Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Dalam rangkuman ini diskusi akan kita titik beratkan pada apa yang disebut
dengan efek internal pada benda (body) yang mempengaruhi sifat mekanik benda
tersebut. Tujuannya adalah mempelajari batas batas elastis dan plastis suatu material
yang akan dijadikan acuan untuk mempelajari retakan pada material.

LANDASAN TEORI UMUM

Pembebanan batang secara aksialUntuk memulai diskusi ini, kita ambil


kasus paling sederhana dimana sebatang logam dengan luas penampang konstan,
dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier dengan arah saling
berlawanan yang berimpit pada sumbu longitudinal batang dan bekerja melalui pusat
penampang melintang masing-masing. Untuk kesetimbangan statis besarnya gaya-gaya
harus sama. Apabila gaya-gaya diarahkan menjauhi batang, maka batang disebut di-tarik;
jika gaya-gaya diarahkan pada batang, disebut di-tekan. Kedua kondisi ini digambarkan
pada Gb. 1-1.
Dibawah aksi pasangan gaya-gaya ini, hambatan internal terbentuk didalam
bahan dan karakteristiknya dapat dipelajari dari bidang potongan melintang disepanjang
batang tersebut. Bidang ini ditunjukkan sebagai a-a di Gb. 1-2(a). Jika untuk tujuan
analisis porsi batang disebelah kanan bidang dipindahkan, seperti pada Gb. 1-2(b), maka
ini harus digantikan dengan sesuatu untuk memberikan efek pada porsi sebelah kiri
tersebut. Dengan cara introduksi bidang potong ini, gaya-gaya internal awal sekarang
menjadi gaya eksternal terhadap porsi sisa batang. Untuk kesetimbangan pada porsi
sebelah kiri, efek ini harus berupa gaya horisontal dengan besar P. Namun demikian,
gaya P yang bekerja tegak-lurus (normal) pada penampang melintang a-a ini secara
aktual merupakan resultan distribusi gaya-gaya yang bekerja pada penampang melintang
dengan arah normal.
Disini sangat penting untuk membuat beberapa asumsi berkaitan dengan
variasi distribusi gaya-gaya, dan karena gaya P bekerja pada penampang melintang
maka secara umum diasumsikan bahwa gaya-gaya tersebut adalah seragam diseluas
penampang.

5
a
P P P P

Tarik (a) a
P
P
P P
Tekan (b)

Gb. 1-1 Gb. 1-2

1. Tegangan normal
Daripada berbicara tentang gaya internal yang bekerja pada beberapa
luasan elemen yang kecil, lebih baik, untuk tujuan perbandingan, kita memperlakukan
gaya normal yang bekerja pada suatu unit luasan pada penampang melintang. Intensitas
gaya normal per unit luasan disebut tegangan normal dan dinyatakan dalam unit gaya
per unit luasan, misalnya lb/in2, atau N/m2. Apabila gaya-gaya dikenakan pada ujung-
ujung batang sedemikian sehingga batang dalam kondisi tertarik, maka terjadi suatu
tegangan tarik pada batang; jika batang dalam kondisi tertekan maka terjadi tegangan
tekan. Perlu dicatat bahwa garis aksi dari gaya yang bekerja adalah melalui pusat setiap
bagian penampang melintang batang.

2. Spesimen tes
Pembebanan aksial seperti pada Gb. 1-2(a) sering terjadi pada problem
rancang bangun kerangka struktur dan mesin. Untuk mensimulasikan pembebanan ini di
laboratorium, suatu spesimen tes ditarik pada kedua ujungnya dengan mesin yang
digerakkan secara elektrik atau hidrolik. Kedua jenis mesin ini umum dipakai dalam tes
bahan di laboratorium.
Dalam usaha standardisasi cara pengujian bahan, American Society of
Testing Materials (ASTM) telah mengeluarkan spesifikasi yang sekarang telah umum
digunakan. Dua diantaranya akan kita jelaskan disini; satu untuk plat logam dengan tebal
lebih dari 4.76 mm (Gb. 1-3) dan satu untuk logam dengan diameter lebih dari 38 mm
(Gb. 1-4). Seperti terlihat dalam gambar, bagian tengah dari spesimen dibuat lebih kecil
daripada bagian ujungnya sehingga kerusakan atau keruntuhan (failure) tidak terjadi pada
bagian yang dipegang. Bagian pengecilan dibuat melingkar (rounded) untuk menghindari
terjadinya konsentrasi atau mengumpulnya tegangan pada bagian transisi diimensi
tersebut. Panjang standar dimana pertambahan panjang (elongation) diukur adalah 203
mm untuk spesimen seperti Gb. 1-3 dan 51 mm untuk spesimen seperti Gb. 1-4.
Pertambahan panjang diukur secara mekanik maupun optik
(ekstensometer) atau dengan melekatkan suatu tipe tahanan elektrik yang biasa disebut

