SPASMOFILIA
Disusun oleh:
20110310153
Diajukan kepada:
REFERAT
SPASMOFILIA
Disusun oleh:
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A Definisi
Dalam kamus kedokteran, spasmofilia diartikan sebagai suatu
keadaan di mana saraf motorik memperlihatkan sensitivitas yang abnormal
terhadap rangsangan mekanik atau listrik dan penderita menunjukkan
kemudahan untuk mendapatkan spasme, tetani dan kejang2.
Spasmofilia atau tetani laten, telah lama dikenal sebagai gangguan
neurovegetatif yang ditandai suatu keadaan hiperiritatif neuromuskuler
disertai tanda klinis, listrik dan humoral yang khas. Di sini keadaan
hiperiritatif neuromuskuler merupakan sifat dasar spasmofilia. Pada keadaan
spasmofilia ditemukan hipokalsemi sebagai inti gangguan pada susunan saraf,
walaupun pada keadaan tetani laten yang idiopati kadar kalsium dalam darah
hampir selalu normal sehingga bentuk ini dinamakan juga spasmofilia4.
Keadaan hiperiritatif susunan saraf pada spasmofilia sangat mencolok,
hal ini tampak bahwa kekuatan listrik galvanik terkecil masih memberikan
suatu reaksi. Spasmofilia yang merupakan suatu keadaan hiperiritabel
neuromuskuler dan memberikan beragam gambaran klinis dapat dideteksi
dengan baik oleh alat elektromiografi6.
Pada pemeriksaan elektromiografi stimulus atau rangsangan akan
menimbulkan suatu potensial berupa gelombang listrik. Intensitas rangsangan
supra maksimal yang berbeda dapat memberi gelombang potensial listrik
yang berbeda pula. Penderita tertentu dapat sangat peka terhadap stimulasi
listrik dan hal ini berkaitan dengan keadaan spasmofilia atau tetani laten.5
A. Patofisiologi
Hipokalsemia yang sering terjadi pada spasmofilia atau tetani laten
terjadi akibat kelainan sistem regulasi homeostatik konsentrasi kalsium darah.
Di dalam darah, 45% total kalsium darah terikat dengan albumin, 10%
sebagai ion kompleks dan 45% sisanya dalam bentuk ion. Fraksi ion yang
diatur oleh hormon paratiroid dan vitamin D ini ternyata sangat berpengaruh
4
terhadap fungsi neuromuskuler dan neuropsikiatrik. Secara fisiologis dan
klinis, hipokalsemi sering terjadi karena kekurangan hormon paratiroid,
vitamin D, metabolit aktifnya atau respon yang abnormal dari tulang, usus
dan ginjal (target organ). Gejala dan tanda akan Timbul bila konsentrasi ion
kalsium dalam darah di bawah 4 mg/dl atau 2 meg/l, dan ini kira-kira kurang
dari 8 mg/dl total kalsium. Pada hipokalsemi yang kronik, sering didapatkan
kadar kalsium darah sekitar 5-6 mg/dl dan ini biasanya asimptomatik.
Rangsangan neuromuskuler diatur menurut hukum LOEB di mana ada
keseimbangan antara ion K, Na, OH di satu pihak dengan ion Ca, Mg, H di
lain pihak. Penurunan kadar kalsium atau jumlah kalsium total dalam darah
akan menuju ke arah hipereksitasi dalam arti praktis hanya perlu pemeriksaan
hipokalsemi yang merupakan tanda pokok.9
Tempat asal aktivitas tetani masih diselidiki, yang jelas bahwa
tempatnya bukanlah pada otot itu sendiri dan diduga jaringan saraf yang
berperan dalam aktivitas tetani adalah pusat spinal, motor and plate atau
motorneuron di kornu anterior, sedangkan para psikolog menganggap bahwa
hiperiritabel neuromuskuler merupakan suatu fenomena perifer yang meliputi
motorneuron sampai motor and plate.6
Konsentrasi kalsium pada cairan serebrospinalis ternyata tetap
konstan pada keadaan hipokalsemi dan hiperkalsemi, di sini mungkin faktor
lain berperanan penting dalam mengatur jumlah kalsium pada jaringan otak.
Perubahan kadar kalsium ternyata tidak menunjukkan perubahan pada
elektroensefalografi.10
Keluhan neurologi atau neuromuskuler paling sering sebagai
manifestasi dari keadaan hipokalsemi kronis yang tidak diobati.
B. Gambaran Klinis
Gejala klinis yang sering dikeluhkan sangat bervariasi dan tidak khas
misalnya, spasme laring, spasme karpopedal, epilepsi, migren psikotik, nyeri
perut, nyeri kepala, kelelahan, ketakutan, emosi labil, vertigo, nyeri haid,
kram otot, dan lainnya.
