Anda di halaman 1dari 24

SINDROM BATANG OTAK

I. Sindrom Weber (Sindrom Pedunkulus Serebri)

Definisi: Sindrom Weber merupakan suatu kumpulan gejala klinis dan tanda yang meliputi
kelumpuhan nervus okulomotorius (N.III) ipsilateral, hemiparesis spastik kontralateral, rigiditas
parkinsonism kontralateral (substansia nigra), distaksia kontralateral (traktus kortikopontis) serta
adanya defisit saraf kranialis yang kemungkinan disebabkan adanya gangguan pada persarafan
supranuklear pada nervus VII, IX, X dan XII.

Etiologi:

a) Penyumbatan pada pembuluh darah cabang samping yang berinduk pada ramus
perforantes medialis arteria basilaris. Oklusi ramus interpendikularis arteri serebri
posterior dan arteri khoroidalis posterior.
b) Insufisiensi perdarahan yang mengakibatkan lesi pada batang otak.
c) Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik sebagai akibat invasi dari thalamus atau
serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan keseragaman oleh karena
prosesnya berupa pinealoma, glioblastoma dan spongioblastoma dari serebelum.
Penyebab yang jarang adalah tumor (glioma).
d) Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri.
e) Stroke (hemoragik atau infark) di pedunkulus serebri.
f) Hematoma epiduralis.

Manifestasi Klinis:

Lesi ini biasanya bersifat unilateral dan mempengaruhi beberapa struktur dalam otak tengah.

Tabel 1. Kerusakan struktur batang otak dan efeknya.

KERUSAKAN STRUKTUR EFEK


Substansia nigra Kontralteral parkinsonism
Serabut kortikospinalis Kontralateral hemiparesis
Traktus kortikobulbaris Kerusakah pada otot-otot wajah bagian bawah
yang kontralateral dan fungsi nervus
hipoglosus (N.XII)
Serabut nervus okulomotorius (N.III) Kelumpuhan nervus okulomotorius ipsilateral
yang menyebabkan kelopak mata terkulai dan
pupil yang melebar. Hal ini menyebabkan
diplopia.

Diagnosa :

3
Diagnosa Sindrom Weber dapat ditegakkan dengan melakukan anmnesis tentang riwayat
penyakit, termasuk juga riwayat keluhan berapa lama keluhan sudah dirasakan dan apakah
keluhan tersebut terjadi pada satu sisi atau dua sisi. Pemeriksaan saraf biasanya dapat dilakukan
dan sangat membantu untuk menentukan adanya Sindrom Weber. Pemeriksaan nervus
okulomotorius (nervus III) biasanya dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan nervus
troklearis (nervus IV) dan nervus abdusen (nervus VI).

Pemeriksaan tersebut terdiri atas:

a) Pemeriksaan celah kelopak mata


Pasien diminta untuk memandang lurus ke depan, kemudian dinilai kedudukan kelopak
mata terhadap pupil dan iris.

b) Pemeriksaan pupil, yang perlu diperiksa adalah:


Ukuran: apakah normal diameternya, miosis, midriasis, pin-point pupil
Bentuk: apakah normal, isokor, anisokor
Posisi: apakah sentral atau eksentrik
Refleks pupil

Refleks cahaya langsung cahaya diarahkan pada satu pupil; reaksi yang tampa
adalah kontraksi pupil homolateral

Refleks cahaya tidak langsung cahaya diarahkan pada satu pupil; reaksi yang dilihat
adalah
Refleks akomodasi-konvergensi Pasien diminta melihat jauh kemudian melihat ke tangan
pemeriksan yang diletakkan 30cm di depan hidung pasien.
Pada saat melihat tangan pemeriksa, kedua bola mata
pasien bergerak secara konvergensi (kearah nasal) dan
tampak pupil mengecil. Refleks ini negatif pada
kerusakan saraf simpatikus leher.
Refles siliospinal (refleks nyeri) Refleksi reaksi nyeri dilakukan dalam ruangan dengan
penerangan yang samar-samar. Dengan cara merangsang
nyeri pada daerah leher dan sebagai reaksi pupil akan
melebar pada sisi ipsilateral. Refleks ini terjadi bila ada
benda asing pada kornea atau intraokuler atau pada cedera
mata/ pelipis.
Refleks okulosensorik Refleks nyeri ini adalah terjadinya konstriksi atau dilatasi
disusul konstriksi, sebagai respons rangsang nyeri di
daerah mata atau sekitarnya.

c) Gerakan bola mata

4
Dinilai dengan gerakan bola mata keenam arah yaitu lateral, medial, lateral atas, medial
atas dan medial bawah untuk mengetahui fungsi otot-otot ekstrinsik bola mata, dengan
cara: pasien menghadap ke depan dan bola mata digerakkan menurut perintah atau
mengikuti arah objek di depan pasien.