6
strain gage pada permukaan bahan. Tahanan strain gage berisi sejumlah kawat halus
yang dipasang pada arah aksial terhadap batang. Degan pertambahan panjang pada
batang maka tahanan listrik kawat-kawat akan berubah dan perubahan ini dideteksi pada
suatu jembatan Wheatstone dan diinterpretasikan sebagai perpanjangan.

203 mm 51 mm

Gb. 1-3 Gb. 1-4

3. Regangan normal
Kita misalkan suatu spesimen telah ditempatkan pada mesin tes tekan-
tarik dan gaya tarikan diberikan secara gradual pada ujung-ujungnya. Perpanjangan pada
gage dapat diukur seperti dijelaskan diatas untuk setiap kenaikan tertentu dari beban
aksial. Dari nilai-nilai ini, perpanjangan per unit panjang yang biasa disebut regangan
normal dan diberi simbol dengan , dapat diperoleh dengan membagi total pertambahan
panjang l dengan panjang gage L, yaitu
l

L
Regangan biasanya dinyatakan meter per meter sehingga secara efektif tidak berdimensi.

4. Kurva tegangan-regangan
Sebagaimana beban aksial yang bertambah bertahap, pertambahan
panjang terhadap panjang gage diukur pada setiap pertambahan beban dan ini dilanjukan
sampai terjadi kerusakan (fracture) pada spesimen. Dengan mengetahui luas penampang
awal spesimen, maka tegangan normal, yang dinyatakan dengan , dapat diperoleh untuk
setiap nilai beban aksial dengan menggunakan hubungan
P

A

U P
B
Y
P
P


O O O

7
Gb. 1-5 Gb. 1-6 Gb. 1-7


O O
1 O
Gb. 1-8 Gb. 1-9

dimana P menyatakan beban aksial dalam Newton dan A menyatakan luas penampang
awal (m2). Dengan memasangkan pasangan nilai tegangan normal dan regangan
normal , data percobaan dapat digambarkan dengan memperlakunan kuantitas-kuantitas
ini sebagai absis dan ordinat. Gambar yang diperoleh adalah diagram atau kurva
tegangan-regangan. Kurva tegangan-regangan mempunyai bentuk yang berbeda-beda
tergantung dari bahannya. Gambar 1-5 adalah kurva tegangan regangan untuk baja
karbon-medium, Gb. 1-6 untuk baja campuran, dan Gb. 1-7 untuk baja karbon-tinggi
dengan campuran bahan nonferrous. Untuk campuran nonferrous dengan besi kasar
diagramnya ditunjukkan pada Gb. 1-8, sementara untuk karet ditunjukkan pada Gb. 1-9.

5. Bahan liat (ductile) dan bahan rapuh (brittle)


Bahan-bahan logam biasanya diklasifikasikan sebagai bahan liat (ductile)
atau bahan rapuh (brittle). Bahan liat mempunyai gaya regangan (tensile strain) relatif
besar sampai dengan titik kerusakan (misal baja atau aluminium) sedangkan bahan rapuh
mempunyai gaya regangan yang relatif kecil sampai dengan titik yang sama. Batas
regangan 0.05 sering dipakai untuk garis pemisah diantara kedua klas bahan ini. Besi cor
dan beton merupakan contoh bahan rapuh.

6. Hukum Hooke
Untuk bahan-bahan yang mempunyai kurva tegangan-regangan dengan
bentuk seperti Gb. 1-5, 1-6, dan 1-7, dapat dibuktikan bahwa hubungan tegangan-
regangan untuk nilai regangan yang cukup kecil adalah linier. Hubungan linier antara
pertambahan panjang dan gaya aksial yang menyebabkannya pertama kali dinyatakan
oleh Robert Hooke pada 1678 yang kemudian disebut Hukum Hooke. Hukum ini
menyatakan
E
dimana E menyatakan kemiringan (slope) garis lurus OP pada kurva-kurva Gb. 1-5, 1-6
dan 1-7.