5
Serangan yang khas biasanya didahului oleh rasa kesemutan pada
ekstremitas terutama tangan dan daerah mulut disertai oleh parestesia di
daerah bibir dan lidah. Rasa kesemutan ini bertambah nyata dan menyebar ke
proksimal sampai daerah muka, beberapa saat kemudian timbul rasa tegang
dan spasme pada otot-otot mulut, tangan dan tungkai bawah. Keadaan spasme
ini juga meluas sampai ke muka bahkan ke bagian tubuh lainnya.7
Kontraksi tonik pada otot-otot distal lengan dan otot-otot interosea
menyebabkan gambaran spasme karpopedal di mana jari-jari dalam keadaan
fleksi pada persendian metakarpofalangeal dan ekstensi pada sendi
interfalangeal. Jari-jari dalam keadaan aduksi dan ibu jari dalam keadaan
aduksi dan ekstensi sedangkan pada kaki dijumpai plantar fleksi di
pergelangan kaki dan aduksi jari-jari kaki.13
Pada rangsangan yang lebih hebat, otot-otot yang spasme menjadi
lebih luas, pada ekstrimitas atas siku menjadi fleksi; dan bahu mengalami
aduksi. Pada tungkai terjadi fleksi sendi lutut dan aduksi paha. Otot-otot
kepala juga mcngalarni spasme dengan trismus dan retraksi pada sudut mulut
(risus sardonikus) mata agak tertutup (blefarospasme) dan bila otot-otot
bulber kena terutama laring maka terjadi laringospasme dengan stridor.
Spasme pada otot-otot tubuh dan leher rnemberi gambaran opistotonus serta
sering didapatkan kejang tonik klonik. 14
6
Gambar 1. Carpopedal spasme
7
malaise mendapatkan hasil tes provokasi EMG positif sebanyak 98,3 %. Dari
pemeriksaan menyeluruh didapatkan 80,6 % di antaranya sering mengalami
sakit kepala atau dizziness 59,6 % di antaranya dengan parestesia sepintas,
64,5 % mengalami tangan terasa dingin, 59,7 % merasa tegang di tengkuk, 29
% mengalami spasme atau kram pada ekstremitas, 11,3 % dengan keluhan
dispepsia atau nyeri lambung, 8,1 % mengalami gejala kardiovaskular (nyeri
dada, palpitasi), dan 91,9 % mempunyai tanda Chvostek yang positif.9
Hiperiritabilitas saraf somatik terjadi pada spasme otot dan berubah
mengalami distrofia sebagai hasil dari nyeri kronik seperti nyeri tengkuk,
bahu tangan, punggung, nyeri kepala tegang yang merupakan konsekuensi
dari metabolism yang meningkat dan sirkulasi darah yang menurun pada otot
tersebut. Impuls nyeri itu akan menyebabkan iritasi saraf motorik dalam
keadaan kronik dan sebagai hasil dari suatu keadaan yang disebut sirkulus
vitiosus seperti yang dikemukakan oleh Travel dan Simons.13
Pemeriksaan Chvostek yang positif sebagai indikasi adanya
hipereksitabilitas serat motorik pada saraf fasialis. Komponen simpatik dari
sistem saraf otonom memberikan rasa dingin dan parestesia pada tangan dan
kaki, sedangkan komponen parasimpatis memberikan gejala nyeri lambung,
dispnea, dan nyeri dada. Berdasarkan gejala klinik di atas, timbul pertanyaan
apakah dapat diterangkan bahwa gejala klinik yang disebabkan oleh
hipereksitabilitas sistem saraf somatik dan gejala klinik yang disebabkan oleh
hipereksitabilitas sistem saraf otonom dapat dijadikan pegangan untuk
mendiagnosis spasmofilia. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan
Widiastuti-Samekto yang merekomendasikan enam gejala dan tanda dengan
sensitivitas dan spesifisitas 80 %. Oleh karena itu, 2 gejala somatik dan satu
gejala otonom dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis spasmofilia
tanpa pemeriksaan tes provokasi EMG.10
8
C. Etiologi
Meskipun pengaruh faktor-faktor psikik sangat jelas, namun tidak
dapat dianggap sebagai suatu penyakit neurotik atau neurastenik. Dengan
ditemukannya hipokalsemia dan hipomagnesia pada para penderita
spasmofilia harus dipikirkan adanya suatu gangguan metabolik dari kation-
kation tersebut pada susunan saraf sebagai inti gangguannya. Dikatakan
penurunan ion kalsium dalam plasma akan menuju ke arah
hipereksitabilitas/hiperiritabilitas neuron yang menimbulkan gejala
spasmofilia.2
Hipokalsemi dapat disebabkan oleh keadaan-keadaan defisiensi
vitamin D, defisiensi hormon paratiroid, pankreatitis akut, hiperfostatemia,