II. Sindrom Benedickt

Definisi:

Sindrom Benedickt merupakan sindrom neurologi paralisis nervus okulomotorius (N.III)


karena trauma pada N.III dan nukleus ruber. Hal ini terjadi disebabkan tersumbatnya cabang-
cabang interpedunkularis dari arteri basilaris atau serebralis posterior atau keduanya pada otak
tengah. Ini digambarkan sebagai suatu kelumpuhan n. okulomorius ipsilateral yang disertai oleh
tremor berirama atau ritmik pada tangan kanan atau kaki bagian kontralateral yang ditingkatkan
oleh adanya gerakan mendadak atau tanpa disengaja, dan menghilang ketika istirahat. Yang
merupakan akibat dari kerusakan pada nukleus ruber yang menuju keluar dari sisi yang
berlawanan ada hemisfer serebelum. Bisa juga terdapat hiperestesia kontralateral. Selain itu,
adanya gangguan sensasi raba, posisi, getar kontralateral serta diskriminasi dua titik (keterlibatan
lemniskus medialis); hiperkinesia kontralateral (tremor, korea, atetosis) akibat keterlibatan pada
nukleus ruber; rigiditas kontralateral (substansia nigra). 1,2

Etiologi

Adanya lesi pada nukleus ruber dan nervus okulomotorius karena oklusi pada ramus
interpedunkularis arteri basilaris atau arteri serebri posterior atau keduanya pada otak tengah,
trauma atau tumor. 1,2

Manifestasi klinis

Kelumpuhan nervus III ipsilateral dengan midrasis dan terfiksasi (gangguan serabut
radiks nervus III)
Gangguan sensasi raba, posisi dan getar kontralateral
Gangguan diskriminasi dua titik (keterlibatan lemnikus medialis dan traktus spino
talamikus)4
Hiperkinesia kontralateral (tremor, khorea, atetosis), akinesia kontralateral
Rigiditas kontralateral (substansia nigra)

Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi :

5
Struktur yang terlibat Efek klinis

Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi dan getar kontralateral.

Nukleus ruber Hiperkinesia kontralateral (korea atetosis)

Substansia nigra Akinesia (parkinsomnisme) kontralateral

Radiks n. okulomotorius Kelumpuhan n. okulomotorius ipsilateral dengan pupil yang


berdilatasi dan terfiksasi

III. Sindrom Foville-Millard Gubler (Sindrom basis pontis kaudalis)

Definisi : hemiplegia alternans akibat lesi di pons adalah selamanya kelumpuhan UMN yang
melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada dibawah tingkat lesi yang berkombinasi
dengan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang disarafi oleh nervus VI atau nervus VII.

Etiologi

Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus interpedunkularis arteri basilaris dan arteri
serebri posterior. Sindrom Millard Gubler dan sindrom Foville termasuk juga ke dalam bagian
dari sindrom hemiplegia alternans pons. Sindrom ini disebabkan akibat terbentuknya suatu lesi
vaskuler yang bersifat unilateral. Selaras dengan pola percabangan arteri-arteri, maka lesi
vaskular di pons dapat dibagi ke dalam:

Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari rami perforantes medialis a.
basilaris
Lesi lateral, yang sesuai dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens yang pendek
Lesi di tegmentum bagian rostral pons akibat penyumbatan a. serebeli superior
Lesi di tegmentum bagian kaudal pons, yang seesuai dengan kawasan perdarahan
sirkumferens yang panjang.

Penyumbatan parsial terhadap salah satu cabang dari rami perforantes medialis arteri
basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi-lesi paramedian. Jika lesi paramedian itu bersifat
unilateral dan luas adanya, maka jaras kortikobulbar atau kortikospinal berikut dengan inti-inti
pes pontis serta serabut-serabut pontoserebelar akan terusak. Tegmentum pontis tidak terlibat
dalam lesi tersebut.

6
Manifestasi klinik

Tabel 5. Pada sindrom Foville, lesi mengenai bagian dorsal pons sehingga menyebabkan:
Struktur yang terlibat Efek klinis

Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi dan getar kontralateral.

Lemnikus lateralis Tuli

Nucleus n. fasialis Kelumpuhan n. fasialis perifer ipsilateral

Traktus spinitalamikus lateralis Analgesia dan termanestesia setengah tubuh kontralateral

Traktus piramidalis Hemiplegia spastic kontralateral

N. abdusens Kelumpuhan n. abdusens perifer ipsilateral

Tabel 6. Pada sindrom Millard- Gubler, lesi mengenai bagian ventral pons dan menyebabkan:
Struktur yang terlibat Efek klinis

Traktus kortikospinalis Hemiplegia kontralateral

N. fasialis Kelumpuhan wajah ipsilateral

N. abdusens Kelumpuhan melirik ke lateral ipsilateral

Gambar 5: Sindrom Foville- Millard Gubler

IV. Sindrom tegmentum pontis kaudale

Etiologi

Sindrom ini terjadi disebabkan oleh oklusi cabang arteri basilaris (ramus
sirkumferensialis longus dan brevis).

