Definisi: Sindrom Weber merupakan suatu kumpulan gejala klinis dan tanda yang meliputi
kelumpuhan nervus okulomotorius (N.III) ipsilateral, hemiparesis spastik kontralateral, rigiditas
parkinsonism kontralateral (substansia nigra), distaksia kontralateral (traktus kortikopontis) serta
adanya defisit saraf kranialis yang kemungkinan disebabkan adanya gangguan pada persarafan
supranuklear pada nervus VII, IX, X dan XII.
Etiologi:
a) Penyumbatan pada pembuluh darah cabang samping yang berinduk pada ramus
perforantes medialis arteria basilaris. Oklusi ramus interpendikularis arteri serebri
posterior dan arteri khoroidalis posterior.
b) Insufisiensi perdarahan yang mengakibatkan lesi pada batang otak.
c) Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik sebagai akibat invasi dari thalamus atau
serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan keseragaman oleh karena
prosesnya berupa pinealoma, glioblastoma dan spongioblastoma dari serebelum.
Penyebab yang jarang adalah tumor (glioma).
d) Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri.
e) Stroke (hemoragik atau infark) di pedunkulus serebri.
f) Hematoma epiduralis.
Manifestasi Klinis:
Lesi ini biasanya bersifat unilateral dan mempengaruhi beberapa struktur dalam otak tengah.
Diagnosa :
3
Diagnosa Sindrom Weber dapat ditegakkan dengan melakukan anmnesis tentang riwayat
penyakit, termasuk juga riwayat keluhan berapa lama keluhan sudah dirasakan dan apakah
keluhan tersebut terjadi pada satu sisi atau dua sisi. Pemeriksaan saraf biasanya dapat dilakukan
dan sangat membantu untuk menentukan adanya Sindrom Weber. Pemeriksaan nervus
okulomotorius (nervus III) biasanya dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan nervus
troklearis (nervus IV) dan nervus abdusen (nervus VI).
Refleks cahaya langsung cahaya diarahkan pada satu pupil; reaksi yang tampa
adalah kontraksi pupil homolateral
Refleks cahaya tidak langsung cahaya diarahkan pada satu pupil; reaksi yang dilihat
adalah
Refleks akomodasi-konvergensi Pasien diminta melihat jauh kemudian melihat ke tangan
pemeriksan yang diletakkan 30cm di depan hidung pasien.
Pada saat melihat tangan pemeriksa, kedua bola mata
pasien bergerak secara konvergensi (kearah nasal) dan
tampak pupil mengecil. Refleks ini negatif pada
kerusakan saraf simpatikus leher.
Refles siliospinal (refleks nyeri) Refleksi reaksi nyeri dilakukan dalam ruangan dengan
penerangan yang samar-samar. Dengan cara merangsang
nyeri pada daerah leher dan sebagai reaksi pupil akan
melebar pada sisi ipsilateral. Refleks ini terjadi bila ada
benda asing pada kornea atau intraokuler atau pada cedera
mata/ pelipis.
Refleks okulosensorik Refleks nyeri ini adalah terjadinya konstriksi atau dilatasi
disusul konstriksi, sebagai respons rangsang nyeri di
daerah mata atau sekitarnya.
4
Dinilai dengan gerakan bola mata keenam arah yaitu lateral, medial, lateral atas, medial
atas dan medial bawah untuk mengetahui fungsi otot-otot ekstrinsik bola mata, dengan
cara: pasien menghadap ke depan dan bola mata digerakkan menurut perintah atau
mengikuti arah objek di depan pasien.
Definisi:
Etiologi
Adanya lesi pada nukleus ruber dan nervus okulomotorius karena oklusi pada ramus
interpedunkularis arteri basilaris atau arteri serebri posterior atau keduanya pada otak tengah,
trauma atau tumor. 1,2
Manifestasi klinis
Kelumpuhan nervus III ipsilateral dengan midrasis dan terfiksasi (gangguan serabut
radiks nervus III)
Gangguan sensasi raba, posisi dan getar kontralateral
Gangguan diskriminasi dua titik (keterlibatan lemnikus medialis dan traktus spino
talamikus)4
Hiperkinesia kontralateral (tremor, khorea, atetosis), akinesia kontralateral
Rigiditas kontralateral (substansia nigra)
5
Struktur yang terlibat Efek klinis
Definisi : hemiplegia alternans akibat lesi di pons adalah selamanya kelumpuhan UMN yang
melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada dibawah tingkat lesi yang berkombinasi
dengan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang disarafi oleh nervus VI atau nervus VII.