8
7. Modulus elastisitas
Kuantitas E, yaitu rasio unit tegangan terhadap unit regangan, adalah
modulus elastisitas bahan, atau, sering disebut Modulus Young. Nilai E untuk berbagai
bahan disajikan pada Tabel 1-1. Karena unit regangan merupakan bilangan tanpa
dimensi (rasio dua satuan panjang), maka E mempunyai satuan yang sama dengan
tegangan yaitu N/m2. Untk banyak bahan-bahan teknik, modulus elastisitas dalam
tekanan mendekati sama dengan modulus elastisitas dalam tarikan. Perlu dicatat bahwa
perilaku bahan dibawah pembebanan yang akan kita diskusikan dalam buku ini dibatasi
hanya pada daerah kurva tegangan regangan.

SIFAT-SIFAT MEKANIS BAHAN


Kurva tegangan-regangan yang ditunjukkan pada Gb. 1-5 dapat
digunakan untuk mencirikan beberapa karakteristik tegangan bahan. Diantaranya:

8. Batas proporsi (proportional limit)


Ordinat titik P disebut sebagai batas proporsi, yaitu tegangan maksimum
yang terjadi selama tes tarikan sedemikian sehingga tegangan merupakan fungsi linier
dari regangan. Untuk bahan yang kurva tegangan regangannya menyerupai Gb. 1-8
maka tidak memiliki batas proporsi

Tabel 1-1. Sifat-sifat bahan teknik pada 20C

Tegangan Koefisien
Bahan Berat spesifik Modulus maksimum ekspansi Rasio
KN/m3 Young kPa 10e-6/C Poisson
Gpa
I. Metal dalam bentuk papan, batang atau blok
Aluminium campuran 27 70-79 310-550 23 0.33
Kuningan 84 96-110 300-590 20 0.34
Tembaga 87 112-120 230-380 17 0.33
Nikel 87 210 310-760 13 0.31
Baja 77 195-210 550-1400 12 0.30
Titanium campuran 44 105-210 900-970 8-10 0.33
II. Non-metal dalam bentuk papan, batang atau blok
Beton 24 25 24-81 11
Kaca 26 48-83 70 5-11 0.23
III. Bahan dengan filamen (diameter < 0.025 mm)
Aluminium oksida 38 690-2410 13800-27600
Barium carbide 25 450 6900
Kaca 345 7000-20000
Grafit 22 980 20000
IV. Bahan komposit (campuran)
Boron epoksi 19 210 1365 4.5
Kaca-S diperkuat epoksi 21 66.2 1900

9. Batas elastis (elastic limit)


Ordinat suatu titik yang hampir berimpitan dengan titik P diketahui sebagai

9
batas elastis, yaitu tegangan maksimum yang terjadi selama tes tarikan sedemikian
sehingga tidak terjadi perubahan bentuk atau deformasi maupun residu permanen ketika
pembebanan dipindahkan. Untuk kebanyakan bahan nilai batas elastis dan batas proporsi
adalah hampir sama dan sering digunakan sebagai istilah yang saling menggantikan.
Pada kasus-kasus dimana pemisahan diantara dua nilai ditemukan, nilai batas elastis
selalu sedikit lebih besar daripada batas proporsi.

10. Titik lelah (yield point)


Ordinat titik Y pada Gb. 1-5, yang dinyatakan dengan yp, dimana terjadi
peningkatan atau pertambahan regangan tanpa adanya penambahan tegangan disebut
sebagai titik lelah dari bahan. Setelah pembebanan mencapai titik Y, maka dikatakan
terjadi kelelahan. Pada beberapa bahan terdapat dua titik pada kurva tegangan-regangan
dimana terjadi peningkatan regangan tanpa perubahan tegangan. Masing-masing disebut
titik lelah atas dan titik lelah bawah.

11. Tegangan maksimum (ultimate strength, tensile strength)


Ordinat titik U pada Gb. 1-5, ordinat maksimum pada kurva, diketahui
sebagai tegangan maksimum atau tegangan puncak dari bahan.

12. Tegangan putus (breaking strength)


Ordinat pada titik B pada Gb. 1-5 disebut tegangan putus dari bahan.

13. Modulus kekenyalan, keuletan (modulus of resilence)


Kerja yang dilakukan suatu unit volume bahan, seperti misalnya gaya
tarikan yang dinaikkan secara bertahap dari nol sampai suatu nilai dimana batas
proporsional bahan dicapai, disebut sebagai batas kekenyalan. Ini dapat dihitung sebagai
luasan dibawah kurva tegangan regangan dari titik origin sampai batas proporsional dan
digambarkan dengan daerah yang diarsir pada Gb. 1-5. Satuan untuk kuantitas ini adalah
N.m/m3. Dengan demikian, modulus kekenyalan adalah kemampuan bahan menyerap
energi pada selang elastisnya.

