Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Mata Kuliah Anggaran Berbasis Kinerja


Program STAR-BPKP Batch 4
Angkatan 33

Proses Perubahan
APBD

Oleh
Kelompok 3
1. Ayatullah Khomeini Budaya C2B0151
2. Asep Saefullah C2B015155
3. Esi Kartika C2B015165
4. Fifi Ronasari C2B015166
5. Patriyani C2B0151
6. Sri Pebriyanti C2B0151

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dapat dicerminkan dari peningkatan


pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, keadilan, pemerataan, keadaan yang semakin
maju, serta terdapat keserasian antara pusat dan daerah serta antar daerah. Hal yang dapat
mewujudkan keadaan tersebut salah satunya apabila kegiatan APBD dilakukan dengan baik.
Dikarenakan pada saat ini pemerintah menggunakan penganggaran berbasis pendekatan
kinerja, maka reformasi anggaran tidak hanya pada aspek perubahan struktur APBD, namun
juga diikuti dengan perubahan proses penyusunan anggaran.

APBD pada dasarnya memuat rencana keuangan daerah dalam rangka


melaksanakan kewenangan untuk penyelenggaraan pelayanan umum selama satu periode
anggaran. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari
sampai dengan tanggal 31 Desember. Sesuai dengan pendekatan kinerja yang diterapkan
pemerintah saat ini, maka setiap alokasi APBD harus disesuaikan dengan tingkat pelayanan
yang akan dicapai. Sehingga kinerja pemerintah daerah dapat diukur melalui evaluasi
terhadap laporan APBD.

Menurut penjelasan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Daerah (Bupati/Walikota) selaku
pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan juga bertindak sebagai pemegang
kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah.

Selanjutnya kekuasaan tersebut dilimpahkan kepada Kepala Satuan Kerja Pengelolaan


Keuangan Daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah dan dilaksanakan oleh Satuan
Kerja Perangkat Daerah itu sendiri sebagai pengguna anggaran/barang daerah di bawah
koordinasi dari Sekretaris Daerah.

Pemisahan pelaksanaan APBD ini akan memberikan kejelasan dalam pembagian


wewenang dan tanggung jawab terlaksananya mekanisme keseimbangan dan pengawasan
dalam pelaksanaan anggaran daerah (check and balances) serta untuk mendorong upaya
peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Dalam kaitannya
dengan hal tersebut, maka dana yang tersedia dalam APBD harus dimanfaatkan dengan
sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang
maksimal bagi kepentingan masyarakat.

2
Karena penyusunan anggaran untuk tiap tahun tersebut sudah mulai dipersiapkan
pada bulan Juli setiap tahunnya, maka tidak mustahil apabila pada pelaksanaannya APBD
tersebut perlu perubahan atau penyesuaian.

Secara sederhana, perubahan APBD dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah
untuk menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan yang terjadi.
Perkembangan dimaksud bisa berimplikasi pada meningkatnya anggaran penerimaan
maupun pengeluaran, atau sebaliknya. Namun, bisa juga untuk mengakomodasi pergeseran-
pergeseran dalam satu SKPD.

Perubahan atas setiap komponen APBD memiliki latar belakang dan alasan berbeda.
Ada perbedaan alasan untuk perubahan anggaran pendapatan dan perubahan anggaran
belanja. Begitu juga untuk alasan perubahan atas anggaran pembiayaan, kecuali untuk
penerimaan pembiayaan berupa SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu), yang
memang menjadi salah satu alasan utama merngapa perubahan APBD dilakukan.

Bicara mengenai SiLPA artinya bicara mengenai kemungkinan APBD perubahan


dilaksanakan karena SiLPA merupakan penerimaan pembiayaan yang dapat dipergunakan
untuk menutup defisit anggaran dalam APBD. Besaran angka SiLPA tahun sebelumnya
diketahui secara pasti setelah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun
sebelumnya disahkan. Kondisi ini menjadi alasan bagi legislatif dan eksekutif untuk
mengalokasikan kembali (rebudgeting) dana tersebut melalui mekanisme perubahan APBD
(Asmara, 2010) serta memberi ruang bagi penyusun anggaran untuk melakukan perilaku
oportunistik dalam mengalokasikan SiLPA tersebut (Sularso dkk., 2014).

