Anda di halaman 1dari 12

2.

4 Karsinoma Nasofaring

2.4.1 Defenisi

Karsinoma nasofaring adalah penyakit yang insidennya cukup tinggi, terutama pada

ras Cina dimana didapatkan 30 orang penderita dalam 100.000 penduduk. Diantara berbagai

jenis kanker kepala leher, karsinoma nasofaring merupakan salah satu jenis yang memiliki

prognosis buruk dikarenakan posisi tumor yang berdekatan dengan dasar tengkorak dan

berbagai struktur penting lain. Ciri dari karsinoma nasofaring adalah pertumbuhan tumor

yang invasif, kesulitan mendeteksi tumor, sehingga menghambat diagnosis dini. Namun

demikian karsinoma nasofaring juga suatu jenis tumor yang radiosensitif dan kemosensitif.

2.4.2 Patofisiologi dan Penyebaran

Faktor etiologi karsinoma nasofaring adalah faktor genetik dimana ras mongoloid

merupakan yang paling banyak terkena. Faktor infeksi virus Ebstein-Barr ditengarai juga

mempunyai hubungan erat dengan patogenesis karsinoma nasofaring. Faktor lain yang

diduga banyak berpengaruh adalah paparan bahan karsinogenik.

Infeksi EBV terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel

limfosit. Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit

B. Mula-mula, glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein CD21

(reseptor virus) di permukaan limfosit B. Masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B

menyebabkan limfosit B menjadi imortal. Namun, mekanisme masuknya EBV ke dalam sel

epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, terdapat dua

reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring yaitu

CR2 dan PIGR (Polimeris Imunoglobin Receptor). Sel yang terinfeksi oleh EBV dapat

menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu:

- Sel yang terinfeksi EBV akan mati dan virus akan bereplikasi
- EBV yang menginfeksi sel akan mati sehingga sel menjadi normal kembali

- Terjadi reaksi antara sel dan virus yang mengakibatkan transformasi/perubahan sifat

sel menjadi ganas sehingga terbentutlah sel kanker.

Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten

yaitu EBERs,EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B.

- Protein EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten.

- Protein transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal tyrosine kinase yang

dipercaya dapat menghambat siklus litik virus.

- Protein transmembran LMP1 (gen yang paling berperan dalam transformasi sel) menjadi

perantara sinyal TNF (Tumor Necrosi Factor) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10

yang meningkatkan proliferasi sel B dan menghambat respon imun lokal.

JALUR PENYEBARAN

Anterior

Umumnya dengan ekstensi langsung ke dalam rongga hidung. Invasi ke dinding

lateral rongga hidung dapat mengakibatkan kerusakan pada pterygoid. Invasi dari ethmoid

posterior dan sinus maksilaris kurang begitu sering. Invasi Orbital dapat terjadi pada penyakit

yang lebih lanjut1. Superior dan posterior Tumor langsung dapat menyerang dasar tengkorak,

sinus sphenoidalis, dan clivus. Robekan pada foramen yang terletak tepat di atas fosa

Rosenmuller, adalah titik terlemah di dasar tengkorak, di mana tumor dapat memperoleh

akses ke dalam sinus cavernosus dan fosa kranial tengah dan menyerang nervus kranial II

sampai dengan VI. Tumor juga dapat menginvasi melalui foramen ovale ke fosa kranial

tengah, bagian yang keras dari tulang temporal, dan sinus cavernosus. Invasi pada muskulus

prevertebralis biasanya dapat dilihat pada pemeriksaan MRI.


Inferior

Ekstensi ke oropharynx jarang terjadi . Ini mungkin melibatkan fosa tonsillaris, dan

dinding lateral dan posterior dari orofaring. Invasi vertebra Cervikal I secara posterior dan

inferior dapat terjadi pada penyakit lanjut. Invasi langsung dari palatum durum jarang terjadi.

Lateral

Penyebaran ke dalam ruang parapharyngeal lateral dan invasi dari m. levator dan m.

tensor Veli palatini terjadi lebih cepat dan sering terlihat pada pemeriksaan MRI. Invasi pada

m.pterygoid terjadi pada penyakit yang lebih lanjut. Ekstensi langsung tumor atau metastasis

ke kelenjar limfe retropharyngeal lateral dalam ruang parapharyngeal dapat menyebabkan

kompresi atau invasi nervus cranial XII karena keluar melalui kanalis hypoglossus, nervus

kranialis IX sampai XI yang muncul dari foramen jugularis dan nervus servikalis simpatetik.

