur sebagai
banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking
pada suatu sampel. Untuk pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan
hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar (standart reference material,SRM)
Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan pengumpulan data 9 kali
penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (missal 3 konsentrasi dengan 3 kali
replikasi0. Data harus dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali.

2. Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai
simpangan baku relative dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistic. Sesuai
dengan ICH, presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu : keterulangan
(repeatability), presisi antara (intermediate precision) dan ketertiruan ( reproducibility)
a. Keterulangan yaitu ketepatan ( precision) pada kondisi yang sama (berulang) baik orangnya,
peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
b. Presisi antara yaitu ketepatan (precision0 pada kondisi percobaan yang berbeda, baik
orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
c. Ketertiruan merujuk pada hasil hasil laboratorium yang lain.

Dokumentasi presisi seharusnya mencakup : simpangan baku, simpangan baku relative


(RSD) atau koefisien variasi (CV), dan kisaran kepercayaan.
Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya menggunakan 2 parameter
yang pertama, yaitu :keterulangan dan presisi antara. Reprodusibilitas biasanya dilakukan keyika
akan melakukan uji banding antar laboratorium. Presisi seringkli diekspresikan dengan SD atau
standar deviasi relative (RSD) dari serangkaian data. Untuk menghitung SD dapat dilihat pada
bab II, sementara itu nilai RSD dirumuskan dengan :

RSD =100xSD/X ;
yang namanya X merupakan rata rata data, dan SD X adalah
standar deviasi Serangkaian data
Data untuk menguji presisi seringkali dikumpulkan sebagai bagian kajian kajian lain yang
berkaitan denga presisi seperti linearitas atau akurasi. Biasanya replikasi 6 -15 dilakukan pada
sampel tunggal untuk tiap tiap konsentrasi. Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD antara 1-
2% biasanya dipersyaratkan untuk senyawa senyawa aktif dalam jumlah yang banyak;
sedangkan untuk senyawa senyawa dengan kadar sekelumit, RSD berkisar antara 5-15%.

3. Spesifisitas
Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik
dengan adanya komponen komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian,
produk degradasi, dan komponen matriks.
ICH membagi spesifisitas dalam 2 kategori, yakni uji identifikasi kan uji kemurnian atau
pengukuran. Untuk tujuan identifikasi, spesifisitas ditunjukkan dengan kemampuan suatu metode
analisis untuk membedakan antar senyawa yang mempunyai struktur molekul yang hamper
sama. Untuk tujuan uji kemurnian dan tujuan pengukuran kadar, spesifisitas ditunjukkan oleh
daya pisah 2 senyawa yang berdekatan (sebagimana dalam kromatografi). Senyawa senyawa
tersebut biasanya adalah komponen utama atau komponen aktif dan atau suatu pengotor. Jika
dalam suatu uji terdapat suatu pengotor (impurities) maka metode uji harus tidak terpengaruh
dengan adanya pengotor ini.
Penentuan spesifisitas metode dapat diperoleh dengan 2 jalan. Yang pertama (dan yang paling
diharapkan), adalah dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju
terpisah secara sempurna dari senyawa senyawa lain (resolusi senyawa yang dituju > 2). Cara
kedua untuk memperoleh spesifisitas adalah dengan menggunakandetektor selektif, terutama
untuk senyawa senyawa yang terosolusi secara bersama sama. Sebagai contoh, detector
elektrokimia atau detector fluoresen hanya akan mendeteksi senyawa tertentu, sementara
senyawa yang lainnya tidak terdeteksi. Penggunaan detector UV pada panjang gelombangyang
spesifik juga merupakan cara yang efektif untuk melakukan pengukuran selektifitas. Deteksi
analit secara selektif dengan detector UV dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknik
derivatisasi dan dilanjutkan dengan pengukuran pada panjang gelombang tertentu yang spesifik
terhadap derivate yang dihasilkan. Sebagai contoh adalah penggunaan senyawa 4-
dimetilaminoazobenzena-4-sulfonil klorida (DABS-Cl) untuk menderivatisasi asam amino yang
mana derivate yang terbentuk dapat dideteksi dengan UV pada panjang gelombang 436 nm.