Etiologi
Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus interpedunkularis arteri basilaris dan arteri
serebri posterior. Sindrom Millard Gubler dan sindrom Foville termasuk juga ke dalam bagian
dari sindrom hemiplegia alternans pons. Sindrom ini disebabkan akibat terbentuknya suatu lesi
vaskuler yang bersifat unilateral. Selaras dengan pola percabangan arteri-arteri, maka lesi
vaskular di pons dapat dibagi ke dalam:
Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari rami perforantes medialis a.
basilaris
Lesi lateral, yang sesuai dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens yang pendek
Lesi di tegmentum bagian rostral pons akibat penyumbatan a. serebeli superior
Lesi di tegmentum bagian kaudal pons, yang seesuai dengan kawasan perdarahan
sirkumferens yang panjang.
Penyumbatan parsial terhadap salah satu cabang dari rami perforantes medialis arteri
basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi-lesi paramedian. Jika lesi paramedian itu bersifat
unilateral dan luas adanya, maka jaras kortikobulbar atau kortikospinal berikut dengan inti-inti
pes pontis serta serabut-serabut pontoserebelar akan terusak. Tegmentum pontis tidak terlibat
dalam lesi tersebut.
6
Manifestasi klinik
Tabel 5. Pada sindrom Foville, lesi mengenai bagian dorsal pons sehingga menyebabkan:
Struktur yang terlibat Efek klinis
Tabel 6. Pada sindrom Millard- Gubler, lesi mengenai bagian ventral pons dan menyebabkan:
Struktur yang terlibat Efek klinis
Etiologi
Sindrom ini terjadi disebabkan oleh oklusi cabang arteri basilaris (ramus
sirkumferensialis longus dan brevis).
7
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah kelumpuhan nuclear abdusen dan fasialis
ipsilateral, nistagmus (fasikulus longitudinalis medialis), paresis tatapan kearah sisi lesi;
hemiataksia dan asinergia ipsilateral (pedunkulus serebralis medialis); analgesia dan
termanestesia kontralateral (traktus spinotalamikus lateralis); hipestesia dan gangguan sensasi
posisi dan getar sisi kontralateral (lemniskus medialis); mioritmia palatum dan faring ipsilateral
(traktus tegmentalis sentralis).
Manifestasi klinis
Etiologi
Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus sirkumferensialis longus arteri basilaris dan
arteri serebelaris superior.
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah hilangnya sensasi wajah ipsilateral
(gangguan semua serabut nervus trigeminus) dan paralisis otot-otot pengunyah (nucleus motorius
nervus trigeminus), hemiataksia, intention tremor, adiadokokinesia (pedunkulus serebelaris
superior); gangguan semua modalitas sensorik kontralateral.
Manifestasi klinis
8
Kerusakan struktur Efek
Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, getar, dan posisi separuh tubuh
kontralateral
Ataksia
Traktus kortikonuklearis Kelumpuhan n. fasialis, n. glosofaringeus, n. vagus, n.
hipoglosus
(serabut yang keluar)
Etiologi
Sindrom ini muncul akibat dari oklusi ramus sirkumferensialis longus arteri basilaris dan
arteri serebelaris superior.
Manifestasi klinis
9
Gambaran klinis adalah hemianestesi semua modalitas sensorik ipsilateral, paralisis flasid
otot pengunyah ipsilateral, hemiataksia, intention termor, adiadokokinesi, disatria sereblar dan
hemiparesis spastik kontralateral.
Definisi : Sindroma Wallenberg atau memiliki nama lain Sindroma medula lateral atau Sindroma
arteri cerebelar posterior inferior (PICA syndrome) merupakan suatu penyakit dimana pasien
memiliki gejala neurologis dengan onset yang mendadak disebabkan oklusi atau embolisme di
teritori arteria inferior posterior atau arteria vertebralis. Adanya oklusi ini menyebabkan
terjadinya infark pada bagian lateral dari medula oblongata. Oklusi sering berasal dari arteri
vertebralis yang merupakan ibu cabang dari arteri serebeli posterior inferior. Hal ini sering
disebabkan oleh trauma pada leher, contoh kegiatan ciropractic, yoga dan trauma kepala leher.