1.2. Rumusan Masalah

Dari pendahuluan yang sudah penulis sampaikan, maka rumusan masalah yang
muncul adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan APBD Perubahan.

2. Bagaimana Proses terjadinya APBD Perubahan.

3. Untuk mengetahui permasalahan dan solusi dalam APBD Perubahan.

1.3. Tujuan

Dari rumusan masalah yang ada, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui Apa itu APBD Perubahan.

2. Untuk mengetahui Proses terjadinya APBD Perubahan.

3
3. Untuk mengetahui permalaahan dan solusi dalam APBD Perubahan.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep APBD

APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas


dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan
daerah. Suatu daerah tidak akan pernah bisa menjalankan kegiatan pemerintahannya tanpa
adanya anggaran, maka dari itu setiap tahunnya APBD ditetapkan untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi perekonomian daerah berdasarkan fungsi alokasi APBD yang telah
dibuat pemerintah daerah dan DPRD.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 tahun 2011 Pedoman Penyusunan


APBD Tahun Anggaran 2012, meliputi:

1. Sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan kebijakan pemerintah daerah;

2. Prinsip penyusunan APBD;

3. Kebijakan penyusunan APBD;

4. Teknis penyusunan APBD; dan

5. Hal-hal khusus lainnya.

APBD merupakan singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.


APBD merupakan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang setiap tahun telah disetujui
oleh anggota DPRD (Dewan perwakilan Rakyat Daerah). Menurut Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari
Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah. Struktur APBD
tersebutdapat diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan dan organisasi yang
bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

2.2 Definisi APBD Perubahan

Secara sederhana, perubahan APBD dapat diartikan sebagai upaya pemerintah


daerah untuk menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan yang terjadi.
Perkembangan dimaksud bisa berimplikasi pada meningkatnya anggaran penerimaan
maupun pengeluaran, atau sebaliknya. Namun, bisa juga untuk mengakomodasi pergeseran-
pergeseran dalam satu SKP. Perubahan atas setiap komponen APBD memiliki latar belakang

5
dan alasan berbeda. Ada perbedaan alasan untuk perubahan anggaran pendapatan dan
perubahan anggaran belanja. Begitu juga untuk alasan perubahan atas anggaran
pembiayaan, kecuali untuk penerimaan pembiayaan berupa SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran Tahun Lalu), yang memang menjadi salah satu alasan utama merngapa perubahan
APBD dilakukan.

Perubahan atas pendapatan, terutama PAD bisa saja berlatarbelakang perilaku


oportunisme para pembuat keputusan, khususnya birokrasai di SKPD dan SKPKD. Namun,
tak jarang perubahan APBD juga memuat preferensi politik para politisi di parlemen daerah
(DPRD). Anggaran pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang berjalan
karena beberapa sebab, diantaranya karena (a) tidak terprediksinya sumber penerimaan baru
pada saat penyusunan anggaran, (b) perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi
daerah, dan (c) penyesuaian target berdasarkan perkembangan terkini.

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan mengapa perubahan atas anggaran pendapatan
terjadi, di antaranya:

1. Target pendapatan dalam APBD underestimated (dianggarkan terlalu rendah). Jika


sebuah angkat untuk target pendapatan sudah ditetapkan dalam APBD, maka angka itu
menjadi target minimal yang harus dicapai oleh eksekutif. Target dimaksud merupakan
jumlah terendah yang diperintahkan oleh DPRD kepada eksekutif untuk dicari dan
menambah penerimaan dalam kas daerah.

2. Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapat dipahami sebagai praktik moral
hazard yang dilakukan agency yang dalam konteks pendapatan adalah sebagai budget
minimizer. Dalam penyusunan rancangan anggaran yang menganut konsep partisipatif,
SKPD mempunyai ruang untuk membuat budget slack karena memiliki keunggulan
informasi tentang potensi pendapatan yang sesungguhnya dibanding DPRD.

3. Jika dalam APBD murni target PAD underestimated, maka dapat dinaikkan dalam
APBD Perubahan untuk kemudian digunakan sebagai dasar mengalokasikan
pengeluaran yang baru untuk belanja kegiatan dalam APBD-P. Penambahan target PAD
ini dapat diartikan sebagai hasil evaluasi atas keberhasilan belanja modal dalam
mengungkit (leveraging) PAD, khususnya yang terealiasai dan tercapai outcome-nya
pada tahun anggaran sebelumnya.

