Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

Manusia merupakan makhluk yang senantiasa bergerak dinamis. Sebagai makhluk yang
ditakdirkan sebagai abdi Tuhan dan sekaligus pelaksana kehendak Tuhan di muka bumi tak sedikit
dinamika mausia mengalami gesekan. Namun, kemudian gesekan tersebut tidak selamanya
mengarah pada hal yang positif, akan tetapi berbalik negatif. Maka, dalam hal ini kontrol
pengendali dinamika tersebut adalah pendidikan. Pendidikanlah yang akan mengantar manusia
pada derajat insan kamil, sempurna secara akal dan sempurna secara moral.
Pendidikan dapat kita tinjau dari dua sudut pandang. Pertama, dari sudut
pandangmasyarakat, pendidikan merupakan pewarisan kebudayaan dari generasi tua ke generasi
muda agar hidup masyarakat berkelanjutan. Atau dengan kata lain, masyarakat mempunyai nilai-
nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut
tetap terpelihara. Sedang bila dilihat dari kaca mata individu pendidikan berarti pengembangan
potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Individu itu laksana lautan dalam yang penuh
mutiara dan bermacam-macam ikan, tetapi tidak nampak. Ia masih berada didasar laut. Ia perlu
dipancing dan digali supaya menjadi makanan dan perhiasan bagi manusia. [1]
Pendidikan Agama Islam sebagai suatu proses pengembangan potensi kreatifitas peserta didik,
bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT terampil,
memiliki etos kerja yang tinggi berbudi pekerti luhur, mandiri dan bertanggung jawab terhadap
dirinya, bangsa, dan negara serta agama. Dalam Islam manusia mempunyai kemampuan dasar
yang disebut dengan fitrah. Secara epistimologis fitrah berarti sifat asal, kesucian,
bakat, dan pembawaan. Secara terminologi, Muhammad al-Jurjani menyebutkan, bahwa
fitrah adalah: Tabiat yang siap menerima agama Islam. Pendidikan adalah upaya seseorang
untuk mengembangkan potensi tauhid agar dapat mewarnai kualitas kehidupan pribadi seseorang.
[2]
Allah SWT terampil, memiliki etos kerja yang tinggi berbudi pekerti luhur, mandiri dan
bertanggung jawab terhadap dirinya, bangsa, dan negara serta agama. Dalam Islam manusia
mempunyai kemampuan dasar yang disebut dengan fitrah. Secara epistimologis fitrah
berarti sifat asal, kesucian, bakat, dan pembawaan. Secara terminologi, Muhammad al-Jurjani
menyebutkan, bahwa fitrah adalah: Tabiat yang siap menerima agama Islam. Pendidikan
adalah upaya seseorang untuk mengembangkan potensi tauhid agar dapat mewarnai kualitas
kehidupan pribadi seseorang.
[2]
Rasulullah Muhammad SAW Bersabda :
:
:
, .