Arteri vertebralis melintas di sepanjang leher sebelum masuk ke dalam kepala dan bercabang
menjadi arteri cerebeli posterior inferior.
10
Nucleus ambigus Paresis palatum, laring dan faring ipsilateral; suara serak
Definisi : Sindrom Dejerin ini terjadi akibat oklusi ramus paramedianus arteria vertebralis atau
arteria basilaris, umumnya bilateral.
Manifestasi Klinis
11
Nervus hipoglosus (nervus XII) Kelumpuhan flasid nervus XII dengan hemiatrofi lidah
Definisi : Sindrom ini juga dikenal dengan istilah Sindrom Bernard-Horner, Sindrom Claude
Bernard-Horner atau Oculosympathetic palsy. Sindrom Horner adalah suatu sindrom disebabkan
oleh kerusakan pada sistem saraf simpatik yang terdiri dari trias klasik berupa miosis (akibat
12
hilangnya fungsi m. dilator pupil, sehingga menyebabkan efek konstriksi m. sfingter pupil
menjadi dominan), ptosis parsial, enoftalmus (akibat hilangnya fungsi m. orbitalis) dan tidak ada
keringat pada sisi wajah yang sakit (anhidrosis). Pada sisi wajah yang sakit juga akan timbul
warna kemerahan akibat vasodilatasi pembuluh darah. 5
Etiologi
Terdapat tiga jenis penyebab sindrom Horner yang masing-masing tergantung pada jalurnya
(sentral, preganglion atau postganglion) yang berhubungan dengan bagian tubuh dalam jalurnya.
Karena saraf simpatis mengontrol tiap sisi, tanda dan gejala sindrom Horner biasanya terjadi
hanya pada satu sisi wajah. Lesi sentral dapat disebabkan oleh oklusi atau penutupan dari arteri
cerebellar posteroinferior (PICA) di bagian bawah batang otak, transient ischemic attack
(gangguan singkat suplai darah ke otak) atau karena tumor otak. Lesi preganglionik pula dapat
disebabkan oleh adanya kanker di apeks paru-paru (Pancoast Tumor), sindrom saraf frenikus,
hipertiroid, osteoarthritis di tulang leher dengan taji tulang (spurs), cedera tulang belakang dan
trauma leher (Whiplash injury). Lesi postganglionic dapat disebabkan oleh patah cluster
headache tulang tengkorak atau infeksi pada telinga tengah.5,6
Patofisiologi
Pusat siliospinalis merupakan area nuclear tempat munculnya persarafan simpatis yang
terletak di kornu lateralis medulla spinalis C8 hingga T2. Persarafan simpatis pada mata terdiri
dari 3 neuron. Serabut neuron yang pertama turun dari sisi ipsilateral hipotalamus melewati
batang otak dan korda servikal menuju ke T1/T2. Serabut ini bersinaps pada serabut simpatis sisi
ipsilateral preganglionik, lalu keluar dari korda menuju ke rangkaian simpatis sebagai neuron
yang kedua pada ganglion servikal superior. Neuron ketiga berjalan bersama dengan arteri
karotid interna ke dalam orbita dan mempersarafi mepersarafi m. dilator pupilae, m. tarsalis
superior dan inferior, dan m. orbitalis.. Ada juga serabut simpatis lain yang mempersarafi
kelenjar keringat dan pembuluh darah setengah sisi wajah ipsilateral. 6
13
Gambar 12. Persarafan
simpatis mata
Diagnosis
ii) Paredrin 1%
Paredrin 1% (Hidoksi amfetamin) digunakan untuk menentukan lokasi lesi. Paredrine akan
melepaskan nor-epinephrine dari terminal pre-sinaptik. Pada lesi di post ganglion, saraf terminal
mengalami degenerasi sehingga terjadi gangguan dilatasi pupil pada pemberian paredrin,
sedangkan pada lesi preganglion, jaras post ganglion masih intak sehingga paredrin
mengakibatkan dilatasi pupil.