Perubahan atas alokasi anggaran belanja merupakan bagian terpenting dalam


perubahan, khususnya pada kelompok belanja langsung. Beberapa bentuk perubahan alokasi
untuk belanja modal berrdasarkan penyebabnya adalah:

6
1. Perubahan karena adanya varian SiLPA. Perubahan harus dilakukan apabila prediksi
atas SiLPA tidak akurat, yang bersumber dari adanya perbedaan antara SILPA 201a
definitif setelah diaudit oleh BPK dengan SiLPA 201b.

2. Perubahan karena adanya pergeseran anggaran (virement). Pergeseran anggaran


dapat terjadi dalam satu SKPD, meskipun total alokasi untuk SKPD yang bersangkutan
tidak berubah.

3. Perubahan karena adanya perubahan dalam penerimaan, khususnya pendapatan.


Perubahan target atas pendapatan asli daerah (PAD) dapat berpengaruh terhadap
alokasi belanja perubahan pada tahun yang sama. Dari perspektif agency theory, pada
saat penyusunan APBD murni, eksekutif (dan mungkin juga dengan sepengetahuan
dan/atau persetujuan legislatif) target PAD ditetapkan di bawah potensi, lalu
dilakukan adjustment pada saat dilakukan perubahan APBD.

Perubahan dalam pembiayaan terjadi ketika asumsi yang ditetapkan pada saat
penyusunan APBD harus direvisi. Ketika besaran realisasi surplus/defisi dalam APBD berjalan
berbeda dengan anggaran ayng ditetapkan sejak awal tahun anggaran, maka diperlukan
penyesuaian dalam anggaran penerimaan pembiayaan, setidaknya untuk mengkoreksi
penerimaan yang bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya
(SiLPA).

SiLPA tahun berjalan merupakan SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan) tahun lalu. Oleh
karena itu, SiLPA merupakan penerimaan pada awal tahun berjalan. Namun, besaran yang
diakui pada saat penyusunan APBD masih bersifat taksiran, belum definitif, karena (a) pada
akhir tahun lalu tersebut belum seluruh pertanggungjawaban disampaikan oleh SKPD ke BUD
dan (b) BPK RI belum menyatakan bahwa jumlah SiLPA sudah sesuai dengan yang
sesungguhnya.

Selisih (variance) antara SiLPA dalam APBD tahun berjalan dengan Laporan Realisasi
Anggaran (LRA) tahun sebelumnya merupakan angka yang menjadi salah satu bahan untuk
perubahan anggaran dalam tahun berjalan, terutama dalam bentuk penyesuaian untuk
belanja. Jika diterapkan konsep anggaran berimbang (penerimaan sama dengan pengeluaran
atau SILPA bernilai nol atau nihil), maka varian SiLPA akan menyebabkan perubahan alokasi
belanja.

Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas


bersama antara DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan
perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan. Dalam Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 Pasal 154 disebutkan bahwa seandainya selama tahun berjalan perlu diadakan
7
perbaikan atau penyesuaian terhadap alokasi anggaran, maka perubahan APBD masih
dimungkinkan terutama apabila:

1. Terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi Kebijakan umum anggaran (KUA);

2. Terjadi keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;

3. Ditemui keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun anggaran berjalan;

4. Keadaan darurat; dan

5. Keadaan luar biasa.

Selain itu, dalam keadaan darurat pemerintah daerah juga dapat melakukan
pengeluaran untuk membiayai kegiatan yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya
diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi
Anggaran tahun berjalan yang untuk pelaksanaannya harus dituangkan dalam peraturan
daerah tentang rancangan dan perubahan APBD. Oleh karenanya, dalam Peraturan Daerah
terkait harus diperjelas posisi satuan kerja perangkat daerah yang juga mempunyai
kedudukan sebagai pengguna anggaran dan pelaksana program. Keadaan darurat
sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai

berikut:

1. Bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat
diprediksikan sebelumnya;

2. Tidak diharapkan terjadi secara berulang;

3. Berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan

4. Memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang
disebabkan oleh keadaan darurat.

Perubahan APBD diajukan setelah laporan realisasi anggaran semester pertama dan
hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan
luar biasa. Keadaan luar biasa adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan
dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari
50% (lima puluh persen).

Adapun proses Perubahan APBD adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD


tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan berakhir.

