Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat
dan ditempatkan dalam ruangan yang saling berdekatan antara satu tempat
tidur dengan tempat tidur yang lainnya. Ditempat tidur ini pasien
mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh dari penyakitnya,
dimana sekitar 60 % pasien mendapatkan terapi infus. Penggunaan terapi
infus terjadi di semua lingkungan keperawatan kesehatan seperti perawatan
akut, emergensi, perawatan ambulatory dan perawatan dirumah, (Scahffer, At.
All, 2006).

Terapi intravena yang diberikan secara terus menerus dalam jangka


waktu yang panjang dan lama akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
komplikasi dari pemasangan infus, salah satunya dapat terjadi plebithis.
Plebhitis adalah inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik. Yang ditunjukan dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan
terjadi pembekakan didaerah penusukan atau sepanjang vena (Brunner dan
Suddarth, 2002, hlm.290).

Salah satu parameter yang penting pada mutu pelayanan rumah sakit
adalah terkendalinya infeksi. Perawat profesional yang bertugas di Rumah
sakit semakin hari semakin diakui ekstensinya dalam setiap pelayanan
sehingga dalam melakukan tindakan tidak terlepas dari tindakan prosedural
yang bersifat invansif. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila
dalam pelaksanaannya selalu patuh pada standar operasional yang telah
ditetapkan demi terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu (Notoatmojo
2010:127).

Menurut penelitian Pasaribu (2006 ) tentang analisis pelaksanaan


standart operasional prosedur pemasangan infus terhadap kejadian plebithis di
ruang rawat inapp Rs Haji Medan yang dapat disimpulkan bahwa dari uji
Univariat menunjukan bahwa pelaksanaan pemasangan infus sesuai dengan
SOP kategori baik 27 % sedang 40% dan buruk 33 %. Sedangkan analisis
Bivariat didapatkan hasil ada hubungan antara perawat yang melaksanalan
pemasangan infus sesuai SOP dengan kejadian plebhitis pada pasien, dengan
p value 0, 008.

Hasil dari data tersebut menunjukan bahwa perawat saat melaksanakan


pemasangan infus sesuai dengan SoP kategori baik masih sangat kurang. Hal
ini bisa disebabkan karena tidak didasari dengan pengetahuan, pengetahuan
sangat penting untuk membentuk perilaku seseorang (Notoatmojdo, 2003,
hlm.127). Selain pengetahuan untuk pelaksanaan SOP, kepatuhan juga
merupakan modal besar seseorang untuk berperilaku. Perilaku seseorang
dapat berubah apabila ada anjuran atau anjuran instruksi untuk melakuakn
suatu tindakan. Patuh itu sendiri adalah taat atau tidak taat terhadap perintah
atau ketentuan yang berlaku, dan merupakan titik awal dari perubahan sikap
dan perilaku individu. Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai
seorang yang profesional terhadap suatu anjuran, prosedur atau peraturan
yang harus di lakukan atau ditaati (Setya, 2007).

Menurut penelitian Ince (2012) tentang kepatuhan perawat dalam


melaksanakan standart operasional pemasangan infus terhadap Rs Bhaptis
Kediri menunjukan sebagian perawat memiliki tingkat kepatuhan pelaksanaan
sesuai SOP, yakni sebesar 60% (88,2%) sedangkan perawat yang memilki
tingkat kepatuhan pelaksanaan tidak sesuai SOP yaitu sebesar 8 (11,8%).

B. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang peneliti tertarik untuk melaksanakan
penelitian tentang hubungan tingkat kepatuhan perawat dalam menjalankan
SOP pemasangan infus dengan kejadian plebhitis di ruang rawat inap RS
Bhayangkara Tk.III Anton Soedjarwo Pontianak.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pengetahuan perawat dalam Sop pemasangan infus
dengan kejadian plebhitis.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang pemasangan infus di rawat
inap RS Antoen Soejarwo Pontianak.
b. Mengetahui tingkat kepatuhan perawat dalam melaksanakan SOP
pemasangan infus di rawat inap Rs antoen Soejarwo Pontianak.
c. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang
pemasangan infus dengan kepatuhan melaksanakan SOP di rawat inap
Rs antoen Soejarwo Pontianak.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat sebagai bahan masukan dalam kegiatan belajar
dan memberikan masukan maupun pertimbangan dalam menetapkan
kebijakan sehubungan dengan peningkatan mutu pelayanan
keperawatan.Sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan
operasional yang berkaitan dengan pelaksanaan infus nsesuai dengan
standart asuhan keperawatan.
2. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan untuk memberikan informasi dan pengetahuan bagi
masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A Standar Operasional Prosedur(SOP) Pemasangan Infus
1. Pengertian SOP
Suatu standar/ pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong
dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.
Standar operasional prosedur merupakan tatacara atau tahapan yang
dibakuka dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja
tertentu (Perry dan Potter (2005).

SOP infus adalah langkah langkah prosedur untuk memasukan cairan


secara parenteral dengan menggunakan intravenous kateter melalui
intravena ( SOP Rs. Antoen Soejarwo Pontianak).
2. Tujuan SOP
Tujuan SOP antara lain
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian
sejumlah cairan kedalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam
pembuluh darah vena untuk mengantikan kehilangan cairan atau zat- zat
makanan dari tubuh (Astaqauliyah, 2006).
Terapi intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum
langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit
(natrium, kalsium, kalium), nutrien biasanya glukosa, vitamin atau obat
(Ester, 2007).
3. Tujuan
Pasien yang memilki indikasi pemasangan infus antara lain pasien
dengan kekurangan cairan dan elektrolit, pasien pra dan pasca bedah,
pasien yang memerlukan pengobatan yang pemberiannya melalui infus,
pasien yang tidak bisa makan atau minum melalui mulut, dan pasien
yang mengalami kekurangan nutrisi berat. Menurut potter & perry
(2010:146), tujuan dari pemasangan infus adalah untuk mengoreksi atau
mencegah gangguan cairan elektrolit.
4. Keuntungan dan Kerugian
Menurut Perry dan Potter (2005), keuntungan terapi intravena antara lain
efek teraupetik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ketempat
target berlangsung cepat, absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih
tepat dan terapi lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat
dikontrol sehingga efek teraupetik dapat dipertahankan maupun
dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat tertentu jika diberikan secara
intramuskular atau subkutan dapat dihindari, sesuai untuk obat yang tidak
dapat diabsorsi dengan rute lain karena molukel yang besar, iritasi atau
ketidakstabilan dalam traktus gastroentistinal. Sedangkan kerugiannya
tidak bisa dilakukan drug recall dan mengubah aksi obat tersebut
sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang
tidak baik bisa menyebabkan speed shock dan komplikasi tambahan
dapat timbul, yaitu kombinasi mikroba melalui titik akses kesirkulasi
dalam periode tertentu, iritasi vaskular, misalnya plebhitis kimia, dan
inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.
5. Lokasi Pemasangan Infus
Menurut Perry dan potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer yang
sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena supervasial atau
perifer kanan kutan terletak didalam fasia subcutan dan merupakan
akses paling mudah untuk terapi intra vena. Daerah tempat infus yang
memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan ( vena supervasial
dorsalis, vena basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena
median lengan bawah, vena radialis), permukaan dorsal ( vena safena
magna, ramus dorsalis).
E. Kerangka Teori
F. Kerangka Konsep
G. Hipotesis Penelitian

BAB III
METODE PENELITIAN
A Jenis Dan Desain Penelitian
H. Populasi Dan Sampel Penelitian
I. Variabel Penelitian
Definisi Operasional

Anda mungkin juga menyukai