Manifestasi klinik
Gejala-gejala miosis, ptosis dan anhidrosis merupakan manifestasi blokade aktivitas simpatik
dikenal sebagai sindroma Horner. 5,6
Ptosis
Ptosis adalah menurunnya palpebra superior, akibat pertumbuhan yang tidak baik atau paralisa
dari muskulus levator palpebra. Ada bermacam-macam derajat ptosis. Bila hebat dan
mengganggu penglihatan oleh karena palpebra superior menutupi pupil, maka ia mencoba
14
menaikkan palpebra tersebut dengan memaksa muskulus occipitofrontalis berkontraksi, sehingga
di dahi timbul berkerut-kerut dan alisnya terangkat. Kalau lebih hebat lagi, untuk dapat
mengatasinya, supaya penglihatan tercapai sebaik-baiknya maka penderita akan menjatuhkan
kepalanya ke belakang. Tanda-tanda ini adalah karakteristik untuk ptosis. Pada ptosis didapat
pula garis lipatan kulit yang berbentuk seperti huruf S pada palpebranya.
Miosis
Miosis adalah suatu keadaan dimana garis tengah pupil kurang dari 2 mm. Dimana ukuran
normal garis tengah pupil tersebut adalah antara 4 5 mm pada penerangan sedang. Pupil sangat
peka terhadap rangsangan cahaya dengan persarafan afferent nervus kranialis II sedangkan
efferentnya nervus kranialis III. Sehingga mengecil bila cahaya datang (miosis) dam membesar
bila tidak ada atau sangat sedikit sekali cahaya (remang-remang), keadaan ini disebut dengan
midriasis yaitu diameter pupil lebih dari 5 mm.
Enoftalmus
Enoftalmus, merupakan keadaan dimana bola mata letaknya lebih ke dalam, di dalam ruang
orbita. Penyebabnya antara lain:
1. kelainan congenital
2. lanjut umur, karena berkurangnya jaringan lemak di orbita
3. fraktur dari salah satu dinding orbita terutama dasar orbita, dimana bola mata dapat
masuk ke dalam sinus maksilaris
Anhidrosis
Anhidrosis merupakan suatu gejala karena kuman lues menyerang sistem persarafan, sehingga
produksi minyak terhambat atau kurangnya produksi minyak disebabkan oleh proses yang
abnormal oleh kuman lues tersebut. Pada penyakit-penyakit darah dan hipertensi juga terdapat
sindrom Horner yang mencerminkan terputusnya serabut-serabut simpatetik servikal. Pada lesi
vaskuler parsial dapat terjadi bahwa kombinasi hemiparastesia parsilaris dan hemiataksia
ipsilateral saja yang ditemukan. Bila juga terjadi bahwa sindroma tersebut timbul bersama
dengan sindrom Horner.
Pengobatan
Pengobatan tergantung pada penyebab masalah, tetapi tidak ada pengobatan murni untuk
sindrom Horner yang sebenarnya.
15
X. Sindrom Sinus Kavernosus
Definisi : Sindrom Sinus Kavernosus muncul akibat gangguan saraf pada N. II, III, IV yang
menyebabkan terjadi sekumpulan tanda dan gejala yang terdiri daripada: 7
Etiologi
16
Patofisiologi
Sinus kavernosus adalah suatu trabekula sinus vena yang berlokasi antara selubung dari
duramater dan bersebelahan dengan sela tursika. Sinus ini merupakan muara dari vena orbital
superior dan inferior dan mengalir ke sinus petrosus superior dan inferior. Sinus ini terdiri
daripada arteri karotis, pleksus simpatisnya, saraf kranialis ke III, ke IV dan ke VI. Cabang
menuju ke mata dan maksila dari n. trigeminus melintasi sinus ini juga. Saraf-saraf ini hanya
melewati dinding sinus sedangkan arteri karotis melewati sinus itu sendiri. 7
Diagnosa
Selain anamnesa yang baik dan teliti, pemeriksaan yang paling baik bagi menentukan
sindrom sinus kavernosus adalah dengan melakukan MRI dan MRA; sehingga angiografi
serebral tidak perlu dilakukan. Perlu juga dilakukan pemeriksaan penunjang yang lain seperti
foto kepala, foto orbita dan foto daerah sella-parasella untuk mencari penyebab spesifik sindrom
ini.7
Manifestasi klinik
Pemeriksaan penunjang Hntibiot adalah MRI dan MRA. Keduanya cukup spesifik sehingga
angiografi serebral tidak perlu dilakukan kecuali bila direncanakan balon oklusi. Gambaran
klinis lesi pada sinus kavernosus memiliki karakteristik gejala sebagai berikut: 7
17
Kelumpuhan nervus III, IV, VI unilateral dan terisolir
Pola kombinasi oftalmolplgia
Oftalmoplegia disertai nyeri
Proptosis (exophthalmus mengarah ke fistel hubungan langsung karotis-kavernosus)
Bruit Hntibi dan cranial
Kongesti konjungtiva; arterilisasi dari vena konjungtiva
Hipertensi okuler
Edema optic disc atau kabur; perdarahan retina
Hilangnya sensasi cabang pertama atau kedua saraf trigeminus.