8
2. Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah, selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.

3. Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD menjadi
peraturan daerah dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52, dan Pasal 53 PP Nomor 58 Tahun 2005.

2.3. Kebijakan Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
(PPAS)

Perubahan APBD yang disebabkan karena perkembangan yang tidak sesuai dengan
Kebijakan umum anggaran (KUA) dapat berupa terjadinya pelampauan atau tidak tercapainya
proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan biaya yang
semula ditetapkan dalam KUA. Apabila demikian, kepala daerah memformulasikan hal-hal
yang mengakibatkan terjadinya perubahan APBD tersebut dalam suatu Rancangan Kebijakan
Umum Perubahan APBD serta Prioritas dan Plafon Sementara atas perubahan APBD
tersebut. Rancangan kebijakan umum perubahan APBD harus memuat secara lengkap
penjelasan mengenai hal-hal sebagai berikut:

1. perbedaan asumsi dengan kebijakan umum anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya;

2. program dan kegiatan yang dapat diusulkan untuk ditampung dalam perubahan APBD
dengan mempertimbangkan sisa waktu pelaksanaan APBD untuk tahun anggaran
berjalan;

3. capaian target kinerja program dan kegiatan yang harus dikurangi dalam perubahan APBD
apabila asumsi kebijakan umum anggaran tidak dapat tercapai; dan

4. capaian target kinerja program dan kegiatan yang harus ditingkatkan dalam perubahan
APBD apabila melampaui asumsi KUA.

Setelah Kepala Daerah sudah merumuskannya, rancangan kebijakan umum


perubahan APBD berikut plafon sementara perubahannya kemudian disampaikan kepada
DPRD untuk dibahas dan disepakati bersama (biasanya sudah harus dimulai dan selesai
pada bulan Agustus tahun anggaran berjalan). Kebijakan umum perubahan APBD serta PPA
perubahan APBD yang sudah disepakati dituangkan dalam Nota Kesepakatan yang
ditandatangani bersama antara Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD.

Berdasarkan nota kesepakatan tersebut di atas Tim Anggaran Pemerintah Daerah


(TAPD) menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang Pedoman Penyusunan

9
RKASKPD yang memuat program dan kegiatan baru untuk dianggarkan dalam perubahan
APBD sebagai acuan bagi kepala SKPD. Perubahan DPA-SKPD dapat berupa peningkatan

atau pengurangan capaian target kinerja program dan kegiatan dari yang telah ditetapkan
semula. Peningkatan atau pengurangan capaian target ini diformulasikan dalam Dokumen
Pelaksanaan Perubahan Anggaran SKPD (DPPA-SKPD). Format-format yang digunakan
untuk menyusun Rancangan Kebijakan Umum Anggaran, PPAS, Nota Kesepakatan dan
format DPPA-SKPD dapat dilihat pada Lampiran C dari Permendagri Nomor 13 Tahun 2006.

2.4. Pergeseran Anggaran

Dalam pelaksanaannya, kadang kala sering juga terjadi pergeseran anggaran antar
unit organisasi, antar kegiatan dan antar jenis belanja seperti telah disebutkan dalam dasar

perubahan APBD butir (b) tersebut di atas. Pergeseran anggaran juga dapat disebabkan
adanya pergeseran antar obyek belanja dan antar rincian obyek belanja yang kesemuanya

harus diformulasikan dalam dokumen pelaksanaan perubahan anggaran SKPD (DPPASKPD)


dengan persetujuan dari PPKD. Pergeseran anggaran tersebut dilakukan dengan cara
mengubah peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD sebagai dasar pelaksanaan,
yang untuk selanjutnya dianggarkan dalam Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang
Perubahan APBD.

Anggaran yang mengalami perubahan, baik berupa penambahan dan/atau


pengurangan akibat pergeseran anggaran sebagaimana disebutkan di atas harus dijelaskan
dalam kolom keterangan tentang penjabaran perubahan APBD. Tata cara pergeseran
anggaran harus diatur dan ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

2.5. Penggunaan Saldo Lebih Tahun Sebelumnya Dalam Perubahan APBD

Saldo anggaran lebih tahun sebelumnya merupakan sisa lebih perhitungan anggaran

(SiLPA) tahun sebelumnya yang berasal dari selisih lebih antara realisasi penerimaan dan
realisasi pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA mencakup pelampauan
penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan
lainlain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan
belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan
sisa dana kegiatan lanjutan. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun
sebelumnya tersebut harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan untuk hal-hal berikut
ini:

10
1. Pembayaran bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah yang melampaui anggaran
yang tersedia yang mendahului perubahan APBD;

2. Pelunasan seluruh kewajiban bunga dan pokok hutang;

3. Pendanaan kenaikan gaji tunjangan PNS akibat adanya kebijakan pemerintah;

4. Pendanaan kegiatan lanjutan sesuai dengan ketentuan Pasal 138 Permendagri Nomor 13
Tahun 2006;

5. Pendanaan program dan kegiatan baru dengan kriteria harus diselesaikan sampai dengan
batas akhir penyelesaian pembayaran dalam tahun anggaran berjalan; dan

6. Pendanaan kegiatan-kegiatan yang capaian target kinerjanya ditingkatkan dari yang telah
ditetapkan semula dalam DPA-SKPD tahun anggaran berjalan yang dapat diselesaikan
sampai dengan batas akhir penyelesaian pembayaran dalam tahun anggaran berjalan.

Penggunaan saldo lebih anggaran tahun sebelumnya untuk pendanaan kegiatan


seperti tersebut pada butir (1), (2), (3), dan (6) tersebut di atas harus diformulasikan terlebih
dahulu dalam DPPA-SKPD, kecuali untuk kegiatan butir (4) yang formulasinya dicantumkan

Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) dan kegiatan (5) yang
diformulasikan dalam Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD).

2.6. Pendanaan Keadaan Darurat dan Keadaan Luar Biasa

Perubahan APBD sebagai akibat dari keadaan darurat dan keadaan luar biasa juga
harus memperhatikan ketentuan yang berikut ini.

1. Pendanaan Keadaan Darurat

Keadaan darurat sebagaimana disebutkan dalam uraian terdahulu sekurang-


kurangnya harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Keadaan darurat bukan merupakan keadaan normal dari kegiatan pemerintah daerah
sehari-hari dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya;

b. Keadaan darurat tidak diharapkan sebagai kejadian yang berulang-ulang;

c. Keadaan darurat berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan

d. Keadaan darurat dapat berakibat signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan
yang disebabkan oleh keadaan darurat tersebut.

Dalam keadaan darurat pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya yang selanjutnya akan/harus diusulkan dalam rancangan perubahan
APBD dan ditetapkan dalam peraturan daerah tentang APBD. Pendanaan keadaan darurat

11
yang belum tersedia anggarannya tersebut dapat menggunakan pos belanja tak terduga.
Dalam hal pos belanja tak terduga tidak mencukupi kebutuhan, maka pendanaan keadaan
darurat dapat dilakukan dengan cara:

(1) menggunakan dana dari hasil penjadwalan ulang capaian target kinerja program dan
kegiatan lainnya dalam tahun anggaran berjalan, dan/atau;

(2) memanfaatkan uang kas yang tersedia.

2.7 Pendanaan Keadaan Luar Biasa

Keadaan luar biasa yang dimaksud sebagai faktor yang mendorong perlunya
perubahan APBD adalah suatu keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau

pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima
puluh persen). Persentase ini merupakan selisih kenaikan atau penurunan antara pendapatan
dan belanja dalam APBD. Apabila estimasi penerimaan dalam APBD diperkirakan mengalami
peningkatan lebih dari 50%, pemerintah daerah dapat menambah kegiatan baru yang harus
diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA-SKPD, dan/atau penjadwalan ulang capaian target
kinerja program dan kegiatan dalam tahun anggaran berjalan yang formulasinya dicantumkan
dalam DPPA-SKPD. Akan tetapi bila estimasi penerimaan dalam APBD diperkirakan
mengalami penurunan lebih dari 50%, pemerintah daerah harus melakukan penjadwalan
ulang capaian target kinerja program dan kegiatan dalam tahun anggaran berjalan yang
formulasinya dicantumkan dalam DPPA-SKPD.

Dokumen-dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran SKPD tersebut di atas


selanjutnya digunakan sebagai dasar Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Perubahan APBD.