7
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah kelumpuhan nuclear abdusen dan fasialis
ipsilateral, nistagmus (fasikulus longitudinalis medialis), paresis tatapan kearah sisi lesi;
hemiataksia dan asinergia ipsilateral (pedunkulus serebralis medialis); analgesia dan
termanestesia kontralateral (traktus spinotalamikus lateralis); hipestesia dan gangguan sensasi
posisi dan getar sisi kontralateral (lemniskus medialis); mioritmia palatum dan faring ipsilateral
(traktus tegmentalis sentralis).

Manifestasi klinis

Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:

Kerusakan struktur Efek

Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi, dan getar kontralateral

Lemnikus lateralis Tuli

Nukleus n. fasialis Kelumpuhan n. VII perifer ipsilateral

Traktus spinotalamikus lateralis Analgesia dan termanestesia setengah tubuh kontralateral

Traktus piramidalis Hemiplagia spastic kontralateral

N. abdusen Kelumpuhan n. VI perifer ipsilateral

V. Sindrom tegmentum pontis orale

Etiologi

Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus sirkumferensialis longus arteri basilaris dan
arteri serebelaris superior.

Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah hilangnya sensasi wajah ipsilateral
(gangguan semua serabut nervus trigeminus) dan paralisis otot-otot pengunyah (nucleus motorius
nervus trigeminus), hemiataksia, intention tremor, adiadokokinesia (pedunkulus serebelaris
superior); gangguan semua modalitas sensorik kontralateral.

Manifestasi klinis

Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:

8
Kerusakan struktur Efek

Pedunkulus serebelaris superior Hemiataksia


Intention tremor
Adiadokokinesi
Disarteria serebelar
Nukleus prinsipalis sensorik n. Gangguan sensasi epikritik wajah ipsilateral
trigeminus

Nukleus traktus spinalis n. Analgesia dan termanestesia wajah ipsilateral


trigeminus

Nucleus motorik n . trigeminus Paralisis flaksid (nuklear) otot-otot pengunyah ipsislateral

Traktus tegmentalis sentralis Mioritmia palatum dan faring

Traktus tektospinalis Hilangnya reflex kedip

Traktus spinotalamikus lateral Analgesia dan termanestesia separuh tubuh kontralateral

Lemnikus lateralis Tuli

Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, getar, dan posisi separuh tubuh
kontralateral
Ataksia
Traktus kortikonuklearis Kelumpuhan n. fasialis, n. glosofaringeus, n. vagus, n.
hipoglosus
(serabut yang keluar)

VI. Sindrom basis pontis bagian tengah

Etiologi

Sindrom ini muncul akibat dari oklusi ramus sirkumferensialis longus arteri basilaris dan
arteri serebelaris superior.

Manifestasi klinis

9
Gambaran klinis adalah hemianestesi semua modalitas sensorik ipsilateral, paralisis flasid
otot pengunyah ipsilateral, hemiataksia, intention termor, adiadokokinesi, disatria sereblar dan
hemiparesis spastik kontralateral.

Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:

Struktur yang terlibat Efek klinis

Radiks n. trigeminus Hemianestesia semua modalitas sensorik ipsilateral

Paralisis flaksid otot pengunyah ipsilateral

Pedunkulus serebelaris medial Hemiataksia dan asinergia ipsilateral

Traktus kortikospinalis Hemiparesis spastik kontralateral

Nuclei pontis Diktaksia ipsilateral

VII. Sindrom Wallenberg (Sindrom Medularis Dorsolateralis)

Definisi : Sindroma Wallenberg atau memiliki nama lain Sindroma medula lateral atau Sindroma
arteri cerebelar posterior inferior (PICA syndrome) merupakan suatu penyakit dimana pasien
memiliki gejala neurologis dengan onset yang mendadak disebabkan oklusi atau embolisme di
teritori arteria inferior posterior atau arteria vertebralis. Adanya oklusi ini menyebabkan
terjadinya infark pada bagian lateral dari medula oblongata. Oklusi sering berasal dari arteri
vertebralis yang merupakan ibu cabang dari arteri serebeli posterior inferior. Hal ini sering
disebabkan oleh trauma pada leher, contoh kegiatan ciropractic, yoga dan trauma kepala leher.
Arteri vertebralis melintas di sepanjang leher sebelum masuk ke dalam kepala dan bercabang
menjadi arteri cerebeli posterior inferior.