Pupil Hnti terganggu atau tidak atau tampak tidak terganggu dengan keterlibatan
okulosimpatis dan parasimpatis konkomitan/bersamaan.
Pengobatan
Definisi : Bells palsy adalah suatu gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan saraf
fasialis, yang menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi wajah. Paralisis ini menyebabkan
asimetri wajah serta menggangu fungsi normal, seperti menutup mata dan makan.8
Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diduga terjadi pembengkakkan pada saraf wajah sebagai
reaksi terhadap infeksi virus, penekanan atau berkurangnya aliran darah. Penyebab infeksi yang
tersering adalah virus herpes simpleks-tipe 1. Penyebab lain antara lain: 8
(a) Infeksi virus lain.
(b) Neoplasma : setelah pengangkatan tumor otak (neuroma akustik) atau tumor lain.
(c) Trauma : fraktur basal tengkorak, luka di telinga tengah, dan menyelam.
(d) Neurologis: sindrom Gullain-Barre.
(e) Metabolik : kehamilan, diabete mellitus, hipertiroidisme, dan hipertensi.
(f) Toksik : alcohol, talidomid, tetanus, dan karbon monoksida.
18
Manifestasi klinik
(iii) Residual
Mata terlihat lebih kecil
Kedipan mata jarang atau tidak sempurna
Senyum yang asimetris
Spasme hemifasial pascaparalitik
Otot hipertonik
Sinkinesia
Berkeringat saat makan atau saat beraktivitas
Otot menjadi lebih flasid bila lelah
Otot menjadi kaku saat letih atau kedinginan
19
Diagnosis
Pada inspeksi terlihat pendataran dahi dan lipatan nasolabial pada sisi yang terkena. Ketika
pasien diminta menaikkan alis mata, sisi dahi yang lumpuh terlihat datar. Ketika pasien diminta
tersneyum, wajah menjadi menyimpang dan terdapat lateralisasi ke issi yang berlawanan dari
yang lumpuh. Pada saat berusaha untuk menutup mata, bola mata seolah bergulir ke atas pada
sisi yang lumpuh. Hal ini disebut fenomena bell dan merupakan hal yang normal pada saat
menutup mata. 8
Pemeriksaan yang teliti pada kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan harus dilakukan
pada pasien dengan kelumpuhan wajah. Pada telinga luar harus dilihat adanya vesikel, infeksi
atau trauma, penurunan sensibilitas rasa nyeri di daerah auricular posterior. Pasien dengan
paralisis otot stapedius mengalami hiperakusis. 8
Pengobatan
Terapi umum
Untuk menghilangkan penekanan dapat diberikan prednisone dan antiviral sesegera mungkin.
Window of opportunity untuk memulai pengobatan adalah 7 hari sejak awitan. Prednison dapat
diberikan jika muncul tanda-tanda radang. Istirahat merupakan bagian dari terapi yang sangat
20
penting.Pemakaian kacamata dengan lensa berwarna atau kaca mata hitam kadang-kadang
diperlukan untuk menjaga mata tetap lembab saat bekerja. Pemijatan wajah boleh dilakukan.
Untuk rasa nyeri atau tidak nyaman, kompres hangat akan membantu. Obat yang dapat
menghilangkan nyeri ini diantaranya gabapentin.8
Antiviral
Pemberian antiviral seperti famsiklovir dan asiklovir sering diserapkan sebagai obat antiviral.
Saat ini dapat digunakan antiviral baru seperti valasiklovir yang bekerja cepat.
Vitamin B
Vitamin B penting dalam fungsi sistem saraf.
Perawatan mata
Pemberian air mata buatan, lubrikan dan pelindung mata.