Kompresi atau invasi langsung dari arteri karotis interna juga dapat terjadi pada penyakit

lanjut. Melalui tubag estachius, tumor langsung dapat menyerang telinga bagian tengah.

Penyebaran limfatik

penyebara Limfatik pada kelenjar secara ipsilateral sering terjadi yaitu sekitar 85%

sampai 90% kasus. Penyebaran secara Bilateral terjadi pada sekitar 50% kasus. Metastasis ke

kelenjar yang kontralateral jarang terjadi. Distribusi kelenjar yang secara klinik dapat di

palpasi ditunjukkan pada Gambar.berikut :

Penyebaran ke kelenjar limfe lateral dan posterior retropharyngeal terjadi lebih dini

dan sering terlihat pada pemeriksaan MRI atau CT scan, meskipun kelenjar limfe tidak

teraba. Metastasis ke jugulodigastric dan nodus cervical superior posterior juga sering

ditemukan. Pertama kelenjar enchepalon, metastasis lebih lanjut ke midjugular dan cervical

posterior, jugularis inferior, dan cervical posterior serta kelenjar supraclavivular dapat terjadi.

Kadang-kadang, menyebar ke kelenjar submental dan oksipital sebagai akibat dari obstruksi

limfatik karena limfadenopati servikal yang luas. Metastasis ke kelenjar limfe mediastinum
dapat terjadi ketika terjadi limfadenopati supraclavicula.

Penyebaran secara Hematogen

Metastasis jauh terjadi pada 3% dari kasus yang di diagnosis dan dapat terjadi dalam

18% sampai 50% atau lebih dari kasus selama berlangsungnya penyakit ini. 80% insiden

telah dilaporkan dalam serial otopsi. Insiden metastasis jauh tertinggi pada pasien dengan

metastasis ke kelenjar pada leher, khususnya di leher bagian bawah. Tulang adalah metastasis

jauh yang paling sering ditemukan diikuti oleh paru-paru dan hati.

Pemeriksaan radiologi bertujuan untuk melihat massa tumor nasofaring dan massa

tumor yang menginvasi jaringan sekitarnya yaitu dengan menggunakan

Foto polos

Computed Tomografi (CT), dapat memperlihatkan penyebaran ke jaringan ikat lunak

pada nasofaring dan penyebaran ke ruang paranasofaring. Sensitif mendeteksi erosi tulang,

terutama pada dasar tengkorak.

Magnetic Resonance Imaging (MRI), lebih baik dibandingkan CT dalam membedakan

tumor dari peradangan. MRI lebih sensitif dalam mengevaluasi metastasis pada

retrofaringeal dan kelenjar limfe yang dalam. MRI dapat mendeteksi infiltrasi tumor ke

sumsum tulang, dimana CT tidak dapat mendeteksinya.

DAFTAR PUSTAKA

1 Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Binarupa

Aksara, Edisi 13, Staf Ahli Bagian THT RSCM-FKUI, Indonesia 1994 : 839-54

2 Mulyarjo. Diagnosis dan Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring, Pendidikan

Kedokteran Berkelanjutan III Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok- Kepala

Leher, SMF Ilmu Penyakit THT FK Unair/ RSUD dr. Soetomo, Surabaya 2002: 38-47
2.5 Karsinoma Prostat

2.5.1 Definisi

Ca Prostat adalah penyakit kanker yang menyerang kelenjar prostat dimana sel-sel

kelenjar prostat tumbuh abnormal dan tidak terkendali. Keganasan prostate merupakan

keganasan saluran kemih kedua paling sering dijumpai sesudah keganasan kandung

kemih(Sjamsuhidajat).

2.5.2 Patofisiologi dan penyebaran

Jarang ditemukan angka kejadian keganasan prostat yang tinggi di dalam satu

keluarga. Keganasan prostat sama dengan prostat normal, untuk pertumbuhan dan

perkembangannya tergantung pada hormon androgen. Hal ini tidak berarti bahwa karsinoma

prostat disebabkan oleh hormon androgen. Banyak keganasan prostat sensitif terhadap

hormon, sehingga dapat digunakan pengobatan hormonal.

Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab timbulnya adenokarsinoma prostat

adalah :

Usia lanjut: Semakin lanjut usia, resiko terjadinya kanker prostat meningkat dengan

bermakna. Pada usia 50, sekitar 33 % pria memiliki tumor prostat kecil. Pada usia 80 sekitar

70 % pria dapat dibuktikan memiliki kanker prostat secara histopatologi (ilmu yang

mempelajari tentang penyakit pada jaringan tubuh manusia).