defisiensi magnesium, sekresi berIebih hormon adrenokortikal, keganasan,
sindrom nefrotik, obat-obatan, transfusi darah, kehilangan kalsium melalui
urin, kondisi alkalosis (alkali, hiperventilasi, obstruksi saluran cerna),
kebutuhan kalsium yang meningkat dan sepsis.8
Ansietas yang menginduksi hiperventilasi akan menimbulkan
hipokapnea sehingga terjadi peningkatan eksitabilitas aksonal yang akan
menimbulkan gejala klinik spasmofilia. Day dalam studi kasusnya
menyebutkan 3 generasi mempunyai gejala klinik yang mirip yang
mencurigai bahwa spasmofilia diturunkan secara dominan pada gangguan
berupa hiperiritabilitas neuronal. Pada penelitian lain oleh Riggs didapatkan
bahwa spasmofilia terjadi secara turun-temurun dan penyebarannya luas.10
D. Pemeriksaan
Selain pemeriksaan elektromiografi pada penderita spasmofilia, dapat
diperiksa lebih dahulu tanda fisik yang berhubungan dengan hiperiritabilitas
sistemneuromuskular. Pemeriksaan tersebut antara lain: tanda Chvostek,
tanda Trousseau, tanda Weiss, tanda Erbs (arus galvanik), tanda Hoffman
(mekanik, elektris, tanda Kashida (termik), tanda Pool (tegangan), tanda
Schlesinger (tegangan), tanda Schultze (ketukan), tanda Lust (ketukan) dan
tanda Hochisngers.15
9
Salah satu tanda yang penting adalah tanda Chvostek yang
ditimbulkan melalui ketukan pada bagian lunak dari pertengahan garis ujung
telinga ke ujung mulut tepat di bawah apofisis zigomatikus. Reaksi positif
terdiri atas kontraksi ipsilateral muskulus orbikularis oris yang terutama nyata
pada bagian tengah bibir. Bila tanda ini meragukan sebaiknya dilakukan
dahulu hiperventilasi. Tanda Chvostek ini dikenal ada 3 tingkatan yaitu :
Tingkat 1 : bila reaksinya hanya di bibir
Tingkat 2 : bila reaksinya menjalar ke ujung hidung
Tingkat 3 : bila seluruh muka ikut berkontraksi
10
karpopedal) yang lebih cepat pada lengan yang iskemik dibanding dengan
lengan yang lain.1
Tanda Weiss ditimbulkan dengan mengetok sudut lateral orbita yang
menyebabkan m.orbikularis okuli mengerut bila positif
Pemeriksaan Elektromiografi
Turpin dan Kugelberg adalah orang yang pertama kali meneliti
tentang elektromiografi pada penderita tetani.
Spasme pada tetani selain disertai aksi potensial yang repetitif dan
ireguler pada motor unit, dan pada saat tetani selalu motor unit potensial akan
melepaskan muatan secara spontan berkekuatan 5-15 Hz.
Pemeriksaan EMG pada spasmofilia merupakan baku emas dalam
menegakkan diagnosis. Gambaran elektromiografi pada spasmofilia
merupakan gambaran yang khas dari manifestasi neuromuskular perifer dan
dimulai dengan adanya fibrilasi dan fasikulasi serta bersamaan dengan
meningkatnya frekuensi akan terlihat twitching otot. Gambaran khas tersebut
berupa gambaran-gambaran duplet, triplet, bahkan multiplet yang merupakan
potensial aksi yang repetitif di mana gelombang yang belakangan cenderung
mempunyai amplitudo yang lebih besar.3
Gambaran ini diduga ada hubungannya dengan tempat di kornu
anterior dan beberapa peneliti menduga hal ini sebagai suatu fenomena
perifer yang meliputi motor neuron sampai motor end plate, walaupun secara
keseluruhan belum jelas benar mekanismenya.
11
Gambaran elektromiografi yang khas ini tidak pada keadaan
hiperiritabellainnya. Pemeriksaan EMG dilakukan dengan cara memasang
tournikuet pada lengan atas da dipompa sampai tekanannya sedikit melebihi
tekanan sistolik sampai timbul iskemia. Iskemia ini dipertahankan selama 5
menit dan pembacaan EMG dilakukan melalui elektroda kulit yang dipasang
pada otot interoseus dorsalis. Pembacaan rekaman EMG baru dilakukan
setelah hiperventilasi selama 3 menit. Spasmofilia positif terlihat adanya
potensial repetitif spontan dengan frekuensi 100 sampai 200 cps yang
bermanifestasi sebagai duplet, triplet, kuadriplet, atau multiplet selama 2
menit. Gradasi pemeriksaan ini adalah sebagai berikut12 :
Ringan (+) :2-6 potensial repetitif dalam waktu lebih dari 2 menit
setelah hiperventilasi.