Struktur yang terlibat Efek klinis

Nucleus vestibularis inferior Nistagmus dan kecenderungan jatuh ke sisi ipsilateral.

Nucleus dorsalis n. vagus Takikardia dan dispnea

Pedunkulus serebelaris inferior Ataksia dan asinergia ipsilateral

Nucleus traktus solitaries Ageusia (kehilangan rasa)

10
Nucleus ambigus Paresis palatum, laring dan faring ipsilateral; suara serak

Nucleus n. kokhlearis Tuli

Nucleus traktus spinalis n. Analgesi dan termanestesia wajah ipsilateral; reflex


trigeminus kornea menghilang

Sindrom Horner; hipohidrosis; vasodilator wajah


Jaras simpatis sentral
ipsilateral

Traktus spinoserebelaris anterior Ataksia; hipotonia ipsilateral

Traktus spinotalamikus lateralis Analgesi dan teranestesi setengah tubuh kontralateral

Traktus tegmentalis sentralis Mioritma palatum dan faring

Formasio retikularis Cegukan (singultus)

VIII. Sindrom Dejerin (Sindrom medularis medialis)

Definisi : Sindrom Dejerin ini terjadi akibat oklusi ramus paramedianus arteria vertebralis atau
arteria basilaris, umumnya bilateral.

Manifestasi Klinis

Struktur yang terlibat Efek klinis

Fasikulus longitudinalis Nistagmus

Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, getar, dan posisi kontralateral

Oliva Mioritmia palatum dan posisi kontralateral

11
Nervus hipoglosus (nervus XII) Kelumpuhan flasid nervus XII dengan hemiatrofi lidah

Hemiplagia kontralateral (bukan spastik) tetapi terdapat


Traktus piramidalis
refleks Babinski

SINDROM YANG MENYERUPAI

SINDROM BATANG OTAK

IX. Sindrom Horner

Definisi : Sindrom ini juga dikenal dengan istilah Sindrom Bernard-Horner, Sindrom Claude
Bernard-Horner atau Oculosympathetic palsy. Sindrom Horner adalah suatu sindrom disebabkan
oleh kerusakan pada sistem saraf simpatik yang terdiri dari trias klasik berupa miosis (akibat

12
hilangnya fungsi m. dilator pupil, sehingga menyebabkan efek konstriksi m. sfingter pupil
menjadi dominan), ptosis parsial, enoftalmus (akibat hilangnya fungsi m. orbitalis) dan tidak ada
keringat pada sisi wajah yang sakit (anhidrosis). Pada sisi wajah yang sakit juga akan timbul
warna kemerahan akibat vasodilatasi pembuluh darah. 5

Etiologi

Terdapat tiga jenis penyebab sindrom Horner yang masing-masing tergantung pada jalurnya
(sentral, preganglion atau postganglion) yang berhubungan dengan bagian tubuh dalam jalurnya.
Karena saraf simpatis mengontrol tiap sisi, tanda dan gejala sindrom Horner biasanya terjadi
hanya pada satu sisi wajah. Lesi sentral dapat disebabkan oleh oklusi atau penutupan dari arteri
cerebellar posteroinferior (PICA) di bagian bawah batang otak, transient ischemic attack
(gangguan singkat suplai darah ke otak) atau karena tumor otak. Lesi preganglionik pula dapat
disebabkan oleh adanya kanker di apeks paru-paru (Pancoast Tumor), sindrom saraf frenikus,
hipertiroid, osteoarthritis di tulang leher dengan taji tulang (spurs), cedera tulang belakang dan
trauma leher (Whiplash injury). Lesi postganglionic dapat disebabkan oleh patah cluster
headache tulang tengkorak atau infeksi pada telinga tengah.5,6

Patofisiologi

Pusat siliospinalis merupakan area nuclear tempat munculnya persarafan simpatis yang
terletak di kornu lateralis medulla spinalis C8 hingga T2. Persarafan simpatis pada mata terdiri
dari 3 neuron. Serabut neuron yang pertama turun dari sisi ipsilateral hipotalamus melewati
batang otak dan korda servikal menuju ke T1/T2. Serabut ini bersinaps pada serabut simpatis sisi
ipsilateral preganglionik, lalu keluar dari korda menuju ke rangkaian simpatis sebagai neuron
yang kedua pada ganglion servikal superior. Neuron ketiga berjalan bersama dengan arteri
karotid interna ke dalam orbita dan mempersarafi mepersarafi m. dilator pupilae, m. tarsalis
superior dan inferior, dan m. orbitalis.. Ada juga serabut simpatis lain yang mempersarafi
kelenjar keringat dan pembuluh darah setengah sisi wajah ipsilateral. 6