Kadar Hormon : Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan

peningkatan resiko kanker prostat. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih

poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5 alpha-reductase, yang memegang peran

penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostate.


Ras : Orang dari ras kulit hitam memiliki resiko 2 kali lebih besar untuk terjadi kanker

prostat dibanding ras lain. Orang-orang asia memiliki insiden kanker prostat yang paling

rendah.

Riwayat Keluarga : Semakin banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini,

maka semakin besar resiko anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena kanker prostat

juga. Bila ada satu anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, maka resiko meningkat 2

kali bagi yang lain. Bila ada 2 anggota keluarga, maka resiko meningkat menjadi 2-5 kali.

Diet: Konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang tinggi (terutama lemak

hewani) dan kurang mengandung serat akan meningkatkan resiko terkena kanker prostat.

Keganasan prostat biasanya beruapa adenokarsinoam yang berasal dari kelenjar

prostat yang menjadi hipotrofik pada usia dekade kelima sampai ke tujuh. Karsinoma prostat

biasanya berupa lesi multisentrik. Derajad keganasan didasarkan pada diferensiasi kelenjar,

atipi sel, dan kelainan inti sel. Derajad G I yaitu berdeferensiasi baik, dejajad G II yang

berdeferensiasi sedang, dan derajad G-III yang berdeferensiasi buruk. Pembagian derajad

keganasan ini merupakan indikator pertumbuhan dan progresivitas tumor.

Karsinoma prostat menyebar kekelenjar limfe di panggul kemudian ke kelenjar limfe

retroperitoneal atas. Penyebaran hematogen terjadi melalui v. Vertebralis ke tulang lumbal,

dan tulang iga, artinya terutama tualang yang berdekatan pada prostat. Metastasis tulang

sering bersifat osteoklasik.

Gejala-gejala iritasi (sering kencing/frequency, tergesa-gesa ingin kencing/urgency,

sering kencing malam hari/nocturia dan sulit menahan kencing/urge incontinen), atau gejala-

gejala obstruksi (kencing harus menunggu lama/hesitancy, pancaran kencing lemah, kencing

tidak lampias, terputus-putus/intermittency, dan harus mengedan untuk memulai

kencing/straining). Kemudian riwayat keluarga, akan ditanyakan apakah ada anggota

keluarga yang sakit kanker prostat atau meninggal karena kanker prostat. Riwayat makanan
(banyak mengkonsumsi lemak jenuh/lemak hewani) juga biasa ditanyakan karena termasuk

salah satu faktor resiko.

Pada pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinarius bagian

atas, kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah disertai pielonefritis akan disertai

sakit pinggang dan nyeri kotok pinggang. Vesica urinaria dapat apabila sudah terjadi retensi

urine total, daerah inguinal juga harus diperhatikan untuk mengetahui ada tidaknya hernia.

Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab lain yang

dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa naviculare atau uretra anterior,

fibrosis daerah uretra, kondiloma daerah meatus.

Pemeriksaan fisik secara menyeluruh dimaksudkan untuk medapatkan kelainan diluar

traktus urinarius yang perlu untuk menentukan adanya kontra indikasi apabila akan dilakukan

tindakan operatif seperti kelainan jantung, hepar atau gangguan pernafasan. Pemeriksaan

klinik terpenting adalah pemeriksaan Rectal toucher ( colok dubur ) atau Digital Rectal

Examination ( DRE ). Pada pemeriksaan ini dapat mencari adanya kelainan pada prostat yang

mencurigakan ke arah kanker prostat, yaitu konsistensi yang keras, adanya nodul (benjolan di

permukaan) dan pembesaran prostat yang tidak simetris.


2.6 Tumor Ovarium

2.6.1 Defenisi

Tumor ganas ovarium merupakan kumpulan tumor dengan histogenesis yang

beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal, endodermal, dan

mesodermal) dengan sifat-sifat histologis maupun biologis yang beraneka ragam.

Kira-kira 15% tumor ovarium adalah ganas dan kanker ovarium merupakan penyebab

kematian wanita nomor lima. Insiden keganasan meningkat dengan pertambahan usia, rata-

rata 50-59 tahun. Lebih dari 80% kematian akibat kanker ovarium terjadi antara umur 35-75

tahun. Resiko seumur hidup mengalami kanker ovarium di Amerika Serikat (tidak berubah

dalam 30 tahun)adalah 1,4%. Karena tumor ini sulit didiagnosis dan diobati dini,

kelangsungan hidup 5 tahunhanya sebesar 35-38%, meskipun kemoterapi dan radioterapi

sudah semakin baik.