[3] ( ) .
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya abi Hurairah Mengucapkan: Rasulullah Saw.
pernah bersabda Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah (keimanan terhadap tauhid [tidak
mempersekutukan Allah]) tetapi orang tuanyalah menjadikan dia seorang Yahudi atau Nasrani atau
Majusi sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan yang sempurna. Apakah kau
melihatnya buntung? Kemudian Abu Hurairah membacakan ayat-ayat suci ini: (Tetaplah atas)
fitrah manusia menurut fitrah itu. (Hukum hukum) ciptaan Allah tidak dapat diubah. Itulah
agama yang benar. Tetapi sebagian manusia tidak mengetahui. (H.R. Muslim).
Menurut M Arifin Sebagaimana dikutip oleh Haidar Putra Dauly menyebutkan bahwa tujuan
pendidikan Agama Islam adalah idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai Islam yang hendak
dicapai dalam proses pendidikan Islam berdasarkan ajaran Islam secara bertahap [4] .
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan Agama Islam yaitu
sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia seutuhnya, beriman dan
bertakwa kepada Tuhan YME serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah
SWT di muka bumi, yang berdasarkan ajaran Al-Quran dan Al-Sunnah. Maka dalam konteks ini
berarti terciptanya insan kamil setelah proses pendidikan berakhir. [5]
Dalam formulasi itu terdapat nilai-nilai luhur berupa ketuhanan, kerohanian, kemanusiaan,
kemasyarakatan, kepribadian, kebangsaan, pengetahuan dan ketrampilan. Untuk mempersiapkan
peserta didik yang handal diperlukan nilai-nilai yang mengarah pada masa mendatang. [6]
Setiap masyarakat berusaha mendidik dan mengasuh anggota-anggotanya, terutama generasi muda
menurut cita-cita yang dimiliki berbeda-beda antara masyarakat satu dan yang lainnya, maka teori
pendidikan juga berbeda. Oleh sebab itu harus melibatkan tujuan, kandungan, dan metode yang
cocok dengan kondisi masyarakat. [7]
Islam menginginkan akhlaq yang mulia, karena akhlaq yang mulia ini di samping akan membawa
kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlaq utama yang
ditampilkan seseorang manfaatnya adalah orang yang bersangkutan. Manfaat tersebut, yaitu:
a. Memperkuat dan menyempurnakan agama
b. Mempermudah perhitungan amal di akhirat
c. Menghilangkan kesulitan
d. Selamat hidup di dunia dan akhirat.
[8]
Untuk mewujudkan akhlaqul karimah maka dibutuhkan pendidikan akhlaq karena pendidikan
akhlaq merupakan suatu proses pembinaan, penanaman, dan pengajaran, pada manusia dengan
tujuan menciptakan dan mensukseskan tujuan tertinggi agama Islam, yaitu kebahagiaan dua
kampung (dunia dan akhirat), kesempurnaan jiwa masyarakat, mendapat keridlaan, keamanan,
rahmat, dan mendapat kenikmatan yang telah dijanjikan oleh Allah SWT yang berlaku pada
orang-orang yang baik dan bertaqwa. [9]
Dalam pendidikan akhlaq aktualisasi nilai-nilai Islam perlu dipandang sebagai suatu persoalan
yang penting dalam usaha penanaman ideologis Islamsebagai pandangan hidup. Namun demikian
dalam usaha aktualisasi nilai-nilai moral Islam memerlukan proses yang lama, agar penanaman
tersebut bukan sekedar dalam formalitas namun telah masuk dalam dataran praktis. Hal ini
memang tidak semudah membalikan telapak tangan, setidaknya Rasulullah SAW memerlukan 13
tahun untuk mengubah Makkah.

Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang
mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah dan peraturan yang berlaku.
Dengan kata lain, disiplin adalah sikap mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan
tanpa pamrih.
Dalam ajaran Islam banyak ayat Al Quran dan Hadist yang memerintahkan disiplin dalam arti
ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan, antara lain surat An Nisa ayat 59:
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada rasul-Nya dan
kepada Ulil Amri dari (kalangan) kamu (An Nisa: 59)
Disiplin adalah kunci sukses, sebab dalam disiplin akan tumbuh sifat yang teguh dalam memegang
prinsip, tekun dalam usaha maupun belajar, pantang mundur dalam kebenaran, dan rela berkorban
untuk kepentingan agama dan jauh dari sifat putus asa. Perlu kita sadari bahwa betapa pentingnya
disiplin dan betapa besar pengaruh kedisiplinan dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa maupun kehidupan bernegara.
Disiplin dalam penggunaan waktu
Disiplin dalam penggunaan waktu perlu diperhatikan dengan seksama. Waktu yang sudah berlalu
tak mungkin dapat kembali lagi. Demikian pentingnya waktu sehingga berbagai bangsa
menyatakan penghargan terhadap waktu. Orang Inggris mengatakan Time is money (waktu adalah
uang), peribahasa Arab mengatakan
(waktu adalah pedang) atau waktu adalah peluang emas, dan kita orang Indonesia mengatakan:
sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tak berguna.
Tak dapat dipungkiri bahwa orang-orang yang berhasil mencapai sukses dalam hidupnya adalah
orang-orang yang hidup teratur dan berdisiplin dalam memanfaatkan waktunya. Disiplin tidak
akan datang dengan sendirinya, akan tetapi melalui latihan yang ketat dalam kehidupan
pribadinya.
Ada empat cara agar kita tidak menjadi orang-orang yang melalaikan waktu, antara lain: (1)
beriman, (2) beramal saleh, (3) saling berwasiat dalam kebenaran, (4) saling berwasiat dalam
kesabaran.