4. Batas Deteksi (limit of detection, LOD)


Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih
dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji yang
secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu. Definisi batas
deteksi yang paling umum digunakan dalam kimia analisis adalah bahwa batas deteksi
merupakan kadar analit yang memberikan respon sebesar blanko (yb) ditambah dengan 3
simpangan baku blanko (3Sb).
LOD seringkali diekspresikan sebagai suatu konsentrasi pada rasio signal terhadap derau
(signal to noise ratio) yang biasanya rasionya 2 atau 3 dibanding 1. ICH mengenalkan suatu
konversi metode signal to noise ratio ini, meskipun demikian ICH menggunakan 2 metode
pilihan lain utnuk menentukan LOD yakni: metode non instrumental visual dan dengan metode
perhitungan. Metode non instrumental visual digunakan pada teknik kromatografi lapis tipis dan
metode titrimetri. LOD juga dapat dihitung berdasarkan pada standar deviasi (SD) respond dan
kemiringan (slope, S) kurva baku pada level yang mendekati LOD sesuai dengan rumus, LOD =
3,3 (SD/S). standar deviasi respon dapat ditentukan berdasarkan pada standar deviasi blanko,
pada standar deviasi residual dari garis regresi, atau standar deviasi intersep y pada garis regresi.

5. Batas Kuantifikasi (limit of quantification, LOQ)


Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat
ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang
digunakan. Sebagaimana LOD, LOQ juga diekspresikan sebagai konsetrasi (dengan akurasi dan
presisi juga dilaporkan). Kadang-kadang rasio sinal to noise 10 :1 digunakan untuk menentukan
LOQ. Perhitungan LOQ dengan rasio signal to noise 10:1 merupakan aturan umum, meskipun
demikian perlu diingat bahwa LOQ merupakan suatu kompromi antara konsentrasi dengan
presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi, jika konsentrasi LOQ menurun maka presisi juga
menurun. Jika presisi tinggi dipersyaratkan, maka konsentrasi LOQ yang lebih tinggi harus
dilaporkan.
ICH mengenalkan metode rasio signal to noise ini, meskipun demikian sebagaimana dalam
perhitungan LOD, ICH juga menggunakan 2 metode pilihan lain untuk menentukan LOQ, yaitu :
(1) metode non instrumental visual dan (2) metode perhitungan. Sekali lagi, metode perhitungan
didasarkan pada standar deviasi respon (SD) dan slove (S). kurva baku sesuai dengan
rumus : LOQ = 10 (SD/S).
standar deviasi respon dapat ditentukan berdasarkan standar deviasi blanko pada standar deviasi
residual garis regresi liniear atau dengan standar deviasi intersep-y pada garis regresi.

6. Linearitas
Linearitas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil0hasil uji yang secara
langsung proporsional dengan konsentrasi analit apada kisaran yang diberikan. Liniearitas suatu
metode merupakan ukuran berapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y)
dengan konsentrasi (x). liniearitas dapat diukur dengan melakuakn pengukuran tunggal pada
konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat
terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), inntersep, dan koefisien
korelasinya. Cara perhitungan ketiga parameter ini adapat dilihat pada bab 2.

7. Kisaran (range)

Kisaran suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi terndah dan tertinggi yang mana suatu
metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, dan liniearitas yang mencukupi. Kisaran-kisaran
konsentrasi yang diuji tergantung dari jnis metode dan kegunaannya. Untuk pengujian komponen
utama (mayor), maka konsentrasi baku harus diukur di dekat atau sama dengan konsentrasi
kandungan analit yang diharapkan. Suatu strategi yang baik adalah mengukur baku dengan
kisaran 25,50,75,100,125, dan 150% dari konsentrasi analit yang diharapkan.

8. Kekasaran (Reggedness)

Kekasaran (Reggedness) merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh di bawah


kondisi yang bermacam-macam yang diekspresikan sebagai persen standar deviasi relative (%
RSD). Kondisi-kondisi ini meliputi laboratorium, analis, alat, reagen, dan waktu percobaan yang
bebeda.

Kekasaran suatu metode mungkin tidak akan diketahui jika suatu metode dikembangkan pertama
kali, akan tetapi kekasaran suatu metode akan kelihatan jika digunakan berulang kali. Suatu
pengembangan metode yang bagus mensyaratkan suatu evaluasi yang sistematik terhadap factor-
faktor penting yang mempengaruhi kekasaran suatu metode.

Strategi untuk menentukan kekasaran suatu metode akan bervariasi tergantung pada
kompleksitas metode dan waktu yang tersedia untuk melakukan validasi. Penentuan kekasaran
metode dapat di batasi oleh kondisi-kondisi percobaan yang kritis, misalkan pengecekan
pengaruh kolom kromatografi yang bebeda (pabrik dan jenis yang sama) atau pengaruh-
pengaruh operasionalisasi metode pada laboratorium yang berbeda. Dalam kasus seperti ini,
semua factor harus dijaga konstan seperti fase gerak dan reagen-reagen yang digunakan.