2.6.2 Patofisiologi dan Penyebaran

Letak tumor yang tersembunyi dalam rongga perut dan sangat berbahaya itu dapat

menjadi besar tanpa disadari oleh penderita.

Pertumbuhan tumor primer diikuti oleh infiltrasi ke jaringan sekitar yang

menyebabkan pelbagai keluhan samar-samar seperti perasaan sebah, makan sedikit terasa

cepat menjadi kenyang, sering kembungn nafsu makan menurun. Kecenderungan untuk

melakukan implantasi di rongga perut merupakan ciri khas suatu tumor ganas ovarium yang

menghasilkan asites.

Tumor ganas ovarium merupakan kumpulan tumor dengan histiogenesis yang

beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal, entodermal dan

mesodermal) dengan sifat-sifat histologis maupun biologis yang beraneka ragam. Oleh sebab

itu histiogenesis maupun klasifikasinya masih sering menjadi perdebatan. Semua klasifikasi

tumor ovarium mempunyai kelemahan oleh karena masih kurangnya pengetahuan tentang
histogenesis semua tumor ovarium dan oleh karena tumor ovarium yang tampaknya serupa

mempunyai asal yang berbeda.

Kira-kira 60% terdapat pada usia peri-menopausal, 30% dalam masa reproduksi dan

10% pada usia yang jauh lebih muda. Tumor ini dapat jinak (benigna), tidak jelas jinak tapi

juga tidak pasti ganas (borderline malignancy atau carcinoma of low-malignant potensial)

dan yang jelas ganas (true malignant).

Meskipun kanker ovarium menyebabkan 15-20% kanker saluran reproduksiwanita,

kanker ini menyebabkan lebih banyak kematian dibanding gabungan tumor lainnya. Kanker

ovarium biasanya tidak bergejala sampai dapat teraba atau menyebar luas.

Kanker ovarium lebih sering terjadi pada wanita infertil atau yang pernah mengalami

abortus spontan berulang, terlambat hamil atau menderita kanker payudara. Di Amerika

Serikat, insidennya sebesar 6-7/100.000 dengan kejadian pada kulit hitam dan putih hampir

sebanding.

Kanker ovarium sering dihubungkan dengan wanita dengan angka melahirkan yang

rendah dan infertile/tidak subur. Hal ini berkaitan dengan proses ovulasi dalam ovarium. Pada

lapisan korteks, gamet mengalami perkembangan untuk menjadi matang dan siap dilepaskan

ke rahim dalam hal ini terjadi setiap bulannya. Teorinya, perubahan epitel korteks secara terus

menerus untuk mematangkan gamet dapat memicu terjadinya mutasi spontan yang pada

akhirnya menimbulkan kanker pada ovarium. Pada wanita yang hamil proses ini terhenti

untuk 9 bulan sehingga resiko kanker semakin turun.

Faktor lain yang dapat meningkatkan resiko kanker adalah :

Menstruasi yang terlalu awal


Menopause yang terlalu terlambat
Faktor genetik, di mana dikatakan resiko tinggi terkena kanker ovarium bila ada mutasi

pada gen BRCA 1 dan gen BRCA 2.


Riwayat pernah menderita kanker payudara atau kanker lainnya pada usia muda
Sindrom Lynch II
Tidak pernah melahirkan
Melahirkan pertama sekali pada usia > 35 tahun.

Tumor ganas ovarium pada anak-anak paling sering berasal dari sel benih, sedangkan

pada wanita dewasa adalah tumor ganas epitel (> 90%), sebesar 70% bermetastasis ke luar

panggul pada saat diagnosis. Tempat metastasis adalah sebagai berikut; peritoneum (85%),

pelvis dan nodus limfe aorta (80%), omentum (70%), ovarium kontralateral (70%), nodus

limfe mediastinum atau supraklavikula (50%), hati (35%), pleura (33%), paru (25%), uterus

(20%), vagina (15%), tulang (15%), limpa (5-10%), ginjal (5-10%), adrenal (5-10%), kulit

(5-10%), vulva (1%) dan otak (1%).Ovarium juga dapat menjadi tempat metastasis tumor

primer lainnya atau karena perluasan langsung.