Menurut pendapat Beliau santun dalam istilah Alquran bisa diidentikkan dengan akhlak dari segi
bahasa, karena akhlak berarti ciptaan, atau apa yang tercipta, datang, lahir dari manusia dalam
kaitan dengan perilaku.
Perbedaan antara santun dan akhlak dapat dilihat dari sumber dan dampaknya. Dari segi sumber,
akhlak datang dari Allah Sang Pencipta, sedangkan santun bersumber dari masyarakat atau
budaya. Dari segi dampak dapat dibedakan, kalau akhlak dampaknya dipandang baik oleh
manusia atau masyarakat sekaligus juga baik dalam pandangan Allah SWT.
Sedangkan santun dipandang baik oleh masyarakat, tetapi tidak selalu dipandang baik menurut
Allah SWT. Kendatipun demikian, dalam pandangan Islam nilai-nilai budaya bisa saja diadopsi
oleh agama sebagai nilai-nilai yang baik menurut agama. Hal itu yang dikenal dengan istilah
makruf. Makruf berasal dari kata urf, yaitu kebiasaan buruk yang berlaku di masyarakat yang juga
dipandang baik menurut pandangan Allah.
Kesantunan dalam perspektif Islam merupakan dorongan ajaran untuk mewujudkan sosok
manusia agar memiliki kepribadian muslim yang utuh (kaffah), yakni manusia yang memiliki
perilaku yang baik dalam pandangan manusia dan sekaligus dalam pandangan Allah.
Santun menurut Alquran
Alquran diturunkan kepada manusia yang memiliki sifat sebagai makhluk yang memerlukan
komunikasi. Oleh karena itu, Alquran memberikan tuntunan berkomunikasi, khususnya berbahasa
bagi manusia. Dalam hal berkomunikasi, ajaran Islam memberi penekanan pada nilai sosial,
religius, dan budaya.
Dalam ungkapan lain dapat dikatakan bahwa berbahasa santun menurut ajaran Islam tidak
dipisahkan dengan nilai dan norma sosial budaya dan norma-norma agama. Kesantunan berbahasa
dalam Alquran berkaitan dengan cara pengucapan, perilaku, dan kosakata yang santun serta
disesuaikan dengan situasi dan kondisi (lingkungan) penutur, sebagaimana diisyaratkan dalam
ayat berikut: ..dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara
himar. (QS. Lukman: 19)
Melunakkan suara dalam ayat di atas mengandung pengertian cara penyampaian ungkapan yang
tidak keras atau kasar, sehingga misi yang disampaikan bukan hanya dapat dipahami saja, tetapi
juga dapat diserap dan dihayati maknanya. Adapun perumpamaan suara yang buruk digambarkan
pada suara himar karena binatang ini terkenal di kalangan orang Arab adalah binatang yang
bersuara jelek dan tidak enak didengar.

Husnuzan artinya berprasangka baik, berpikiran positif, berpandangan mulia terhadap sesuatu
yang ada Kerja sama yang baik adalah sikap orang beriman yang saling peduli, saling mendukung,
saling melancarkan, tidak jegal-menjegal, tidak jatuh-menjatuhkan, tidak rugi-merugikan dan
tidak saling memfitnah. Kerja sama yang baik juga mengandung arti kerja sama dalam hal
kebaikan yang sama-sama dikerjakan dengan baik untuk mendapatkan kebaikan bersama. Firman
Allah SWT :
Dan tolong menolonglah kalian atas kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah tolong menolong atas
dosa dan permusuhan (QS. Al Maidah : 2)
Demikian pula kerja sama yang baik bukan sekedar yang penting sama-sama bekerja, akan tetapi
ada pembagian tugas sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Tidak memberi tugas kepada
yang bukan ahlinya, sehingga diharapkan mendapat hasil yang optimal.di hadapannya.
Maksudnya,berperasangka baik dan selalu berpikiran positif terhadap sesuatu yang menimpa
dirinya, meskipun sesuatu itu dangat membebaninya.
Orang yang memiliki sikap perilaku Husnuzan tidak mudah menuduh orang lain apalagi melempar
kesalah kepada orang lain dengan maksud menutupi kelemahan dan kekurangan dirinya sendiri.
Sebaliknya, jika ada sesuatu menimpa dirinya, ia segera melakukan koreksi terhadap dirinya
sendiri, dan rela mengakui kesalahan yang telah dilakukannya. Sehingga hidupnya tidak pernah
memiliki musuh dan terhindar dari sikap putus asa. Kebalikan sikap ini adalah Su'uzan atau
berperasangka buruk.
1. Husnuza terhadap Allah swt
2. Husnuzan terhadap diri sendiri
3. Husnuzan terhadap sesama manusia

Anda mungkin juga menyukai