9. Ketahanan (Robutness)

Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi
parameter metode yang kecil. Ketahanan dievaluasi dengan melakukan variasi parameter-
parameter metode seperti : persentase pelarut organic, pH, kekutan ionic, suhu, dan sebagainya.
Suatu praktek yang baik untuk mengevaluasi ketahanan suatu metode adalah dengan menvariasi
parameter-parameter penting dalam suatu metode secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya
pada pemisahan. Sebagai contoh, jika suatu metode menggunakan asetonitril 36%-air sebagai
fase geraknya, maka seorang analis lalu menvariasi persentase asotonitrilnya menjadi misalkan
33,36 dan 39% lalu melihat pengaruhnya pada waktu retensi analit yang diuji.

10. Stabilitas

Untuk memperoleh hasil-hasil analisis yang reprodusibel dan reliable, maka sampel, reagen dan
baku yang digunakan harus stabil pada waktu tertentu (misalkan 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, atau
tergantung kebutuhan). Sebagai contoh, suatu analisis untuk pengujian 1 sampel dapat
membutuhkan 10 atau lebih perlakuan kromatografi; yakni untuk menentukan kesesuaian
system, termasuk di dalamnya konsentrasi baku untuk membuat kurva baku dan juga untuk
membuat 2 atau 3 kali reprikasi terhadap sampel yang akan diuji. Dengan demikan, untuk
melakukan analisis suatu sampel saja dibutuhkan waktu beberapa jam, karenanya selama anlaisis
harus di pastikan bahwa sampel, Reagan, dan pelarut yang digunakan stabil. Untuk urinalisis
sampel dalam jumlah banyak, maka di butuhkan waktu yang lebih lama lagi, sehingga stabilitas
dapat menjadi factor yang kritis pada validasi metode.

Stabilitas semua larutan dan reagen sangat penting, baik ynag bekaitan dengan suhu atau yang
bekaitan dengan waktu. Jika larutan tidak stabil pada suhu kamar, maka penurunan suhu hingga
2-80c dapat meningkatkan stabilitas sampel dan standar. Pendingin dalam autosampel biasanya
tersedia untuk keperluan ini. Stabilitas juga penting, terkait dengan waktu pengerjaan. Sebagai
contoh, analisis secara gradient selama 100 menit tentunya membutuhkan fase gerak dengan
stabilitas yang lebih tinggi di bandingkan analisis secara isokratik selama 5 menit.

Fase gerak haruslah dipilih sedemikian rupa sehingga menghindari masalah-masalah yang terkait
dengan stabilitas. seabagai

Setiap hari dengan menggunakan THF yang baru. Beberapa fase gerak yang mengandung
bufer dapat mengakibatkan masalah, misalkan fase gerak yang mengandung fosfat dan asetat
akan mudah ditumbuhi bakteri, karena fosfat dan asetat merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikrobia. Natrium azida dengan konsentrasi 0,1% biasanya ditambahkan untuk
menghindari pertumbuhan bakteri ini. Penambahan pelarut organik dengan konsentrasi lebih dari
1 % juga merupakan cara yang efektif.

11. Kesesuaian Sistem

Sebelum melakukan analisis setiap hari, seorang analis harus memastikan bahwa sistem dan
prosedur yang digunakan harus mampu memberikan data yang dapat diterima. Hal ini dapat
dilakukan dengan percobaan kesesuaian sistem yang didefinisikan sebagai serangkaian uji untuk
menjamin bahwa metode tersebut dapt menghasilkan akurasi dan presisi yang dapat diterima.
Persyaratan-persyaratan kesesuaian sistem biasanya dilakukan setelah dilakukan pengembangan
metode dan validasi metode.

Farmakope Amerika (United States Pharmacopeia, USP) menetukan parameter-parameter yang


dapat digunakan untuk menetapkan kesesuaian sistem sebelum analisis. Parameter-parameter
yang digunakan melalui : bilangan lempeng teori (N), faktor tailing, kapasitas (k atau ) dan
nilai standar defiasi relatif (RSD) tinggi puncak dan luas puncak dari serangkaian injeksi. Pada
umumnya, paling tidak ada 2 kriteria yang biasanya dipersyaratkan unutk menunjukkan
kesesuaian sistem suatu metode. Nilai RSD tinggi puncak atau luas puncak dari 5 kali injeksi
larutan baku pada dasarnya dapt diterima sebagai salah satu kriteria baku untuk pengujian
komponen yang jumlahnya banyak (komponen mayor) jika nilai RSD 1% untuk 5 kali injeksi.
Sementara untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, nilai RSD dapat diterima jika antara
5-15%.

Anda mungkin juga menyukai