14. Modulus kekerasan (modulus of toughness)


Kerja yang dilakukan suatu unit volume bahan, seperti misalnya gaya
tarikan yang dinaikkan dari nol sampai suatu nilai yang menyebabkan keruntuhan
didefinisikan sebagai modulus kekerasan. Ini dapat dihitung sebagai luasan dibawah
kurva tegangan-regangan dari origin sampai titik keruntuhan. Kekerasan bahan adalah
kemampuan untuk menyerap energi pada selang plastis dari bahan.

10
15. Persentase pertambahan panjang (elongation)
Persentase pertambahan panjang didefiniskan sebagai pertambahan
panjang setelah patah dibagi dengan panjang awal dan dikalikan dengan seratus. Baik
persentasi pengurangan luasan-penampang dan pertambahan panjang merupakan
ukuran keuletan atau ductility bahan.
16. Kekuatan lelah (yield strength), sisa regangan
Ordinat pada kurva tegangan-regangan dimana bahan mengalami
perubahan bentuk atau deformasi yang tetap ketika pembebanan dipindahkan disebut
kekuatan atau tegangan lelah bahan. Perubahan bentuk tetap disini biasanya diambil
sekitar 0.0035 mm/mm. Pada Gb. 1-8 perubahan bentuk 1 ditunjukkan pada sumbu
regangan dan garis OY digambarkan sejajar dengan tangen awal kurva dari titik origin.
Ordinat Y menunjukkan kekuatan lelah bahan, disebut juga bukti tegangan (proof stress).

17. Rasio Poisson


Ketika suatu batang dikenai pembebanan tarik sederhana maka terjadi
penambahan panjang batang pada arah pembebanan, tetapi terjadi pengurangan dimensi
lateral tegaklurus terhadap pembebanan. Rasio regangan pada arah lateral terhadap arah
aksial didefinisikan sebagai rasio Poisson (Poissons ratio). Dalam buku ini dilambangkan
dengan . Pada kebanyakan logam mempunyai nilai antara 0.25 sampai 0.35.

18. Bentuk umum hukum Hooke


Bentuk sederhana hukum Hooke telah diberikan untuk tarikan aksial
ketika pembebanan adalah sejajar dengan sumbu batang, biasa disebut pembebanan
satu arah, uniaksial. Disini hanya deformasi pada arah pembebanan yang diperhatikan,
dan diformulasikan dengan


E
Untuk kasus yang lebih umum suatu elemen bahan dikenai tiga tegangan
normal yang saling tegaklurus x, y, z, yang masing-masing diikuti dengan regangan x,
y, z. Dengan mempertimbangkan komponen-komponen regangan yang terjadi karena
kontraksi lateral karena efek Poisson pada regangan langsung maka kita peroleh
pernyataan hukum Hooke berikut:

x
1
E

x ( y z ) y
1
E

y ( x z ) z
1
E

z ( x y )

11
Gambar 3.1 Diagram Stress Strain Berbagai Jenis Material

12
LANDASAN TEORI BETON

Beton merupakan campuran dari semen, agregat kasar dan halus, air, dan
bahan tambah bila digunakan yang membentuk massa padat. Pemakaian beton menjadi
sangat populer sejak perkembangannya dimasa lalu dari sekedar menjadi pengikat
(binder), hingga menjadi komposit keras yang digunakan sebagai bahan bangunan.
Sebagai bahan bangunan yang banyak dipakai, beton memiliki keunggulan karena
bersifat kedap air, mudah dibentuk dan dicetak, serta murah dan mudah dikerjakan. Beton
memiliki keuntungan tinggi gaya tekannya namun terdapat kelemahan yaitu gaya tarik
yang lemah. Untuk mengatasi kelemahan beton, dibuat struktur beton bertulang untuk
memperoleh struktur yang kuat, tinggi gaya tekan dan memiliki gaya tarik yang memadai
dengan diaplikasikannya tulangan baja dalam struktur beton.
Kinerja struktur beton bertulang ditujukan untuk mampu menahan beban
selama masa layannya, sehingga kurva tegangan regangan (stress-strain curve) material
terkait akan menjadi bahan pertimbangan mendasar dalam perencanaan beton bertulang.
Oleh karena pemakaian beton lebih ditujukan dalam hal tekan, maka relasi atau kurva
tegangan-regangan beton merupakan acuan utama. Sebagai deskripsi, pada Gambar 2.1
disajikan beberapa kurva tegangan-regangan beton. Semua kurva yang disajikan pada
Gambar 2.1 memiliki karakter yang serupa. Tegangan tekan beton dicapai pada saat
regangan beton berkisar antara 0,002 0,003 untuk beton dengan kepadatan normal dan
0,003 0,0035 untuk beton ringan.