2.8 Penyesuaian/Perubahan APBD

Sebelumnya telah dibahas penyebab dilakukannya penyesuaian/perubahan APBD,


yakni dengan menyesuaikan APBD dengan perkembangan dan/atau oleh karena
akibat perubahan keadaan. Perkembangan dan/atau perubahan keadaan apabila
terjadi:

perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA (kebijakan umum APBD);

keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit


organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;

12
keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus
digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan;

keadaan darurat; dan/atau

keadaan luar biasa.

Mekanisme selanjutnya adalah penyiapan ranperda (rancangan peraturan daerah)


tentang perubahan APBD. Penyiapan ranperda tentang perubahan APBD diatur di
dalam pasal 166, pasal 167, pasal 168, pasal 169, pasal 170 dan pasal 171 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2011.

2.9 RKA-SKPD

RKA-SKPD (rencana kerja dan anggaran SKPD) yang memuat program dan kegiatan
baru dan DPPA-SKPD (dokumen pelaksanaan perubahan anggaran SKPD) yang
akan dianggarkan dalam perubahan APBD yang telah disusun oleh SKPD
disampaikan kepada PPKD (pejabat pengelola keuangan daerah) untuk dibahas lebih
lanjut oleh TAPD (tim anggaran pemerintah daerah). Pembahasan oleh TAPD
dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dan DPPA-SKPD dengan
kebijakan umum perubahan APBD serta PPA (prioritas dan plafon anggaran)
perubahan APBD, prakiraan maju yang direncanakan atau yang telah disetujui dan
dokumen perencanaan Iainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, standar
analisis belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Dalam hal
hasil pembahasan RKA-SKPD dan DPPA-SKPD yang memuat program dan kegiatan
yang akan dianggarkan dalam perubahan APBD terdapat ketidaksesuaian dengan
ketentuan, SKPD melakukan penyempurnaan.

RKA-SKPD yang memuat program dan kegiatan baru dan DPPA-SKPD yang akan
dianggarkan dalam perubahan APBD yang telah disempurnakan oleh SKPD,
disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD. RKA-SKPD yang
memuat program dan kegiatan baru dan DPPA-SKPD yang akan dianggarkan dalam
perubahan APBD yang telah dibahas TAPD, dijadikan bahan penyusunan ranperda
tentang perubahan APBD dan ranperkada tentang penjabaran perubahan APBD oleh
PPKD.

13
Ranperda tentang perubahan APBD dan ranperkada (rancangan peraturan kepala
daerah) tentang penjabaran perubahan APBD yang disusun oleh PPKD memuat
pendapatan, belanja dan pembiayaan yang mengalami perubahan dan yang tidak
mengalami perubahan. Ranperda tentang perubahan APBD terdiri dari ranperda
tentang perubahan APBD beserta lampirannya. Lampiran ranperda terdiri dari:

a. ringkasan perubahan APBD;

b. ringkasan perubahan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan


organisasi;

c. rincian perubahan APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,


pendapatan, belanja dan pembiayaan;

d. rekapitulasi perubahan belanja menurut urusan pemerintahan daerah,


organisasi, program dan kegiatan;

e. rekapitulasi perubahan belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan


urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan
keuangan negara;

f. daftar perubahan jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;

g. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan


dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini; dan

h. daftar pinjaman daerah.

Ranperkada tentang penjabaran perubahan APBD terdiri dari ranperkada tentang


penjabaran perubahan APBD beserta Iampirannya. Lampiran ranperkada terdiri dari:

ringkasan penjabaran perubahan anggaran pendapatan daerah, belanja daerah dan


pembiayaan daerah; dan

penjabaran perubahan APBD menurut organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis,


obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan.

Ranperda tentang perubahan APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan
kepada kepala daerah. Ranperda tentang perubahan APBD sebelum disampaikan oleh
kepala daerah kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi
ranperda tentang perubahan APBD bersifat memberikan informasi mengenai hak dan

14
kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan perubahan APBD
tahun anggaran yang direncanakan. Penyebarluasan ranperda tentang perubahan
APBD dilaksanakan oleh sekretariat daerah.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Di dalam regulasi keuangan negara dan keuangan daerah terdapat perbedaan


sebab-sebab dapat dilakukannya perubahan APBD. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara sebagaimana yang diatur di dalam pasal 28 ayat (3) hanya
mengenal 3 (tiga) penyebab dapat dilakukan perubahan APBD, yakni: (a).
Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA; (b). Keadaan yang
menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar
kegiatan, dan antar jenis belanja; (c). Keadaan yang menyebabkan SILPA yang harus
digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.