13
Gambar 12. Persarafan
simpatis mata

Diagnosis

Selain menemukan trias sindrom Horner, pemeriksaan laboratorium dan pencitraan,


pengujian secara farmakologis sangat membantu dan melokalisasi lesi yang menyebabkan
sindrom ini. Letak lesi penyebab sindrom Horner perlu ditentukan karena lesi yang letaknya
distal di ganglion servikale superior biasanya 98% jinak sedangkan lesi yang terletak proksimal
darinya 50% ganas. 6

i) Kokain 4% atau 10%


Kokain menghambat pengambilan kembali norepinefrin. Dengan meneteskan kokaine 4% atau
10% pada mata, normalnya akan terjadi dilatasi pada pupil. Pada sindrom Horner, dilatasi yang
terjadi sangat berkurang. Lesi pada jaras simpatik menyebabkan berkurangnya epinefrin yang
dilepaskan oleh neuron sehingga pupil sisi tersebut tidak akan berdilatasi.

ii) Paredrin 1%

Paredrin 1% (Hidoksi amfetamin) digunakan untuk menentukan lokasi lesi. Paredrine akan
melepaskan nor-epinephrine dari terminal pre-sinaptik. Pada lesi di post ganglion, saraf terminal
mengalami degenerasi sehingga terjadi gangguan dilatasi pupil pada pemberian paredrin,
sedangkan pada lesi preganglion, jaras post ganglion masih intak sehingga paredrin
mengakibatkan dilatasi pupil.

Manifestasi klinik

Gejala-gejala miosis, ptosis dan anhidrosis merupakan manifestasi blokade aktivitas simpatik
dikenal sebagai sindroma Horner. 5,6

Ptosis
Ptosis adalah menurunnya palpebra superior, akibat pertumbuhan yang tidak baik atau paralisa
dari muskulus levator palpebra. Ada bermacam-macam derajat ptosis. Bila hebat dan
mengganggu penglihatan oleh karena palpebra superior menutupi pupil, maka ia mencoba

14
menaikkan palpebra tersebut dengan memaksa muskulus occipitofrontalis berkontraksi, sehingga
di dahi timbul berkerut-kerut dan alisnya terangkat. Kalau lebih hebat lagi, untuk dapat
mengatasinya, supaya penglihatan tercapai sebaik-baiknya maka penderita akan menjatuhkan
kepalanya ke belakang. Tanda-tanda ini adalah karakteristik untuk ptosis. Pada ptosis didapat
pula garis lipatan kulit yang berbentuk seperti huruf S pada palpebranya.

Miosis
Miosis adalah suatu keadaan dimana garis tengah pupil kurang dari 2 mm. Dimana ukuran
normal garis tengah pupil tersebut adalah antara 4 5 mm pada penerangan sedang. Pupil sangat
peka terhadap rangsangan cahaya dengan persarafan afferent nervus kranialis II sedangkan
efferentnya nervus kranialis III. Sehingga mengecil bila cahaya datang (miosis) dam membesar
bila tidak ada atau sangat sedikit sekali cahaya (remang-remang), keadaan ini disebut dengan
midriasis yaitu diameter pupil lebih dari 5 mm.

Enoftalmus
Enoftalmus, merupakan keadaan dimana bola mata letaknya lebih ke dalam, di dalam ruang
orbita. Penyebabnya antara lain:
1. kelainan congenital
2. lanjut umur, karena berkurangnya jaringan lemak di orbita
3. fraktur dari salah satu dinding orbita terutama dasar orbita, dimana bola mata dapat
masuk ke dalam sinus maksilaris

Anhidrosis
Anhidrosis merupakan suatu gejala karena kuman lues menyerang sistem persarafan, sehingga
produksi minyak terhambat atau kurangnya produksi minyak disebabkan oleh proses yang
abnormal oleh kuman lues tersebut. Pada penyakit-penyakit darah dan hipertensi juga terdapat
sindrom Horner yang mencerminkan terputusnya serabut-serabut simpatetik servikal. Pada lesi
vaskuler parsial dapat terjadi bahwa kombinasi hemiparastesia parsilaris dan hemiataksia
ipsilateral saja yang ditemukan. Bila juga terjadi bahwa sindroma tersebut timbul bersama
dengan sindrom Horner.

Pengobatan

Pengobatan tergantung pada penyebab masalah, tetapi tidak ada pengobatan murni untuk
sindrom Horner yang sebenarnya.

15
X. Sindrom Sinus Kavernosus

Definisi : Sindrom Sinus Kavernosus muncul akibat gangguan saraf pada N. II, III, IV yang
menyebabkan terjadi sekumpulan tanda dan gejala yang terdiri daripada: 7

i) Oftalmoplegi (paralisis satu atau lebih otot mata)


ii) Chemosis (edema pada konjungtiva)
iii) Proptosis/eksoftalmus
iv) Sindrom Horner
v) Hilangnya sensorik dari trigeminal.