21
VI (perifer) dan n. VII
(nuklear) ipsilateral
Hemiplagia
kontralateral
sirkumferensialis arteri
Millard-Gubler Analgesia
basilaris, tumor, abses
Termanestesia
Gangguan sensasi
raba, posisi, serta getar
sisi kontralateral
Kelumpuhan nuklear
N. VI dan n. VII
ipsilateral
Nistagmus
Paresis melirik ke
Oklusi cabang arteri lateral ipsilateral
Sindrom
basilaris (ramus Hemiataksia dan
tegmentum pontis Pons
sirkumferensialis longus asinergia ipsilateral
kaudale
dan brevis) Hipestesia dan
gangguan sensasi
posisi dan getar sisi
kontralateral
Mioritmia palatum dan
faring ipsilateral
Hilangnya sensasi
wajah ipsilateral
Paralisis otot-otot
Oklusi ramus pengunyah
Sindrom
sirkumferensialis longus Hemiataksia
tegmentum pontis Pons
orale
arteri basilaris dan arteri Intention tremor
serebelaris superior Adiadokokinesia
Gangguan semua
modalitas sensorik
kontralateral
Paresis flasid otot-otot
pengunyah ipsilateral
Hipestesia, analgesia,
Oklusi ramus
Sindrom basis dan termanestesia
sirkuferensialis brevis dan
pontis bagian Pons wajah
ramus paramedianus arteri
tengah
basilaris Hemiataksia dan
asinergia ipsilateral
Hemiparesis spastic
kontralateral
Sindrom Medulla Oklusia atau emboli di Vertigo
Wallenberg oblongata teritori arteri serebeli
22
Nistagmus
Nausea
inferior posterior atau Muntah
arteri vertebralis Disartria
Disfonia
Singultus (cegukan)
Kelumpuhan flasid N.
XII ipsilateral
Oklusia ramus Hemiplagia
Medulla paramedianus arteri kontralateral dan tanda
Sindrom Dejerine
oblogata vertebralis atau arteri babinski
basilaris Hipestesia kolumna
posterior kontralateral
Nistagmus
Miosis
Sistem saraf Kerusakan dari sistem Ptosis
Sindrom Horner
simpatis saraf simpatis Anhidrosis
Enoftalmus
Oftalmoplegia
Eksoftalmus
Sindrom Sinus Sinus Gangguan pada N III, IV, Sindrom Horner
Kavernosus karvenosus VI Chemosis
Hilang sensori dari
trigeminal
Paralisis satu sisi
wajah menyebabkan
Nervus simetri wajah serta
Bells palsy Kerusakan saraf fasialis
fasialis gangguan fungsi
menutup mata dan
makan.
23
BAB III
KESIMPULAN
Batang otak terletak paling kaudal, terbagi menjadi medulla oblongata, pons dan
mesensefalon. Secara anatomi batang otak termasuk struktur yang kompleks dengan fungsi yang
beragam dan penting secara klinis, sehingga jika terdapat lesi, tunggal dan sekecil apapun, lesi
itu hampir selalu merusak beberapa nukleus, pusat refleks, traktus ataupun jaras yang terletak di
batang otak. Lesi tersebut seringkali bersifat vascular degeneratif atau demielinasi dapat juga
merusak batang otak. Kumpulan dari gejala-gejala yang khas dan bersifat alternans pada batang
otak tersebut membentuk suatu sindroma yang kemudian dikenal dengan sebutan sindrom batang
otak.
Sindroma batang otak merupakan sekumpulan gejala yang ditandai dengan terganggunya
satu atau beberapa fungsi dari saraf kranial maupun jejas saraf simpatis baik melalui proses
mekanik berupa invasi maupun trauma ataupun akibat adanya suatu gangguan vaskularisasi.
Sindroma ini ditandai gejala-gejala yang khas dan bersifat alternans. Dengan mengetahui
berbagai sindrom tersebut diharapkan bagi seorang klinisi untuk membantu menentukan letak
lesi yang terjadi berdasarkan gejala-gejala klinis yang tampak. Prognosis dari berbagai sindrom
tersebut sangat tergantung dari penyebab yang mendasari gangguan tersebut sehingga dalam
penatalaksanaanya juga didasarkan pada gangguan atau lesi primer yang menyebabkan fungsi
sebagian atau beberapa saraf kranial tersebut.
24
Daftar Pustaka
2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit PT. Dian Rakyat. Jakarta; 2008.
h31 156.
7. Adriani D. Sindroma Sinus Kavernosus. Departemen Neurologi FKUI. Jakarta; 2008. h110.
8. Dewanto G, Suwono W.J, Riyanto B et all. Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf : Bells
Palsy. Cetakan I. EGC, Jakarta. 2009 : h137-41.
25
26