Tumor ganas ovarium menyebar secara limfogen ke kelenjar para aorta, mediastinal,

dan supraklavikular untuk seterusnya menyebar ke alat-alat yang jauh, terutama paru-paru,

hati dan otak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.2005.
2. Busmar, B. Kanker Ovarium. Dalam Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Editor:
M.F. Azis, Andrijono, dan A.B. Saifuddin.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2006: hal. 468-257.
3. De Jong, W. Tumor Ovarium dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.
2003:729-730.
4. Kumar V, Cotran RS, and Robbins SL. Robbins Basic Pathology 7 th ed. New York: W.B.
Saunders Company. 2003.

2.7 Osteosarkoma

2.7.1 Defenisi
Osteosarkoma (osteogenik sarkoma) merupakan neoplasma sel spindle yang

memproduksi osteoid. Osteosarcoma adalah tumor ganas primer dari tulang yang ditandai

dengan pembentukan tulang yang immatur atau jaringan osteoid oleh sel-sel tumor.

Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di mana lempeng

pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang sangat aktif; yaitu pada distal femur,

proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan pelvis. Pada orang tua umur di atas 50

tahun, osteosarkoma bisa terjadi akibat degenerasi ganas dari pagets disease, dengan

prognosis sangat jelek.

2.7.2 Patofisiologi dan Penjalaran

Penyebab pasti dari osteosarkoma tidak diketahui, namun terdapat berbagai faktor

resiko untuk terjadinya osteosarkoma yaitu:

a. Pertumbuhan tulang yang cepat : pertumbuhan tulang yang cepat terlihat sebagai

predisposisi osteosarkoma, seperti yang terlihat bahwa insidennya meningkat pada

saat pertumbuhan remaja. Lokasi osteosarkoma paling sering pada metafisis, dimana

area ini merupakan area pertumbuhan dari tulang panjang.


b. Faktor lingkungan: satu satunya faktor lingkungan yang diketahui adalah paparan

terhadap radiasi.
c. Predisposisi genetik: displasia tulang, termasuk penyakit paget, fibrous dysplasia,

enchondromatosis, dan hereditary multiple exostoses and retinoblastoma (germ-line

form). Kombinasi dari mutasi RB gene (germline retinoblastoma) dan terapi radiasi

berhubungan dengan resiko tinggi untuk osteosarkoma, Li-Fraumeni syndrome

(germline p53 mutation), dan Rothmund-Thomson syndrome (autosomal resesif yang

berhubungan dengan defek tulang kongenital, displasia rambut dan tulang,

hypogonadism, dan katarak).


Bukti radiologis dari deposit metastase pada paru dan tempat lainnya ditemukan pada

10% sampai 20% pasien pada saat diagnosis, dengan 85% sampai 90% metastase berada pada
paru-paru. Tempat metastase lainnya yang paling sering adalah pada tulang, metastase pada

tulang lainnya dapat soliter atau multipel. Sindrom dari osteosarkoma multipel ditujukan pada

adanya multipel tumor pada berbagai tulang, dengan keterlibatan metafisis yang simetris.

Sekitar 20% pasien akan mempunyai metastase pada saat didiagnosa, dengan paru-

paru merupakan tempat tersering lokasi metastase, metastase meliatkan jalur hematogen

dengan airan darah balik ke jantung. Prognosa pasien dengan metastase bergantung pada

lokasi metastase, jumlah metastase, dan resectability dari metasstase. Pasien yang menjalani

pengangkatan lengkap dari tumor primer dan metastase setelah kemoterapi mungkin dapat

bertahan dalam jangka panjang, meskipun secara keseluruhan prediksi bebas tumor hanya

sebesar 20% sampai 30% untuk pasien dengan metastase saat diagnosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mehlman T. Charles. 2010. Osteosarcoma. http://emedicine.medscape.com/


article/1256857-overview, 28 Januari 2011.
2. Patel SR, Benjamin RS. 2008. Soft Tissue and Bone Sarcomas and Bone Metastases.
dalam: Kasper DL et al. Harrisons Principles of Internal Medicine 17th ed. USA:
McGRAW-HILL.
3. Picci P. 2007. Osteosarcoma (Osteogenic Sarcoma). Orphanet Journal of Rare Disease.
http://www.OJRD.com/content/2/1/6, 30 Januari 2011.
4. Kawiyana S. 2009. Osteosarcoma, Diagnosis dan Penanganannya.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/dr%20siki_9.pdf, 29 Januari 2011.
5. Springfield D. 2006. Orthopaedics. dalam: Brunicardi FC. Schwartzs Manual of Surgery
8th ed. USA: McGRAW-HILL.

Anda mungkin juga menyukai