Etiologi

Penyebab sindrom ini dapat beraneka ragam; yaitu:

(a) Tumor yang bermetastase


Payudara
Prostat
Paru-paru

(b) Tumor lokal


Nasofaring
Pituitari

(c) Tumor primer intrakranial


Meningioma
Neurofibroma
Kondroma

(d) Trauma (termasuk pasca bedah)


(e) Aneurisma karotis-kavernosus
(f) Fistula karotis-kavernosus
(g) Thrombosis sinus kavernosus
(h) Idiopatik
Herpes Zoster
Sindrom Tolosa-Hunt
Sarcoidosis

16
Patofisiologi

Sinus kavernosus adalah suatu trabekula sinus vena yang berlokasi antara selubung dari
duramater dan bersebelahan dengan sela tursika. Sinus ini merupakan muara dari vena orbital
superior dan inferior dan mengalir ke sinus petrosus superior dan inferior. Sinus ini terdiri
daripada arteri karotis, pleksus simpatisnya, saraf kranialis ke III, ke IV dan ke VI. Cabang
menuju ke mata dan maksila dari n. trigeminus melintasi sinus ini juga. Saraf-saraf ini hanya
melewati dinding sinus sedangkan arteri karotis melewati sinus itu sendiri. 7

Gambar 13: Anatomi sinus kavernosus

Diagnosa

Selain anamnesa yang baik dan teliti, pemeriksaan yang paling baik bagi menentukan
sindrom sinus kavernosus adalah dengan melakukan MRI dan MRA; sehingga angiografi
serebral tidak perlu dilakukan. Perlu juga dilakukan pemeriksaan penunjang yang lain seperti
foto kepala, foto orbita dan foto daerah sella-parasella untuk mencari penyebab spesifik sindrom
ini.7

Manifestasi klinik

Pemeriksaan penunjang Hntibiot adalah MRI dan MRA. Keduanya cukup spesifik sehingga
angiografi serebral tidak perlu dilakukan kecuali bila direncanakan balon oklusi. Gambaran
klinis lesi pada sinus kavernosus memiliki karakteristik gejala sebagai berikut: 7

17
Kelumpuhan nervus III, IV, VI unilateral dan terisolir
Pola kombinasi oftalmolplgia
Oftalmoplegia disertai nyeri
Proptosis (exophthalmus mengarah ke fistel hubungan langsung karotis-kavernosus)
Bruit Hntibi dan cranial
Kongesti konjungtiva; arterilisasi dari vena konjungtiva
Hipertensi okuler
Edema optic disc atau kabur; perdarahan retina
Hilangnya sensasi cabang pertama atau kedua saraf trigeminus.
Pupil Hnti terganggu atau tidak atau tampak tidak terganggu dengan keterlibatan
okulosimpatis dan parasimpatis konkomitan/bersamaan.

Pengobatan

Pengobatan tergantung pada lokasi dan penyebab lesi.

(a) Tumor metastase: radioterapi.


(b) Tumor Hntibioti: agonis dopamine, reseksi tumor.
(c) Meningioma: radioterapi, gamma knife treatment.
(d) Aneurisma sinus kavernosus: balon oklusi.
(e) Thrombosis sinus kavernosus: Hantibiotic dosis tinggi.

XI. Bells Palsy

Definisi : Bells palsy adalah suatu gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan saraf
fasialis, yang menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi wajah. Paralisis ini menyebabkan
asimetri wajah serta menggangu fungsi normal, seperti menutup mata dan makan.8

Etiologi

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diduga terjadi pembengkakkan pada saraf wajah sebagai
reaksi terhadap infeksi virus, penekanan atau berkurangnya aliran darah. Penyebab infeksi yang
tersering adalah virus herpes simpleks-tipe 1. Penyebab lain antara lain: 8
(a) Infeksi virus lain.
(b) Neoplasma : setelah pengangkatan tumor otak (neuroma akustik) atau tumor lain.
(c) Trauma : fraktur basal tengkorak, luka di telinga tengah, dan menyelam.
(d) Neurologis: sindrom Gullain-Barre.
(e) Metabolik : kehamilan, diabete mellitus, hipertiroidisme, dan hipertensi.
(f) Toksik : alcohol, talidomid, tetanus, dan karbon monoksida.