Sedangkan pasal 316 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan daerah sebagaimana diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2015, pasal
81 ayat (1) PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan
pasal 154 ayat (1) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri Nomor 21
Tahun 2011, mengenal 5 (lima) penyebab dapat dilakukan perubahan APBD, yakni:
(a). Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA; (b). Keadaan yang
menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar
kegiatan, dan antar jenis belanja; (c). Keadaan yang menyebabkan SILPA yang harus
digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan; (c). Keadaan darurat; dan (d).
Keadaan luar biasa. Dengan demikian pasal 28 ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, tidak mengenal perubahan APBD disebabkan oleh
keadaan darurat dan keadaan luar biasa.
15
Pasal 316 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah
sebagaimana diubah dengan UU Nomor 9 Tahun 2015, Pasal 82 ayat (1) PP Nomor
58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan pasal 154 ayat (2)
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri Nomor 21 Tahun 2011,
telah menetapkan syarat utama perubahan APBD yang disebabkan oleh keadaan luar
biasa, yakini perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.

Dari Uraian makalah ini kami berpendapat: (a). Perubahan APBD dapat
dilakukan beberapa kali dalam 1 (satu) tahun angaran; (b). Perubahan APBD yang
pertama dilakukan disebabkan: perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi
KUA; keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; keadaan yang menyebabkan
SILPA yang harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan; dan
keadaan darurat. Yang memberi arti, pendanaan keadaan luar biasa bukan termasuk
ke dalam penyebab dilakukannya perubahan pertama atas APBD; (c). Perubahan
kedua dan seterusnya dapat dilakukan karena pendanaan keadaan darurat.

Selain syarat utama, terdapat syarat teknis dapat dilakukannya perubahan


APBD karena pendanaan keadaan luar biasa sebagaimana yang diatur dalam pasal
163, pasal 164, dan pasal 165 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan Permendagri
Nomor 21 Tahun 2011. Syarat teknis dapat dilakukannya perubahan APBD yang
kedua dan seterusnya, adalah keadaan luar biasa dimana keadaan yang
menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami
kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen). Persentase 50%
(lima puluh persen) adalah selisih (gap) kenaikan antara pendapatan dan belanja
dalam APBD.

Dalam hal kejadian Iuar biasa yang menyebabkan estimasi penerimaan


dalam APBD mengalami peningkatan Iebih dari 50% (lima puluh persen), dapat
dilakukan penambahan kegiatan baru dan/atau penjadwalan ulang/peningkatan
capaian target kinerja program dan kegiatan dalam tahun anggaran berjalan.
Penambahan kegiatan baru diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA-SKPD.
Penjadwalan ulang/peningkatan capaian target kinerja program dan kegiatan

16
diformulasikan terlebih dahulu dalam DPPA-SKPD. RKA-SKPD dan DPPA-SKPD
digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan peraturan daerah tentang
perubahan kedua APBD.

Dalam hal kejadian Iuar biasa yang menyebabkan estimasi penerimaan


dalam APBD mengalami penurunan lebih dari 50% (lima puluh persen) , maka dapat
dilakukan penjadwalan ulang/pengurangan capaian target kinerja program dan
kegiatan Iainnya dalam tahun anggaran berjalan. Penjadwalan ulang/pengurangan
capaian target diformulasikan ke dalam DPPA-SKPD. DPPA-SKPD digunakan sebagai
dasar penyusunan rancangan peraturan daerah tentang perubahan kedua APBD.

DAFTAR PUSTAKA

https://deriirwan.wordpress.com/2013/09/25/apa-dan-mengapa-terjadi-perubahan-apbd/,
diakses tanggal 17-02-2017

http://saifulrahman.lecture.ub.ac.id/files/2010/03/Pertemuan-6.pdf, diakses tanggal 17-02-


2017

https://yusranlapananda.wordpress.com/tag/perubahan-apbd/ diakses tanggal 20-02-2017

Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006
tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
Anggaran 2007. Jakarta.

Rasul, Sjahruddin. 2003. Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas dan Anggaran Dalam


Perspektif UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Jakarta. Perum
Percetakan Negara Republik Indonesia.

Yani, Ahmad. 2002. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PT. Radja Grafindo.

17

Anda mungkin juga menyukai