Sedang (++) :sekelompok potensial repetitif yang berlangsung lebih
dari 2 menit setelah hiperventilasi atau 2-6 potensial repetitif selama lebih
dari 2 menit setelah 10 menit iskemia.
Berat (+++) :tetani yang nyata setelah hiperventilasi atau lebih dari
6 kelompok per detik potensial repetitif selama minimal 2 menit setelah
10 menit iskemia.
Sangat berat (++++) :langsung tetani atau kelompok potensial
repetitif yang terjadi selama fase iskemik
12
E. Diagnosis Spasmofilia
Diagnosis spasmofilia dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik neurologis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
elektromiografi sebagai baku emas.
Pada anamnesis, didapatkan penderita dengan keluhan-keluhan nyeri
kepala, nyeri perut, nyeri haid, kram otot, epilepsi, migren, vertigo, ketakutan
emosi yang labil, kesemutan, bahkan pada penderita dengan gejala-gejala
psikotik5.
Dari pemeriksaan fisik neurologis sangat mungkin timbul tanda-tanda
hiperiritabilitas neuromuskular. Di samping tanda-tanda Erbs, Hoffman,
Weiss, Lust dan lain-lain, yang sangat penting adalah tanda fasial dari
Chvostek, tanda Trousseau, serta pemeriksaan hiperventilasi.
Pemeriksaan laboratorium terutama ditunjukkan pada pemeriksaan ion-ion
kalsium, magnesium serta pemeriksaan lain misalnya kalium, fosfat dan
analisa gas darah.5
Yang paling penting adalah pemeriksaan elektromiografi di mana
gambaran duplet, triplet dan multiplet yang merupakan manifestasi
hiperiritabilitas saraf dan sensitivitas saraf adalah khas untuk spasmofilia.10
Pada penelitian yang dilakukan Widiastuti-Samekto,
direkomendasikan bahwa 6 gejala maupun tanda yang mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi untuk spasmofilia tanpa melakukan tes provokasi
EMG, yaitu :
1. Kaku otot
2. Nyeri otot sebagai konsekuensi spasme kronik
3. Spasme akut
4. Tanda Chvostek
5. Komponen simpatis (tangan atau kaki basah atau berkeringat)
6. Komponen parasimpatis (nyeri dada, nyeri/ketidaknyamanan pada
epigastrium)
13
F.Pengobatan
Pasien disuruh bernafas (inspirasi dan ekspirasi) ke dalam sungkup
kantong plastic bila didapatkan tanda alkalosis agar PCO2 dalam darah naik.
Seperti diketahui intervensi sindroma hiperventilasi adalah dengan menghirup
udara dalam kantung, yaitu untuk meningkatkan kadar PCO2 sehingga
eksitabilitas aksonal akan menurun kembali dan menormalisir kadar kalsium.
Belajar bernafas torakoabdominal dengan menggerakan diafragma.9
Pada keadaan akut dapat diberikan kalsium, terutama kalsium
glukonas 10% sebanyak 10-20 mL intravena atau secara oral diberikan
kalsium laktat 12 gram/hari atau kalsium glukonas 16 gram/hari. Bila
hipokalsemi sangat berat dapat diberikan 100 mL kalsium glukonas 10%
dalam 1 L dektrose 5% secara lambat, lebih dari 4 jam.13
Bila masih belum dapat mengatasi tetani, dapat diberikan magnesium
karena tetani sering berhubungan dengan hipomagnesemia dengan dosis 2
mL MgSO4 50% secara intra muskuler. Di samping hal tersebut di atas, dapat
diberikan juga hidroklortiazid (HCT) dengan dosis 50-100 miligram/hari,
vitamin D, koreksi pH darah bila ada alkalosis.10
Pemberian vitamin B6 100 mg dapat membantu metabolisme
serotonin serta absorpsi dan uptake magnesium oleh sel.
Selain itu, psikoterapi dapat membantu dalam penatalaksanaan
spasmofilia. Psikoterapi membantu menyelesaikan masalah emosional pada
pasien termasuk di dalamnya adalah terapi perilaku (cognitive behavioral
therapy).18
Karena hiperventilasi sering merupakan bagian dari serangan panik
maka dapat diberikan obat antiansietas golongan benzodiazepine atau SSRI
(selective serotonin reuptake inhibitor).
G. Prognosis
Prognosis serangan akut adalah baik. Pada kasus kronik 65 %
mengalami perbaikan dan 26% keluhan hilang dalam 7 tahun. Prognosis
dapat diperbaiki dengan latihan pernafasan dan psikoterapi.8
14
DAFTAR PUSTAKA
15