18
Manifestasi klinik

(i) Gejala pada sisi wajah ipsilateral


Kelemahan otot wajah ipsilateral
Kerutan dahi menghilang ipsilateral
Tampak seperti orang letih
Tidak mampu atau sulit mengedipkan mata
Hidung terasa kaku
Sulit berbicara
Sulit makan dan minum
Sensitif terhadap suara (hiperakusis)
Salivasi yang berlebih atau berkurang
Pembengkakan wajah
Berkurang atau hilangnya rasa kecap
Nyeri di dalam atau di sekitar telinga
Air liur sering keluar

(ii) Gejala pada mata ipsilateral


Sulit atau tidak mampu menutup mata ipsilateral
Air mata berkurang
Alis mata jatuh
Kelopak mata bawah jatuh
Sensitif terhadap cahaya

(iii) Residual
Mata terlihat lebih kecil
Kedipan mata jarang atau tidak sempurna
Senyum yang asimetris
Spasme hemifasial pascaparalitik
Otot hipertonik
Sinkinesia
Berkeringat saat makan atau saat beraktivitas
Otot menjadi lebih flasid bila lelah
Otot menjadi kaku saat letih atau kedinginan

19
Diagnosis

Pada inspeksi terlihat pendataran dahi dan lipatan nasolabial pada sisi yang terkena. Ketika
pasien diminta menaikkan alis mata, sisi dahi yang lumpuh terlihat datar. Ketika pasien diminta
tersneyum, wajah menjadi menyimpang dan terdapat lateralisasi ke issi yang berlawanan dari
yang lumpuh. Pada saat berusaha untuk menutup mata, bola mata seolah bergulir ke atas pada
sisi yang lumpuh. Hal ini disebut fenomena bell dan merupakan hal yang normal pada saat
menutup mata. 8

Gambar 14. Gambaran wajah penderita Bells Palsy

Pemeriksaan yang teliti pada kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan harus dilakukan
pada pasien dengan kelumpuhan wajah. Pada telinga luar harus dilihat adanya vesikel, infeksi
atau trauma, penurunan sensibilitas rasa nyeri di daerah auricular posterior. Pasien dengan
paralisis otot stapedius mengalami hiperakusis. 8

Pengobatan

Terapi umum
Untuk menghilangkan penekanan dapat diberikan prednisone dan antiviral sesegera mungkin.
Window of opportunity untuk memulai pengobatan adalah 7 hari sejak awitan. Prednison dapat
diberikan jika muncul tanda-tanda radang. Istirahat merupakan bagian dari terapi yang sangat
20
penting.Pemakaian kacamata dengan lensa berwarna atau kaca mata hitam kadang-kadang
diperlukan untuk menjaga mata tetap lembab saat bekerja. Pemijatan wajah boleh dilakukan.
Untuk rasa nyeri atau tidak nyaman, kompres hangat akan membantu. Obat yang dapat
menghilangkan nyeri ini diantaranya gabapentin.8

Antiviral
Pemberian antiviral seperti famsiklovir dan asiklovir sering diserapkan sebagai obat antiviral.
Saat ini dapat digunakan antiviral baru seperti valasiklovir yang bekerja cepat.

Vitamin B
Vitamin B penting dalam fungsi sistem saraf.
Perawatan mata
Pemberian air mata buatan, lubrikan dan pelindung mata.

Tabel. Perbandingan Sindrom Batang Otak

Sindrom Letak lesi Penyebab Gejala


Kelumpuhan N. III
ipsilateral
Hemiparesis spastik
kontralateral
Rigiditas
Oklusi ramus
interpedukularis arteri parkinsonisme
Sindrom Weber Mesensefalon kontralateral
serebri posterior dan arteri
khoroidalis posterior Distaksia kontralateral
Defisit saraf kranialis
kemungkinan akibat
gangguan persarafan
supranuklear pada n.
VII, IX, X dan XII
Kelumpuhan n. III
ipsilateral dengan
midrasis
Oklusi ramus Gangguan sensasi
interpedukularis arteri
Sindrom Benedikt Mesensefalon raba, posisi, dan getar
basilaris dan arteri serebri
kontralateral
posterior
Gangguan
diskriminasi dua titik
Rigiditas kontralateral
Sindrom Foville Pons Oklusi ramus Kelumpuhan nervus