5
Gambar 2.1 Berbagai kurva relasi tegangan-regangan untuk beberapa jenis beton

13
Sumber : Nilson, et. al. (2004)

Salah satu parameter yang dapat diperoleh dari kurva tegangan regangan adalah
modulus elastisitas, dalam hal ini adalah modulus elastisitas beton. Modulus elastisitas
beton, Ec, yaitu kemiringan kurva tegangan-regangan beton pada bagian elastis
ditentukan oleh persamaan 2.1. menurut ACI (dalam satuan SI) dengan fc adalah kuat
tekan beton (MPa) dan wc adalah berat beton dalam kg/m3.

Beton bertulang digunakan untuk meningkatkan kinerja beton yang lemah terhadap
gaya tarik. Kemampuan menahan beban serta deformasi yang terjadi pada beton
bertulang sebagai material komposit sangat dipengaruhi oleh perilaku elemen-elemennya,
yaitu beton dan tulangan baja, juga perilaku dan interaksi antara beton dan baja. Kinerja
beton bertulang antara lain juga ditentukan oleh lekatan antara tulangan baja dan beton
yang akan menghasilkan material komposit yang daktail sehingga mampu mnyalurkan
gaya tarik. Seperti halnya pada beton, kurva tegangan-regangan baja sangat menentukan
kinerja tulangan baja. Dalam kurva tegangan-regangan baja, dua parameter yang menjadi
tolak ukur adalah titik leleh (yield point) yang umumnya identik dalam tekan maupun tarik,
serta modulus elastisitas, Es. Deskripsi tentang kurva tegangan-regangan baja disajikan
Gambar 2.2 dengan menampilkan beberapa kurva tegangan-regangan dari tulangan baja
untuk berbagai mutu.

14
Gambar 2.2 Beberapa kurva tegangan-regangan dari tulangan baja untuk berbagai
mutu Sumber : Nilson, et. al. (2004)

Pada saat suatu elemen beton bertulang misalnya kolom menerima beban, kurva
tegangan-regangan beton dan baja akan berperilaku seperti yang disajikan pada Gambar
2.3.

Gambar 2.3 Kurva tegangan-regangan beton dan baja pada suatu elemen beton
bertulang yang dibebani Sumber : Nilson, et. al. (2004)

Beberapa dalil dalam perilaku beton bertulang secara mendasar dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Gaya dalam misalnya momen lentur, gaya geser, tegangan normal dan geser di setiap
bagian elemen struktur memiliki keseimbangan dengan gaya eksternal pada bagian
tersebut.
2. Regangan pada tulangan baja yang tertanam tarik maupun tekan adalah sama
dengan regangan beton di sekitarnya. Diasumsikan bahwa terdapat lekatan
sempurna antara tulangan baja dan beton sehingga tidak terjadi selip. Dengan
demikian, bila salah satu material berdeformasi, maka material lain akan
berdeformasi pula.
3. Penampang yang datar pada saat sebelum pembebanan akan tetap datar pada saat
pembebanan.

15
4. Kuat tarik pada beton sangat kecil dibandingkan kuat tekannya sehingga pada bagian
tarik biasanya terjadi retak. Pada elemen struktur yang didesain dengan baik,
biasanya terjadi retak rambut yang tidak terlalu kasat mata. Namun kenyataan bahwa
beton yang retak tidak dapat menahan tegangan tarik membawa kesimpulan umum
bahwa beton tidak dapat menahan tarik. Sesungguhnya, kesimpulan ini tidak
sepenuhnya benar, karena beton sebelum mengalami retak masih dapat menahan
tarik meski dalam kapasitas yang amat kecil.
5. Teori ini didasarkan pada relasi tegangan-regangan aktual dan sifat-sifat dari
kekuatan kedua bahan tersebut (beton dan baja) serta beberapa simplifikasi yang
secara ekivalen cukup beralasan. Pada teori modern, perilaku non linier
dikedepankan, dengan demikian beton akan menjadi sangat tidak efektif memikul
gaya tarik. Dengan demikian, lekatan antara beton dan baja akan menjadi sangat
kompleks dalam perhitungan analisis. Analisis ini akan tampak jauh lebih menantang
dibandingkan analisis dari elemen struktur beton bertulangan tunggal yang
diasumsikan sebagai material elastis.
Perlu menjadi catatan bahwa analisis yang berdasar pada kelima dalil tersebut harus
dikembangkan dengan penelitian dan uji eksperimental untuk mengakomodasi perilaku
lekatan beton dan baja yang lebih rumit dan memerlukan kajian yang mendalam.