21
VI (perifer) dan n. VII
(nuklear) ipsilateral
Hemiplagia
kontralateral
sirkumferensialis arteri
Millard-Gubler Analgesia
basilaris, tumor, abses
Termanestesia
Gangguan sensasi
raba, posisi, serta getar
sisi kontralateral
Kelumpuhan nuklear
N. VI dan n. VII
ipsilateral
Nistagmus
Paresis melirik ke
Oklusi cabang arteri lateral ipsilateral
Sindrom
basilaris (ramus Hemiataksia dan
tegmentum pontis Pons
sirkumferensialis longus asinergia ipsilateral
kaudale
dan brevis) Hipestesia dan
gangguan sensasi
posisi dan getar sisi
kontralateral
Mioritmia palatum dan
faring ipsilateral
Hilangnya sensasi
wajah ipsilateral
Paralisis otot-otot
Oklusi ramus pengunyah
Sindrom
sirkumferensialis longus Hemiataksia
tegmentum pontis Pons
orale
arteri basilaris dan arteri Intention tremor
serebelaris superior Adiadokokinesia
Gangguan semua
modalitas sensorik
kontralateral
Paresis flasid otot-otot
pengunyah ipsilateral
Hipestesia, analgesia,
Oklusi ramus
Sindrom basis dan termanestesia
sirkuferensialis brevis dan
pontis bagian Pons wajah
ramus paramedianus arteri
tengah
basilaris Hemiataksia dan
asinergia ipsilateral
Hemiparesis spastic
kontralateral
Sindrom Medulla Oklusia atau emboli di Vertigo
Wallenberg oblongata teritori arteri serebeli

22
Nistagmus
Nausea
inferior posterior atau Muntah
arteri vertebralis Disartria
Disfonia
Singultus (cegukan)
Kelumpuhan flasid N.
XII ipsilateral
Oklusia ramus Hemiplagia
Medulla paramedianus arteri kontralateral dan tanda
Sindrom Dejerine
oblogata vertebralis atau arteri babinski
basilaris Hipestesia kolumna
posterior kontralateral
Nistagmus
Miosis
Sistem saraf Kerusakan dari sistem Ptosis
Sindrom Horner
simpatis saraf simpatis Anhidrosis
Enoftalmus
Oftalmoplegia
Eksoftalmus
Sindrom Sinus Sinus Gangguan pada N III, IV, Sindrom Horner
Kavernosus karvenosus VI Chemosis
Hilang sensori dari
trigeminal
Paralisis satu sisi
wajah menyebabkan
Nervus simetri wajah serta
Bells palsy Kerusakan saraf fasialis
fasialis gangguan fungsi
menutup mata dan
makan.

23
BAB III

KESIMPULAN

Batang otak terletak paling kaudal, terbagi menjadi medulla oblongata, pons dan
mesensefalon. Secara anatomi batang otak termasuk struktur yang kompleks dengan fungsi yang
beragam dan penting secara klinis, sehingga jika terdapat lesi, tunggal dan sekecil apapun, lesi
itu hampir selalu merusak beberapa nukleus, pusat refleks, traktus ataupun jaras yang terletak di
batang otak. Lesi tersebut seringkali bersifat vascular degeneratif atau demielinasi dapat juga
merusak batang otak. Kumpulan dari gejala-gejala yang khas dan bersifat alternans pada batang
otak tersebut membentuk suatu sindroma yang kemudian dikenal dengan sebutan sindrom batang
otak.

Sindroma batang otak merupakan sekumpulan gejala yang ditandai dengan terganggunya
satu atau beberapa fungsi dari saraf kranial maupun jejas saraf simpatis baik melalui proses
mekanik berupa invasi maupun trauma ataupun akibat adanya suatu gangguan vaskularisasi.
Sindroma ini ditandai gejala-gejala yang khas dan bersifat alternans. Dengan mengetahui
berbagai sindrom tersebut diharapkan bagi seorang klinisi untuk membantu menentukan letak
lesi yang terjadi berdasarkan gejala-gejala klinis yang tampak. Prognosis dari berbagai sindrom
tersebut sangat tergantung dari penyebab yang mendasari gangguan tersebut sehingga dalam
penatalaksanaanya juga didasarkan pada gangguan atau lesi primer yang menyebabkan fungsi
sebagian atau beberapa saraf kranial tersebut.

24
Daftar Pustaka

1. Duus P, Baehr M, Frotscher M. Duus Topical Diagnosis in Neurology: Anatomy, Physiology,


Signs, Symptoms. Ed 4th. EGC, Jakarta. 2005; p198 212.

2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit PT. Dian Rakyat. Jakarta; 2008.
h31 156.

3. Sindroma Weber, diunduh dari http://dokmud.wordpress.com/2009/10/23/syndrome-weber/,


2009.

4. Joyce L, Anisa B, Katia C. Crash Course: Neurology. United Kingdom.

5. Sindroma Horner diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/279394-overview,


2009.

6. Etiologi Sindroma Horner, diunduh dari: hhtp://emedicine.medscape.com/article/1220091-


overview, 2009.

7. Adriani D. Sindroma Sinus Kavernosus. Departemen Neurologi FKUI. Jakarta; 2008. h110.

8. Dewanto G, Suwono W.J, Riyanto B et all. Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf : Bells
Palsy. Cetakan I. EGC, Jakarta. 2009 : h137-41.

25
26

Anda mungkin juga menyukai