LANDASAN TEORI BAJA

1. Jenis-Jenis Baja
Baja merupakan campuran dari beberapa unsur :
Besi (Fe) : + 98 %
Karbon (C) : max 1,7 % (tegangan naik, regangan kurang)
Manganese (Mn) : max 1,65 % (kekuatan)
Silikon (Si) : max 0,6 % (mengurangi gas)
Tembaga (Cu) : max 0,6 % (ketahanan terhadap karat)
Phosfor (P) dan belerang (S) (kurang keuletan)
Sifat baja bergantung kepada kadar carbon, semakin bertambah kadar carbonnya

16
maka tegangannya akan naik tetapi regangannya semakin menurun sehingga baja
bersifat keras tetapi getas.
Adanya phospor (P) dan belerang (S) juga menyebabkan berkurangnya keuletan
(getas)
Tembaga (Cu) mempunyai pengaruh baik terhadap ketahanan korosi
Silikon (Si) digunakan untuk mengurangi gas pada leburan logam
Manganese (Mn) juga menambah kekuatan baja

2. Baja yang biasa digunakan untuk keperluan struktur adalah dari jenis :
1. Baja Karbon (fy = 210 250 MPa)
- Baja karbon rendah : sekitar 0,15 %
- Baja karbon sedang : 0.15 % - 0,29 % (umum untuk struktur bangunan
misalnya BJ 37)
- Baja karbon medium : 0,3 % - 0,5 %
- Baja karbon tinggi : 0,6 % - 1,7 %
- Baja karbon memiliki titik peralihan leleh yang tegas, peningkatan kadar karbon
akan meningkatkan kuat leleh tapi mengurangi daktilitas dan menyulitkan proses
pengelasan
2. Baja Mutu Tinggi (fy = 275 480 MPa)
Menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas Didapat dengan menambahkan
unsur aloi (chromium, nickel, vanadium, dll) kedalam baja karbon untuk
mendapatkan bentuk mikrostruktur yang lebih halus 3. Baja Aloi (fy = 550 760
MPa)

Tidak menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas


Titik peralihan leleh ditentukan menggunakan metode tangen 2 atau metode
regangan 5

17
Gambar 3.1 Diagram Stress Strain Baja

Pada umumnya kurva tegangan-regangan untuk baja berdasarkan pembebanan


tarik (gbr diatas)
Sumbu vertikal merupakan nilai tegangan dan sumbu horisontal merupakan
nilai regangan
Pada pembebanan awal, kurva berbentuk garisk lurus OA. Terdapat hubungan
linier antara tegangan dan regangan
Slope dari garis lurus OA tersebut dikenal dengan Modulus Young
Pada baja nilai Modulus Young (E) berkisar 200.000 Mpa
Pada bentang garis OA, struktur baja akan berperilaku sebagai material
elastis, dimana deformasi yang terjadi akan berbanding lurus dengan
penambahan beban yang bekerja. Juga, ketika beban tersebut dihilangkan
maka elemen akan kembali ke keadaan seperti semula tanpa mengalami
perubahan bentuk / deformasi
Ketika tegangan yang terjadi mencapai titik A (tegangan leleh), maka
deformasi yang besar akan terjadi walaupun hanya bekerja penambahan
beban yang relatif kecil. Zona dimana kurva tegangan-regangan adalah datar
(AB) dikenal dengan zona plastis dimana struktur akan berperilaku sebagai
material plastis

18
DAFTAR PUSTAKA

19
- David Broek,The Science and Technology of Civil Engineering Materials

- J.Francis Young, The Practical Use of Fracture Mechanics

- www.scribd.com

- www.kampusteknik.co.id

20
BATAS ELASTIS DAN PLASTIS MATERIAL

Vega Aditama 166060100111026

21

Anda mungkin juga menyukai